My 500 Words

Rabu, 03 Desember 2014

DI Ruang Doa Ingin Menebar Kasih, Tapi di Luar...!


Oleh: Jannerson Girsang

"We live in a world where we have to hide to make love while violences is practiced in a broad day light". (Jhon Lennon).

Kita masuk ke ruang doa, bersembunyi untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sang pencinta perdamaian. Kita memulai sebuah ibadah, bersama-sama bersembunyi bergabung dengan sang Pendamai.

Tuhan yang kita sembah tidak punya musuh, bahkan mengajarkan agar umatNya mengasihi mereka yang seolah digambarkan sebagai musuh sekalipun. Dia yang kepadaNya kita meminta pertolongan, mengasihi semua, memberi matahari dan bulan untuk semua orang.

Sayangnya, begitu di luar ruang doa, kita menyaksikan kekerasan, membaca berita kekerasan, kadang menempatkan diri pada sebuah pihak dan menjadi hakim yang memacu permusuhan, menebar kebencian kepada orang lain yang belum tentu sama seperti yang digambarkan.

Kita masuk ke dunia dengan keegoisan kita, memikirkan diri sendiri, kelompok sendiri, menciptakan musuh sendiri, mewujudkan keinginan sendiri.

Negeri ini membutuhkan kasih, membutuhkan kepedulian sesama. Bangsa ini tidak ingin sekelompok orang yang maju, sekelompok orang yang menentukan segalanya. Cita-cita bangsa ditetapkan oleh seluruh bangsa. Bangsa ini ingin bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa yang dikehendaki Tuhan.

Sayangnya, kita kadang melupakan bahwa tugas kita sama dengan Dia yang kita sembah. Bahkan kita bisa memusuhi teman yang sama dengan kita sewaktu bersujud kepadaNya, memusuhi sesama bangsa.

Dunia dan kita lebih suka "kekerasan", lebih suka "melukai" untuk mewujudkan keegoisan kita.

Padahal, di dunia nyata, Tuhan sudah menyediakan hal-hal yang penuh dengan keindahan. sama seperti keindahan yang ada dalam diri kita. Kita lupa bersyukur, sehingga kita seringkali melihat hal-hal yang jeleknya, suka kepada cerita yang tidak benar, rumor.

Begitu banyak berkat, pemandangan, gambar, kata-kata yang mampu menguatkan kita dan orang lain. Namun kita lebih suka memilih gambar yang jelek, kata-kata kasar. Bukannya membuat kita terinspirasi melakukan hal yang lebih baik, tetapi justru sebaliknya.

Tuhan mengingatkan: "Janganlah kamu sama seperti dunia ini. Orang mengenal kamu adalah murid-muridKu, jika kamu saling mengasihi".

Mari bersama-sama berlatihlah untuk melakukan hal-hal yang sama ketika kita di ruangdoa, saat kita bersekutu bersama menghadap Tuhan, ke dunia nyata.

Begitu indah jika hati kita, jiwa kita dari ruang doa, ruang persekutuan direfleksikan dalam kehidupan nyata.
Tentu tidak mudah. Mintalah pertolongan kepadaNya setiap saat untuk melakukan hal yang baik. Tidak berhenti hanya ketika di ruang doa, di ruang ibadah!

Jangan tunggu besok, hal baik yang dapat Anda lakukan sesudah keluar dari ruang doa yang indah. "Agama tidak mengajarkan manusia berdoa meminta kekuatan untuk menghancurkan orang lain"


Anne Frank, gadis yang tewas dalam usia 15 tahun, akibat perlakukan keji Nazi Jerman dalam ruang gas di masa Perang Dunia Kedua, dalam catatan hariannya mengatakan:

"How wonderful it is that nobody need wait a single moment before starting to improve the world.”

Kekerasan, sekecil apapun merupakan benih mala petaka.Jangan ulangi pengalaman Perang Dunia I, Perang Dunia II, pengalaman keji negeri ini pada Peristiwa Mei 1998.

Mari bersama-sama!

Selamat Pagi. Medan 3 Desember 2014

Kreativitas: Ngarapken Ginting

Oleh: Jannerson Girsang

Ngarapken Ginting (pernah bekerja di Yayasan Tanggul Bencana Indonesia, YTBI) mengembangkan keahlian ibunya membuat minyak nilam ramuan Karo. Saya sudah coba dan enak diolesin di badan, kalau lagi pulang olah raga atau capek bekerja seharian.

Minyak Karo yang satu ini sudah diproduksi menuju profesional, dan dipasarkan di berbagai tempat di Indonesia.
Semoga sukses ya Ting!. Hai teman-teman alumni YTBI: Linda Keliat, Joyce Manarisip , Sherly Nouke Pitoy, Nelson Sinaga, Budi Aman Gea, Srimelianti Lase, Debora Assa,. Hebat yah teman kita. Silakan dipesan...he..he.

Kalau melalui saya, agen Fee 10% hua..hua..hua.







Kebenaran dan Pembenaran Diri

Oleh: Jannerson Girsang

Dalam penerbangan Medan-Jakarta Minggu lalu dengan Lion Air, saya menemukan sebuah artikel yang cukup menarik di majalah udara perusahaan penerbangan itu.

Artikel berjudul "Kebenaran dan Pembenaran" yang ditulis oleh Jemy V Confido, seolah membelah dada saya, karena memang sering melakukan PEMBENARAN DIRI. Artikel ini merumuskan dengan jelas tindakan pembenaran yang sering saya lakukan.

Dalam menjalani hidup ini ternyata kita penuh pembenaran diri seolah pegidap penyakit kanker dengan tahapan-tahapan: stadium  tahap awal, tahap menengah dan tahap akhir.

Kita selalu mencari kebenaran. Anehnya, ketika kita mendapatkan kebenaran yang kita cari, tidak jarang pula kita mengubahnya menjadi  pembenaran.

Bahayanya lagi, perbedaan diantara keduanya sangatlah tipis. Perbedaan yang tipis ini karena keduanya berasal dari satu sumber fakta yang sama.

Masalahnya terletak pada sikap kita apakah menerima fakta sebagai sebuah kebenaran, dan yang satu lagi, apakah kita hanya menerima fakta sebagai kebenaran kalau sesuai dengan keinginan kita, menguntungkan kita.

Penyakitnya adalah: KEBENARAN ITU HARUS SESUAI KEINGINAN KITA.  Kalau tidak sesuai dengan keinginan kita, maka dengan segala upaya kita melakukan pembenaran diri, seolah tindakan kita benar.

Padahal, tindakan pembenaran diri hanya memuaskan diri kita, tidak memberi dampak kebahagiaan bagi orang lain. Justru sebaliknya: memunculkan rasa gondok, benci, tidak menghasilkan apapun, selain situasi yang makin kacau. Bagi diri sendiri, tindakan pembenaran diri akan memasung kreativitas, mengganggap diri sempurna dan tidak mau berubah.

Mari sama-sama menyimak penjelasan penulisnya yang saya rangkumkan di bawah ini:

1. Stadium Awal: Blaming.

Pada stadium awal pembenaran yang kita lakukan adalah melakukan blaming atau menyalahkan orang lain atau hal lain.

"Saya sudah berusaha melakukan yang terbaik tetapi tidak ada yang mendukung saya".

Seolah orang yang mengucapkannya sudah benar-benar berusaha melakukan yang terbaik, pada kenyataannya dia belum melakukannya. Sebaliknya dia menutupi dengan menyalahkan orang lain yang tidak mendukungnya.

Pembenaran dalam bentuk blaming bisa diperbaiki dengan bertanya pada diri sendiri:

"Benarkah saya sudah melakukan yang terbaik dan benarkah tidak ada satupun yang mendukung saya?".

2. Stadium Menengah. Excuse.

Dalam hal ini sipelaku seolah-olah menerima bahwa dirinya belum berusaha, namun memaklumi hal tersebut. karena dia tidak memiliki sumberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan usaha tersebut.

"Tentu saja saya belum bisa melakukan usaha yang terbaik, karena saya tidak memiliki biaya, orang dan waktu yang cukup untuk itu"

Pembenaran diri dalam bentuk excuse bisa dikoreksi dengan pertanyaan:

"Bila saya memiliki biaya, waktu dan uang apakah saya akan melakukan usaha yang lebih baik dari pada yang saya lakukan sekarang?".

3. Stadium Akhir. Justify

Pembenaran dalam bentuk Justify, pelaku membenarkan sikap atau tindakan yang dilakukannya, karena belum jelas hasilnya untuk dirinya.

"Saya tidak perlu melakukan usaha terbaik karena belum jelas hasil yang akan dicapai"

Pembenaran dalam bentuk justify lebih sulit dilakukan karena pelaku berlindung di balik argumen yang sepertinya cukup kuat.

Upaya perbaikan bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan:

"Bila hasilnya jelas, apakah saya akan melakukan usaha terbaik?".

Semakin parah pembenaran diri yang dilakukan seseorang, semakin halus bentuknya. Seolah-olah dia melakukan hal yang benar.

Dengan memberikan dalih-dalih yang sepertinya benar, si pelaku berusaha mendapatkan pemakluman dari orang-orang di sekitarnya. Semakin tinggi stadium pembenaran yang dilakukan seseorang, semakin kuat dalih-dalih yang digunakannya.

Akh, ternyata semua kita pernah melakukan pembenaran diri bukan?. Apakah masih terus melanjutkannya?

Mari renungkan sendiri, sikap pembenaran diri tahap apa yang kita lakukan hari ini. Apakah kita mau merubahnya setiap hari?. Selamat beraktivitas. 

(Disadur dari Lionmag. The inflight Magazine of Lion Air)

Medan, 15 Oktober 2014

Selasa, 02 Desember 2014

Kerendahan Hati dan Tanggungjawab

Oleh: Jannerson Girsang

"The person who render loyal service in humble capacity will be chosen for higher responsibilities just as a biblical servant who multiplied the one pound given him by his master was made ruler over ten cities.." (B.C. Forbes)

Ketika Anda mendapat satu tugas oleh atasan Anda, sekecil apapun itu maka itu merupakan tanggungjawab dan harus dilaksanakan dengan kapasitas penuh, tulus dan dengan kerendahan hati.

"Orang yang setia kepada perkara kecil, akan setia kepada perkara besar"
Anda harus bertanggungjawab dan memberikan kepuasan bagi pemberi tugas itu.

Dalam mengerjakannya, Anda akan mendapat pengalaman, pembelajaran dan Anda akan memiliki teman-teman kerja yang baru.

Bila satu tugas dilaksanakan dengan tanggungjawab yang penuh, maka Anda akan mendapatkan tugas-tugas yang lebih berat lagi, tapi mungkin lebih mudah Anda kerjakan. .

Bila sebaliknya, Anda tidak melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan, maka siapapun tidak akan pernah menugaskan Anda lagi. Kredibilitas Anda hilang, dan tidak berarti apa-apa lagi.

Meski terlihat seolah Anda sibuk atau capek, itu hanya sia-sia. Anda hanya mengerjakan tugas orang lain yang menambah kredibilitas orang lain, dan Anda makin tersingkir.

Jangan biasakan mengkritik pekerjaan orang lain, sementara Anda melupakan tanggungjawab sendiri.
Mereka yang Anda kritik akan makin mendapat kredibilitas, sedangkan Anda hanya jadi penonton dan penggerutu.

Mari mengerjakan tanggungjawab Anda dengan kerendahan hati.

Renungan pagi, 2 Desember 2014

Cerdas Mengutip Lagu dan Metafora untuk Pidato

Oleh: Jannerson Girsang

"Sakitnya tuh di sini....," kata pria bertubuh tinggi semampai itu sambil melakukan gerak tangan di dada, meniru video klip dalam lagu yang dinyanyikan Cita Citata yang sedang naik daun.

Gelak tawa undangan meledak!. Perasaan kembali segar, setelah mendengar beberapa sambutan sebelumnya.

Demikian Prof Dr Dian Armanto, Koordinator Kopertis Wilayah I, mengutip potongan lagu dangdut
yang digandrungi di tanah air dalam sambutaannya pada acara Pelantikan Rektor Baru Universitas HKBP Nommensen, Dr Ir Sabam Malau, tadi siang.

Dia mampu menarik perhatian undangan yang sudah lelah mengikuti kebaktian dan mendengar pidato-pidato sebelumnya.

Guru besar yang kocak dan pintar bercerita ini menyampaikan pidato penuh dengan kisah-kisah menginspirasi dan penuh arti.

"Hendaknya Nommensen menjadi Universitas yang berkarakter dan sehat. Yah namanya manusia berkarakter dan sehat, ada rambutnya, ada kupingnya, ada matanya, ada kakinya dan seterusnya. Itu mudah Pak. Ikuti saja prosedur yang sudah ditetapkan, pasti jadi universitas yang sehat," katanya.
Saya tertawa lagi. Segar lagi, Beliau menyampaikan pesan yang lain dan semua undangan tertegun mengikutinya.

Pidato yang cerdas mengutip mengutip lagu, membuat metafora memang mampu menarik perhatian pengunjung. Tidak pidato yang datar-datar saja, apalagi memusingkan kepala.

Contohnya yang dilakukan Professor yang memiliki tiga gelar Master itu.

Jadi, tidak ada salahnya, kalau menyampaikan pesan menyelipkan kutipan lagu, apalagi yang sedang ngetop dan menyelipkan metafora.

Pesannya sampai dan undangan terhibur dan terinspirasi.Tak terasa, pidatonya lebih dari 10 menit. Tapi rasanya masih terlalu pendek.

" Pidato yg cerdas hanya bisa dipahami orang-orang cerdas. Demikian sapaan eforus HKBP Pdt WTP Simarmata menanggapi pidato Prof Dian. Sungguh sebuah dialektika yang sepadan...dan semoga bisa dipahami secara cerdas pula oleh para undangan yang hadir" demikian Prof Dr Posman Sibuea mengomentari artikel di atas ketika saya posting di FB.

Beliau melanjutkan: " Sebuah pidato yg cerdas dan menginspirasi. Mengkritisi institusi pendidikan tinggi secara elegan tanpa menyinggung perasaan orang lain.."

Mengkritik dengan cerdas menggunakan lagu dan metafora. 


Medan 1 Desember 2014

Gajah Berkelahi, Pelanduk Mati Di Tengah-tengah

Oleh: Jannerson Girsang

Gajah sama gajah berkelahi pelanduk mati di tengah-tengah. Ketika para elit "marsiboan uhurni" rakyatlah yang menderita.

Sedih melihat persaingan terselubung dan bahkan sudah terang-terangan di kalangan para elit, baik di partai-partai politik di pusat, maupun tokoh-tokoh di daerah.

Rakyat kecil, orang-orang yang tidak mengerti apa-apa bingung, dan bahkan bisa jadi korban. Mereka terombang-ambing memilih siapa yang mau diikuti. Bisa-bisa sikap mereka menjadi buah simalakama. .

Berdamailah!

Hanya kegiatan yang dirancang melahirkan perdamaian--bukan untuk penokohan seseorang akan membawa semua orang berbahagia, membawa pembelajaran baru..

Melakukan kegiatan beralaskan pelampiasan dendam, mencari perhatian, menunjukkan kehebatan, melalui persaingan tidak sehat, apalagi hanya untuk kampanye sesaat, kepentingan sekelompok orang, melecehkan yang lain, pasti akan melahirkan penderitaan-penderitaan baru bagi semua.

Suasana keruh, tidak damai, seringkali membuat orang "marsiagong-agongan" (saling menaruh arah di pipi). Suasana seperti ini akan memberi peluang pihak ketiga dan para opportunis beraksi. Semua mencari benarnya sendiri. Akhirnya semua menjadi hitam!.

"If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each others" (Mother Theresia). 

Para elit, berdamailah, jangan membuat rakyat bingung!.

Medan, 30 Nopember 2014

Kebenaran dan Sikap Jujur

Oleh: Jannerson Girsang

Semua orang menginginkan kebenaran tetapi tidak ada orang yang mau jujur. Semua sudah berbohong, semua sudah berdosa.

"Everyone wants the truth, but no one wants to be honest"

Parahnya, semua manusia memilii sifat munafik, hanya mampu berpura-pura jujur, cenderung pura-pura benar dengan menyalahkan orang lain.

Tidak heran kalau suatu ketika seorang yang digambarkan jujur, tiba-tiba masuk penjara, tiba-tiba selingkuh, tiba-tiba menipu. Setiap manusia selalu ada bohongnya, munafiknya, tak terkecuali siapapun.


"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah". (Roma 3:23)

"Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.". (Mazmur 14:3) -

Merasa jujur di atas kesalahan orang lain. Kebenaran yang dianut sering hanyalah merupakan pembenaran diri. Suka mencari kesalahan orang lain supaya dirinya benar.

Kita perlu terus menerus melakukan revolusi mental, merubah sikap munafik dengan mengaku jujur bahwa kita adalah orang-orang yang berdosa, tidak jujur.

Manusia hanya mampu munafik, melakukan dosa setiap hari. Semuanya sama di hadapanNya. Soal kemunafikan, dosa, tidak ada kelebihan seorang dari yang lain.

Hanya Dialah orang yang benar-benar jujur dan menjalankan kebenaran hingga maut menjemputNya. Berani berkorban, demi kebenaran dan keadilan, bahkan mengorbankan nyawaNya untuk keselamatan orang lain.

Dari sudut kedagingan, manusia hanya mampu dan rela berkorban untuk mendapatkan sesuatu, mendapatkan sesuatu, mendapatkan sesuatu. Munafik, ya memang munafik!

Oleh sebab itu marilah kita merendahkan diri di hadapanNya. Meminta pengampunan setiap saat. Berusaha terus menerus keluar dari sikap munafik dan berbohong dengan bersujud di hadapanNya.

Pagi yang berat!.

 Medan, 29 Nopember 2014

Selamat Pagi


Oleh: Jannerson Girsang

"Selamat pagi kawan-kawan!," demikian seorang senior manager perusahaan multilevel dalam sebuah pertemuan dengan para stafnya. Padahal, waktunya sudah siang, bahkan malam hari.

Mengapa Selamat Pagi?

Peluang itu ibarat peristiwa terbitnya matahari. Kalau ditunggu terlalu lama, maka dia akan hilang.
Seperti dikatakan William Arthur Ward, seorang penulis inspirasi Amerika, "Opportunities are like sunrises. if you wait too long, you loose them".

Peluang itu datang setiap saat dan harus disambut dengan perasaan seperti menyambut pagi hari, menyambut sang Surya mulai memancarkan sinarnya di ufuk Timur.

Setiap orang harus menyambutnya dengan penuh antusias dan melakukannya dengan suka cita.
Bersyukurlah pagi ini kepada Tuhan, karena kita masih diberi kesempatan melakukan sesuatu sepanjang hari. Apakah itu nantinya menyenangkan kita atau tidak tergantung kita menyambut dan meraihnya.

Supaya hari ini menyenangkan, Miles Davis, seorang musisi, pencipta lagu jazz, memberi tips. Dia menggambarkan pagi hari sebagai awal dari sebuah masa depan. Pagi hari berfikir sesuatu tentang kreasi.

"I'm always thinking about creating. My future starts when I wake up every morning... Every day I find something creative to do with my life".

Mulailah pagi Anda dengan perasaan antusias, penuh kreasi. Senyum kepada istri, anak-anak dan teman-teman.

Selamat beraktivitas dan selamat pagi teman-teman.

Medan 28 Nopember 2014

Hadapi Kekecewaan Tanpa Menyalahkan

Oleh: Jannerson Girsang

Sia-sia Anda bercerita kemana-mana tentang kekecewaan Anda. Tidak ada yang bisa menyembuhkannya, kecuali Anda sendiri.

Jangan menyalahkan keadaan, apalagi orang lain. Anda makin kecewa dan menambah musuh.
Saat saya kecewa tentang kejadian beberapa hari lalu, pagi ini saya belajar dari membaca pengalaman orang yang kecewa.

"I am sad, hurt, angry, mad, disappointed. But you know what? I'll put it on a happy face and move on. It will hurt, but I survive"  (Miss-Swagnificent).

Setiap saat kita akan menghadapi kekecewaan. Tidak semua orang mengerti diri kita, tidak semua rencana kita berjalan dengan sempurna. Sesuatu bisa terjadi di luar harapan, atau tidak sesuai dengan harapan Anda!.

Peristiwa yang membuat Anda kecewa sudah berlalu dan tidak mungkin di ubah lagi. Mau Anda jungkir balik, mau bumi dibolik-balik, kejadian itu tak mungkin berubah.

Hanya satu yang bisa dilakukan: berjuanglah membuat hati tidak sakit, terpancar dari muka yang selalu happy, terpancar dari kata-kata Anda yang menginspirasi orang lain memaknai kekecewaan itu.

Hadapi kenyataan dan bangkitlah. lihat ke depan. Buatlah harapan baru yang terbuka di sekeliling Anda. Menyalahkan keadaan, akan membuat kekecewaan baru, apalagi menyalahkan orang lain, Anda menambah musuh baru.

Mata dibuat untuk lebih banyak melihat ke depan. Leher bisa sakit kalau terlalu banyak melihat peristiwa mengecewakan yang terjadi di belakang Anda.

Memang hati bisa luka, tetapi itu akan sembuh dengan selalu berusaha memaknai kekecewaan dari sudut pandang positif.

Kasih datang kepada orang yang selalu berharap meski kecewa, yakin meski dikhianati, mengasihi meski sebelumnya dilukai.

"Love comes to those who still hope even though they've been disapointed to those who still believe even though they've been betrayed, to those who still love even though they've been hurt before". 

Anda harus mengambil keputusan!.

“You must make a decision that you are going to move on. It wont happen automatically. You will have to rise up and say, ‘I don’t care how hard this is, I don’t care how disappointed I am, I’m not going to let this get the best of me. I’m moving on with my life.” (Joel Osten)

Simak dan berusahalah sembuh dari kekecewaan Anda yang sudah terjadi, satu atau beberapa hari yang sudah lewat!

Medan, 27 Nopember 2014

Biarlah Orang Lain Yang Mengatakan Anda Baik


Oleh: Jannerson Girsang

“Do you wish people to think well of you? Don't speak well of yourself.” (Blaise Pascal).

Anda ingin orang lain berpendapat baik tentang Anda?. Jangan ngomong bahwa Anda baik! Biarlah orang lain yang mengatakan Anda baik.

Tanpa sadar, kita sering mengatakan, "saya sudah melakukan ini, sudah berbuat itu, sudah membantu ini, membantu itu". Apalagi ditambah: "Mereka, apalah yang mereka lakukan".

Sebenarnya orang lain yang tidak pernah merasakannya geli mendengarnya. Walau menunjukkan seolah dia kagum.

Memang, ada juga yang benar-benar kagum, kalau sifatnya sama, suka membicarakan dirinya.
Tapi sering kali kita tidak sadar!. Orang yang tidak pernah merasakan kisah kita pasti mengatakan: "eh kapan yah, saya rasakan. Bisa aja Lu cerita. Kagak pernah Gue dengar, orang lain cerita tentang Anda".

Ada yang kagum sementara!. Tetapi ketika dia tidak merasakan seperti cerita itu, dia juga lambat laun kecewa. "Oh gininya rupanya, lain dengan cerita aslinya. Saya salah menilai dong selama ini!"

Orang lain akan lebih objektif menilai, dan kita lebih senang mendengar kebaikan seseorang dari orang lain yang merasakan kebaikan itu. Jadi biarlah orang-orang yang mengenal, merasakan kebaikan kita yang bercerita tentang hal-hal baik yang kita lakukan.

Tapi sekali lagi, sering kali kita tidak sadar! Geli juga melihat diri kita yah!

Terima kasih Blaise Pascal, sudah mengingatkan saya pagi ini.

Medan, 26 Nopember 2014