My 500 Words

Selasa, 25 Agustus 2009

Belajar Demokrasi dan Membangun Bangsa

Oleh : Jannerson Girsang

Beberapa hari menjelang Peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-64, bangsa Indonesia menerima kado demokrasi, sekaligus sebuah pembelajaran berdemokrasi dan kedewasaan menghadapi sebuah kekalahan. MK memutuskan menerima hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 dan menggugurkan gugatan dua pasangan Capres dan Cawapres. Keputusan ini sekaligus mengukuhkan SBY-Budiono melenggang maju menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2009-2014, yang rencananya akan dilantik Oktober mendatang.


Sebagaimana diketahui, KPU telah mengumumkan pemenang Pilpres 2009 Sabtu 25 Juli 2009 lalu. SBY-BUDIONO menjadi presiden dan wakil presiden terpilih, dengan perolehan suara 60,80 persen, disusul pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto 26,79 persen dan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto 12,41 persen suara. Namun hasil KPU ini digugat oleh kedua Capres dan Cawapres ke sidang Mahkamah Konstitusi (MK).

Drama akhir menuju pelantikan Presiden sudah terlewati dengan sebuah proses yang demokratis. Masyarakat lega. Pencontrengan yang mereka lakukan pada Pilpres Juli lalu sudah membuahkan hasil. Mereka tidak lagi direpotkan dengan persiapan pemilu ulang. Sesuatu yang pantas diacungi jempol adalah sikap kedua pasangan Capres dan Cawapres yang begitu arif dan bijaksana. Seluruh rakyat Indonesia bisa merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, tanpa kekhawatiran Pemilu Ulang. Beda tentunya, seandainya MK membuat keputusan berbeda!.

Tapi, jangan lupa. KPU masih memiliki catatan gelap soal pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pilleg) dan Pilpres 2009. MK menilai mereka kurang professional. Mereka harus berbenah diri. Perlu terus dilakukan usaha-usaha meluruskan yang ”bengkok”. Sesuai harapan kita semua, agar pelaksanaan pemilu atau pilkada ke depan dapat berlangsung lebih baik dari sebelumnya.

Belajar Berdemokrasi!

Para pemimpin kita sudah mampu menunjukkan sikap kesatrianya. Namun, perlu kiranya kita diingatkan kembali bahwa dalam berpolitik, seroang pemimpin dituntut pemahaman soal kepentingan yang lebih besar, kepentingan bangsa. Mungkin cerita Pilpres yang kita saksikan di Amerika Serikat, bisa semacam ilustrasi. Meski sebenarnya sudah kita ketahui bersama, tidak ada salahnya diutarakan kembali disini.

Saat perebutan calon Presiden dan Wakil Presiden dari kubu partai Demokrat antara Barrack Obama dengan Hillary Clinton, kedua bersaing cukup sengit. Keduanya beradu strategi bahkan dengan trick-trick tertentu untuk memenangkan persaingan. Kita bisa menyaksikannya dalam debat-debat di televisi dan berbagai ”berita di balik berita” media cetak atau online.

Mereka memahami bahwa hanya satu pemenang!. Yang kalah harus legowo mendukung pemenang!. Baik Obama maupun Hillary menyadarinya dan memperlihatkannya dalam tindakan. Mengapa?. Bukan semata soal etika politik, tetapi lebih dari itu. Kesadaran bahwa pemenang di tingkat pencalonan presiden dari partai bukanlah sasaran akhir. Ada sasaran yang lebih besar, pertarungan memenangkan Presiden Amerika Serikat.

Keduanya harus bersatu melawan Mc. Cain calon dari partai republik. Hillary sadar, melemahkan Obama hanya akan memperburuk partainya sendiri. Kelemahan Obama adalah kelemahan Hillary sendiri.

Tujuan yang lebih besar mereka capai. Usai pemilihan presiden, tujuan akhirnya adalah membangun negaranya Amerika. Baik Mc Cain maupun Obama sama-sama saling mengakui. Mereka mempunyai sasaran jauh lebih besar ketimbang sekedar memenangkan presiden. Membangun negaranya, itulah sasaran yang lebih besar dari semuanya. Obama harus merangkul kelompok Mc Cain. Beberapa menterinya diambil dari kelompok Mc Cain (Partai Republik).

Obama kemudian mengangkat para pembantunya. Hillary Clinton menjadi Menteri Luar Negeri negara Paman Sam itu, meski pernah merasakan enaknya jadi first lady, tidak rikuh mendampingi Obama—yang masih junior dan ingat dia presiden kulit hitam pertama dan kelompok minoritas di AS. Bukan soal gengsi-gengsian atau status-statusan. Tak ada bedanya menjadi Menlu dan menjadi presiden, mereka adalah pelayan rakyat!.

Rasa hormat Obama kepada Mc Cain yang kalah dan partainya tak pudar. Mc Cain dan Partainya mempersiapkan diri membangun Amerika. Mempersiapkan beberapa menteri dari partainya untuk dipilih Obama. Mc Cain dan Obama bersaing merebut hati rakyat dengan melakukan hal terbaik bagi rakyatnya untuk lima tahun berikutnya. Sebagai partai yang kalah, Partai Republik tidak berdiam diri lima tahun ke depan. Mereka sadar rakyat akan mencatat prestasi mereka dalam pemilu berikutnya

Menarik untuk menyimak kata-kata bijak yang dilontarkan YK pada masa kampanye Pilpres. ”Kalau saya kalah, saya akan ucapkan selamat kepada yang menang. Karena saya memiliki kontribusi untuk membuatnya menang,”kata Yusuf Kalla. Seharusnya, kata-kata bijak ini hendaknya menjadi pedoman bagi semua capres atau cawapres yang bersaing.

SBY-Budiono tinggal menunggu hari-hari pelantikannya Oktober mendatang. Rakyat berharap pasangan ini mampu menunjukkan sikap kesatrianya, mempertimbangkan potensi yang ada pada pasangan Capres dan Cawapres yang kalah. Andaipun kedua pasangan ini tidak terpilih, mereka memiliki kader dengan kemampuan yang mungkin tak dimiliki pasangan SBY-Budiono.

Sikap profesional dan menjunjung kepentingan bangsa, harus tetap dipegang menyikapi kedua pasangan ini. Pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto kini menghadapi sasaran yang lebih besar, membangun bangsa ini ke arah masyarakat yang lebih sejahtera, lebih aman dan lebih terhormat di dunia internasional.

Bersatu!

Bangsa kita yang sudah terpuruk sekian tahun semestinya menjadi perhatian utama. Masa kampanye telah usai, masa saling debat sudah berlalu. Saatnya semua berfikir membangun bangsa menghadapi persaingan yang makin ketat. Jangan bermimpi lagi ”kampanye” bersaing sesama bangsa untuk memenangkan presiden dan wakil presiden.

Menggugat KPU soal DPT dan kekurangan KPU dalam pelaksanaan pemilu yang lalu adalah tindakan yang baik, karena akan menyempurnakan pelaksanaan pemilu ke depan. Tidak kurang dari 200 pilkada akan berlangsung lima tahun ke depan dan harus dilaksanakan lebih baik dari sebelumnya. KPU harus tetap dikritisi. Ini akan merupakan pekerjaan besar bagi Capres dan Cawapres Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto ke depan. Tentunya dengan tetap realistis dan memperhatikan kepentingan bangsa yang lebih besar.

Sebagaimana janji para Capres dan Cawapres ketika memulai kampanye, bangsa ini akan menyaksikan keseriusan tidak saja pasangan SBY-Budiono, tetapi juga para capres dan cawapres yang kalah dalam memenuhi janjinya. Bangsa ini berharap para Capres yang kalah terus memperjuangkan hak-hak rakyat, sebagamana selama ini mereka memperjuangkan daftar DPT. Bangsa ini berharap agar para Capres dan Cawapres dapat menghafal nama-nama warga lima tahun ke depan, sama seperti pemahaman mereka saat sebagian warga tidak masuk dalam daftar DPT.

Semua turut bertanggungjawab dalam menjamin hak-hak para warga. Kita berharap akan menyaksikan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto bersuara tentang pelanggaran hak-hak rakyat lima tahun ke depan. Rakyat tidak hanya butuh didaftarkan di DPT saat Pemilu, tetapi mereka butuh didaftarkan pada lowongan pekerjaan yang ada, mereka perlu didaftarkan sebagai pelaksana bisnis dan usahnya, mereka perlu masuk daftar petani penerima bantuan untuk memberinya kemampuan memulai usaha pertaniannya, mereka perlu didaftar untuk keluar dari kesulitan-kesulitan hidup yang dihadapinya.

Para pihak yang kalah perlu memfasilitasi, meluruskan tindakan-tindakan pemerintah sehingga bisa membuat sinergi 220 juta jiwa bangsa ini mencapai cita-cita Proklamasi 1945, menjalankan UUD 45 dan Pancasila secara murni dan konsekwen. Presiden dan Wakil Presiden, sebagai Kepala Pemerintahan bersama-sama seluruh komponen masyarakat harus bersama-sama membawa bangsa ini keluar dari kemiskinan, kebodohan, bersaing dengan negara-negara lain.

Untuk bisa segera melaksanakan hak-hak rakyat semuanya harus melakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi oleh semua kubu yang selama ini bersaing dalam pilpres, sangat diperlukan untuk memupus berbagai pertentangan dan persoalan yang timbul selama pilpres untuk kemudian menyatukan langkah membangun bangsa dalam lima tahun ke depan. (Analisa, 25 Juli 2009). .

Dirgahayu RI ke-64!.
Sumber: Harian Analisa, 18 Agustus 2009
Bisa di akses melalui : www.analisadaily.com

2 komentar:

agus r mengatakan...

sebentar lagi perayaan 17-an lagi. begitu cepat ya waktu berlalu :)

JANNERSON GIRSANG: Menulis Fakta Memberi Makna mengatakan...

Memang, waktu berjalan seperti anak panah. Cepat dan tidak pernah kembali. Tksh Gus!