Desember 2013 lalu, saya menerima
telepon dari Ruliah Haloho. Kaget, karena dipesan menuliskan kesan dalam buku otobiografinya.
“Siapa ini,” saya bertanya, karena nomor teleponnya tidak kukenal, tetapi
samar-samar ingat suaranya.
Ternyata yang memanggil adalah Ruliah Haloho.
Seorang perempuan Simalungun yang paling kukagumi. Saya sangat senang
menuliskannya, walau terasa buru-buru dan saat yang sama saya menulis buku
otobiografi seorang tokoh dari Jakarta.
Usia saya dan Ruliah terpaut
sekitar 27 tahun. Perkenalan pertama kami adalah sekitar 1986, saat saya
menjadi dosen dan kemudian Rektor di Universitas Simalungun (USI) 1988-1990.
Saat itu beliau menjadi anggota DPRD Tingkat II Kabupaten Simalungun.
Pertemuan pertama itu membuat
kami seolah tiada batas usia dan senantiasa setara membicarakan apapun. Dalam
setiap pertemuan dengan beliau, baik di pesta atau acara perayaan gereja, saya
selalu mendapat inspirasi dan semangat baru. Beliau adalah seorang perempuan
yang bersemangat dan berfikir positif, kreatif dan peduli. Pertemuan terakhir
saya adalah Desember 2012, saat putri pertama saya Clara Girsang menikah di
Jakarta. Bertemu dengan Ruliah adalah mendapat inspirasi dan semangat baru!.
Beliau begitu perhatian kepada
ketiga putri kami dari almarhum Parker Girsang, dan saudara-saudara saya di
Bekasi, tempatnya bermukim sekarang ini. Kepedulian ini juga menular kepada
putranya Chrismas Haloho dan putrinya Triana Haloho. Kami jadi seperti saudara.
Kesan saya yang paling mendalam
adalah ketika kami mengumpulkan dana untuk sebuah perayaan Natal, keluar masuk
PTP menemui para pejabat Simalungun yang ada di PTP, bersama inang Damertina
Saragih (juga seorang aktivis perempuan Simalungun yang banyak terlibat dalam
kegiatan-kegiatan sosial). Saat itu kami pulang sudah malam hari. Tetapi beliau
tidak pernah kelihatan lesu. Selalu bersemangat dan membicarakan hal-hal yang
bervisi jauh ke depan.
Tahun 1990, saya meninggalkan
Pematangsiantar dan bermukim di Medan. Kontak hamper terputus dan saya memang
kehilangan inspirasi dari seorang guru dan inspirator. Lama sekali kami tidak
bertemu, dan suatu ketika saya memerlukan beliau. Ketika itu, 2004, saya
menulis buku “Anugerah Tuhan yang Tak Terhingga” buku biografi Pdt Armencius
Munthe, MTh (mantan Ephorus GKPS).
Ketika diinformasikan beliau salah satu yang ditunjuk Pdt A Munthe mengisi kesan dan pesan dalam buku
itu, saya makin meyakini bahwa inang ini adalah orang yang istimewa di GKPS. Saya
memiliki kesan lebih mendalam tentang kiprahnya di GKPS. Seorang yang mampu
belajar cepat dan memiliki kemauan maju yang luar biasa. Kesan saya, beliau
mengerjakan sesuatu tuntas dan tepat waktu. Kata-katanya menginspirasi dan
tidak pernah meremehkan orang lain.
Ruliah adalah contoh perempuan
desa Simalungun yang dengan kegigihannya telah menempatkan dirinya unggul di
zamannya. Dari seorang guru menjadi anggota DPRD, serta peduli kepada
perkembangan Simalungun.
Semoga buku ini menjadi inspirasi
bagi perempuan Simalungun, dan masyarakat Simalungun pada umumnya.
Selamat Ulang Tahun ke 79 dan
semoga sehat selalu dan tetap berkiprah sebagai inspirator di tengah keluarga,
gereja dan masyarakat.
Medan, Januari 2014.
St Ir Jannerson Girsang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar