My 500 Words

Sabtu, 04 Februari 2012

PERPUSTAKAAN DAERAH: “Harapan Pengguna Perpustakaan” Presentasi 2007

Oleh : Ir Jannerson Girsang[2]
Pengantar
Memenuhi permintaan bapak Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah No 041/5939/BPAD/07 tanggal 6 Nopemer 2007, perihal Permohonan Menjadi Pembicara dalam rangka Koordinasi Pemantauan Pelaksanaan Undang-undang No 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dengan topik seputar masalah di atas, maka dengan segala keterbatasan baik dari segi kemampuan maupun data yang dimiliki, kami mencoba mempersiapkan tulisan ini.
Tulisan sederhana ini hanyalah sebuah pengantar diskusi kita ke arah perkembangan kebutuhan seorang ”pengguna” perpustakaan ke depan, serta pengembangan perpustakaan itu sendiri, khususnya peran Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Bapresda) memenuhi kebutuhan tersebut. Tulisan singkat ini tidak menawarkan konsep, namun hanya mengungkapkan keluhan serta harapan-harapan baru bagaimana seharusnya Perpustakaan dapat menjangkau kebutuhan para ”pengguna”nya.  Sebagai penulis dan memahami seputar penerbitan, maka kami mewakili kecenderungan sebagian kebutuhan pengguna  yang berkaitan dengan tugas-tugas perpustakaan.  

Perpustakaan dan Perubahan  Yang Cepat  
Di awal 1990-an, ketika Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Utara masih berada di Jalan Iskandar Muda, kami memanfaatkan perpustakaan ini sebagai alternatif utama untuk mencari rujukan dan informasi yang diperlukan. Saat itu kami bekerja sebagai wartawan. Kami memiliki kartu anggota dan menggunakannya untuk meminjam buku.
Namun, setelah pindah ke lokasi yang sekarang—depan Istana Maimun, kami makin jarang mengunjunginya. Disamping jaraknya yang makin jauh dari lokasi tempat tinggal kami, hal  lain adalah tersedianya perpustakaan lain yang lebih baik, bertumbuhnya toko-toko buku besar di Medan--selain membeli buku, kami juga  manfaatkan toko buku sebagai tempat membaca buku-buku baru, turut menjadi pendorong menjadikan perpustakaan tersebut jadi alternatif ke sekian dari sumber informasi yang tersedia.   
Bagi kami, saat itu Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Utara menjadi semakin menurun fungsinya sebagai alternatif sumber informasi, seiring dengan masuknya teknologi internet sekitar pertengahan 1990-an. Kemudian dengan masuknya internet dan kami mulai mengenal Yahoo, kemudian menyusul Google, kami memasuki era baru dan cara baru memanfaatkan perpustakaan.
Internet kemudian memungkinkan kami mengakses ”Perpustakaan Raksasa” yang menawarkan jasa layanan ”informasi apa saja”, “dimana saja” dan “kapan saja”. Kartu anggota tidak dubutuhkan lagi. Kami hanya perlu komputer yang dilengkapi dengan modem dan tersambung dengan kabel telepon.
Hanya dalam hitungan tahun, pola pelayanan yang kami butuhkan sudah berubah dengan cepat. Sebagai pelanggan perpustakaan di awal 1990-an, kami harus menempuh jarak ke perpustakaan, mencari buku dengan menjelajahi lorong-lorong rak buku yang masih dengan direktori ”tradisonal”, berubah menjadi hanya ”duduk di depan komputer”, tanpa jarak dan hanya melakukan pencarian (search) dengan menekan kata-kata kunci yang kita perlukan. Informasi muncul dan tinggal memilih informasi yang diperlukan.   
Umumnya, kami mengunjungi Gedung Perpustakaan untuk  melihat koleksi buku-buku lama—yang belum masuk ke ”perpustakaan raksasa” tadi,  atau mencari buku-buku baru yang secara ekonomi tidak terjangkau dan kalau buku-buku tersebut sangat mendukung bagi penulisan yang kami lakukan. Jadi perpustakaan yang hanya mengandalkan ”Gedung”nya, sudah berkurang peminatnya.  
Para pengguna internet, bisa mengakses  bermiliar website di ”perpustakaan raksasa” tanpa terbatas oleh jarak, waktu--selama komputer kami dapat dihubungkan dengan pesawat telepon.
Selain itu, perkembangan mesin pencari seperti Google, Yahoo dan lain-lain telah memungkinkan kami secara individu dengan mudah mengakses dan mencari informasi yang diperlukan.
Selain memperoleh akses yang lebih besar, internet telah membawa kami masuk dalam mailing list-mailing list sebagai wadah tukar menukar informasi dengan ribuan orang di seluruh dunia. Selain tukar menukar pengetahuan, bahkan sudah masuk ke dalam transaksi ekonomi, seperti membeli buku misalnya. Ada interaksi diantara penguna ”perpustakaan raksasa” itu.
Orang seperti kami, awalnya hanya sedikit. Namun, pertumbuhannya sungguh mengesankan. Menurut data APJII (Assosiasi Pengusaha Jaringan Internet Indonesia)  hingga akhir 2007, diperkirakan sekitar 25 juta dari 220 juta penduduk Indonesia, atau sekitar 8% sudah menjadi pengguna internet. Pertumbuhan ini cukup besar dibanding dengan 2004 yang masih sekitar 12 juta pemakai. 
Ada hal yang perlu disimak dalam hubungan dengan kecenderungan di atas. Fakta di Sumatera Utara menunjukkan bahwa perpustakaan-perpustakaan (provinsi dan tingkat II) yang ada saat ini sebagian besar berada pada wilayah yang dapat dijangkau internet. Di Medan sendiri terdapat lebih kurang 25% dari sekitar 160 lebih perpustakaan. Dan sebagian besar perpustakaan yang ada, berlokasi di ibu kota kabupaten/kota yang sebagian besar sudah dapat diakses dengan internet.
Itulah sekilas, perubahan perilaku seorang pengguna sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi. Kami  bisa membayangkan, kira-kira seperti inilah nantinya profil para pengguna perpustakaan ke depan.

Manfaat Perpustakaan
Perpustakaan, apakah itu ”raksasa” atau kecil senantiasa menawarkan dokumen yang penting bagi pembaca. Pengalaman kami, ”perpustakaan raksasa” tadi menawarkan berbagai jenis informasi, baik dalam bentuk cetak maupun rekam. Mulai dari sekedar informasi umum sampai kepada bahan riset untuk membuat karya-karya yang dipublikasi untuk umum.
”Perpustakaan raksasa” tadi menjadi alternatif lain untuk memperoleh pemahaman dasar atas perkembangan ilmu dan teknologi untuk membekali seseorang menguasai dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 
 Pemahaman tentang sesuatu melalui membaca, memampukan kami untuk menganalisa dan menawarkan jalan keluar atas sesuatu masalah yang terjadi di sekitar kami. Melalui ”Perpustakaan Raksasa” tadi, pengetahuan diupdate secara reguler.
 Sebagai contoh. Kami memperbaharui pengetahuan jurnalistik, public relation, dan pengetahuan lainnya melalui beberapa website di ”perpustakaan raksasa” tadi. Perkembangan jusnalistik misalnya, bisa langsung diakses ke website tertentu di Amerika Serikat, Eropa, atau website para pakar-pakar di dalam negeri.
Sehingga  meski kita berada di ruang belajar di rumah, perkembangan yang ada di di luar maupun di dalam negeri dapat kami ikuti sesuai kebutuhan. Kemampuanpun dapat diukur, dengam membandingkan capaian mereka yang ada di dalam maupun di luar negeri. Publikasi-publikasi  penelitian penting yang diposting hari ini, langsung bisa dibaca dan kemudian diprint dan bisa disharing dengan teman-teman.
Hasil bacaan, kemudian dibahas/analisa diproduksi dalam bentuk tulisan. Kemudian hasilnya dikirimkan melalui internet ke redaksi atau kepada mereka yang membutuhkan. Kami mengangkat karya-karya bangsa melalui berbagai tulisan untuk diketahui pembaca.
”Perpustakaan raksasa” itu justru sudah berkembang menjadi sebuah kegiatan menghasilkan uang. Kami mengembangkan pengetahuan, persahabatan dan mencari uang dengan pertolongan ”perpustakaan raksasa” tadi. Seorang otodidak seperti kami memperoleh pelajaran ilmu jurnalistik, pengetahuan tentang penulisan biografi, pengembangan pengetahuan telekomunikasi, bahkan belajar bahasa Inggeris (khususnya youtube). Luar biasa!. Semua ini belum pernah kami alami saat menjadi mahasiswa pada era 1980-an. Pengetahuan yang kami peroleh, diilhami oleh perkembangan di sekitar,  lantas kami refleksikan dalam bentuk tulisan-tulisan yang bisa dinikmati orang, atau juga kami praktekkan dalam pekerjaan kami di kantor tempat bekerja.
Salah satu hal yang perlu dicatat, perpustakaan adalah salah satu alternatif yang murah bagi warga negara untuk memperoleh pengetahuan di luar sekolah atau pendidikan formal lainnya. Apalagi ada kecenderungan biaya pendidikan cenderung meningkat dan makin melampaui kemampuan warga. 
Dalam pemahaman kami, perpustakaan dalam arti luas, adalah implikasi dari fasilitasi “pendidikan” seumur hidup bagi warga negara. Dia tidak terbatas. “Siapa saja”, dalam waktu yang tidak terbatas “kapan saja”, dan lokasi yang tidak berbatas “dimana saja”.
Dengan demikian, perpustakaan seharusnya menjadi lingkungan keseharian bagi warga. Bagi kami, perpustakaan harus bisa dijangkau dengan cepat, murah dan memberikan informasi yang dibutuhkan. Pengertian Perpustakaan dalam pemahaman kami adalah sebuah ”wujud” kualitas dan kuantitas layanan informasi yang ditawarkan. Bukan sekedar “Gedung Perpustakaan”—tempat penyimpanan dan koleksi dokumen, yang ditempatkan pada satu lokasi “terisolasi”, tanpa terhubung ke dunia luar. Gedungnya Perpustakaan sendiri harus mampu memberikan fungsi sebagai tempat hiburan, interaksi sesama pengguna baik untuk  diskusi maupun menghasilkan sesuatu karya sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Pelayanan kebutuhan pengguna adalah unsur utama konsep pengembangan sebuah perpustakaan. Pemahaman pengelolaan perpustakaan tradisional, akan ditinggalkan oleh pelanggan perpustakaan.

Perpustakaan Online
Salah satu harapan pengguna perpustakaan masa depan adalah perpustakaan yang terkomunikasi melalui  internet, selain mengetahui informasi awal tentang layanan yang tersedia sebelum mengunjungi perpustakaan, agar lebih efisien dan efektif. Beberapa tahun belakangan ini terdapat kecenderungan munculnya perpustakaan otomatisasi, perpustakaan elektronik dan perpustakaan virtual yang berkembang pesat. Sebagai salah satu contoh  di Sumatera Utara adalah Perpustakaan Universitas Sumatera Utara atau perpustakaan-perpustakaan yang lebih kecil. 
Perpustakaan masa depan diharapkan mampu mengkomunikasikan dirinya atau dapat diakses melalui Website dengan berbagai tampilan menarik seperti Audo visual, file dan lain-lain. Komunikasi Audio & Video memiliki nilai tambah, karena banyak orang lebih mudah memahami sesuatu melalui audio dan visual. Komunikasi File  dimana koleksi produk/jasa, atau Profile perpustakaan sendiri, buku, atau Majalah atau file lainnya, dengan mudah bisa dikomunikasikan melalui internet. Karena semua file tersebut, dapat di download oleh siapa saja yang memiliki akses ke perpustakaan melalui internet. Dengan demikian, Perpustakaan akan mampu melakukan komunikasi interkatif dengan penguna karena pengiriman dan penerimaan informasi dapat dilakukan dengan cara yang sangat mudah, otomatis, dan dengan biaya yang sangat minim atau boleh dikata tidak ada biaya.
Website Pepustakaan diharapkan dapat menjadi perpustakaan online dengan konten Sumatera Utara atau daerah kabupaten dan kota yang menjangkau warga dan peminat Sumatera Utara yang terakses ke internet, dimanapun mereka berada. Penghambat bahasa yang selalu dikeluhkan, saat ini sebenarnya tidak masalah lagi. Berbagai alat untuk membantu terjemahan atau ”transtool” sudah banyak tersedia dan bisa di download di internet. Sehingga, baik pengguna yang berbahasa Inggeris maupun di pihak pengguna bahasa Indonesia dapat saling memahami makna sebuah informasi dalam bahasa masing-masing.      
Masalahnya, adalah penyediaan dan updating isi (content) sebuah website, yang masih kurang mendapat perhatian. Kebanyakan website tidak memberikan perhatian atas hal-hal tersebut di atas. Tidak didesain untuk membuat orang ”tertarik” untuk terus mengikuti perubahan yang teratur. Inilah tantangan kita ke depan.
Memenuhi harapan tersebut, dan mengamati beberapa website perpustakaan yang ada saat ini, keluhan pengguna yang utama adalah banyaknya website perpustakaan hanya dibuat sebagai pajangan. Belum melakukan penyajian informasi yang up to date, bahkan ada yang sama sekali tidak berubah dari hari ke hari atau bulan ke bulan. Memang, peranan pustakawan akan menjadi sangat vital di masa depan. 
Untuk melaksanakan harapan di atas, tentunya para pustakawan-pustakawan masa depan harus memiliki paradigma baru. Secara eksplisit dijelaskan oleh Zaslina Zainuddin(2005)[3]  berikut ini. ”Peran pustakawan juga ikut berubah yaitu dari pustakawan yang hanya mengerjakan  tugas-tugas tradisionil namun mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi. Pustakawan profesional pada abad informasi ini dituntut menjadi manajer informasi yang mampu menganalisis, mengorganisasikan, mendesain sistem informasi dan juga mengemas paket informasi untuk kebutuhan pengguna; bukan sekedar hanya mampu mengakses dan menelusur informasi. Mengamati situasi yang ada, pustakawan professional sebagai tenaga manajerial sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan perpustakaan  masa mendatang yang cenderung terus berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
Kalau selama ini buku-buku baru belum dibuat resensi, mungkin sudah waktunya Perpustakaan bekerja sama dengan media mempublikasikan resensi buku. Bahkan kalau perlu, diadakan perlombaan-perlombaan meresensi buku. Hal-hal lain yang masih bersifat data mentah dapat disajikan dengan lebih komunikatif kepada masyarakat.     

Peranan Bapresda Sumut : Harapan Pengguna
Sebagai sebuah badan, secara formal, Bapresda Sumut kami inginkan berfungsi sebagai : Pusat Informasi ilmu pengetahuan dan teknologi dan budaya daerah, Pusat deposit daerah: pengemban UU Nomor 4 tahun 1990 tentang Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam Karya Cipta di daerah, Pusat pengembangan sistem perpustakaan dalam rangka sebagai pembina semua jenis perpustakaan daerah, Pusat pengembangan dan pembinaan sumberdaya manusia di bidang perpustakaan, serta pusat hubungan dan kerja sama antar perpustakaan di daerah. 
Sebagai pusat informasi dan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya daerah  Bapresda diharapkan lebih memantapkan identitas Sumatera Utara, dengan memfasilitasi berkembangnya pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, adat dan budayanya. Hal itu dapat terwujud apabila perpustakaan turut  memberdayakan masyarakat menyediakan hasil karya, rekam sehingga dapat dibaca oleh seluruh kelompok suku, melalui perpustakaan..
Untuk meningkatkan karya cetak dan rekam warga, tentunya perpustakaan tidak hanya berhenti pada memberdayakan pengguna untuk membaca. Diharapkan Bapresda bisa mengembangkan perpustakaan sebagai tempat diskusi, penelitian dan penulisan. Beberapa perpustakaan yang sudah maju, bisa dijadikan sebagai tempat belajar atau ”pilot project”, yang nantinya menjadi acuan bagi perpustakaan-perpustakaan yang masih terbelakang.
Dalam fungsinya sebagai pembina semua perpustakaan di daerah ini, Bapresda diharapkan mampu memberdayakan pustakawan dan perpustakaan yang tersebar di kabupaten/kota. Baik mereka yang tidak terjangkau oleh internet maupun yang sudah terjangkau internet. Kegiatan koordinasi memberdayakan melalui jaringan dengan seluruh universitas, sekolah,  perlu digalakkan sehingga masing-masing dapat saling memberi manfaat. Sehingga perpustakaan di satu lokasi bisa saling melengkapi.
Bekaitan dengan pelaksanaan Undang-undang No 4 tahun 1990 dan pemberlakuan otonomi daerah, salah satu komunikasi aktif dari Bapresda ke sebagian pengguna (penulis dan penerbit) adalah dari sisi karya cipta dan rekam. Harapan kami kiranya Perpustakaan Daerah dapat semakin meningkatkan perannya, khususnya dalam pelaksanaan UU No 4/1990. 
Dari pengalaman selama ini, dalam melengkapi persyaratan sebuah penerbitan buku, kami hanya berhubungan dengan Perpustakaan Nasional. Di dalam persyaratan penerbitan buku, Perpustakaan Nasional memberikan kewajiban bagi penerbit saat mendapatkan ISBN. Permohonan ISBN dilakukan ke Perpustakaan Nasional dan kemudian Wajib Serah Simpan yakni mengirimkan dua eksemplar buku juga ke Perpustakaan Nasional, setelah buku diterbitkan dalam selang waktu yang sudah ditetapkan.
Dalam fungsinya sebagai pusat deposit daerah, maka kerja sama dengan penerbit untuk mendorong mereka mengirimkan dua eks ke Bapresda. Sampai saat ini kami belum pernah melakukan Serah Simpan ke Perpustakaan Daerah. Kita berterima kasih kepada rekan-rekan penerbit surat kabar di daerah ini yang dengan setia menyerahkan terbitannya, sehingga pengguna bisa memaca berita aktual daerah ini.
Dengan adanya otonomi daerah, maka sepengetahuan kami Perpustakaan Daerah telah menjadi unit kerja di lingkungan Pemerintah Propinsi/Kota/Kabupaten, sehingga sudah tidak dalam hubungan struktural terhadap Perpustakaan Nasional. Artinya, karya cipta dan rekam warga Sumatera Utara belum sepenuhnya disimpan di Perpustakaan Daerah. Tapi ada hal yang perlu dipertimbangkan juga. Andaikata semua karya cipta diserahkan, apakah ruang yang dimiliki cukup untuk menampung dan memeliharanya?. Kalau itu dilaksanakan, tentunya kapasitas gedung dan pengelola juga harus ditambah.  
Dari sisi pengguna, kami mengharapkan agar penyempurnaan atau revisi terhadap UU No.4 tahun 1990 dan pemberdayaan Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang ini. UU No.4 tahun 1990 dapat dilakukan segera. Sehingga  fungsi menghimpun, menyimpan, melestarikan dan mendayagunakan semua karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di wilayah ini dapat berjalan dengan semestinya. Para penerbit buku, surat kabar serta pihak-pihak lainnya dapat segera menerahkan hasil karya cipta dan rekamnya, sehingga Perpustakaan Daerah ini menjadi sebuah deposit yang dapat diandalkan.
Melihat harapan-harapan di atas, tentunya keberadaannya Bapresda saat ini perlu mendapat perhatian.  Saat ini, koleksi buku yang dimiliki sekitar 120 ribu eksemplar buku yang terdiri dari 12 ribu judul dari berbagai bidang ilmu seperti ekonomi, bahasa, agama, kedokteran, teknik, sastra, sejarah, hukum, politik dan budaya. Angka ini jauh lebih kecil dari koleksi yang ada di Universitas-universitas. Universitas Sumatera Utara misalnya, jumlah buku dan koleksinya jauh lebih besar dari yang dimiliki Bapresda.
Bapresda baru membina sekitar 13 perpustakaan di kabupaten/kota, 15 perpustakaan kampus, 90 SMA, 127 SMP, 15 MTS, dan 30 taman bacaan masyarakat. Tentu peran ini masih sangat kecil dibandingkan dengan 26 kabupaten/kota, 252 perguruan tinggi, 1369 SMU dan SMK. (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006).  
Dari 12 juta jiwa penduduk propinsi ini, sampai saat  ini, baru dapat menarik perhatian 600 pengunjung setiap hari. Anggota perpustakaan baru mencapai 3000 orang. Disamping melayani para pengunjung, Bapresda juga melakukan pelayanan keliling ke luar kota Medan seperti Deli Serdang, Labuhan Deli, Sunggal, Namorambe, Deli Tua, Selayang dan Medan Labuhan, serta wilayah lainnya. Dari sini terlihat bahwa peran Bapresda harus didukung oleh seluruh perpustakaan yang ada di propinsi ini.

Penutup
Demikianlah sajian yang sangat jauh dari sempurna ini kami sampaikan ke hadapan para hadirin, semoga bermanfaat menjadi sebuah bahan diskusi dalam mendorong perpustakaan di Sumatera Utara menjadi sebuah pusat ilmu pengetahuan, teknologi, budaya yang handal.



[1] Disajikan Pada Koordinasi Pemantauan Pelaksanaan Undang-undang No 4 Tahun 1990 pada Kamis, 8 Nopember 2007, di Hotel Dharma Deli
[2] Pengguna Perpustakaan, Penulis. Tinggal di  Medan
 
[3] Zainuddin, Zaslina, 2005, Kebutuhan Pustakawan Profesional di Propinsi Sumatera Utara. Pustaha : Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi Vol 1. No 1. Juni 2006

Tidak ada komentar: