My 500 Words

Rabu, 23 April 2014

Perempuan di Abad 21: Bersama Suami Mempersiapkan Anak

Oleh: Jannerson Girsang

Sehari setelah Peringatan Hari Kartini, saya bertanya kepada istri saya.

"Menurutmu sebagai ibu rumah tangga, apa yang kau harapkan dalam hidup bersama dengan suami dan anak-anak, dan hidup bermasyarakat?"

"Bisa mengikuti acara di gereja, menjenguk orang sakit, melayat orang yang meninggal, sekali-sekali cuci mata ke mall, kalau tidak ada uang (kalau punya uang bisa beli barang baru yang diinginkan), mengikuti acara keluarga, bisa membimbing anak-anak, suatu ketika bisa berkumpul (karena 3 putri dan satu putra saya sudah jauh dari rumah), bisa memasak makanan untuk suami, bisa jalan-jalan sekali-sekali. Aku bahagia melihat anak-anakku mampu mandiri dan bisa mewariskan kebaikan yang kami peroleh dari orang tua, senang banyak kegiatan bersama dengan suami, bangga dengan suami."

Mungkin istri saya hanya seorang perempuan yang berfikiran sederhana saja. Tetapi tanpa dia, rumah tangga akan hampa. Dia memiliki kekuatan yang luar biasa. Hati yang tulus, melayani keluarga, mempersiapkan keluarga baru masa depan, serta berbuat hal-hal yang sederhana bagi keluarganya dan masyarakat sekelilingnya.

Mungkin dia tidak seperti Kartini, Helen Keler atau Ibu Theresia. Tapi dia tetap perempuan yang beremansipasi.

Anak-anak lebih suka bertemu dengan ibunya dari ayahnya. Saya kadang iri juga!. "Ini untuk mama!. Untuk bapak apa. Bapak kan udah punya"...

"Kok mama nggak ikut Pak?", serta pertanyaan-pertanyaan lain yang menunjukkan betapa ibunya segalanya bagi anak-anak.

Dia setara dengan laki-laki, sama-sama melayani sesama dengan baik. Memperoleh penghargaan dari sesamanya, menerima kasih yang sempurna dari anak-anaknya, perlindungan dan kenyamanan dari suaminya.

Dia bahagia dengan posisinya seperti itu. Bukankah itu ideal bagi dirinya, dan mungkin juga bagi sebagian wanita lain?

Bagaimana seharusnya seorang wanita yang ideal?. Menurut saya: wanita ideal adalah bersama suami, bisa mewariskan hal-hal yang baik bagi keturunannya, menciptakan suasana damai di dalam rumah tangga, berbuat hal-hal yang mampu kepada lingkungannya, serta menciptakan kenyamanan dengan lingkungannya. (Saya hanya membahas wanita yang memiliki suami, karena saya memiliki istri)

Mudah-mudahan pembahasan tentang perempuan tidak semakin rumit di abad 21 ini. Emansipasi wanita meningkat, hasinya mestinya: perceraian menurun, anak-anak makin berkualitas, rumah tangga dan lingkungan makin nyaman dan damai. Emansipasi bukan hanya enak diucapkan, tetapi orang yang mendengungkannya bisa mempraktekannya dan menciptakan suasana rumah tangganya yang semakin baik.

No gain without pain!. Tidak ada kebahagiaan tanpa pengorbanan masing-masing pasangan. Bahagia dinikmati bersama, kesulitan dihadapi bersama. 


Jangan hanya memandang enaknya saja, apalagi saling menghakimi. Salah sedikit cerai, masalah ekonomi, cerai. 

Medan, 22 April 2014 

Tidak ada komentar: