My 500 Words

Selasa, 10 Maret 2015

Sombong=Nol=Nulifier, Rendah Hati=Amplifier


Oleh: Jannerson Girsang

Mencermati status Guru Etos hari ini yang berbicara tentang "sombong" dan "rendah hati", saya sedikit tergugah! "Sombong=nol=nulifier. Sebaliknya, rendah Hati=Amplifier, siapapun yang menyertainya akan naik kelas".

Dampaknya ketika kita sombong dan dampaknya akibat kerendahan hati. Dua-duanya kita pernah lakon
Memang, kesombongan banyak mengeluarkan kata-kata menyakitkan, selalu berusaha merendahkan yang lain, Nggak nyaman pasti mendengarnya.

"Saya Tak Perlu Dokter Indonesia!", kata Si Sombong.

"Saya tidak memerlukan kamu," kata si Sombong

"Kalau saya tidak ada, maka kamu tidak ada apa-apanya," kata si Sombong

"Saya kan sudah pernah jadi ini, jadi itu. Kamu itu tak ada apa-apanyalah," kata si Sombong

"Sayalah satu-satunya yang memikirkan dan bekerja keras membangun gedung kita ini," kata si Sombong.

"Kamu tidak tau kalau aku ini orang hebat. Aku punya jabatan dimana-mana. Saya juga anak turunan orang kaya. Kamu ini apa?," kata si Sombong

Lambat atau cepat, melihat orang seperti ini, orang-orang pada lari semua! Dia menjadi nol.

Tapi ada juga yang senang dengan kesombongan. Di sekelilingnya tinggal orang-orang sombong yang sejenis.
Ada yang mau karena dibayar dengan "uang", materi, atau mau menjual harga dirinya supaya dia bisa ikut sombong--membentuk kelompok orang-orang sombong, walau menderita.

Orang sombong cenderung mengisap dan mengisap terus mempertahankan kesombongannya dengan merugikan orang lain. Ya materi, ya kehormatan.

Tak ada dampak baik bagi sekelilingnya, selain mengelompokkan orang menjadi eksklusif, membuat suasana kacau dengan sekeliling.

Sombong memang tidak bisa bergabung dengan rendah hati, ibarat air dengan minyak.

Bertindak hanya pura-pura! Jumlah uang perolehannya, dan pengetahuan yang dimilikinya tak sebanding dengan sumbangan materi atau pembelajaran yang diberikannya kepada orang lain. Tak peduli orang lain, apalagi orang banyak.

Pemberian hanya berupa "sisa-sisa" dengan pamrih "kehormatan besar" Parahnya semua harus diimbal balik dengan "kehormatan". Dia akan ngambek dan akan menghentikan aksi atau "bantuan"nya kalau tidak dapat pujian.

Dalam kehidupan nyata tidak jarang terlihat orang-orang seperti ini dan seringkali tampak seolah jadi pemenang dimana-mana.

Tapi, ingat apapun yang menyertai kesombongan akan berakhir dengan nol, seperti disebut Guru Etos pagi ini.

Mario Teguh juga berkata: "Kita hanya tidak sabar menunggu ujung kisah si sombong. Tidak pernah orang sombong menjadi pemenang"

Sebaliknya orang yang rendah hati akan berkata:

"Tuhanlah yang menjadikan semuanya ini. Saya memiliki kewajiban membagikannya kepada Anda, dan kepada yang lain. Semuanya ini berasal dari padaNya. Tanpa Dia, saya tidak ada apa-apa. Tanpa Anda semua saya juga tidak apa-apa," ujar si Rendah Hati.

Dimana dia berada, orang akan berkumpul melakukan hal yang membuat lingkungan--kepentingan bersama menjadi lebih baik. Apa yang dikatakannya menjadi pedoman--dipatuhi dan dilaksanakan orang dengan suka cita.

Dia berbicara, melaksanakan apa yang dikatakannya, dan memaknai hasil kerjanya sebagai anugerah Tuhan yang pantas dinikmati orang lain juga.

Orang yang rendah hati akan membuat sekelilingnya naik kelas, maju bersama!

Orang kaya yang rendah hati akan membuat banyak orang kaya, atau paling tidak merasa kaya. Orang pintar yang rendah hati akan membuat orang lebih banyak pintar, atau setidaknya tidak merasa bodoh

Orang miskin yang rendah hati dilukiskan dalam kisah janda miskin di Perjanjian Baru. Janda yang hanya mampu memberikan dua keping uang. Tapi itulah seluruh miliknya. Dialah yang terbesar, orang yang rendah hati.

Yesus tidak terkesan oleh pemberian yang banyak dari orang kaya, yang memberi ”dari kelebihan mereka”, tetapi oleh sumbangan kecil janda miskin itu. Apa yang ia lakukan menyentuh hati Yesus karena ’dari kekurangannya janda itu menjatuhkan semua sarana penghidupan yang dimilikinya’. (Lukas 21:4)

Tetapi kadang mereka-mereka tertutup oleh "kisah sukses sementara" si Sombong.

Ingatlah kata Mario Teguh: " "Kita hanya tidak sabar menunggu ujung kisah si sombong. Tidak pernah orang sombong menjadi pemenang"

Kedua sifat itu dimiliki setiap manusia dan semua sudah pernah melakoni keduanya. Saya juga termasuk.
Sama seperti peringatan merokok di bungkus rokok. "Merokok bisa mengakibatkan kanker dst......".

Membacanya mudah. Mengertinya juga mudah, tapi tetap saja banyak orang yang merokok.
Tidak ada orang yang benar-benar dan terus menerus rendah hati, dan benar-benar dan terus menerus sombong.

Pilih, mana lebih baik. Sombong atau Rendah Hati? Kita diutus sang Pencipta lahir ke dunia adalah berusaha setiap hari meminimalkan "kesombongan" dan mengejar "kerendahan hati".

Terima kasih atas inspirasinya hari ini Guru Etos Jansen Sinamo.

Tidak ada komentar: