Oleh: Jannerson Girsang.
“We may not be able to prepare the future for our children, but we can
at least prepare our children for the future.”. (Franklin D. Roosevelt)
Kita tidak bisa mempersiapkan masa depan anak-anak kita, tetapi
setidaknya janganlah lalai mencegah mereka mati sia-sia di jalan raya.
Kecelakaan lalu lintas (lantas) yang melibatkan anak usia remaja tergolong
besar. Perilaku mereka yang cenderung ugal-ugalan dijalanan menjadi salah satu
penyebab kecelakaan lalu lintas yang perlu mendapat perhatian kita semua.
Ketua masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Darmaningtyas
mengungkapkan, 20 persen secara keseluruhan jumlah korban kecelakaan yang
terjadi di jalan raya secara nasional, adalah usia remaja yang sebagian besar
pelajar dan mahasiswa.
Mereka adalah anak-anak penerus bangsa dan sungguh sangat disayangkan
kalau mereka menjadi korban, nyawa melayang sia-sia atau cacat di saat usia
muda. Keadaan ini mengundang semua pihak agar turut serta dalam menekan korban
kecelakaan ini baik pihak orang tua, sekolah, serta kepolisian.
Perilaku Buruk dan Kegamangan Melarang
Seorang berseragam biru putih membonceng dua temannya. Mereka bercanda
sambil menyentak-nyentakkan kakinya ke samping, seolah jalan raya miliknya.
Rokok di tangan dan asap disembul ke udara. Teman-temannya muncul dari belakang
membentuk formasi tiga baris. Mereka memborong jalan raya, tak memperdulikan
kenderaan yang dibelakangnya.
Sebagian besar tidak menggunakan helm, kadang kebut-kebutan di jalan
raya, mendahului atau menyalip pengendara lain di tikungan bahkan mengambil
jalur yang salah walaupun ada rambu-rambu larangan, berboncengan atau menaiki
kendaraan melebihi kapasitas, meski pengendaranya belum cukup umur bahkan tidak
memiliki Surat Izin Mengemudi-SIM.
Mereka seolah merasa kebal hukum. Kalau polisi menyetopnya, mereka lari
tanpa memikirkan resiko. Masih segar dalam ingatan kita peristiwa beberapa
waktu yang lalu di Tebingtinggi. Siswa menabrak kenderaan lain dan tewas
seketika, karena lari dikejar polisi. Kalau sudah begini kita tidak tahu
menyalahkan siapa lagi. Anehnya, kalau diprovokasi bisa yang salah polisi.
Rame-rame merusak kantor polisi yang dibangun dari uang rakyat.
Pemandangan itu tentu sangat meresahkan dan mengganggu saat berkendara
di kota Medan. Kadang sangat menjengkelkan, tetapi itulah mereka: remaja.
Menurut Roslina Verauli, M.Psi, psikolog keluarga dan anak, berusia remaja ke
atas (sekitar usia 12-18 tahun), usia di mana muncul kebutuhan untuk
menampilkan diri dalam pertemanan dan lingkungan. Tentu mereka perlu diarahkan
agar cara menampilkan dirinya tidak mengganggu dirinya sendiri dan orang lain.
Alangkah baiknya, kalau mereka menampakkan eksistensi dirinya dengan prestasi,
tidak dengan kebut-kebutan di jalan.
Anak usia sekolah, yang kebanyakan masih di bawah usia 17 tahun memang
seharusnya belum boleh mengendarai sepeda motor atau mobil. Tetapi faktanya,
kita menemuinya sebagai pemandangan sehari-hari. Tahun lalu, anak penyanyi dan
pencipta lagu terkenal, Ahmad Dhani, Dul, yang masih berusia 13 tahun diizinkan
mengendarai mobil dan mengalami kecelakaan. Dia menyeberang pembatas jalan tol
dan menabrak sebuah minibus yang datang dari arah berlawanan, dan mengakibatkan
korban jiwa penumpang mobil itu.
Tidak Mungkin Dilarang Total, Tapi Harus Dibimbing
Orang tua banyak yang mengizinkan anak-anaknya pelajar tingkat SLTA
bahkan SLTP yang mengendarai kendaraan baik roda dua dan roda empat. Fakta,
orang tua malah menyediakan mobil atau sepeda motor untuk anaknya yang masih
remaja. Mungkin banyak pertimbangan, misalnya tidak terlambat ke sekolah,
mempermudah mobilitas mereka kalau ada pekerjaan rumah bersama, atau ada
kegiatan ekstra kurikuler.
Demikian juga banyak sekolah yang tidak melarang siswanya
menggunakannya meski mereka mengetahui anak-anak itu belum memiliki SIM. Kadang
pihak kepolisian juga enggan menindak mereka walaupun mengetahui anak-anak
seperti itu sebagian besar tidak memiliki SIM. Seharusnya, semua pihak perlu
meningkatkan kepedulian terhadap resiko yang dapat ditimbulkan dari perilaku
masyarakat yang menganggap kondisi ini sebagai suatu kewajaran.
Memang kadang semua serba salah. Melarang total para remaja dan
mahasiswa membawa sepeda motor atau mobil, juga bukan hal yang tepat, mengingat
kondisi tempat tinggal, orang tua, dan mobilitas mereka memang lebih baik
disediakan kenderaan.
Tetapi, satu hal penting yang sering dilupakan adalah mencegah agar
anak tidak melanggar lalu lintas, dengan memberi bimbingan kesadaran
berlalulintas. Mengizinkan tanpa memberi bimbingan adalah tindakan yang salah.
Orang tua, pihak kepolisian, sekolah dan pihak yang bersentuhan dengan
para pengguna kenderaan usia remaja perlu menanamkan kesadaran berlalulintas
dan dialog tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat berkendara di
jalan raya. Pihak kepolisian dan orang tua harus secara bersama-sama melakukan
penegakan hukum bagi mereka yang melanggar lalu lintas.
Saya memiliki empat orang anak dan semuanya sudah selesai kuliah dan
satu lagi masih di perguruan tinggi. Pernah seorang anak saya melanggar
peraturan lalu lintas, tidak menggunakan helm dan dihukum polisi. Saya
membiarkan mereka dan tidak membelanya. Kalau harus membayar biaya tilang yang
resmi, mereka menanggungnya dari uang jajan. Dengan demikian mereka belajar
bertanggungjawab. Orang tua harus selalu mengingatkan penggunaan helm, serta
kelengkapan surat-surat kenderaan dan kondisi kenderaan yang dipakai dalam
keadaan prima.
Selain itu, iklan layanan masyarakat, slogan-slogan yang mengingatkan
bahaya berkenderaan di jalan raya perlu terus digalakkan. Pemerintah dan
lembaga yang mengurusi lalu lintas perlu terus menayangkan iklan layanan
masyarakat tentang panduan berlalulintas yang benar dikhususkan bagi para
remaja, pelajar dan mahasiswa.
Satu hal lagi yang perlu terus dilaksanakan adalah menggalakkan
keteladanan berlalulintas di kalangan siswa. Penerapan Peraturan Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.285/AJ705/DRJD/2010 tanggal 24 Maret 2010
Pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan perlu
benar-benar diterapkan. Peraturan ini adalah proses penilaian atau seleksi
terhadap para pelajar SMA dan/atau sederajat di provinsi dan kabupaten/kota
dari seluruh Indonesia dalam upaya meningkatkan keselamatan lalu lintas dan
angkutan jalan dengan memilih pelajar yang akan ditetapkan sebagai Juara
Pelajar Pelopor Keselamatan Tingkat Nasional.
Berbagai kalangan menilai kegiatan ini memiliki arti positif untuk
meningkatkan kesadaran pelajar dalam mematuhi peraturan lalu lintas, mengurangi
resiko kecelakaan serta menanamkan dan membangun kesadaran generasi muda
melalui pelajar untuk berprilaku tertib berlalu lintas dan tanggung jawab untuk
meningkatkan keselamatan. Disamping itu, kegiatan ini juga berperan untuk
menyebarluaskan informasi tentang keselamatan berlalu lintas di kalangan
generasi muda melalui pelajar, sekaligus penghargaan atas prestasi dan
kepedulian dalam berlalu lintas, sehingga muncul kesadaran sejak di usia mereka
untuk mewujudkan keselamatan berlalu lintas dan angkutan jalan di Provinsi
Sumatera Utara tercinta ini.
Mari kita sambut 2014 dengan kepedulian atas korban-korban kecelakaan
di kalangan generasi penerus. Sayang sekali, kalau kian banyak cacat, atau
meninggal di usia remaja mereka. Banyak hal penting kita lakukan tahun ini,
tetapi jangan lupa satu hal: menyadarkan anak-anak kita untuk mematuhi aturan
lalu lintas. ***