Oleh: Jannerson Girsang
Memberi bantuan kepada perempuan miskin, tanpa agunan. Mungkinkah?.
Terinspirasi dari pengalaman Muhammad Yunus, Grameen Bank di Bangdesah yang memberi bantuan kepada perempuan miskin, seorang dokter menerapkannya di berbagai tempat di Provinsi Sumatera Utara.
Menyambut Hari Perempuan Internasional, pagi ini, saya mengantarkan ke ruang teman-teman seorang laki-laki bernama Rizali H. Nasution, penerima piala Kick Andy Hero 2015, pada 28 Pebruari 2015 lalu.
Kick Andy adalah sebuah tayangan Metro TV yang mengungkap kisah-kisah menginspirasi dari seluruh tanah air. Mereka yang tampil di sana adalah pejuang-pejang kehidupan, pahlawan-pahlawan yang bekerja dalam "sunyi", jauh dari publikasi.
Kick Andy menilai Rizali berhasil meningkatkan ekonomi kaum perempuan desa. Sejak 1999 dokter kelahiran 22 September 1951 itu, melalui lembaga keuangan yang didirikannya Pokmas Mandiri, telah membantu keuangan (micro finance) kepada 45.000 perempuan desa di berbagai kabupaten di Sumatera Utara.
Sebelumnya, bertahun-tahun beliau terlibat dalam membantu masyarakat di pedesaan.
"SUDAH sejak tahun 1983 Dr Rizali Harris bersama sang ayah H. Harris Nasution, mendirikan sebuah Yayasan Humaniora. Mulanya yayasan ini bergerak mendukung program keluarga berencana yang kesannya waktu itu dipaksakan pemerintah," seperti dikutip harian Medan Bisnis
Program ini tidak berjalan berkesinambungan, karena ketergantungan masyarakat sangat besar. "Ada yang salah dalam strategi itu," katanya.
Menurut Rizali, dengan hanya memberi penyuluhan atau bantuan secara sporadis, tanpa meningkatkan pendapatan masyarakat, tidak akan memandirikan mereka, mereka tetap tergantung kepada donor--orang-orang yang membantu.
Di sanalah muncul pemikiran kreatif.
Dokter yang tetap membuka praktek sambil terus membantu masyarakat miskin desa ini, kemudian berhasil menemukan obat agar masyarakat desa dapat meningkatkan ekonominya.
Suatu ketika beliau mendapatkan seorang teman dan menghadiahkanya sebuah buku: berjudul Banker to The Poor, The Autobiography of Muhammad Yunus, pendiri The Grameen Bank di Bangladesh. Buku itulah yang memberikan ilham padanya mendirikan lembaga keuangan mikro itu.
Pintu masuknya adalah melalui peningkatan pendapatan keluarga atau income generating. "Harus melalui perempuan dan sangat miskin".
Rizali kemudian mendirikan Pokmas Mandiri, yang orientasi programnya diarahkan untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan masyarakat mandiri. "Modal awalnya cuma Rp 60 juta, tek-tekan, patungan dari teman-teman,"ujarnya.
Ada kekhawatiran di awal, program ini gagal. "Kalau gagal, yah berhenti di sini," katanya
Namun, kekhawatiran itu tidak terjadi. Modal sekecil itu, ternyata kini bisa membangkitkan ekonomi puluhan ribu perempuan desa. "Rasanya seperti mimpi," katanya dalam statusnya, merespons penghargaan yang diterimanya.
Selamat Pak Rizali!.
Semoga dokter-dokter lain mengikuti jejak bapak. Tidak hanya melayani pasien di ruang praktek, tetapi juga memikirkan mereka yang terbelit oleh kesulitan ekonomi di desa.
Memberi bantuan kepada perempuan miskin, tanpa agunan. Mungkinkah?.
Terinspirasi dari pengalaman Muhammad Yunus, Grameen Bank di Bangdesah yang memberi bantuan kepada perempuan miskin, seorang dokter menerapkannya di berbagai tempat di Provinsi Sumatera Utara.
Menyambut Hari Perempuan Internasional, pagi ini, saya mengantarkan ke ruang teman-teman seorang laki-laki bernama Rizali H. Nasution, penerima piala Kick Andy Hero 2015, pada 28 Pebruari 2015 lalu.
Kick Andy adalah sebuah tayangan Metro TV yang mengungkap kisah-kisah menginspirasi dari seluruh tanah air. Mereka yang tampil di sana adalah pejuang-pejang kehidupan, pahlawan-pahlawan yang bekerja dalam "sunyi", jauh dari publikasi.
Kick Andy menilai Rizali berhasil meningkatkan ekonomi kaum perempuan desa. Sejak 1999 dokter kelahiran 22 September 1951 itu, melalui lembaga keuangan yang didirikannya Pokmas Mandiri, telah membantu keuangan (micro finance) kepada 45.000 perempuan desa di berbagai kabupaten di Sumatera Utara.
Sebelumnya, bertahun-tahun beliau terlibat dalam membantu masyarakat di pedesaan.
"SUDAH sejak tahun 1983 Dr Rizali Harris bersama sang ayah H. Harris Nasution, mendirikan sebuah Yayasan Humaniora. Mulanya yayasan ini bergerak mendukung program keluarga berencana yang kesannya waktu itu dipaksakan pemerintah," seperti dikutip harian Medan Bisnis
Program ini tidak berjalan berkesinambungan, karena ketergantungan masyarakat sangat besar. "Ada yang salah dalam strategi itu," katanya.
Menurut Rizali, dengan hanya memberi penyuluhan atau bantuan secara sporadis, tanpa meningkatkan pendapatan masyarakat, tidak akan memandirikan mereka, mereka tetap tergantung kepada donor--orang-orang yang membantu.
Di sanalah muncul pemikiran kreatif.
Dokter yang tetap membuka praktek sambil terus membantu masyarakat miskin desa ini, kemudian berhasil menemukan obat agar masyarakat desa dapat meningkatkan ekonominya.
Suatu ketika beliau mendapatkan seorang teman dan menghadiahkanya sebuah buku: berjudul Banker to The Poor, The Autobiography of Muhammad Yunus, pendiri The Grameen Bank di Bangladesh. Buku itulah yang memberikan ilham padanya mendirikan lembaga keuangan mikro itu.
Pintu masuknya adalah melalui peningkatan pendapatan keluarga atau income generating. "Harus melalui perempuan dan sangat miskin".
Rizali kemudian mendirikan Pokmas Mandiri, yang orientasi programnya diarahkan untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan masyarakat mandiri. "Modal awalnya cuma Rp 60 juta, tek-tekan, patungan dari teman-teman,"ujarnya.
Ada kekhawatiran di awal, program ini gagal. "Kalau gagal, yah berhenti di sini," katanya
Namun, kekhawatiran itu tidak terjadi. Modal sekecil itu, ternyata kini bisa membangkitkan ekonomi puluhan ribu perempuan desa. "Rasanya seperti mimpi," katanya dalam statusnya, merespons penghargaan yang diterimanya.
Selamat Pak Rizali!.
Semoga dokter-dokter lain mengikuti jejak bapak. Tidak hanya melayani pasien di ruang praktek, tetapi juga memikirkan mereka yang terbelit oleh kesulitan ekonomi di desa.
Medan, 9 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar