My 500 Words

Selasa, 10 Maret 2015

Berkeluarga dan Berteman Seumur Hidup


Oleh: Jannerson Girsang

"Ages of experience have taught humanity that the commitment of a husband and wife to love and to serve one another promotes the welfare of children and the stability of society," (Jacks King).

"Pengalaman berabad-abad mengajarkan umat manusia bahwa komitmen suami dan istri untuk saling mengasihi dan melayani satu sama lain meningkatkan kesejahteraan anak-anak dan stabilitas masyarakat , ".

Masih adakah yang ingin mempertahankan atau membiarkan "keretakan" rumah tangganya berlangsung terus?

Kembalilah ke awal komitmen: "Setia Sampai Akhir". Visi rumah tangga dan anggota keluarga: "hanya dipisahkan oleh kematian".

Jauhkan istilah:"kau bukan istriku/suamiku lagi, kau bukan anakku/orangtuaku lagi, kau bukan saudaraku lagi".

Belajar seumur hidup menuju keluarga seumur hidup. "Kau yang pertama, kaulah yang terakhir, selama hidupku" .Seperti lagu Batak Pop mengingatkan kita yang sudah berkeluarga: "Ho do na parjolo, ho do na parpudi saleleng ngolungkon,". .

Prinsip ini akan memperkuat dasar pertemanan kita di tengah-tengah masyarakat. Berteman juga seumur hidup, jangan mau dipisahkan hanya karena "beda dukungan politik, beda status, beda kulit, apalagi cuma karena rupiah lalu engkau berpaling muka, tak mau menatap lagi"

Kesepian, penyakit paling parah dan akan kita alami, ketika kita lanjut usia, seperti pengalaman banayk orang,

Itulah sebabnya pertemanan saat ini mahal sekali. Di usia 60-an, kita akan banyak kehilangan teman karena meninggal, karena pindah ke tempat yang jauh dan komunikasi tidak lancar.

Kalau dari sekarang teman sudah dibatasi, maka akan sulitlah hidup kita di masa yang akan datang.
Binalah pertemanan seumur hidup, karena pertemanan yang baik di masyarakat akan mendorong stabilitas yang semakin baik.

Sebaliknya, memicu bermusuhan akan memakan banyak korban, karena menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang tidak tau menahu turut menjadi korban. Stabilitas jelas terganggu.

Permusuhan antara suami istri, apalagi berujung pada perceraian, lebih parah dampaknya. Akan menimbulkan korban pada anak-anak, korban pada teman, pro kontra di keluarga.

Di televisi kita menyaksikan artis yang bercerai, satu pihak menjelekkan satu pihak, dan ratusan bahkan ribuan orang akan terlibat pro dan kontra. Stabilitas keluarga besar terganggu, bahkan bisa menimbulkan ketidaknyamanan pada relasi-relasi keduanya.

Sekali lagi: ""Pengalaman berabad-abad mengajarkan umat manusia bahwa komitmen suami dan istri untuk saling mengasihi dan melayani satu sama lain meningkatkan kesejahteraan anak-anak dan stabilitas masyarakat".

Medan, 5 Maret 2015

Tidak ada komentar: