My 500 Words

Kamis, 14 Maret 2013

Kado Natal Anak-anak: Peduli Sesama


Oleh: Jannerson Girsang.

Natalnya bagus kali Mak. Aku berliturgi, menyanyikan lagu, memakai baju baru. Kami bernatal bersama dengan anak-anak anak-anak tunanetra. Mereka datang tanpa baju baru, tanpa sepatu baru dan mereka tidak mampu melihat. Kami memberi kado karena mereka tidak punya barang-barang yang baru di Hari Natal ini. Kami semua senang," ujar seorang anak Sekolah Minggu dengan polos kepada ibunya, ketika pulang ke rumah malam 15 Desember 2012.

Bagi anak-anak Sekolah Minggu, merayakan Natal tidak cukup memakai baju baru, menyanyikan lagu, memainkan musik, main drama, melafakan ayat-ayat liturgi kelahiran Yesus Kristus. Sedini mungkin, dalam merayakan Natal mereka ditanamkan sikap peduli sesama, memberikan kado terbaik bagi sesama, bagi Tuhan.

***

Usai acara kebaktian Natal 15 Desember 2012 lalu, dalam sebuah acara khusus, lebih dari 150 anak-anak Sekolah Minggu Gereja Kisten Protestan Simalungun (GKPS), Simalingkar Medan, memberikan kado kepada 18 orang anak-anak tunanetra Yayasan Penderita Tunanetra (Yapentra), Lubuk Pakam.

Mereka diundang Panitia untuk turut merayakan Natal bersama dan merupakan sebagian dari 70 orang penderita tunanetra yang dididik di Panti Asuhan yang terletak di Jalan Raya Medan-Lubuk Pakam itu.

Setiap anak selesai memberikan kado, para anak tunanetra itu menyalami teman-temannya yang bersimpati dengan mencium tangan dan mulutnya komat kamit dan terdengar sayup-sayup dari bangku depan kata-kata "terima kasih….terima kasih…terima kasih", ujarnya dengan rasa haru.

Kadang mereka saling berpelukan, saling cium pipi. Sebagian anak-anak yang memberikan kado, tidak mampu menahan rasa haru dan meneteskan air mata. Beberapa orang tua anak-anak sekolah Minggu yang hadir terlihat menghapus air matanya. Ada yang sesenggukan menahan haru.

Bahkan secara spontan, seorang ibu memberikan kado untuk seluruh anak-anak itu. Sebagian para orang tua, secara spontan memberikan kado yang mampu mereka berikan. Padahal sebelumnya tidak ada program dari panitia untuk mengikut sertakan para orang tua melakukannya. Hanya, hati mereka tersentuh untuk memberikan kado secara tulus.

Kedua tangan anak-anak tunanetra kadang penuh, dan susah menyalami anak-anak yang memberinya.

Melihat suasana seperti ini, para pembina yang menyertai mereka ibu Linda Hutagalung, bapak Pandiangan dan Ibu Hutasoit hilir mudik merapikan kado yang diberikan lebih dari 150 anak-anak. Jumlah yang hampir sepuluh kali dari jumlah mereka yang menerma.

Sungguh mengharukan. Menurut Linda Hutagalung, 18 orang tunanetra yang hadir, tidak menerima semua kado itu untuk mereka sendiri. Kado yang diberikan teman-teman akan dinikmati bersama dengan 70 orang teman-teman mereka yang tidak ikut dalam perayaan Natal itu. Berkat Tuhan harus dibagi bersama dengan umat Tuhan yang lain.

***

Sebelumnya, anak-anak itu merayakan Natal dalam kebaktian bersama. Memang, para anak-anak tunanetra itu tidak mampu menikmati indahnya pencahayaan, dekorasi Natal, wajah pemain-pemain band anak-anak sekolah Minggu yang mengeluarkan suara keras tapu merdu lagu "Oh Holy Night", mereka tidak bisa melihat keindahan pakaian-pakaian teman-temannya. Anak-anak tunanetra itu tidak peduli pakaian yang mereka pakai apakah lebih baik dari pakaian teman-temannya.

Hanya saya dan jemaat yang melek mata bisa membedakan pakaian mereka. Mereka berpakaian seadanya dan anak-anak Sekolah Minggu Simalingkar hampir semuanya berpakaian baru.

Anak-anak tunanetra tidak perlu menghias diri dengan pakaian yang indah dan mahal-mahal. Hanya mempersiapkan hati yang tulus memuji Tuhan.

Mereka tidak iri dengan semua keindahan yang mungkin bagi orang-orang normal bisa menjadi sumber dosa karena sms (susah karena dirinya melihat orang senang). Tidak silau dengan hal-hal yang indah dilihat mata. Hal yang seringkali mengundang orang berbuat dosa, korupsi sebagaimana terjadi di negeri ini.

Anak-anak yang duduk di bangku depan dengan berpakaian seadanya itu tampak merasakan kebahagiaan bersama teman-teman mereka. Di tengah-tengah perbedaan namun tidak merasa berbeda.

Mereka datang dengan rasa syukur. Memberi seuatu dari hati yang tulus, tanpa memandang materinya. Meski berkekurangan Tuhan memberikan mereka talenta.

Para anak-anak tunanetra itu membawa kado paling berharga untuk teman-teman mereka dan orang tua yang hadir. Semuanya tampil dalam dua buah lagu pujian yang sungguh-sungguh membuat para anak-anak dan hadirin terharu. Seorang diantara mereka memainkan organ dan seorang memainkan musik tiup. Air mata haru serta kagum dari anak-anak dan jemaat mengiringi nyanyian mereka.

Selama acara itu berlangsung, rasa haru, senyap menyelinap di seluruh ruangan gereja berukuran 24 X 12 meter yang dipenuhi sekitar 400-an anak-anak dan orang tua mereka. Anak-anak tunanetra itu memang tidak bisa menikmatinya dengan mata, tetapi rasa bahagia tak bias dipungkiri dari wajah-wajah mereka.

"Kami senang memuji Tuhan bersama dengan teman-teman kami. Kami sungguh bahagia. Terima kasih ya Pak…terima kasi ya Pak,"ujar seorang penderita tunanetra, ketika penulis bersama para orang tua lainnya saya menyalami mereka.

***

"Mendidik anak-anak merayakan Natal bersama para tunanetra, dan memberikan kado dari uang jajan mereka, ditambah pemberian orang tua secara langsung akan merasakan betapa bersyukurnya mereka yang memiliki fisik yang sempurna. Kita berharap mereka akan menjadi jemaat-jemaat masa depan yang peduli sesama".ujar Syamas Jandes Saragih MKes, Ketua Seksi Sekolah Minggu GKPS Simalingkar.

Peristiwa di atas, memang tidak wah!. Bahkan sungguh sangat sederhana. Anak-anak sekolah Minggu membawa kado untuk teman-teman mereka yang berkekurangan, 18 orang teman mereka yang tunanetra.

Situasi itu mengajarkan kita petuah Mother Theresia, seorang pekerja sosial dan pemenang Nobel. . "Memberi dari kelebihan yang kita miliki itu mudah. Tapi bagaimana ketika kita diperhadapkan dengan keadaan yang sebaliknya? Memberi dari kekurangan, itu namanya pengorbanan. Setiap pengorbanan yang ditaburkan dengan keikhlasan, ketulusan akan menjadi benih yang baik,".

Natal mengajarkan manusia memberi yang terbaik bagi Tuhan, bagi sesama. Para gembala, orang-orang Majus dan ahli perbintangan yang mencari Yesus yang baru lahir di Betlehem, ingin bertemu dengan Yesus dengan rasa syukur dan bahagia.

Mereka membawa oleh-oleh dari yang terbaik dari yang mereka miliki. Mereka membawa Mas, mur dan seluruh milik mereka yang paling berharga untuk Tuhan.

Natal mengajarkan kita bahwa memberi apa yang dimiliki dengan tulus bukan memberi karena untuk dipilih jadi gubernur atau anggota parlemen, akan diberkati Tuhan.

Dalam kisah Perjanjian Baru, seorang anak yang hanya membawa apa yang ditangannya: lima roti dan dua ikan kepada Yesus. Yesus memberkatinya dan mampu memberi makan untuk 5000 orang. Anak-anak dididik memberikan kado yang sangat sederhana kepada anak-anak yang berkekurangan,Tuhan akan memberkatinya dan membuahkan sesuatu yang jauh dari apa yang pernah dibayangkan.

Di penghujung acara, merekapun berpisah malam itu dan semuanya bersuka cita. Pertemuan di hari Natal adalah membawa suka cita, bukan menyisakan rasa iri dan dengki satu sama lain. Pertemuan dan keinginan saling memberi diantara anak-anak Sekolah Minggu dan anak-anak Tunanetra malam itu juga mengingatkan kita pada kisah perjalanan dua orang ke Emmaus bersama Yesus. Ketika mengetahui bahwa dirinya bersama Yesus (menemukan Yesus), mereka berpisah dengan suka cita (Markus 16: 13).

Amin. Selamat merayakan Natal 2012, Melalui Perayaan Natal Tahun ini, mari mendidik anak-anak kita untuk memberikan kado yang terbaik bagi sesama, bagi bangsa ini.***

Penulis adalah Jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Simalingkar Medan
Dimuat di Rubrik Opini Harian Analisa 22 Desember 2012

Tidak ada komentar: