Oleh : Jannerson Girsang
Di tengah-tengah puncak suksesnya, di saat jutaan penonton menunggu penayangan lagu hitsnya Tak Gendong di televisi atau diperdengarkan di radio, ketika dirinya sedang diberitakan dan diulas media, Mbah Surip tiba-tiba pergi untuk selamanya. Penggemarnya tidak pernah mendengar pria pujaannya itu sakit, atau dirawat di rumah sakit.
Pria bernama asli atau Urip Ahmad Aryanto menemui ajalnya pukul 10.30, Selasa 5 Agustus 2009.”Kita mengenalnya sebagai cahaya yang tiba-tiba melintas di langit industri hiburan, tetapi dalam sekejap mata ditelan kabut” (Kompas, 4 Agustus 2009), yang menggambarkan kemunculan dan kepergian Mbah Surip. Bak meteor!.
Orang-orang yang sedang nongkrong di kedai-kedai, restoran mewah, di kediamannya masing-masing, tempat kerja, menyaksikan dengan sedih kepergian ayah empat orang anak itu saat berita kematiannya tersiar. Bahkan pemimpin tertinggi negeri ini, Presiden SBY merasa perlu menggelar jumpa pers untuk menyampaikan belasungkawa atas kepergiannya. Sama seperti yang dilakukan Presiden Amerika Serikat, Obama saat kepergian bintang Pop Amerika, Michael Jackson bulan Juni lalu. Kelebihannya, kalau Michael Jackson sudah terkenal puluhan tahun sebelumnya.
Mbah Surip beristrahat dengan tenang di pekuburan Bengkel Teater Depok. Pada sebuah acara televisi, sehari sebelum Mbah Surip meninggal, seorang dedengkot musik Indonesia, Ahmad Dhani menempatkan Mbah Surip sebagai musikus Indonesia yang hebat. ”Dia unik dan punya gagasan yang bisa diterima masyarakat” ujarnya. Di kesempatan lain, Cak Nun, seorang Budayawan terkenal negeri ini, menggambarkan Mbah Surip sebagai ”Manusia Indonesia Sejati” yang tidak pernah merasa susah, tidak pernah gelisah, tidak pernah sedih dan selalu tertawa, meskipun seringkali di ledek orang, tidak pernah dendam.
Kepergian Mbah Surip tidak hanya meninggalkan lagu-lagunya yang sedang digandrungi jutaan penggemarnya, tetapi juga sebuah kisah kehidupan unik. Di balik ketenarannya, Mbah Surip memberikan pelajaran berharga bagi kita!
Sukses Bukan Tujuan Akhir!
Mbah Surip mengajarkan pentingnya ketekunan dan kesabaran menuju sukses. Puluhan tahun Mbah Surip berkelana. Selain itu, Mbah Surip menginspirasi kita, sukses bisa diraih kapan saja dan puncak sukses bukan segalanya. .
Mbah Surip meraih sukses setelah bertahun-tahun menyanyi dari panggung ke panggung tak mengenal lelah, tempat di berbagai tempat di Jakarta. Lagunya, Tak Gendong bahkan sudah dinyanyikan sejak 2002. Berbagai usaha mempromosikan diri dilakukannya sebelum ini. Mulai dari menjual album yang direkam sendiri sejak 1997. Menawarkan langsung satu demi satu kepada para pengunjung pasar seni di Ancol atau tempat lain. Bahkan, konon tak banyak laku, dan tak banyak membantu ekonominya. Namun, tidak menghentikan semangatnya menanyi terus, mencipta terus, menjual terus. Ironis memang, baru saja dia mulai dikenal luas di tengah-tengah masyarakat luas, Mbah harus pergi.
Dari kehidupannya kita bisa belajar bahwa sebuah sukses bukan tujuan akhir. Sukses Mbah Surip kemudian menuntutnya bekerja lebih keras lagi. Masa istirahat Mbah Surip berkurang. Belakangan hanya tidur 3 jam . Faktor usia dan menurunnya kondisi fisik seharusnya membutuhkan istirahat yang lebih banyak, justru sebaliknya. Sukses, memang tidak serta merta mendatangkan kebahagiaan, hidup senang atau santai.
Keseimbangan di balik sukses sudah menjadi sebuah keharusan. Ada keseimbangan hidup yang perlu dijaga—tanpa mengabaikan keyakinan kita bahwa ajal di tangan Tuhan. Undangan manggung, tuntutan kesempurnaan penampilan dan berbagai harapan orang terhadap sebuah kesuksesan bisa membuat seseorang kelelahan, frustrasi dan gangguan lain Seorang di puncak kesuksesan harus mampu menjaga keseimbangan, bekerja menurut kemampuannya.
Ingatan kita masih segar dengan kisah Michael Jackson. Setelah mencapai sukses, bintang pop Amerika ini malah merasakan kesepian, kehilangan jati diri. Merubah wajahnya dengan operasi plastik sampai berkali-kali, supaya baik dipandang. Menggunakan bantuan obat-obatan mendukung saya tahan fisiknya yang menurun demi memenuhi tuntutan kerja yang meningkat. Obat-obatan yang justru merusak kesehatannya bahkan merenggut nyawanya sendiri .
Pahami Seniman dengan Benar!
Pada kesempatan ini, artikel ini ingin mengkritisi media khususnya dalam memberitakan seorang seniman. Kejelian media dalam mempublikasikan seorang seniman diakui sungguh-sungguh luar biasa mengangkat seorang seniman. Itu sebabnya, media dituntut melihat seorang seniman dengan data dan pemahaman yang benar. Kisah Mbah Surip mempertontonkan betapa media kita kurang jeli atas data pribadi seorang seniman.
Dari tangal lahir dan riwayat perjalanan Mbah Surip diberitakan dalam berbagai versi. Mulai dari 5 Mei 1949, 5 Mei 1959, dan beberapa versi lain. Tidak mungkin seseorang dilahirkan dengan tanggal yang berbeda! Riwayat hidupnya sebelum ia tenar juga disajikan dalam berbagai versi. Bukan mengatakan itu hal terpenting, tetapi hal ini menunjukkan media kita kurang jeli melihat riwayat seorang seniman. Media kurang kreatif menggali informasi tentang kehidupan seorang Mbah Surip.
Di sisi lain, kehidupan Mbah Surip menyadarkan kita kembali bagaimana seorang seniman menyampaikan gagasannya, pesan-pesannya. Mbah Surip memilih jalan yang unik. Mbah Surip menjadi sebuah contoh betapa gagasan seni itu banyak di luar kebiasaan. Bahkan dia menyebutnya”belajar salah”. Lagu-lagunya, penampilannya, suaranya, berbeda dari puitisnya lagu Ebiet G.Ade, berbeda dengan merdunya suara emas Bob Tutupoly. Mbah Surip memiliki ciri dan cara sendiri, namun bisa mampu menyejajarkan diri dengan penyanyi-penyanyi tenar itu.
Masyarakat kita acapkali mengekang seorang seniman dengan aturan-aturan yang kadang tidak mengakomodasi kreativitas. Mbah Surip menikmati kebebasan berkreasi sehingga menghasilkan karya yang unik. Seunik lagu Tak Gendong, yang tak ada dimana-mana, hanya ada pada Mbah Surip!
Jangan lihat kulitnya, jangan hanya lihat salahnya. Lihatlah makna yang ingin disampaikannya. Mbah Surip mencurahkan isi hatinya dengan sederhana, tapi membawa pesan kuat. Mengajak saling mengasihi, gotong royong dengan caranya sendiri. Pesan yang menembus seluruh lapisan masyarakat, tak membedakan agama, suku, dan golongan. Kadang masyarakat lupa, kritik yang sering mereka lontarkan kepada seniman hanya dari satu sisi, acapkali mengabaikan pesan utamanya.
Kesederhanaan dan Hidup Bagi Orang Lain
Di tengah-tengah suksesnya, Mbah Surip mempertontonkan kesederhanaan. Sebuah sikap yang menjadi impian masyarakat dalam dunia yang sangat konsumtif sekarang ini. Seorang bintang, lazimnya hidup glamour dan merubah penampilannya. Mbah Surip konsisten dalam memegang prinsip hidup kesederhanaan, Sikap yang tampak jelas dalam penampilannya di televisi, baik cerita yang kita baca melalui media. Bahkan diberitakan dia meninggal saat menumpang tidur di rumah temannya, permintaan terakhirnya burjo ”bubur kacang ijo”, makanan kesukaannya.
Mbah Surip hidup untuk orang lain. Sebagian hasil sukses adalah milik orang lain yang papa. Tidak semua jerih payahnya untuk diri sendiri. Dia senantiasa memikirkan amal kepada mereka yang papa. ”Uang itu sebagian akan saya simpan di bank, sebagian akan disumbangkan untuk amal,”, ungkapnya dalam sebuah wawancara. Ungkapan sederhana yang menunjukkan sikapnya atas orang tak berpunya.
Merokok, minum kopi 20 gelas sehari, itulah yang banyak dinikmati Mbah Surip dari hasil kerja kerasnya. Sisanya akan dinikmati anak-anaknya, keluargana Tentunya juga para orang papa, sesuai dengan cita-citanya seperti seringkali diungkapkannya di televisi. Dia pergi saat sedang berada di puncak sukses. Mbah Surip meninggalkan warisan yang tidak akan pernah dinikmatinya. Hasil kerjanya memberi kehidupan bagi banyak orang.
Selamat Jalan Mbah Surip : I Love You Full!
Mbah Surip sudah dimakamkan di pekuburan Bengkel Teater Selasa malam. Kita semua,para pencinta lagu-lagunya hanya bisa menahan sedih. Tetapi, sebuah pengalaman hidup, dan keunikan karya-karya Mbah Surip tidak akan lenyap. Kisah perjalanan dan prinsip hidupnya menjadi sesuatu yang abadi dan kenangan terindah dari seorang Mbah Surip. Selamat jalan Mbah Surip. I love you Full, jargon yang tidak akan kami lupakan. Semangatmu akan terpatri di hati para seniman Indonesia dan para penggemarmu. Semoga arwahmu diterima disisiNya. Amin!.
Sumber : Analisa, 7 Agustus 2009. Bisa juga diakses dengan mengunjungi: www.analisadaily.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar