My 500 Words

Senin, 23 Februari 2015

Menuju Tua dan Bijaksana: Belajar dan Belajar Terus


Oleh: Jannerson Girsang

"To be old and wise you must have be young and stupid".

Tujuan pendidikan di Indonesia antara lain adalah memberi kemampuan atau skill dalam bidang tertentu, mengupdate pengetahuannya dengan situasi dengan keinginan belajar seumur hidup, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, percaya bahwa ada kekuatan di luar kekuatan manusia. Tuhan ada!

Melalui pendidikan di Indonesia diharapkan tercipta orang-orang yang pintar dan bijaksana, baik itu melalui proses pendidikan di dalam kelas dan di luar kelas, atau kehidupan yang nyata.

Tidak ada orang yang tiba-tiba saja menjadi pintar, tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi bijaksana. Mereka mendapatkan kepintaran dan kebijaksanaan melalui proses belajar.

Orang-orang menjadi pintar dan bijak setelah melintasi berbagai macam jenis kehidupan, keberhasilan, kegagalan, suka, duka, atau mampu memahami hidup, menghadapi segala tantangan kehidupan dengan suka cita, membahagikan dirinya, membahagiakan orang lain walau dirinya menghadapi tantangan atau kesulitan.

Dalam kehidupan nyata, Mahatma Gandhi, Mother Theresia, Nelson Mandela, dan beberapa tokoh lainnya pernah mempraktekkan hidup bijaksana

Mereka mampu menundukkan suasana, iklim, mampu bersuka cita dalam segala situasi kehidupan. Sebab, semua situasi mereka selalu yakin akan "indah pada waktunya", karena semua ada dalam rencana Sang Pencipta.

Mereka mampu bermegah dalam kesengsaraannya karena mereka mengetahui kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena mengaku bahwa kasih Allah telah dicurahkan di dalam hatinya. (Roma 5 (1-11).

Mungkin kita tidak bisa membuat sesuatu aksi menuju bijaksana yang besar, tetapi semua orang bisa membuat kasih yang kecil dengan dampak besar.

Manusia Indonesia dituntut semakin tua semakin pintar dan bijaksana, supaya selama hidupnya mampu menolong dirinya dan memberikan kontribusi bagi dunia sekelilingnya, dituntut membuat semakin banyak orang pintar dan bijaksana, bukan sebaliknya membodoh-bodohi orang, bahkan membuat orang merasa terbodoh atas kehadiran kita.

Itulah beda manusia dengan binatang.

Selamat malam teman-teman. Medan, 20 Pebruari 2015

Jumat, 20 Februari 2015

Jokowi: Sulit Dipahami dengan Akal Biasa


Oleh: Jannerson Girsang

Awalnya saya berfikir Jokowi akan sulit keluar dari masalah kisruh KPK-Polri. Pasti jutaan rakyat Indonesia juga seperti saya.

Ibarat menarik benang dari tepung, benang tidak putus, tepung tidak tumpah. Menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru yang lebih besar.

Tugas Jokowi berat!. Menyelamatkan Polri, menyelamatkan KPK.

Sebagai Presiden dan Panglima Tertinggi ABRI, Jokowi tidak boleh sembarangan membela atau menyalahkan salah satu. Dia berada di atas kepentingan keduanya, harus membuat masalah terang benderang di mata rakyat. Pekerjaan yang membutuhkan, kepiawian, kesabaran dan ketenangan berfikir.

Saya terhenyak, ketika Jokowi menunda pengangkatan Budi Gunawan jadi Kapolri, padahal dia sudah lulus fit and proper test DPR. Sementara beberapa anggota DPR menilai tindakan ini sebagai mengangkangi keputusan DPR.

Alasan Jokowi mungkin karena sehari sebelumnya, KPK mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka.

Kok berani ya?. Budi kan dicalonkan Megawati/PDIP?. Beliau adalah orang besar, dan SBY aja mau baikan nggak mau. Konon pula Jokowi, yang masih anak kemaren. Ternyata Jokowi tidak bisa didikte oleh Mega, apalagi politisi PDIP. Kecillah!. "Pendukung PDIP cuma sekian persen, aku didukung rakyat," mungkin demikianlah keyakinan Jokowi, sehingga dia berani.

Saya makin yakin, Jokowi hanya takut pada rakyat. Orang-orang partai dia yakini plin plan kok!. Kadang dukung Jokowi, kadang dukung kepentingannya sendiri. Jokowi tau, cara berfikir politisi, harus berbeda dengan dirinya, cara berfikir seorang "pengabdi rakyat"

Saya makin salut, sikapnya terhadap KPK!.

Dia tidak membabi buta membela oknum KPK yang bermasalah. Dia tidak begitu saja terikut arus massa, apalagi aktivis yang cenderung "membela" dan "mencela" orang secara membabi buta.

Ternyata, aktivis membela orang yang bermasalah juga. Kalau Jokowi ikut arus membela oknum KPK bermasalah, sementara Polri sudah mengangkangi mereka dan menjadikannya tersangka, maka dia turut terjerumus.

Beberapa saat sebelum berangkat ke luar negeri, muncul Tim 9 yang diketuai Samsyul Maarif, tokoh Muhammadyah. Orang-orang inilah yang berbicara membela sikap Jokowi. Jokowi tenang-tenang saja.

Yang membuat saya kagum, Jokowi seolah tampak membiarkan saja masalah itu menggantung, walau banyak pihak mendesak agar dia menyelesaikan kisruh ini sebelum berangkat ke luar negeri. Saya sempat khawatir (namanya juga rakyat biasa yang tak tau banyak politik), gimana Jokowi ke luar negeri, masalah di dalam negeri aja belum beres.

Tau nggak!. Jokowi justru mengabaikannya. 5-9 Pebruari Jokowi berkunjung ke beberapa negara ASEAN. "Minggu depan, saya akan selesaikan semua" katanya enteng.

Setelah hakim tunggal Sarpin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan Budi Gunawan, saya yang terikut pemikiran biasa--saya yakin jutaan rakyat juga mengira dia akan mengangkat Budi jadi Kapolri.

Di luar dugaan saya, ternyata, Jokowi mengganti calon Kapolri. setelah sebelumnya memanggil Budi Gunawan. Bahkan pengcara Budi Gunawan mengungkapkan di media televisi, Budi akan menerima keputusan apapun yang diberikan Jokowi.

Rabu, 18 Februari 2015, Jokowi membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan mengusulkan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti calon Kapolri baru.

Kemudian pagi ini (20 Pebruari 2015), Jokowi mengangkat tiga Pimpinan KPK yang baru, setelah memberhentikan Pimpinan KPK yang bermasalah.

Coba, siapa yang pernah menduga, Jokowi akan sekuat ini? Dia membuat semua terang benderang di mata rakyat.

Semua di luar dugaan saya. Jokowi memang hebat! Langkah-langkahnya tak terbayangkan dengan rasio pemikiran kebanyakan orang.

Analisis saya, Jokowi tau dan itulah kekuatannya, bahwa yang punya negeri ini adalah rakyat. Selama dia mendukung rakyat, dan mendapat dukungan rakyat, tidak ada jenderal, orang-orang "berduit", pemimpin partai yang mampu menggoyahnya.

Saya akan terus menanti kepiawiannya mengadopsi kepentingan masyarakat Indonesia. Bukan kepentingan golongan, apalagi kepentingan rekening gendut.

Yang suka berbohong, akan terbuka, terang benderang di masa pemerintahan Jokowi. Sejauh ini, saya menilai Jokowi berhasil menyingkirkan para pembohong di Polri, dan KPK!

Saya jadi mengenal lebih jauh siapa Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Budi Gunawan, kini terang benderang di mata rakyat, karena Jokowi.

Ibarat memegang tampi, Jokowi menggoyang-goyangnya, dan dia menyisihkan beras yang baik dan yang tidak baik.

Saya berdoa khusus untuk Jokowi!

"Mudah-mudahan Jokowi juga tidak sedang berbohong". Karena kalau itu dilakukannya, maka tidak lama juga akan ketahuan!

Pelajaran dari kasus ini: Jangan buru-buru membela atau menyalahkan seseorang. Jokowi tidak pernah menghakimi oknum KPK dan Budi Gunawan. Dia membiarkan Prose hukum pengadilan, proses politik, dan memantau proses gerakan "kepentingan". Identifikasi berbagai "suara", sehingga dia cukup "minyak pelumas" untuk mengambil keputusan. 


Medan, 20 Pebruari 2015

Rabu, 18 Februari 2015

Penggubah Lagu Melankolis (Dimuat di Rubrik Opini, Harian Analisa, 18 Pebruari 2015)

Oleh:  Jannerson Girsang

JUTAAN penggemar Rinto Harahap dimanapun berada diliputi rasa sedih ksrena kehilangan idola­nya seorang pencipta lagu yang menghibur dan me­lem­­but­kan hati selama puluhan tahun, Meski Rinto pergi, lagu-lagu cipta­annya akan terus melegenda.

Rinto Harahap, mening­gal­kan kita untuk selama-lamanya, di Rumah Sakit Elizabeth, Singapura, 9 Pebruari 2015, kurang lebih satu bulan  menjelang usianya memasuki 65 tahun. Media mnyiarkan, Rinto meninggal karena sakit kanker sumsum tulang belakang dan infeksi paru-paru.

Membaca berita kepergian pria kelahiran Sibolga 10 Maret 1949 itu di media sosial Kamis siang, memutar memoriku di masa-masa muda. Tak tahan rasanya untuk tidak menggoreskannya sebagai bentuk penghormatan untuk seorang yang dikagumi.

Telinga Tak Bisa Luput dari Lagu Rinto

Menyaksikan Eddy Silitonga di televisi menangis sedih disamping jenazahnya, membawa saya larut ke nostalgia, kenangan pribadi saya, ke era 70an.

Sejak. 1976, di akhir masa SMP. Saya mengenal karya Rinto melalui lagu "Biarlah Sendiri", yang saya dengar dari tape recorder tetangga saya ketika itu.  Penyanyinya Eddy Silitonga belum dikenal luas sebelum menyanyikan lagu itu.

Suara Eddy Silitonga yang melengking tapi menyejukkan hati itu adalah awal saya mencintai lagu-lagu ciptaan Rinto Harahap. Lagu itu "tidak lekang oleh panas dan tidak tidak lapuk oleh hujan".
Sebelum menulis artikel ini, 38 tahun kemudian, bahkan setelah saya punya cucu, lagu itu, rasanya masih seperti baru saja ngetop, dan telinga saya masih merindukan lagu itu meski hanya melalui youtube.

Sesudah itu, setiap gerak hidup saya tak terlepas dari lagu ciptaan Rinto. Keberangkatan saya ke Jakarta pada 1978, diantar oleh lagu “Benci Tapi Rindu”, sebuah lagu ciptaan Rinto Harahap yang dipopulerkan Diana Nasution. Penyanyi wanita Band Kapal Tampomas melantun­kan lagu balada itu dengan sangat menyentuh perasaan, menghantar kapal berjalan lambat meninggalkan dermaga pelabuhan Belawan, memisahkan saya dan keluarga yang terlihat  kepanasan di terpa mata­hari di pinggir dermaga.

Di masa-masa SMA di Jakarta hingga kuliah di Bogor, lagu-lagu Rinto Harahap adalah idolaku, idola jutaan remaja, maha­siswa. Siapa yang tidak terlena dengan Rita Butar-butar yang melantunkan lagu Seandainya Aku Punya ­Sayap, Iis Soegianto dengan lagu Jangan Sakiti Hatinya.

Dimasa-masa kuliah, saya menikmati lagu Christine Panjaitan yang popular dengan lagunya Sudah Kubilang, Betharia Sonata (Kau Tercipta Hanya Untukku), Nia Daniati (Gelas-gelas Kaca), Nur Afni Oktavia (Bila Kau Seorang Diri). Tentu akan sangat panjang kalau disebut satu per satu.

Telinga saya, mungkin telinga jutaan rakyat Indonesia tidak pernah bisa terhindar dari lagu-lagu ciptaan Rinto. Lagu ciptaannya yang dinyanyikan Eddy Silitonga, Iis Soegianto, Nias Daniati, Christin Panjaitan, Nur Afni Octavia dan lain-lain, mendominasi lagu-lagu di TVRI

Rinto bukan hanya dikenang sebagai  pencipta lagu, tetapi juga seorang penyanyi yang handal, baik dalam grup band The Mercy’s maupun menyanyi solo. .

Siapa tidak kagum menyaksikan Grup Band The Mercy’s yang saat itu kerap mun­cul di TVRI. Instrumentalia lagu Mama The Mercy’s senantiasa menjadi san­tapan pulang kebaktian Minggu me­ngan­tar Film Little Town in Prairie yang sangat ngetop saat itu.

Lagu “Ayah” terus melegenda hingga sekarang karena acapkali dinyanyikan setiap ada ayah teman yang meninggal. Band ini paling banyak mengisi acara di TVRI di akhir era 1970-an.

Sederhana, Jujur dan Lembut

Saya beruntung sempat bertemu muka dengan Rinto Harahap pada sebuah Seminar Nasional Pariwisata, 1988 ketika saya menjabat Rektor di Universitas Simalungun, dan saat itu saya menjadi Ketua Pelaksana Seminar, yang diseleng­ga­rakan dalam menyambut Pesta Danau Toba.

Pembicaraan selama beberapa menit di lobby Siantar Hotel 26 tahun lalu itu, begitu mengesankan. Rinto begitu menyenangkan dalam pergaulan. Sosok­nya low profile, bicaranya lembut dan sangat sopan.

Rizaldi Siagian, seorang seniman Su­mut mendampingi beliau ketika itu, kare­na mereka diundang sebagai pemban­ding.

Senada dengan Addie MS, konduktor dan pencipta lagu klasik terkemuka di negeri ini mengaku hal yang sama. “Rinto mengajarkan kami kekuatan kejujuran dan kesederhanaan,” kata Addie MS, sepeti dikutip The Jakarta Post.

Dia menambahkan bahwa Rinto menginspirasinya karena dia membuk­tikan teknik yang tinggi sendiri tidak cukup dalam mempro­duksi karya seni yang hebat. Rinto memiliki talen­ta khusus yang mem­buatnya mampu mengeks­presi­kan cinta dan penderi­taan dengan caranya sen­diri.

Masyarakat Indonesia tentu tidak asing lagi mendengar ungkapan “Mu­ka Rambo, Hati Rin­to”. Maksudnya biarpun muka seram seperti Ram­bo, tetapi hatinya selembut hari Rinto Harahap.  Rinto simbol orang berhati yang lembut!

Pengamat Mengritiknya Cengeng

Selama hidupnya, pria yang hijrah ke Jakarta pada medio 1970 itu adalah seorang penyanyi, pencipta lagu, dan producer. Tahun 1970-an ia mendirikan grup band The Mercy's yang terdiri Charles Huta­galung, Erwin Harahap, Reynold Pang­gabean dan Rinto Harahap sendiri. Rinto adalah seorang seniman yang bernaluri bisnis. Di samping seorang komposer ia juga pemilik perusahaan recording bernama Lolypop di era 1970-an.

Sebagai pencipta lagu, sejak meng­awali kariernya di Band The Mercys pada 1969, Rinto diberitakan sudah menggu­bah sedikitnya 500 buah lagu. Sebagai pencipta lagu, Rinto mengungkapkan kega­lauannya dengan cara Rinto. Nama­nya menjadi simbol Balada Melankolis Indonesia.

Mengutip ungkapan Kalu Ndukwe Kalu, “The things you do for yourself are gone when you are gone, but the things you do for others remain as your legacy.” Rinto sudah pergi, tetapi karya-karyanya akan dikenang sepanjang masa

Sementara beberapa kritikus dengan sinis menilai karya Rinto yang berlebihan melodramatis.  Mendengar irama dan lirik lagu-lagu Rinto, banyak orang tersentuh.  Rinto bahkan sempat dijuluki sebagai musisi spesialis lagu-lagu cengeng. CNN Indonesia mencatat: “Oleh pemerintahan Orde baru, Menteri Penerangan saat itu Harmoko sempat melarang lagu Rinto dinyanyikan di televisi.

Alasannya, lagu Rinto dianggap kurang memberikan semangat. Namun toh, karier Rinto tak lantas kandas, banyak orang yang terus menantikan karya-karyanya”.

Rinto sendiri mengatakan bahwa lagu-lagunya menyentuh sesuatu yang lebih dari sakit hati dan kesedihan.  "Lagu cengeng itu konotasinya enggak bagus, yang kalau kita dengar seperti dilecehkan. Itu yang membuat saya menentang," ujar Rinto dalam jumpa pers peluncuran album The Masterpiece of Rinto Harahap with Tohpati di Jakarta, Rabu (3/11/2010), seperti dikutip Kompas.com.

Menurut Rinto, lagunya bukanlah cengeng, melainkan lebih berkesan sedih. "Kesan air mata itu yang bagus daripada cengeng. Kalau air mata itu ada sebabnya keluar. Kalau saya lebih condong ke sedih dan air mata," tandas Rinto.

Sebagian pengamat di era 80an, menyebut lagu-lagu karya Rinto sebagai lagu kacangan yang tak perlu menguras energi tinggi untuk membuatnya, karena hanya menggunakan musik tiga jurus (tiga kord), dan tema yang itu-itu saja. Gam­pang dicerna dan disukai oleh masyarakat yang ramai-ramai membeli karya Rinto bak kacang goreng.

Pengamat, penguasa tentu tidak sama dengan penggemarnya. “Mereka boleh saja memandang sinis karya-karya Rinto, tapi sebagai seorang seniman, Rinto juga berhak untuk cerdas bersiasat agar hidupnya sebagai seniman bisa sejahtera,” ungkap Kompas.com.

Penganut Pluralis

11 Pebruari 2015, Rinto Harahap sudah dimakamkan di TPU, Kampung Kan­dang, Jagakarsa, Pasar Minggu Jakarta.

Dari siaran televisi saya menyaksikan Istri Rinto, Lily Kuslolita, mengenakan kerudung. Saya juga menyaksikan  ketiga putrinya tak kuasa menahan tangis saat jenazah ayah tercinta dikebumikan. Tangis Claudia Harahap, putrid tertua Rinto adalah tangis kami semua penggmar Rinto.

Rinto adalah contoh keluarga pluralis Indoensia. Dia menikah dengan Lily yang berasal dari Solo pada tanggal 9 November 1973 silam. Hubungan itu tetap bertahan di tengah perbedaan keyakinan, hingga maut memisahkan. “Papa selalu hidup rukun dan tak pernah mempesoal­kan perbedaan agama mereka”ujar Claudia Harahap, melalui siaran sebuah televisi swasta.

Rinto adalah seorang Kristen Protestan dan bahkan ayahnya pernah berharap ia menjadi seorang pendeta. Sementara itu istrinya Lily merupakan seorang Muslim dan berasal dari keluarga Muslim.
Almarhum Rinto meninggalkan seorang istri bernama Lily Kuslolita, dan tiga orang anak yaitu Cindy Claudia Harahap, Ratna Harahap dan Astrid Harahap.

Saya sedih menghantarkanmu, jutaan penggemarmu turut sedih.

"Biar, biarlah sedih asalkan kau baha­gia. Biar, biarlah sedih usah kau kenang lagi. Biarlah kini...hidupku sendiri". Tapi lagumu Biarlah Sendiri akan selalu kukenang.

Medan, 12 Pebruari 2015

Pemimpin dan Kepala


Oleh: Jannerson Girsang
 
Pemimpin adalah orang yang tau sasaran yang dituju, tau cara menuju ke sana dan menunjukkan jalan ke sasaran itu. (John C Maxwell).

Mereka bukan orang buta menuntun orang buta, yang membuat orang yang dipimpin terjerumus ke jurang, frustrasi, tetapi menuntunnya ke "rumput yang hijau", lebih sejahtera.

Ada pemimpin skala kecil, ada pemimpin skala besar, mulai dari pemimpin rumah tangga, hingga pemimpin bertaraf nasional atau internasional.

Dalam perjalanan itu sebagai pemimpin, maka orang yang pertama berubah adalah "pemimpin" itu sendiri, dia harus merubah dirinya pertama kali, menjadi "model" perubahan karakter yang akan dituju!.

Pemimpin adalah orang yang mampu berkata: "Ikuti apa yang saya lakukan", bukan seorang kepala, yang hanya mampu memaksakan anak buahnya dan mengatakan: "kerjakan apa yang saya perintahkan".

Pemimpin adalah seorang "gembala"!. Dia berada di depan, menuntun "biri-biri" ke rumput yang hijau. Dia adalah petunjuk jalan, bahkan dialah jalan itu sendiri. Dia bertanggungjawab atas kesalahan anak buahnya, bukan hanya menghukum atau memecat anak buahnya ketika salah, tetapi membimbingnya.

Saat ini, negeri ini mengalami krisis kepemimpinan. Yang banyak adalah karakter kepala, hanya mampu mengatakan "kerjakan apa yang saya inginkan atau saya perintahkan".

Banyak ide, tetapi ketika diajak melaksanakan ide itu, hanya sedikit yang tau jalan ke sana dan setia menjalankannya.

Banjir ide "cangkokan"--meniru dan mencontek ide dari buku atau ide orang lain yang dia sendiri tidak mengerti, apalagi pernah melaksanakan ide itu. Dia sendiri kalau disuruh membuat rencana pelaksanaan idenya aja nggak tau, apalagi melakukannya.

Asal bunyi, seolah tau segalanya. Ratusan ide muncul dalam setiap rapat, pertemuan, atau di kedai kopi, hanya menjadi "siparayakon", tidak ada yang bisa melakukan, tanpa pernah menjadi kenyataan.

Kalau idenya tidak berjalan, seringkali menghakimi orang lain, atau pemimpin yang dipilihnya, atau bosnya sendiri. seraya berkilah: "Kan aku sudah pernah bilang dulu.., kalian sih nggak mau melakukan.".Sementara dia sendiri hanya diam, tidak melakukan kewajibannya, sebaliknya suka mengkritik pekerjaan orang lain.

Saat ini kita mengalami krisis kepemimpinan, keteladanan. Kita kekurangan orang berkarakter "pemimpin", dan sebaliknya, banjir karakter "kepala".

Medan, 17 Pebruari 2015

Kamis, 12 Februari 2015

Penonton, Pemain dan Juri

Oleh: Jannerson Girsang

Suasana akan kacau, kalau penonton, pemain dan juri tidak melaksanakan fungsinya masing-masing.

Penyebab Banjir Jakarta, seharusnya langsung cepat dideteksi, kalau pemain, penonton, jurinya jelas.

Juri A Hok menyalahkan PLN mematikan listrik, sebelum banjir. Benarkah kalau listrik hidup banjir tidak ada?. Wallahu alam!.

Ketika masalah tidak jelas, peran masing-masing penanggungjawab atas masalah tidak jelas, maka pekerjaan yang paling mudah adalah saling menyalahkan, tak pernah mau menerima kesalahan, atau menyatakan diri bersalah.

Para pengambil keputusan atau juri, kadang melempar tanggungjawab, bahwa dia adalah pemain. Kadang masuk ke barisan pemain, kadang lari ke tempat duduk penonton untuk berlindung dari tanggungjawab. .

Sebaliknya, pemain sering ingin bahkan mengambil alih peran juri, atau pengambil keputusan.

Penontonpun kadang suka mengambil alih peran pemain dan juri. Lebih parah lagi melegitimasi dirinya paling berhak menjadi pemilik (negeri, institusi, organisasi) dan memaksanakan kehendak.

Marilah dalam setiap persoalan kita memilih hanya satu peran, menjadi penonton, pemain, atau juri. Maka semua akan menjadi terang benderang.

Kalau ada persoalan, mudah mendeteksi penanggungjawabnya.

Kita tidak lagi sibuk terus menerus mencari "kambing hitam" tetapi langsung menemukan "kotak hitam".

Medan, 10 Pebruari 2015

Mewariskan Damai: Hal Tersulit dari Kepemimpinan

Oleh: Jannerson Girsang

Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Dia harus mewariskan rasa damai di hati orang yang dipimpinnya.
Tugasnya bukan sekedar hal teknis, atau mewujudkan hal-hal yang bersifat fisik.

Sedemikian lama Yesus hidup dan melayani, warisan terpentingNya adalah DAMAI.
"Aku meninggalkan Damai...". "Orang akan mengenal kamu sebagai muridKu, kalau kamu saling mengasihi............."

Mewujudkan damai adalah pekerjaan yang sangat sulit, tapi justru jarang mendapat perhatian, apresiasi. Dunia suka damai, tetapi tidak suka prakteknya. Semasa pemimpin pembawa damai hidup, nyawanya selalu terancam.

Dalam praktek sehari-hari kepemimpinan cenderung menekankan memimpin pembangunan fisik yang mudah terlihat, berupa peningkatan kemampuaan yang menghasilkan material.

Sulit melihat prestasi "pewarisan rasa damai". Pemimpin pejuang persamaan hak, melawan bukan dengan kekerasan, acapkali justru tidak mendapat perhatian semasa hidupnya, bahkan justru banyak terbunuh di masa jabatannya.

Ingat Marthin Luther King, Mahatma Gandhi. Yesus sendiri: pewaris kedamaian, justru "jasadnya" tergantung di kayu salib.

Damai itu musuh dari orang yang iri, dengki, egois, suka memaksakan kehendak. Mereka tidak suka damai, karena dalam keadaan damai orang-orang seperti ini tidak punya kekuatan.

Mari merenungkan: Apa yang akan kita wariskan?

Selamat Hari Minggu.

Menyambut Hari Pers 2015: Mengapa Seseorang Disebut Wartawan?

Oleh: Jannerson Girsang

Wartawan adalah seorang yang istimewa, memiliki informasi yang tak dimiliki kebanyakan orang.

Wartawan memiliki akses untuk masuk ke segala lapisan masyarakat dan segala tingkatan sumber informasi, mulai dari informasi umum, hingga informasi yang off the record.

Pagi-pagi mereka bisa mewawancarai seorang tukang becak, malamnya diundang makan malam di hotel berbintang dan bertemu dengan seorang Panglima berpangkat Jenderal. Besoknya, bertemu dengan tamu negara, Kepala Badan Intelijen negara asing. Malamnya mendengar curhat seorang mantan pejabat tinggi, yang sakit hati kepada pemerintah yang berkuasa..

Christopher Eric Hitchens (13 April 1949 – 15 December 2011), seorang penulis, jurnalist Inggeris-Amerika mengatakan, “I became a journalist because I did not want to rely on newspapers for information.” (Christopher Hitchens).

Seseorang disebut wartawan karena dia tidak hanya mempercayai apa yang tertulis di media, informasi umum yang sudah diketahui publik. Dia memiliki informasi baru yang berbeda.

Dia seorang pemberita fakta yang benar, mampu menceritakan sesuatu yang belum pernah di dengar publik, dengan cerdas: mencerahkan dan menghibur.

Tidak hanya itu, wartawan mengetahui hidden agenda (agenda tersembunyi) dari pesan yang disampaikannya. Dia tau "Berita di balik Berita".

Salah satu kehebatan wartawan adalah mampu membedakan mana yang pantas dan tidak pantas diberitakan. Mereka punya kode etik. Kalau melanggar, mereka akan dihukum pembaca.

“It is not enough for journalists to see themselves as mere messengers without understanding the hidden agendas of the message and the myths that surround it.” (John Pilger).

Mereka adalah orang-orang terhormat, orang yang sangat dihargai, sangat istimewa. Cerita mereka tak ternilai harganya.

Saking kagumnya kepada wartawan, Mahatma Gandhi, seorang pencinta persamaan hak dari India membedakan wartawan dengan masyarakat lainnya. “I believe in equality for everyone, except reporters and photographers,” katanya.

Wartawan memberi informasi, menyadarkan kita akan sekeliling kita. Karena kawan-kawan wartawan, kita mengetahui dan peduli sekeliling kita. .

“By giving us the opinions of the uneducated, journalism keeps us in touch with the ignorance of the community.” (Oscar Wilde).

Terima kasih wartawan, selamat merayakan Hari Pers Nasional, 9 Pebruari 2015

Selamat menyambut Hari Pers 2015, selamat bekerja buat rekan-rekanku.

Medan, 9 Pebruari 2015 

Sabtu, 07 Februari 2015

Sambut Kemenangan Ocha Samosir, Lupakan Sejenak Kisruh KPK vs Polri


Oleh: Jannerson Girsang

Para penggemar OCHA Samosir pantas puas dan bangga karena "idolanya" menjadi juara I, adu bakat di Program Televisi Indosiar. Ocha menyingkirkan 37 peserta Mamamia Indosiar 2015.

Saya dan jutaan pendukungnya menikmati hasil kompetisi yang fair, dan melupakan berita-berita seputar kisruh oknum-oknum KPK dan Polri, yang berkompetisi dengan sangat tidak fair.

Setelah berbulan-bulan OCHA--Peserta program televisi Mama Mia asal Sumatera Utara itu berada di "kursi panas", sejak audisi September 2014, putri Sapna Sitopu itu berhasil menorehkan namanya di pentas kontes bakat bertaraf nasional itu.

Ocha melalui liku-liku menapaki tangga Juara. Dia sempat hampir tersisih dalam enam besar.

Pada penampilan 29 Nopember 2014 lalu, pasangan Ocha Samosir dan Sapna Sitopu nyaris terdepak dari kontes bakat itu. Saat itu dalam babak enam besar, masuk zona merah alias karena minim dukungan sms (pesan singkat).

Saat itu Sapna sempat pesimis. "Saya pesimis karena peserta yang lain jelas-jelas mendapat dukungan dari wali kota daerah mereka. Kalau saya sendiri, seberapalah kemampuan saya menggalang dukungan?" ujarnya kepada Tribunenews.

Ternyata, semangat membara mampu menembus semua hambatan. "If you want to do some thing you find a way. If you don't, you will find an excuse," demikian Jim Rohn.

Sapna dan Ocha menemukan jalannya. Saya dan jutaan pendukungnya turut salut dan bangga dengan kegigihannya!.

All out!. Itu yang saya saksikan. Beliau tidak henti-hentinya mengirim sms meminta dukungan. "Bantu sms boru kita ya boto," demikian Sapna terus meminta dukungan melalui sms ke hp saya dalam setiap penampilan OCHA di Mamamia..

Sapna adalah seorang seniman, dosen di Etnomisikologi USU, serta sering tampil dalam acara seni budaya Simalungun. Terakhir saya menyaksikan penampilannya di Balai Bolon GKPS Pematangsiantar dalam penutupan Pesparawi Bapa GKPS, Nopember 2014.

Dalam perjalanan kembali ke Medan dari Pematangsiantar saya dan rombongan Sapna sempat istrahat di sebuah kedai kopi di Perbaungan dan Sapna mengungkapkan kisah perjuangannya mendukung OCHA juara. "Saya meminta kalian mendukungnya yah," katanya waktu itu.

Tentu saja, walau hanya sekedar mengirim sms.

Tadi malam, Sapna menuai hasilnya. Bukan hanya berarti untuk dirinya, tetapi banyak orang.

Sapna turut membawa budaya sinden Batak yang tampil di ajang nasional. Sapna memiliki keahlian nyinden lagu-lagu tradisonal Batak Simalungun, Pakpak Dairi, Mandailing, Ankola dan Karo. Semuanya bisa disaksikan oleh jutaan pemirsa di Indonesia.

Kemenangan Ocha setidaknya membuat saya sedikit terbebas dari pikiran tidak sehat menyaksikan persaingan yang sangat bertolak belakang, pertarungan Polri dan KPK yang sangat memuakkan. Pertarungan yang mengedepankan kepentingan kelompok, pribadi, menggunakan kekuasaan.

Kemenangan Ocha menjadi setitik air di gurun pasir menerangi pikiran yang sedikit galau menyaksikan pertarungan jatuh menjatuhkan yang terjadi di bumi tercinta ini.

Semoga teladan ini mengajarkan kita: hanya bersaing sehat, proses perjuangan panjang, bisa mendatangkan hasil yang membahagiakan semua orang.
Great Ocha, great Sapna!

Selamat untuk boto Sapna Sitopu, ibu Ocha yang memberi pelajaran bagi orang tua dalam mendukung anak-anaknya bersaing sehat. Terima kasih untuk suara Ocha yang memukau. Vina Panduwinata dan seluruh juri, seluruh penggemarmu terhibur dan tercerahkan!

Medan, 18 Januari 2015

 Sapna bersama kedua putrinya

Penyelesaian Kapolri: Mencari yang Terbaik dengan Jalan Terbaik"

Jokowi menegaskan bahwa bangsa ini harus menunggu Minggu depan, keputusan penetapan Kapolri baru. Beliau sendiri akan bertolak ke Malaysia siang ini dan akan melanjutkan kunjungan ke berbagai negara.

Karena satu orang calon Kapolri, Presiden, para petinggi, pengamat, politisi, Tim sembilan, para menteri tampak terbodoh, sibuk!.

Betapa penting dan strategisnya posisi seorang Kapolri. Betapa sulitnya mencari orang yang cocok menduduki "kursi panas" itu. Presiden dibuat sulit mengambil keputusan yang tepat waktu, dan tepat sasaran. Berbagai kepentingan menyandera Jokowi.

Rakyat dimana kebanyakan hanya memperoleh informasi melalui televisi, dicekoki dengan banyak suara orang-orang dengan vested interest sendiri sibuk untuk kepentingannya sendiri. Hari ini bilang A, besok bilang B, sesuai kepentingannya.Kadang membuat bingung. Hanya sedikit yang memberi pencerahan.

Kami yang mencintai Jokowi, selalu mendoakan beliau agar memiliki kebijaksanaan untuk mendapatkan Kapolri yang membela kepentingan kami, jutaan rakyat yang merindukan pejabat yang bersih. Beliau adalah presiden, kami masih yakin beliau masih memihak rakyat.

Mungkin hanya sebagian kecil di tingkat elit yang mendukung beliau, mencari cara yang terbaik bagi kepentingan rakyat. Mudah-mudahan saja minggu depan kita sudah memperoleh keputusan pengangkatan Kapolri yang terbaik bagi rakyat.

Beberapa hari terakhir tampak media begitu gencar memberitakan soal batal atau tidaknya pencalonan BG menjadi Kapolri. Hampir tak terdengar lagi berita pemboman kapal-kapal pencuri ikan.

Kenyamanan rakyat sedikit terganggu, karena berbagai pihak menginterpretasi satu pasal hukum dengan berbagai pemahaman. Membuat rakyat benar-benar bingung.

Kadang semakin khawatir dengan aksi saling tuding, saling mencari kesalahan, tanpa pembuktian yang bisa menenangkan hati rakyat, seperti saya.

Kadang muncul kata-kata "pemakzulan" presiden. Bagi rakyat seperti saya, kalau ini terjadi, Pilpres lagi dong. Akh, bosan!.

Anehnya, pernyataan seperti itu datang bukan dari oposisi, tetapi dari oknum-oknum di PDIP sendiri.
Terbelalaklah mata rakyat betapa begitu banyak masalah di putaran penegak hukum kita. Satu telunjuk menunjuk kesalahan orang lain ternyata para penegak hukum memiliki tiga atau empat kesalahan sendiri yang tersembunyi. .

Saya dan yakin kebanyakan rakyat sadar kok!. Kapolri adalah posisi yang sangat strategis di negeri ini. Tidak sembarangan orang bisa diangkat jadi Kapolri, tidak mudah Jokowi untuk menemukannya.
Presiden Jokowi harus mempertimbangkannya dengan matang. Jangan terpengaruh oleh kepentingan kelompok atau golongan. 

Kita tidak ingin memiliki Kapolri yang memiliki rekening gendut. Rakyat Indoensia butuh seorang Kapolri yang mampu menghukum seorang Aiptu yang memiliki Rp 1,5 triliun di rekeningnya, dan mampu menghukum oknum-oknum Polri yang masih memiliki rekening gendut.

Kita ingin Kapolri yang paling sedikit masalahnya. Rakyat juga yakin tidak ada Polri yang benar-benar bersih 100%. Paling tidak, Kapolri yang "Paling sedikit masalahnya", mengutip istilah Safii Ma'arif, Ketua Tim Sembilan.

Jokowi harus menetapkan status BG atau memilih beberapa perwira tinggi Polri lainnya berpangkat Komjen yang "Paling sedikit masalahnya".

Pagi ini diberitakan Kabareskrim yang baru Irjen Budi Waseso naik pangkat menjadi Komjen. Tambah lagi alternatif pilihan bagi Jokowi, di samping beberapa Komjen lainnya.

"Saya selesaikan semuanya Minggu depan" kata Jokowi, beberapa jam sebelum beliau meninggalkan tanah air, mengunjungi beberapa negara menjalankan tugasnya sebagai Presiden.

Sebagai rakyat kecil, mari kita bersabar menunggu, sambil menonton para pecundang tampil di TV dengan segala macam sandiwara bohongnya.

Rakyat harus menyadari dan yakin, semua keputusan ada di tangan Jokowi sebagai Presiden. Jadi, kalau yang lain bicara ini itu, kita tunggu pernyataan resmi presiden. Presiden akan berada di Malaysia, Brunai dan Filippina sampai 9 Pebruari 2015.

Yang jelas, Presiden Jokowi sedang mencari Kapolri yang terbaik, dengan jalan terbaik, seperti lagu Pance Pondaag: "Kucari Jalan Terbaik".

Medan, 5 Pebruari 2015

Jokowi dan Kegaduhan Politik

Oleh: Jannerson Girsang

Ibarat memancing ikan, Jokowi sedang duduk di tepi sebuah danau yang indah, ikannya sudah mulai memakan umpan.

Tetapi banyak orang-orang yang datang berlari menimbulkan gaduh. Ikannya lari!. Tapi dia tetap bersabar dan memikirkan cara memancing dengan gaya yang berbeda.

Seorang pemancing ikan memerlukan suasana ketenangan dan bebas dari kegaduhan. Siapapun yang memimpin Indonesia memang harus memiliki out of box thinking. Harus bisa memancing dan mendapatkan ikan meski dalam suasana gaduh.

Tidak bisa sekedar meniru atau berteori. Indonesia sekarang berbeda dengan yang dulu, Indonesia berbeda dengan negara manapun di dunia ini.

Saya tetap yakin Jokowi adalah orang yang berbeda dari semua pemimpin Indonesia lainnya. Dia sangat cinta Indonesia, cinta kami rakyat Indonesia.

Saya turut mendoakan agar Jokowi bisa memancing meski suasana gaduh.
Selamat Pagi!

Medan, 4 Pebruari 2015