My 500 Words

Selasa, 07 Februari 2012

Suatu Sore di Pantai Silalahi (Batak Pos 7, 8 Februari 2012, bersambung)

Oleh: Jannerson Girsang


Mengunjungi lokasi pantai untuk pertama kalinya memberi kesan yang menarik dan semua yang dilihat sangat mengesankan. Itulah pengalaman saya ketika berkunjung ke Silalahi, pantai Danau Toba Silalahi, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.

21 Januari 2012 sore hari. Saya duduk di sebuah panggung di tepi pantai milik Sopo Morina tempat kami menginap. Saat itu baru sekitar satu jam setelah kami tiba sana. Saya ikut rombongan Sektor III GKPS Simalingkar sebanyak 10 mobil pribadi (berpenumpang 6-7 orang) yang mengadakan kunjungan ke sana.

Saya memilih duduk sambil memandang ke danau, melepas penat, setelah menyetir selama 4 jam dari Medan. Teman-teman lainnya ada yang menyanyi diiringi musik, bermain atau tidur siang.

Dari panggung beratap seng yang terletak persis di pinggir Danau itu, saya memandang ke depan. Silalahi, desa berkat yang terletak di sebuah teluk, dan di depannya menjulang perbukitan-perbukitan pulau Sumatera, dibatasi danau,  dan pulau Samosir.

Perbukitan di depan mata menghalangi pandangan saya ke danau lepas di balik perbukitan itu. Dari tempat saya duduk,terlihat  seolah Danau Toba hanya sebatas Tao Silalahi. Mungkin itu sebabnya ada istilah Tao Silalahi. Itu hanya dugaan saya saja.

Setelah memesan segelas kopi, saya mengalihkan pandangan ke danau yang membiru dikejauhan. Suasana yang membuat perasaan segar kembali.  Biru…biru..biru, warna yang dominan saya rasakan sore itu.

Angin sepoi-sepoi sore menerpa wajah dan memberi rasa sejuk, dan menimbulkan riak kecil ombak danau terbesar di Asia Tenggara itu. Ditambah lagi suguhan kopi Sidikalang yang panas dan manis oleh seorang petugas penginapan, membuat tubuh terasa hangat dan segar. Tak ada kesan menyeramkan atas Danau yang sering kudengar di sore itu.

Memandang ke sebelah kanan, terlihat semenanjung yang merupakan bukit tandus berbatu menjulang tinggi. Semenanjung ini berujung ke tepi danau. Mata saya tertuju pada sebuah  bangunan yang kokoh, seolah menempel di kaki bukit.

Mengalihkan pandangan ke kanan sambil memutar kepala, saya mengamati sepanjang pantai ini. Selain bangunan kokoh itu, tampak bangunan-bangunan kecil di tepi pantai berpasir yang indah. Orang menyebutnya Pantai Mutiara, tapi kadang mereka sebut Proyek, mungkin muncul ketika pembangunan Proyek PLTA Renun dulu. Entahlah!.

Dari jauh,pantai ini terlihat putih bersih. Sepanjang pantai berderet bangunan untuk istirahat, tukar pakaian dan bernaung menghindari panas. Tak tampak satu karambapun di sepanjang pantai di sebelah Selatan desa ini.

Berbeda ketika saya mengalihkan pandangan ke sebelah kiri. Saya menyaksikan beberapa baris karamba. Karamba adalah tempat beternak ikan yang terapung di atas drum-drum besar.  Memang belum separah Haranggaol, tempat yang sering saya kunjungi. Beberapa laki-laki tampak sedang memberi makan ikan. Mereka mencapainya dengan sebuah rakit dan bergantung pada sebuah tali, seperti yang biasa saya lihat di berbagai penyeberangan sungai di berbagai tempat di Jakarta, di masa lalu. Pintar juga mereka.

Memandang ke kejauhan di sebelah kiri, saya menyaksikan pemandangan di sekitar Sipisopiso dan Baluhut.

Di belakang desa Silalahi lterdapat persawahan dan pertanian dan dibatasi perbukitan yang menjulang kearah jalan Medan Sidikalang.

Lukisan alam yang diciptakan Sang Maha Pencipta. Betapa agung Engkau ya Tuhan!.


***

Tiba-tiba saya mengamati sebuah kapal penumpang bermuatan sekitar 200 orang sandar, tidak jauh dari tempat saya duduk.

“Ayo-ayo, satu orang 10 ribu. Keliling Tugu Silalahi, proyek dan kembali ke sini lagi,”katanya dalam bahasa Batak Silalahi yang khas. Suara itu menggugah lamunan saya, dan tertarik ikut dengan perjalanan itu.

Satonga jam do, Hanya sekitar setengah jam,”ujar kernet kapal, yang kemudian saya kenal namanya Herkules Girsang, satu marga dengan saya.  Tawaran ini menggugah beberapa orang dari rombongan kami. .

Sekitar 40-an penumpang naik ke kapal. Setelah bergerak beberapa puluh meter, melaju lebih cepat. Angin danau mulai terasa dingin. Untung saya memakai jaket.

Dari kapal—yang menurut Herkules baru beroperasi sekitar dua minggu sebelumnya, bergerak pelan-pelan ke sebelah kiri dari tempat saya duduk semula. Kapal kini berada agak ke tengah Danau dan bergerak ke sebelah Utara menyusur pantai.

Saya menikmati pemandangan yang sungguh-sungguh berkesan. Gunung Sipiso-piso—lokasi air terjun yang terkenal itu saya saksikan dari posisi yang berbeda dari sebelum ini. Selama ini Gunung itu saya lihat dari desa saya di Silima Kuta atau dari arah Lae Pondom, jalan Medan Sidikalang. Sungguh-sungguh luar biasa!.

Kemudian saya fokus memandang ke arah pantai desa Silalahi yang sejak 2004 lalu sudah dimekarkan menjadi kecamatan Silahi Sabungan dan Silalahi kini jadi ib kota kecamatan itu. “Desa Silalahi kini terdiri dari tiga desa yakni Desa Silalahi 1, Silalahi II, Silalahi III,”ujar Herkules menjelaskan sambil menunjuk arah desa yang dimaksudnya.

(Menurut data BPS Kabupaten Dairi, kecamatan Silalahi Sabungan terdiri dari lima Desa yakni Desa Silalahi I, Silalahi II, Silalahi III, Paropo dan Paropo 1 dan berpenduduk lebih dari 5000 jiwa).

Saya menyaksikan bibir pantai sebagian sudah di isi karamba. Tapi syukur masih belum sepadat seperti karamba di Haranggaol.

Kapal terus bergerak dan kemudian Herkules memberi tahu saya, kalau kami sedang menuju Tugu Silalahi. Dari kejauhan saya melihat sebuah bukit menjulang tinggi. Di kaki bukit terdapat titik putih. “Itu tugu Silalahi” kata Hercules Girsang.

Kapal semakin mendekat dan kami tiba di depan tugu besar dan menjulang tinggi. Bangunan paling menonjol di wilayah pantai Silalahi. Sayang, sore itu kami hanya bisa memandang dari jarak beberapa ratus meter, karena tidak merapat ke pantai. Sejenak  saya mengamati tugu yang megah itu. Disebelah tugu terapat bangunan rumah adat besar.

Kapal makin melambat, kemudian berputar kanan 180 derajat.

“Kita mau menuju Proyek PLN Renun,” ujar Hekules.

Perjalanan menuju Proyek Renun memakan waktu sekitar 15 menit. Saya memanfaatkan kesempatan untuk melihat sebanyak-banyaknya keindahan Danau dan Perbukitan di sekitarnya.

Dari Danau di tengah kapal yang sedang bergerak, saya memandang ke sebelah pantai Silalahi. Kali ini pandangan saya arahkan  pada perbukitan di kejauhan yang berwarna kebiruan. Di puncak perbukitan itu berdiri beberapa tower. Tower-tower itu terletak di pinggiran jalan Medan-Sidikalang.

Saya teringat beberapa jam sebelumnya!. Ternyata  dari perbukitan itulah kami berbelok ke arah Silalahi. Turun dari jalan Sidikalang, menempuh jarak 17 kilometer, melewati jalan hotmik yang berkelok-kelok bagai  ular melata. Tidak seperti jalan ke Haranggaol atau Tongging, jalannya jauh lebih mulus dan lebih lebar. Sehingga jarak itu bisa ditempuh dalam waktu 30 menit.

Beberapa kilometer sebelum tiba, saya sempat memandang ke arah Silalahi. Mengingatkan saya atas kota Sibolga yang saya pandang dari Bonan Dolok. Silalahi, terletak disebuah teluk dan didepannya terdapat pulau Samosir.

Sejuknya memandang Danau Toba, dan indahnya perbukitan yang mengelilingi desa ini memacu saya mengendari mobil, memacu kenderaan meski di kelokan dan sekali-sekali hampir kepergok dengan sepeda motor yang melaju kencang dan kadang mencuri jalan. 

Ah, saya melamun lagi!. Lamunan saya terhenti tatkala mata saya alihkan kembali kearah pantai di sebelah kanan. Perkampungan Silalahi memanjang beberapa kilometer. Beberapa bangunan gereja begitu menonjol dan khas dan di belakang perkampungan terhampar sawah-sawah penduduk.

Kapal mulai mendekat ke arah Pantai lokasi PLN Renun.  Dari atas kapal, dengan jarak sekitar 20-30 meter. Bangunan yang selama ini hanya bisa saya amati dari Air Terjun Sipisopiso, kini sudah  di depan mata. PLTA Renun dengan kapasitas 2 x 41 MW. Konon, bangunan yang dibangun sejak 1993 itu, menggunakan teknologi canggih, dan menelan biaya 26,6 miliar yen. http://www.djlpe.esdm.go.id--website.

Bangunannya sendiri terletak persis di bibir pantai. Dari atas kapal saya menyaksikan bangunan modern itu seperti sebuah hotel bertingkat. Di sebelahnya berdiri gardu-gardu setinggi puluhan meter. Di belakangnya adalah bukit setinggi hampir lima ratus meter.  Beberapa meter dari bawah terdiri dari ibangunan beton yang terlihat kokoh untuk menghindari menghindari longsoran. Ternyata Silalahi juga memiliki objek wisata teknologi yang bagus dikunjungi anak-anak sekolah.

Kapal terus bergerak menuju tempat kami menginap. Memandang ke sebelah  kiri saya menyaksikan lebih dekat pemandangan pantai pasir yang saya lihat sebelumnya dari panggung tempat saya duduk.

Panggung-panggung tempat istirahat, tukar pakaian, kedai-kedai kopi, serta dua buah bangunan penginapan (hotel kecil) berdiri di sepanjang pantai  yang terkesan bersih. Beberapa orang sedang berenang di tepi pantai. Mereka memandang kami dan melambaikan tangan persahabatan. Horas....!.

***

Kami kembali ke panggung tempat duduk semula. Duduk sebentar mengenang keindahan yang baru saja saya saksikan. Wah, sungguh beruntung saya ke Silalahi hari itu. Seumur-umur, dalam usia 51 tahun, baru pertama kali ke Silalahi.

Sore itu, saya berenang bersama teman-teman di pantai pasir yang saya sebut sebelumnya. Bebas karamba. Menurut petugas di sana, lokasi itu baru dikembangkan sekitar dua tahun yang lalu. Saya kagum melihat bangunannya yang asri meski sederhana.

Memasuki wilayah itu kami dipungut biaya masuk Rp 3000, sepertinya biaya parkir mobil. Sayangnya hujan turun begitu lebatnya, sehingga saya tidak bisa puas menikmati renang, olah raga yang sangat saya senangi.

Teman saya Sy Edi Sahman Purba berkata: ”Saya akan kembali ke sini. Hanya bawa anak dan istri. Ini tempat yang bagus untuk wisata keluarga,”ujar, Ketua seksi Bapa GKPS Simalingkar itu.

****

Lantas, saya dan beberapa orang yang ikut berenang kembali ke Sopo Morina—kurang dari satu kilometer jaraknya dari lokasi berenang itu.

Morina terletak pada sebuah perbukitan menghadap danau, tidak jauh dari kantor Kepala Desa Silalahi 1, sebelah kiri jalan mulus yang menghubungkan Silalahi-Tongging. Rombongan kami mengetahui penginapan itu dari teman-teman gereja yang sebelumnya sudah pernah ke sana.

Penginapan ini terdiri dari satu kamar utama: enam kamar dan satu ruang besar, serta dua kamar mandi. Selain itu Morina juga menyediakan penginapan 5 kamar (2 orang), serta selebihnya beberapa kamar dengan jumlah penginap 4 sampai 5 orang). Tarifnya, itu tentu rahasia!. Yang jelas, menurut saya  murah.

Karena saya dalam rombongan sebanyak 70-an orang, maka menyewa kamar utama lebih murah dan nyaman. Hanya perempuan yang tidur di kamar dan laki-laki tidur di atas tikar di ruang pertemuan/tamu yang cukup luas. Semua urusan makan dan penginapan diserahkan kepada pemilik penginapan, sehingga kami bisa melaksanakan acara kebaktian malam dan pagi harinya dan plesiran sekaligus.

Penginapan ini juga memiliki pantai yang dapat digunakan untuk berenang, pertemuan-pertemuan terbuka. Lokasi ini menyeberang jalan Silalahi-Tingging dan jaraknya hanya beberapa meter berjalan kaki.

Selain Morina, terdapat dua penginapan yang layak untuk pengunjung, terletak di Pantai Pasir. Bangunannya masih baru dan di depannya pantai bebas karamba.

Tertarik?. Silakan rencanakan kunjungan ke Silalahi.

Sabtu, 04 Februari 2012

PERPUSTAKAAN DAERAH: “Harapan Pengguna Perpustakaan” Presentasi 2007

Oleh : Ir Jannerson Girsang[2]
Pengantar
Memenuhi permintaan bapak Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah No 041/5939/BPAD/07 tanggal 6 Nopemer 2007, perihal Permohonan Menjadi Pembicara dalam rangka Koordinasi Pemantauan Pelaksanaan Undang-undang No 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dengan topik seputar masalah di atas, maka dengan segala keterbatasan baik dari segi kemampuan maupun data yang dimiliki, kami mencoba mempersiapkan tulisan ini.
Tulisan sederhana ini hanyalah sebuah pengantar diskusi kita ke arah perkembangan kebutuhan seorang ”pengguna” perpustakaan ke depan, serta pengembangan perpustakaan itu sendiri, khususnya peran Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Bapresda) memenuhi kebutuhan tersebut. Tulisan singkat ini tidak menawarkan konsep, namun hanya mengungkapkan keluhan serta harapan-harapan baru bagaimana seharusnya Perpustakaan dapat menjangkau kebutuhan para ”pengguna”nya.  Sebagai penulis dan memahami seputar penerbitan, maka kami mewakili kecenderungan sebagian kebutuhan pengguna  yang berkaitan dengan tugas-tugas perpustakaan.  

Perpustakaan dan Perubahan  Yang Cepat  
Di awal 1990-an, ketika Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Utara masih berada di Jalan Iskandar Muda, kami memanfaatkan perpustakaan ini sebagai alternatif utama untuk mencari rujukan dan informasi yang diperlukan. Saat itu kami bekerja sebagai wartawan. Kami memiliki kartu anggota dan menggunakannya untuk meminjam buku.
Namun, setelah pindah ke lokasi yang sekarang—depan Istana Maimun, kami makin jarang mengunjunginya. Disamping jaraknya yang makin jauh dari lokasi tempat tinggal kami, hal  lain adalah tersedianya perpustakaan lain yang lebih baik, bertumbuhnya toko-toko buku besar di Medan--selain membeli buku, kami juga  manfaatkan toko buku sebagai tempat membaca buku-buku baru, turut menjadi pendorong menjadikan perpustakaan tersebut jadi alternatif ke sekian dari sumber informasi yang tersedia.   
Bagi kami, saat itu Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Utara menjadi semakin menurun fungsinya sebagai alternatif sumber informasi, seiring dengan masuknya teknologi internet sekitar pertengahan 1990-an. Kemudian dengan masuknya internet dan kami mulai mengenal Yahoo, kemudian menyusul Google, kami memasuki era baru dan cara baru memanfaatkan perpustakaan.
Internet kemudian memungkinkan kami mengakses ”Perpustakaan Raksasa” yang menawarkan jasa layanan ”informasi apa saja”, “dimana saja” dan “kapan saja”. Kartu anggota tidak dubutuhkan lagi. Kami hanya perlu komputer yang dilengkapi dengan modem dan tersambung dengan kabel telepon.
Hanya dalam hitungan tahun, pola pelayanan yang kami butuhkan sudah berubah dengan cepat. Sebagai pelanggan perpustakaan di awal 1990-an, kami harus menempuh jarak ke perpustakaan, mencari buku dengan menjelajahi lorong-lorong rak buku yang masih dengan direktori ”tradisonal”, berubah menjadi hanya ”duduk di depan komputer”, tanpa jarak dan hanya melakukan pencarian (search) dengan menekan kata-kata kunci yang kita perlukan. Informasi muncul dan tinggal memilih informasi yang diperlukan.   
Umumnya, kami mengunjungi Gedung Perpustakaan untuk  melihat koleksi buku-buku lama—yang belum masuk ke ”perpustakaan raksasa” tadi,  atau mencari buku-buku baru yang secara ekonomi tidak terjangkau dan kalau buku-buku tersebut sangat mendukung bagi penulisan yang kami lakukan. Jadi perpustakaan yang hanya mengandalkan ”Gedung”nya, sudah berkurang peminatnya.  
Para pengguna internet, bisa mengakses  bermiliar website di ”perpustakaan raksasa” tanpa terbatas oleh jarak, waktu--selama komputer kami dapat dihubungkan dengan pesawat telepon.
Selain itu, perkembangan mesin pencari seperti Google, Yahoo dan lain-lain telah memungkinkan kami secara individu dengan mudah mengakses dan mencari informasi yang diperlukan.
Selain memperoleh akses yang lebih besar, internet telah membawa kami masuk dalam mailing list-mailing list sebagai wadah tukar menukar informasi dengan ribuan orang di seluruh dunia. Selain tukar menukar pengetahuan, bahkan sudah masuk ke dalam transaksi ekonomi, seperti membeli buku misalnya. Ada interaksi diantara penguna ”perpustakaan raksasa” itu.
Orang seperti kami, awalnya hanya sedikit. Namun, pertumbuhannya sungguh mengesankan. Menurut data APJII (Assosiasi Pengusaha Jaringan Internet Indonesia)  hingga akhir 2007, diperkirakan sekitar 25 juta dari 220 juta penduduk Indonesia, atau sekitar 8% sudah menjadi pengguna internet. Pertumbuhan ini cukup besar dibanding dengan 2004 yang masih sekitar 12 juta pemakai. 
Ada hal yang perlu disimak dalam hubungan dengan kecenderungan di atas. Fakta di Sumatera Utara menunjukkan bahwa perpustakaan-perpustakaan (provinsi dan tingkat II) yang ada saat ini sebagian besar berada pada wilayah yang dapat dijangkau internet. Di Medan sendiri terdapat lebih kurang 25% dari sekitar 160 lebih perpustakaan. Dan sebagian besar perpustakaan yang ada, berlokasi di ibu kota kabupaten/kota yang sebagian besar sudah dapat diakses dengan internet.
Itulah sekilas, perubahan perilaku seorang pengguna sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi. Kami  bisa membayangkan, kira-kira seperti inilah nantinya profil para pengguna perpustakaan ke depan.

Manfaat Perpustakaan
Perpustakaan, apakah itu ”raksasa” atau kecil senantiasa menawarkan dokumen yang penting bagi pembaca. Pengalaman kami, ”perpustakaan raksasa” tadi menawarkan berbagai jenis informasi, baik dalam bentuk cetak maupun rekam. Mulai dari sekedar informasi umum sampai kepada bahan riset untuk membuat karya-karya yang dipublikasi untuk umum.
”Perpustakaan raksasa” tadi menjadi alternatif lain untuk memperoleh pemahaman dasar atas perkembangan ilmu dan teknologi untuk membekali seseorang menguasai dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 
 Pemahaman tentang sesuatu melalui membaca, memampukan kami untuk menganalisa dan menawarkan jalan keluar atas sesuatu masalah yang terjadi di sekitar kami. Melalui ”Perpustakaan Raksasa” tadi, pengetahuan diupdate secara reguler.
 Sebagai contoh. Kami memperbaharui pengetahuan jurnalistik, public relation, dan pengetahuan lainnya melalui beberapa website di ”perpustakaan raksasa” tadi. Perkembangan jusnalistik misalnya, bisa langsung diakses ke website tertentu di Amerika Serikat, Eropa, atau website para pakar-pakar di dalam negeri.
Sehingga  meski kita berada di ruang belajar di rumah, perkembangan yang ada di di luar maupun di dalam negeri dapat kami ikuti sesuai kebutuhan. Kemampuanpun dapat diukur, dengam membandingkan capaian mereka yang ada di dalam maupun di luar negeri. Publikasi-publikasi  penelitian penting yang diposting hari ini, langsung bisa dibaca dan kemudian diprint dan bisa disharing dengan teman-teman.
Hasil bacaan, kemudian dibahas/analisa diproduksi dalam bentuk tulisan. Kemudian hasilnya dikirimkan melalui internet ke redaksi atau kepada mereka yang membutuhkan. Kami mengangkat karya-karya bangsa melalui berbagai tulisan untuk diketahui pembaca.
”Perpustakaan raksasa” itu justru sudah berkembang menjadi sebuah kegiatan menghasilkan uang. Kami mengembangkan pengetahuan, persahabatan dan mencari uang dengan pertolongan ”perpustakaan raksasa” tadi. Seorang otodidak seperti kami memperoleh pelajaran ilmu jurnalistik, pengetahuan tentang penulisan biografi, pengembangan pengetahuan telekomunikasi, bahkan belajar bahasa Inggeris (khususnya youtube). Luar biasa!. Semua ini belum pernah kami alami saat menjadi mahasiswa pada era 1980-an. Pengetahuan yang kami peroleh, diilhami oleh perkembangan di sekitar,  lantas kami refleksikan dalam bentuk tulisan-tulisan yang bisa dinikmati orang, atau juga kami praktekkan dalam pekerjaan kami di kantor tempat bekerja.
Salah satu hal yang perlu dicatat, perpustakaan adalah salah satu alternatif yang murah bagi warga negara untuk memperoleh pengetahuan di luar sekolah atau pendidikan formal lainnya. Apalagi ada kecenderungan biaya pendidikan cenderung meningkat dan makin melampaui kemampuan warga. 
Dalam pemahaman kami, perpustakaan dalam arti luas, adalah implikasi dari fasilitasi “pendidikan” seumur hidup bagi warga negara. Dia tidak terbatas. “Siapa saja”, dalam waktu yang tidak terbatas “kapan saja”, dan lokasi yang tidak berbatas “dimana saja”.
Dengan demikian, perpustakaan seharusnya menjadi lingkungan keseharian bagi warga. Bagi kami, perpustakaan harus bisa dijangkau dengan cepat, murah dan memberikan informasi yang dibutuhkan. Pengertian Perpustakaan dalam pemahaman kami adalah sebuah ”wujud” kualitas dan kuantitas layanan informasi yang ditawarkan. Bukan sekedar “Gedung Perpustakaan”—tempat penyimpanan dan koleksi dokumen, yang ditempatkan pada satu lokasi “terisolasi”, tanpa terhubung ke dunia luar. Gedungnya Perpustakaan sendiri harus mampu memberikan fungsi sebagai tempat hiburan, interaksi sesama pengguna baik untuk  diskusi maupun menghasilkan sesuatu karya sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Pelayanan kebutuhan pengguna adalah unsur utama konsep pengembangan sebuah perpustakaan. Pemahaman pengelolaan perpustakaan tradisional, akan ditinggalkan oleh pelanggan perpustakaan.

Perpustakaan Online
Salah satu harapan pengguna perpustakaan masa depan adalah perpustakaan yang terkomunikasi melalui  internet, selain mengetahui informasi awal tentang layanan yang tersedia sebelum mengunjungi perpustakaan, agar lebih efisien dan efektif. Beberapa tahun belakangan ini terdapat kecenderungan munculnya perpustakaan otomatisasi, perpustakaan elektronik dan perpustakaan virtual yang berkembang pesat. Sebagai salah satu contoh  di Sumatera Utara adalah Perpustakaan Universitas Sumatera Utara atau perpustakaan-perpustakaan yang lebih kecil. 
Perpustakaan masa depan diharapkan mampu mengkomunikasikan dirinya atau dapat diakses melalui Website dengan berbagai tampilan menarik seperti Audo visual, file dan lain-lain. Komunikasi Audio & Video memiliki nilai tambah, karena banyak orang lebih mudah memahami sesuatu melalui audio dan visual. Komunikasi File  dimana koleksi produk/jasa, atau Profile perpustakaan sendiri, buku, atau Majalah atau file lainnya, dengan mudah bisa dikomunikasikan melalui internet. Karena semua file tersebut, dapat di download oleh siapa saja yang memiliki akses ke perpustakaan melalui internet. Dengan demikian, Perpustakaan akan mampu melakukan komunikasi interkatif dengan penguna karena pengiriman dan penerimaan informasi dapat dilakukan dengan cara yang sangat mudah, otomatis, dan dengan biaya yang sangat minim atau boleh dikata tidak ada biaya.
Website Pepustakaan diharapkan dapat menjadi perpustakaan online dengan konten Sumatera Utara atau daerah kabupaten dan kota yang menjangkau warga dan peminat Sumatera Utara yang terakses ke internet, dimanapun mereka berada. Penghambat bahasa yang selalu dikeluhkan, saat ini sebenarnya tidak masalah lagi. Berbagai alat untuk membantu terjemahan atau ”transtool” sudah banyak tersedia dan bisa di download di internet. Sehingga, baik pengguna yang berbahasa Inggeris maupun di pihak pengguna bahasa Indonesia dapat saling memahami makna sebuah informasi dalam bahasa masing-masing.      
Masalahnya, adalah penyediaan dan updating isi (content) sebuah website, yang masih kurang mendapat perhatian. Kebanyakan website tidak memberikan perhatian atas hal-hal tersebut di atas. Tidak didesain untuk membuat orang ”tertarik” untuk terus mengikuti perubahan yang teratur. Inilah tantangan kita ke depan.
Memenuhi harapan tersebut, dan mengamati beberapa website perpustakaan yang ada saat ini, keluhan pengguna yang utama adalah banyaknya website perpustakaan hanya dibuat sebagai pajangan. Belum melakukan penyajian informasi yang up to date, bahkan ada yang sama sekali tidak berubah dari hari ke hari atau bulan ke bulan. Memang, peranan pustakawan akan menjadi sangat vital di masa depan. 
Untuk melaksanakan harapan di atas, tentunya para pustakawan-pustakawan masa depan harus memiliki paradigma baru. Secara eksplisit dijelaskan oleh Zaslina Zainuddin(2005)[3]  berikut ini. ”Peran pustakawan juga ikut berubah yaitu dari pustakawan yang hanya mengerjakan  tugas-tugas tradisionil namun mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi. Pustakawan profesional pada abad informasi ini dituntut menjadi manajer informasi yang mampu menganalisis, mengorganisasikan, mendesain sistem informasi dan juga mengemas paket informasi untuk kebutuhan pengguna; bukan sekedar hanya mampu mengakses dan menelusur informasi. Mengamati situasi yang ada, pustakawan professional sebagai tenaga manajerial sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan perpustakaan  masa mendatang yang cenderung terus berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
Kalau selama ini buku-buku baru belum dibuat resensi, mungkin sudah waktunya Perpustakaan bekerja sama dengan media mempublikasikan resensi buku. Bahkan kalau perlu, diadakan perlombaan-perlombaan meresensi buku. Hal-hal lain yang masih bersifat data mentah dapat disajikan dengan lebih komunikatif kepada masyarakat.     

Peranan Bapresda Sumut : Harapan Pengguna
Sebagai sebuah badan, secara formal, Bapresda Sumut kami inginkan berfungsi sebagai : Pusat Informasi ilmu pengetahuan dan teknologi dan budaya daerah, Pusat deposit daerah: pengemban UU Nomor 4 tahun 1990 tentang Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam Karya Cipta di daerah, Pusat pengembangan sistem perpustakaan dalam rangka sebagai pembina semua jenis perpustakaan daerah, Pusat pengembangan dan pembinaan sumberdaya manusia di bidang perpustakaan, serta pusat hubungan dan kerja sama antar perpustakaan di daerah. 
Sebagai pusat informasi dan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya daerah  Bapresda diharapkan lebih memantapkan identitas Sumatera Utara, dengan memfasilitasi berkembangnya pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, adat dan budayanya. Hal itu dapat terwujud apabila perpustakaan turut  memberdayakan masyarakat menyediakan hasil karya, rekam sehingga dapat dibaca oleh seluruh kelompok suku, melalui perpustakaan..
Untuk meningkatkan karya cetak dan rekam warga, tentunya perpustakaan tidak hanya berhenti pada memberdayakan pengguna untuk membaca. Diharapkan Bapresda bisa mengembangkan perpustakaan sebagai tempat diskusi, penelitian dan penulisan. Beberapa perpustakaan yang sudah maju, bisa dijadikan sebagai tempat belajar atau ”pilot project”, yang nantinya menjadi acuan bagi perpustakaan-perpustakaan yang masih terbelakang.
Dalam fungsinya sebagai pembina semua perpustakaan di daerah ini, Bapresda diharapkan mampu memberdayakan pustakawan dan perpustakaan yang tersebar di kabupaten/kota. Baik mereka yang tidak terjangkau oleh internet maupun yang sudah terjangkau internet. Kegiatan koordinasi memberdayakan melalui jaringan dengan seluruh universitas, sekolah,  perlu digalakkan sehingga masing-masing dapat saling memberi manfaat. Sehingga perpustakaan di satu lokasi bisa saling melengkapi.
Bekaitan dengan pelaksanaan Undang-undang No 4 tahun 1990 dan pemberlakuan otonomi daerah, salah satu komunikasi aktif dari Bapresda ke sebagian pengguna (penulis dan penerbit) adalah dari sisi karya cipta dan rekam. Harapan kami kiranya Perpustakaan Daerah dapat semakin meningkatkan perannya, khususnya dalam pelaksanaan UU No 4/1990. 
Dari pengalaman selama ini, dalam melengkapi persyaratan sebuah penerbitan buku, kami hanya berhubungan dengan Perpustakaan Nasional. Di dalam persyaratan penerbitan buku, Perpustakaan Nasional memberikan kewajiban bagi penerbit saat mendapatkan ISBN. Permohonan ISBN dilakukan ke Perpustakaan Nasional dan kemudian Wajib Serah Simpan yakni mengirimkan dua eksemplar buku juga ke Perpustakaan Nasional, setelah buku diterbitkan dalam selang waktu yang sudah ditetapkan.
Dalam fungsinya sebagai pusat deposit daerah, maka kerja sama dengan penerbit untuk mendorong mereka mengirimkan dua eks ke Bapresda. Sampai saat ini kami belum pernah melakukan Serah Simpan ke Perpustakaan Daerah. Kita berterima kasih kepada rekan-rekan penerbit surat kabar di daerah ini yang dengan setia menyerahkan terbitannya, sehingga pengguna bisa memaca berita aktual daerah ini.
Dengan adanya otonomi daerah, maka sepengetahuan kami Perpustakaan Daerah telah menjadi unit kerja di lingkungan Pemerintah Propinsi/Kota/Kabupaten, sehingga sudah tidak dalam hubungan struktural terhadap Perpustakaan Nasional. Artinya, karya cipta dan rekam warga Sumatera Utara belum sepenuhnya disimpan di Perpustakaan Daerah. Tapi ada hal yang perlu dipertimbangkan juga. Andaikata semua karya cipta diserahkan, apakah ruang yang dimiliki cukup untuk menampung dan memeliharanya?. Kalau itu dilaksanakan, tentunya kapasitas gedung dan pengelola juga harus ditambah.  
Dari sisi pengguna, kami mengharapkan agar penyempurnaan atau revisi terhadap UU No.4 tahun 1990 dan pemberdayaan Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang ini. UU No.4 tahun 1990 dapat dilakukan segera. Sehingga  fungsi menghimpun, menyimpan, melestarikan dan mendayagunakan semua karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di wilayah ini dapat berjalan dengan semestinya. Para penerbit buku, surat kabar serta pihak-pihak lainnya dapat segera menerahkan hasil karya cipta dan rekamnya, sehingga Perpustakaan Daerah ini menjadi sebuah deposit yang dapat diandalkan.
Melihat harapan-harapan di atas, tentunya keberadaannya Bapresda saat ini perlu mendapat perhatian.  Saat ini, koleksi buku yang dimiliki sekitar 120 ribu eksemplar buku yang terdiri dari 12 ribu judul dari berbagai bidang ilmu seperti ekonomi, bahasa, agama, kedokteran, teknik, sastra, sejarah, hukum, politik dan budaya. Angka ini jauh lebih kecil dari koleksi yang ada di Universitas-universitas. Universitas Sumatera Utara misalnya, jumlah buku dan koleksinya jauh lebih besar dari yang dimiliki Bapresda.
Bapresda baru membina sekitar 13 perpustakaan di kabupaten/kota, 15 perpustakaan kampus, 90 SMA, 127 SMP, 15 MTS, dan 30 taman bacaan masyarakat. Tentu peran ini masih sangat kecil dibandingkan dengan 26 kabupaten/kota, 252 perguruan tinggi, 1369 SMU dan SMK. (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006).  
Dari 12 juta jiwa penduduk propinsi ini, sampai saat  ini, baru dapat menarik perhatian 600 pengunjung setiap hari. Anggota perpustakaan baru mencapai 3000 orang. Disamping melayani para pengunjung, Bapresda juga melakukan pelayanan keliling ke luar kota Medan seperti Deli Serdang, Labuhan Deli, Sunggal, Namorambe, Deli Tua, Selayang dan Medan Labuhan, serta wilayah lainnya. Dari sini terlihat bahwa peran Bapresda harus didukung oleh seluruh perpustakaan yang ada di propinsi ini.

Penutup
Demikianlah sajian yang sangat jauh dari sempurna ini kami sampaikan ke hadapan para hadirin, semoga bermanfaat menjadi sebuah bahan diskusi dalam mendorong perpustakaan di Sumatera Utara menjadi sebuah pusat ilmu pengetahuan, teknologi, budaya yang handal.



[1] Disajikan Pada Koordinasi Pemantauan Pelaksanaan Undang-undang No 4 Tahun 1990 pada Kamis, 8 Nopember 2007, di Hotel Dharma Deli
[2] Pengguna Perpustakaan, Penulis. Tinggal di  Medan
 
[3] Zainuddin, Zaslina, 2005, Kebutuhan Pustakawan Profesional di Propinsi Sumatera Utara. Pustaha : Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi Vol 1. No 1. Juni 2006

Kamis, 02 Februari 2012

Delapan Tahun Facebook, Pelajaran Dari Mark Zuckerberg (Harian Analisa 2 Februari 2012)

Oleh: Jannerson Girsang

 
Sumber foto:news.in.msn.com
  
Menyambut Ulang Tahun ke 8 Facebook—jejaring sosial yang sangat digandrungi orang Indonesia dan dunia itu, saya mengajak kita melihat sisi lain kisah sang penciptanya. Sebuah pelajaran berharga bagaimana sebuah kreativitas diapreasiasi dan berkembang menjadi besar. Pelajaran bagi bangsa ini dalam mendongkrak kreativitas anak muda kreatif.

Mark Elliot Zuckerberg telah mendapat pengakuan dunia, menjadi orang terkaya ke-14 di Amerika,  terkenal di seluruh dunia, dan presiden Obama dan para tokoh dunia memuji dirinya, media mengulas dan memberi penghargaan.

Pria kelahiran 14 Mei 1984 ini memiliki kekayaan, ketenaran karena kreativitasnya bersama timnya yang memberi nilai tambah bagi dunia ini, bukan karena korupsi atau KKN!

Kaya, Terkenal di Seluruh Dunia

Facebook--”pohon Zuckeberg” di dunia maya itu kini sudah mekar dan menghasilkan buah yang luar biasa. Tiga tahun lalu, saat merayakan Ulang Tahunnya  ke-5 pada 2009 lalu, jejaring sosial ini baru memiliki 150 juta pengguna aktif. Tiga tahun kemudian, menurut http://www.facebook.com/press/info.php?statistics, diunduh 30 Januari 2012, sampai dengan Juli 2011, Facebook telah memiliki 800 juta pengguna aktif atau menghubungkan lebih dari empat kali jumlah penduduk Indonesia.

Belum ada prestasi seperti ini dicapai jejaring sosial sepanjang sejarah bumi ini. Belum pernah masyarakat dunia memiliki koneksi satu dengan yang lain sedekat ruang tamu mereka di dunia maya sebelum kita mengenal Facebook. Kini, kita bisa saling menyapa, menampilkan gambar atau video terbaru hanya dalam hitungan detik dengan ribuan teman sekaligus.

Bukan hanya di Indonesia, setiap hari ratusan juta penduduk dunia meggunakan Facebook sebagai sebuah ruang tamu yang bertemu, bertegur sapa dengan tamu-tamu mereka yang berasal dari berbagai negara.

Facebook banjir iklan dan menempakan Mark Zuckerberg sebagai salah seorang terkaya di dunia. 4 Februari 2004, Mark Zuckerberg—bersama teman-temannya Dustin Moskovitz, Chris Hughes dan Eduardo Saverin meluncurkan Facebook dari kamar asrama mereka di Universitas Harvard. Mark ketika itu masih berstatus mahasiswa, hidup dalam keserhanaan dengan ibunya Karen, seorang psikiater, dan ayahnya Edward Zuckerberg, seorang dokter gigi.

Tahun lalu, Forbes melaporkan kekayaan Mark mencapai Rp 17.5 miliar dollar. Mark berada di bawah Jef Bezos—pendiri Amazone dengan jumlah kekayaan 19,1 miliar dollar dan di atas Sergey Brin—pendiri Google dengan total kekayaan 16,7 miliar dollar.

Zuckerberg tidak hanya mendapat penghargaan berupa uang, tetapi juga pengakuan melalui Majalah Time sebagai Person of The Year 2010. Berbeda dengan para koruptor yang mendapatkan penghargaan berupa Vonnis beberapa tahun di penjara.

“For connecting more than half a billion people and mapping the social relations among them, for creating a new system of exchanging information and for changing how we live our lives, Mark Elliot Zuckerberg is TIME's 2010 Person of the Year,” demikian majalah terkemuka dunia ini memberi alasan penganugerahan penghargaan bergengsi itu.

Di usia 26 tahun, Mark Zuckerberg menempatkan dirinya setaraf dengan tokoh-tokoh pejuang dunia pendahulunya. Bandingkan misalnya dengan mereka yang pernah menerima penghargaan yang sama, Ratu Elizabeth II (26 tahun), Marthin Luther King Jr (34 tahun), dan Jef Bezos—pendiri Amazone (35 tahun).

Tentu ini menjadi pelajaran bagi para PNS kita dan para koruptor muda, betapa dengan mengembangkan kreativitas seorang muda bisa kaya dan terkenal.

Inspirasi Anak Muda Abad 21 

Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa drop out dari Universitas Harvard, mengawali semuanya dari kegiatan kecil dan sederhana, bukan langsung besar seperti banyak harapan para pejabat kita yang menuntut anak-anak ESEMKA sempurna seperti pabrik mobil yang sudah mapan.

Menurut Wikipedia, ketika Mark masih kuliah di Harvard tahun kedua, dia mulai menciptakan Facemash, pendahulu Facebook. Facemash hanya mampu menghubungkan sembilan asrama, menempatkan dua foto berdampingan pada satu waktu dan meminta pengguna memilih yang mana yang paling seksi.

Mark Zuckerberg menciptakan Facebook di kamar asramanya di Harvard, mengakses ke bagian jaringan komputer Harvard yang dilindungi dan menyalin gambar-gambar ID pribadi asrama. Harvard pada waktu itu tidak memiliki "buku wajah" (direktori berisi foto dan informasi dasar) mahasiswa.

Situs ini langsung diteruskan ke beberapa server grup kampus, namun dimatikan beberapa hari kemudian oleh administrasi Harvard. Zuckerberg dihukum karena menembus keamanan kampus, melanggar hak cipta, dan melanggar privasi individu, dan terancam dikeluarkan. Namun, hukuman tersebut dibatalkan.
Singkat cerita, 4 Februari 2004, Zuckerberg meluncurkan "The Facebook" yang awalnya berada di situs web TheFacebook.com.

Dalam perjalanannya, Mark Zuckerberg juga bukan orang yang sempurna. Dia juga terjerat tuntutan hukum. Menurut www.wikipedia.com, enam hari setelah situs Facebook diluncurkan, tiga senior Harvard, Cameron Winklevoss, Tyler Winklevoss, dan Divya Narendra, menuduh Zuckerberg sengaja mengalihkan mereka agar mereka percaya ia membantu mereka membuat jejaring sosial bernama HarvardConnection.com, sementara ia menggunakan ide mereka untuk membuat sebuah produk saingan. Tiga senior tersebut mengajukan tuntutan hukum terhadap Zuckerberg yang akhirnya terselesaikan.

Perdebatan soal hukum tidak berkepanjangan seperti banyak pengalaman di Indonesia. Di negeri Zuckerberg, orang berdiskusi di ”terowongan yang terang”. Facebook mendapat tuntutan hukum, tetapi tidak lantas membunuh kreativitas Mark Zuckerberg. Masalah-masalah hukum diselesaikan, kreativitas, bisnis berjalan dengan baik.

Berbeda dengan kita yang senantiasa memilih diskusi di ”terowongan gelap”.  Berputar-putar tak jelas jalan keluarnya. Bayangkan, di negeri ini tak sedikit perusahaan yang sudah berdiri sama dengan usia Facebook tetapi belum beroperasi, dengan berbagai persoalan yang dihadapinya (mulai dari izin, masalah lingkungan, dll). Orang sudah sampai ke bulan, kita masih sibuk persoalan izin dan persoalan lingkungan yang sangat rumit..

Hal lain yang menjadi pelajaran adalah sikap Obama terhadap Zuckerberg. Presiden Obama sangat memberi dukungan kepadanya dan juga kepada para anak-anak muda yang kreatif, seperti pencipta Google atau perusahan-perusahaan lainnya. Para penonton TV CNN bisa membaca bagaimana diskusi antara Obama dan Zuckerberg dalam publikasinya berjudul ”Obama pokes fun at Facebook's Zuckerberg”. Mereka bercanda di tengah ratusan pengunjung dengan santai saling mendukung.

Penguasa harus lembut kepada anak muda yang kreatif, kalau ingin dihargai ketika sudah uzur nanti. Semoga kisah ini menjadi pelajaran berharga bagi pengembangan karya anak-anak muda di ESEMKA, dan anak-anakmuda kreatif lainnya mampu mendunia seperti Mark Zuckerberg, sekaligus menghimbau kalangan pemerintahan, politisi serta masyarakat kita pada umumnya agar bijaklah mengelola kreativitas anak-anak muda negeri ini!.

Senin, 30 Januari 2012

Pengisah Cerita (Story Teller): ”Selalu Ada Ruang Untuk Sebuah Cerita”(Jurnal Medan, 30 Januari 2012)

Oleh: Jannerson Girsang

J.K. Rowling, penulis novel terkenal Harry Potter mengatakan: “There's always room for a story that can transport people to another place. Selalu ada ruang untuk sebuah kisah yang mampu membawa orang (pembaca) ke tempat lain”

Manusia membutuhkan cerita menginspirasi yang berisi pengalaman manusia dari lokasi lain. Masyarakat Indonesia membaca Harry Potter, cerita yang ditulis JK Rowling dan jutaan juta manusia di dunia ini terbius oleh pemikiran yang kreatif, mencerahkan, mulai dari anak-anak remaja hingga professor.

Berceritalah tentang hal-hal yang membuat orang lain merasa nyaman dan tenteram, tidak membuat mereka ketakutan atau khawatir. Beberapa referensi mengatakan cerita-cerita inspirasional adalah kisah-kisah tentang harapan, janji dan dorongan. Mereka membangkitkan emosi dalam diri pembaca, membangun hubungan antara pembaca dan penulis.

Dari mana sumber ceritanya dan mengapa kisah baru selalu muncul?. Ternyata, bumi  dan segala isinya (baik yang hidup dan yang mati) hasil ciptaan Tuhan, bersifat dinamis. Manusia dan mahluk hidup yang beraktivitas, benda bergerak dari satu tempat ke tempat lain, perputaran bumi dengan segala dampaknya, menghasilkan kisah-kisah baru, mulai dari yang biasa-biasa saja, sampai kisah yang mengerikan. Kisah yang satu sama lain mengilhami tindakan manusia menghadapi kesulitan.

Peran Manusia

Hanya manusia yang mampu menangkap gerak yang dinamis itu, dan mengungkapkannya dalam bentuk cerita yang memberi rasa baru,inspirasi baru. Dengan cerita yang menginspirasi, orang-orang tergerak, terinspirasi untuk memperoleh keberanian, keteguhan hati, bertindak bijaksana, setelah membaca sebuah kisah atau cerita.

Peran para penulis cerita begitu besar mengubah duna ini. Penulis cerita Andrea Hirata-- laki-laki yang masa kecilnya dihabiskan di Pulau Beliton, Bangka menghipnotis jutaan pembaca Novel pertamanya Laskar Pelangi, mencuri pikiran para pembacanya.

Tetralogi Lasykar Pelangi, sebuah Kisah hidup Andrea Hirata yang ditulis apik dalam begitu menginpirasi, menguasai pikiran banyak orang--tidak saja di Indonesia, tetapi merambah hingga manca negara.

Dari pulau Beliton, Indonesia dan berbagai tempat di dunia manusia menghasilkan kisah yang mampu mengangkut jutaan orang ke sebuah dunia lain. Mereka hanyut dalam dunia yang belum pernah dialaminya, menimbulkan rasa dan inspirasi baru

Baik Lasykar Pelangi maupun Harry Potter tidak hanya mendapat sambutan di negeri pengarangnya. tetapi juga manusia di luar negaranya. Andrea Hirata, sejak menerbitkan novel pertamanya Laskar Pelangi (2006), Andrea Hirata melejit bagai meteor. Karya-karyanya Tetralogi Laskar Pelangi dan Dwilogi Padang Bulan laku keras. Tiga bukunya Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, masing-masing dengan judul Rainbow Troops, Dreamer dan Edensor.

Kita terpengaruh dengan cerita Supernova yang ditulis Dewi Lestari, Raditya Dika penulis Kambing Jantan, Ayat-ayat Cina buah karya Habiburrahman El Siraji, Djenar Maesa Ayu penulis Sang Monyet.

Jutaan penduduk bangsa ini, tua muda, besar kecil, berpendidikan tinggi atau rendah begitu terinpirasi dengan kisah Harry Potter.

Barrack Obama dalam biografinya yang memukau: Dari Jakarta ke Gedung Putih, menjelaskan perjalanan hidupnya dengan kisah-kisah yang menginspirasi. Buku yang dibaca jutaan orang itu akhirnya memotivasi kelompok-kelompok minoritas. Tidak mungkin seorang minortas kulit hitam menjadi Presiden Amerika Serikat.

Bahan-bahan diolah dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga berhasil memukau pembaca seolah dirinya ikut dalam perjalaman hidup Obama. Dia berkisah tentang hal yang menginspirasi, bukan menyalahkan, menghasut atau merendahkan.

Para penulis besar di atas menghasilkan cerita yang mampu mengangkut pembacanya ke keadaan, lokasi, waktu yang digambarkan penulisnya. Terbawa ke suatu masa dan suatu tempat!.

Kemampuan menulis cerita memang sangat dibutuhkan oleh setiap orang, Benarlah apa yang pernah dikatakan Harvard Business Review: ”To involve people in a deepest level, you need stories. Melibatkan orang dari tingkat terendah, Anda membutuhkan kisah atau cerita”

Mari menjadi Pencerita
Mari mendidik diri sendiri menjadi pencerita (story teller) yang baik, sebab ”Anda memiliki kekuatan untuk membuat orang merasa baik tentang diri mereka sendiri dengan kata-kata yang Anda tulis. Anda dapat membuat orang tertawa dengan kecerdasan Anda santai dan memindahkan mereka untuk mengubah kehidupan mereka dengan cerita-cerita inspirasional Anda,”

Berikut tipis yang kami kutip dari http://www.ehow.com/how_2086018_write-inspire.html#ixzz1kH1GEUjy

1.    Berikan contoh-contoh pribadi. Gunakan cerita anekdot yang benar dan berhubungan dengan pembaca Anda. Orang menghubungkan ke cerita tentang orang lain.

2.    Buatlah cerita masa lalu (nostalgia). Orang-orang suka mendengar saat yang baik dan hari-hari tua yang baik. Berbicara tentang masa lalu dengan cara yang positif membuat orang tersenyum.

3.    Buat gambar suasana, tempat, waktu, dengan kata-kata Anda. Cerita Anda harus jelas dan menggunakan semua indra Anda. Rasakan tulisan Anda dan beritahu pembaca apa yang Anda lihat, dengar dan rasakan. Pembaca akan larut dalam cerita Anda dan menjadi terinspirasi oleh kata-kata Anda.

4.    Berbicaralah dari hati Anda. Jadilah bergairah tentang topik Anda. Orang-orang merasa terinspirasi oleh seseorang yang benar-benar mencintai apa yang mereka tulis. Merasa bergairah dan pembaca Anda juga akan.

5.    Berbicara dengan pembaca layaknya seorang sahabat. Berhubunganlah dengan orang lain sehingga mereka merasa terhubung dengan ide-ide Anda. Gunakan anekdot pribadi untuk memvalidasi cerita. Buatlah cerita seperti becakap-cakap dan menghibur.

6.    Tawarkan saran atau solusi untuk sebuah masalah. Masalah dengan mudah dapat berkaitan dengan kehidupan manusia. Membaca cerita yang ditulis oleh seorang penulis yang mengerti masalah dan menawarkan solusi bisa menginspirasi seseorang untuk mengambil tindakan positif.

7.    Mulailah dengan judul besar dan baris pertama yang menarik perhatian. Buatlah cerita yang jelas dan terorganisir dalam tulisan Anda. Menangkap perhatian pembaca dan kehidupan nyata mereka ke dalam cerita Anda.

Mari belajar menjadi pencerita yang baik. Semoga berhasil!

Sarapan dengan Pora-pora di Silalahi (Batak Pos, 28 Januari 2012)

Oleh: Jannerson Girsang

 

Pagi itu 22 Januari 2012, duduk di tepi pantai Silalahi, saya mengamati ikan-ikan di danau. ”Itu ikan Pora-pora,” ujar seorang teman. Bergerak lincah ke sana kemari,mencari sesuatu, tiba-tiba seorang teman yang lain melemparkan sisa umpan pancingnya. Ikan-ikan itu berlomba mengejarnya.

Pemandangan lain dari birunya danau, hijaunya sawah di perbukitan di belakang rumah-rumah penduduk, serta pemandangan baru bangunan PLTA PLN Renun berkapsitas 2 x 41 MW di sebelah Selatan Silalahi. .  

Dari referensi-referensi yang saya baca, ikan pora-pora hidup di air tawar dengan sisik berwarna putih dan ekor berwarna kuning. Panjangnya hanya antara 10-12 centimeter, lebih kecil dari ikan mujair, apalagi ikan mas atau lele—jenis ikan yang sebelumnya sangat populer di sana.

Perkembang biakan ikan pora-pora yang cepat telah mengisi seluruh pantai Danau Toba, dan memberi penduduk mata pencaharian baru, bisnis baru bagi pengumpul atau pengusaha di kota. Ikan ini juga menyumbang lemak dan kalsium yang tidak dimiliki jenis-jenis ikan lainnya. Peneliti menyebut, ikan ini memiliki kandungan lemak dan kalsium yang lebih tinggi dari ikan tawar atau laut.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemprovsu 19 Januari lalu mengungkapkan bahwa ikan pora-pora akan dijadikan salah satu produk unggulan daerah ini. Tentunya, mewujudkan tekad itu dukungan semua masyarakat sangat dibutuhkan.   

Sarapan dengan Ikan Pora-pora

Bersama rombongan Sektor III Gereja GKPS Simalingkar yang berwisata ke Silalahi menikmati sarapan pagi dengan lauk ikan Pora-pora. Bagi sebagian besar rombongan yang tinggal di Medan itu ikan ini masih relatif baru.

“Ikan apa namanya ini pak,” ujar seorang anak yang mungkin baru pertama kali melihatnya. Setelah mencicipinya, ada bedanya dengan ikan mas, mujair maupun ikan lele—produksi Danau Toba yang kami sudah kenal. Bahkan beberapa orang tua juga masih kurang familiar dengan ikan ini.

Pagi itu kami menikmati pora-pora basah yang dimasak dengan gulai asam. Rasanya memang cukup mengundang selera, apalagi ditambah aroma petai dan jengkol yang dibawa rombongan dari Medan.

Rasa baru ikan Pora-pora menambah suasana ceria rombongan di pagi hari yang cerah di tepi Danau yang jernih, sambil memandang lepas ke Tao Silalahi yang kesohor itu.

Ikan pora-pora punya kelebihan dari ikan yang lain. Ternyata, dari penelitian Ulfa Nazmi Batubara FKM USU Medan (2009), ikan pora-pora mengandung lemak dan kalsium yang lebih tinggi dari ikan tawar atau ikan laut manapun, meski kandungan proteinnya lebih rendah. Luar biasa bukan!.

Harganyapun relatif murah. Minggu itu di Silalahi hanya sekitar Rp 3000-4000 per kilogram atau kalau dikeringkan bisa dijual dengan harga Rp6.500 per kg. Bandingkan dengan ikan masa atau mujair yang Anda beli di pajak-pajak di Medan yang mencapai Rp 20 ribu lebih per kilonya..

Mata Pencaharian Baru

Ikan pora-pora berkembang biak dengan cepat. Kini kita bisa menyaksikan ratusan kilometer bibir pantai Danau Toba, ikan pora-pora mendominasi ikan di danau itu..

Harian Batak Pos pernah memberitakan bahwa ikan porapora dikenal setelah Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat Presiden RI melakukan penaburan benih ikan di Danau Toba terkait dengan suatu kunjungan perhelatan di Parapat pada 6 Juni 2004 lalu. (www.batakpos-online.com)

Para nelayan di Silalahi mengaku bahwa,orang pertama yang menabur benih ikan pora-pora di Danau Toba adalah Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden Indonesia. “Katanya ikan ini ditebar oleh ibu Megawati,”ujar salah seorang nelayan di pantai Silalahi Minggu pagi, 22 Januari 2012.

Ikan ini berkembang biak sangat cepat, dan kini menjadi habitat terbesar di Danau Toba. Dalam waktu beberapa tahun terakhir penduduk banyak menggantungkan hidupnya menangkap ikan pora-pora. Menangkap ikan pora-pora menjadi sebuah alternatif pencaharian penduduk di sekitar Danau Toba..

Para nelayan menangkap ikan yang sejenis ikan bilih di Danau Singkarak, Sumatera Barat, dengan menggunakan jala. Seorang nelayan di Silalahi mengatakan dia bisa memperoleh 30-40 kilogram per hari. Uang hasil penjualannya bisa memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Para pengusaha telah memanfaatkan peluang ini dan menjadikannya sebagai sebuah usaha baru. Hasil tangkapan nelayan, tidak hanya di pasarkan di daerah tangkapan, tetapi juga keluar daerah.

Selain menjual ikan pora-pora yang masih segar, para nelayan di berbagai tempat juga menjadikan ikan pora-pora sebagai ikan asin. Dengan membuang seluruh isi perut, kemudian merendam dengan air garam, kemudian dijemur di bawah terik matahari. Memang harganya lebih mahal. Tapi, “Mengerjakannya juga cukup lama”ujar Silalahi nelayan di Tao Silalahi Nabolak itu.

Saat ini ikan pora-pora selain dipasarkan di Sumatera Utara juga sudah dikirim ke sejumlah daerah di luar Sumatera Utara. Seperti Padang, Batam, dan Pekan Baru, melalui jalur darat dan laut.

Pengembangan Ikan Pora-pora

Angin segar berhembus dari Deperindag Sumut. Dalam releasenya beberapa hari yang lalu. mediaonline milik Pemprovsu  http://www.sumutprov.go.id/lengkap.php?id=3671,  mengungkapkan bahwa saat ini produksi ikan pora-pora dari Sumatera Utara mencapai 40 ton per hari.

Perkembangan pesat ikan tersebut, serta kemungkinan ketersediaannya dalam jumlah besar, membuat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ingin menjadikan Ikan Pora-Pora, ikan khas di Danau Toba, Parapat sebagai salah salah produk unggulan di provinsi itu di tujuh Kabupaten yang berada di sekitar danau.

Menurut Kepala Bidang Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan Disperindag Sumut, Ida Yani Pane, seperti dikutip mediaonline milik Pemprovsu itu, untuk tahap awal, ikan itu direncanakan sudah digoreng terlebih dahulu dan dimasukkan dalam kemasan yang menarik dengan berbagai ukuran kecil hingga besar.

Ke depan, lanjut Ida Yani, kalau masyarakatnya sudah bisa diandalkan untuk menyediakan ikan itu secara berkesinambungan dan serius menangani bisnis tersebut, pemerintah akan meningkatkan menjadi usaha industri yang lebih besar seperti halnya ikan sardencis dalam kaleng.

Kini sebuah perusahaan di Medan telah memproduksi Cripsy Pora-pora. Barangkali bisa jadi sebuah icon baru dari Sumut. Menambah ikan teri atau ikan asin lainnya yang selama ini sangat digemari di Jawa dan daerah lainnya di seantero tanah air.

Sarapan di Silalahi memberikan pemahaman baru kepada kami tentang ikan Pora-pora. Mungkin sarapan pagi di rumah Anda dengan ikan yang sama berarti memberi ruang yang lebih luas bagi nelayan, pengusaha kita. Memasyarakatkan ikan pora-pora,berarti mendukung penghasilan nelayan di sekitar Danau Toba.

Semoga usaha ini berhasil dan bisa sebagai alternatif memberi penghasilan baru yang ramah lingkungan. Mari kita dukung!

Mempersiapkan Masyarakat Berbudaya Membaca (Jurnal Medan, 24 Januari 2012)

Oleh: Jannerson Girsang

Sumber foto: www.muji0n0.wordpress.com

Beberapa tahun belakangan ini, sedikitnya dua kali setahun kami mengikuti kegiatan-kegiatan yang berlangsung di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Seratusan peserta berkumpul, mereka terdiri dari unsur sekolah, masyarakat umum, para pemerhati perpustakaan, penulis, pengeloal perpustakaan yang berada dibawah binaan Baperasda, pengasuh Taman Bacaan.   

Berbagai hal dibicarakan dalam mendukung program meningkatkan minat baca masyarakat yang memang masih rendah. Banyak pelajaran dan masukan untuk percepatan peningkatan minat baca masyarakat.

Artikel ini mencoba mengangkat berbagai hal menarik dari pertemuan sebelum ini, sekaligus memberi apresiasi usaha-usaha sejenis yang dampaknya bagi masa depan para pelajar, masyarakat dalam meningkatkan apresiasi mereka pada peradaban.  

Mempersiapkan Masyarakat Berbudaya Membaca

Meningkatkan minat baca, adalah sebuah usaha yang masih awal dari sebuah proses menuju menuju budaya baca masyarakat, sehingga mereka memiliki cara mendapatkan informasi dari sesuatu yang tertulis.

Kebiasaan membaca membuat masyarakat terbiasa mengonsumsi informasi tertulis yang autentik dari pada hanya sekedar memdengar ataupun melihat. Membaca merupakan kegiatan yang mendidik masyarakat menyimak, mengeja, memahami dan memiliki minat serta akhirnya mampu mengaplikasikan bacaan itu sendiri.  

Bagi masyarakat di negara maju, membaca sebagai kegiatan personal telah menjadi kebutuhan. Sayangnya bagi masyarakat kita di Sumatera Utara kebiasaan membaca masih jauh dari harapan.

Perbedaan itu tergambar dalam sebuah pertemuan, Drs Chandra Silalahi, Sekretaris Perpustakaan dan Arsip Daerah Pemprovsu ke Eropa yang dikisahkannya dalam sebuah pertemuan di Baperasda Pemrovsu. ”Ketika menumpang naik kereta api dari Paris ke Den Haag, bebas asap rokok, sebagian besar orang asyik membaca buku atau asyik melakukan searching di internet memanfaatkan hotspot gratis melalui laptop mereka masing-masing. Terjadi ”charger” informasi.  Kami sendiri merasa seolah terasing, karena berbeda dengan mereka. Tidak bawa bacaan apalagi peralatan seperti mereka. Saya lalu teringat ketika saya naik kereta api dari Medan ke Rantau Prapat. Asap rokok di dalam kereta api, perbincangan ngalor ngidul, tanpa buku. Kecuali beberapa membaca koran-koran daerah. Pemandangan berbeda, masyarakat yang minat bacanya tinggi dan masyarakat kita dengan minat baca yang masih rendah”.

Membaca memiliki keuntungan khusus dibanding dengan penggunaan media lain. Bahan cetakan akan terus menjadi saluruan  yang paling penting untuk pendidikan dan kemajuan kebudayaan manusia.  Keuntungan tersebut antara lain : 1) membaca adalah sebuah aktivitas pribadi yang dapat meningkatkan pengembangan individu, 2) suatu bahan bacaan dapat dibaca dan dibaca kembali hingga bahan yag dikandungnya dapat diserapi dan 3) bahan bacaan dapat dibawa kemana saja, apakah pembaca sedang berada di eskalator atau suatu pulau pasir.

Para ahli berpendapat bahwa minat baca yang rendah adalah gambaran masyarakat yang terbelakang. Kebiasaan membaca kita yang kurang, seringkali membawa pembicaraan ngalor ngidul, tentunya menghasilkan ide-ide yang ngawur pula. Kesalahan-kesalahan yang sama, muncul berulang-ulang. Pulang dari sebuah diskusi tidak jarang kita pusing mendengar seseorang tanpa referensi tertulis mempertahankan kebenaran yang diyakininya—tanpa peduli pendapat orang lain. Bahkan tak membuka ruang bagi sebuah diskusi yang kreatif.

Perbedaan masyarakat yang berbudaya baca dan yang belum, adalah kerentanannya atas reaksi terhadap issu yang ”belum tentu benar”. Hanya dengan mendengar, seseorang mengambil keputusan menghakimi sesama. Menurut pendapat kami, issu ”begu ganjang” adalah salah satu bentuk masyarakat yang lebih mengandalkan informasinya berasal dari pendengaran dan penglihatan. Belum terbiasa mengasah dirinya dengan referensi-referensi bacaaan yang telah teruji. 

Mengapresiasi Perpustakaan-perpustakaan Pribadi

Perpustakaan sebagai lembaga perantara (agency) yang sangat penting dalam prose komunikasi, dapat memainkan peranan penting dalam upaya pengembangan budaya baca masyarakat. Perpustakaan berdiri karena adanya kebutuhan atas sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengumpulkan dan mengorganisasikan karya-karya tulis untuk disebarluaskan kepada pembaca. Peran ini melibatkan  pustakawan dalam dunia komunikasi.

Koleksi buku-buku seseorang semasa hidupnya adalah sebuah gambaran seseorang menghargai peradaban. Sayang prestasi seperti ini jarang muncul ke permukaan, lenyap dengan prestasinya dalam bentuk kekayaan ”materi” berupa uang dan harta benda.

Saya tertarik dalam sebuah pertemuan dimana Baperasda memberi perhatian khusus untuk mengembangkan perpustakaan-perpustakaan milik individu yang selama ini memiliki koleksi buku, tetapi belum ditata sebagai sebuah perpustakaan. ”Kami membantu membuat katalog dan menyusun buku-buku yang dimiliki mantan pejabat atau seseorang yang memiliki koleksi buku pribadi di rumah,” ujar Drs Chandra Silalahi.

Sebuah langkah yang perlu mendapat apreasiasi. Saatnya perhatian kita untuk mengapresiasi prestasi ini. Seseorang yang selama hidupnya memiliki koleksi buku-buku, tentunya dapat dikatakan telah membaca dan paling tidak memperoleh informasi dari koleksi buku-buku yang dimilikinya.

Dalam pertemuan tahun lalu pihak Baperasda Pemprovsu melaporkan kecenderungan positif dimana beberapa pejabat memiliki koleksi buku di perpustakaan pribadinya, bahkan ada yang memiliki lebih dari 3000 judul buku. Menurut Chandra Silalahi beberapa pejabat telah mendapat bantuan pengelolaan perpustakaan pribadi, seperti Drs RE Nainggolan (Sekwilda Sumatera Utara), Prof Dr AP Parlindungan, mantan Wakajati  Sumatera Utara, serta pejabat atau tokoh masyarakat lainnya.  

Andaikata dilakukan perlombaan diantara para tokoh masyarakat maka hal ini akan menjadikan permasyarakatan perpustakaan yang luar biasa.  Satu hal lagi, Baperasda perlu mensponsori pengisahan pengalaman para pejabat dalam hal membaca yang akan memberi inspirasi minat baca bagi masyarakat.

Dukungan Pemerintah dan Masyarakat

Usaha sekecil apapun untuk membangkitkan minat baca adalah pekerjaan besar dalam mempersiapkan investasi pengetahuan di masa mendatang, menciptakan masyarakat berbudaya membaca..

Para pejabat perlu diwajibkan membicarakan minat baca dan pengembangan sarana membaca. Mereka yang duduk di legislatif, khususnya Komisi E, pengasuh Taman Bacaan dan mereka lain-lain perlu diajak membicarakan minat baca. Semakin banyak pejabat dan instansi yang terlibat dalam mengkampanyekan pentingnya budaya membaca, diharapkan akan memberi dampak luar biasa bagi masyarakat kita.

Tentunya, apresiasi kepada para pejabat atau tokoh yang memberi perhatian pada usaha-usaha meningkatkan minat baca perlu diberikan. Andaikata berbagai pihak memberikan perhatian dalam pemasyarakatan minat baca dan sarana membaca (perpustakaan serta mendukung fasilitas yang diperlukan), maka tidak yang tidak terlalu lama kita akan menciptakan masyarakat yang berbudaya baca. 

Mari terus menggalakkan budaya baca, dan selamat untuk Baperasda Pemprovsu yang terus mensponsori pertemuan-pertemuan penulis, bedah buku, perpustakaan dan minat baca. Semoga 2012 badan ini semakin meningkatkan kualitas pertemuan-pertemuan minat baca dengan melibatkan lebih banyak pihak untuk terlibat. Sehingga kita tidak lagi menonton penumpang di kereta api mengantuk, ngerumpi, ngobrol ngalur ngidul, tetapi mereka membaca, seperti penumpang kereta api di Eropa!.