Oleh: Jannerson Girsang
Di hari-hari Passion ini, saya mengingat hari-hari sedih dan pahit, ketika adikku Parker menuju maut, empat tahun lalu.
Maret 2010 lalu, adikku sakit parah. Dokter memvonis dia mengidap
kanker nasoparing dan memperkirakan usianya hanya tinggal 15 bulan lagi.
Mendengar itu, saya menelepon dia sambil menangis.
Kenapa Tuhan?. Rasa kemanusian, pengalaman saya lebih dominan membawa saya dalam pikiran dan tindakan sendiri.
Kemudian dia dirawat di Rumah Sakit Cikini Jakarta. Saya mendampinginya
sekitar dua minggu. Ratusan teman, keluarga dekat yang mengunjungi dia,
semua berdoa. Ada yang berdoa sambil menangis, bersujud.
Inti doa-doa kami: "Tuhan kasihanilah kami, sembuhkanlah saudara kami".
Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Dia kemudian meninggalkan kami
untuk selama-lamanya, hanya 3 bulan setelah vonis dokter itu, 16 Juni
2010.
Sedihnya tak terlukiskan. Saat itu usianya memasuki 49 tahun dan menyusul istrinya yang meninggal 4 tahun sebelumnya.
Semua hati tertuju, trenyuh pada nasib tiga putrinya yang cantik-cantik dan
pintar-pintar. Saat itu yang tertua baru berusia 19 tahun dan memasuki
semester I di FISIP UI, putri keduanya memasuki Kelas I SMA, dan si
bungsu baru SMP Kelas I.
Kenapa Tuhan begitu kejam? Itulah respon kemanusiaan saya paling pertama muncul.
Waktu kemudian menguatkan putri-putri kami yang ditinggal kedua orang
tuanya. Tuhan tidak pernah memberikan beban lebih besar dari apa yang
mampu kita tanggung.
Saya mengumpulkan ketiganya beberapa hari
sepeninggal adikku. Kita berdiskusi soal harapan. Semua menetapkan
cita-citanya, harapannya dan melupakan semua kepahitan.
Di akhir diskusi, yang tertua dengan tangkas berkata: "Adik-adikku, kita harus kuat, kita harus menatap ke depan".
Keluarga (keluarga istri adikku, keluarga kami dan beberapa teman yang
mau membantu) berembuk untuk pembiayaan mereka bertiga. Semua suka cita
dan memberikan apa yang dapat diberikan semampunya.
Empat
tahun peristiwa itu sudah berlalu. Semua berjalan dengan baik, ketiga
putri almarhum tumbuh dan yakin sepenuhnya mereka tidak dipelihara uang,
gaji, atau orang tuanya, tetapi mereka dilindungi dan dipelihara Tuhan.
Sebuah renungan di hari Passion ini : untuk apa kita
berdoa?. Jesus mengajarkan: "Berdoalah agar kamu tidak jatuh ke dalam
pencobaan".
Kita tidak berdoa untuk sesuatu yang kita
cita-citakan harus tercapai, tetapi berdoa agar Tuhan menguatkan kita
menuju rencana Tuhan yang terbaik bagi kita. Berdoa adalah menguatkan
kita menghadapi peristiwa apa saja dalam hidup kita agar kita mampu
bersyukur atas apapun yang terjadi.
Jesus tidak berdoa agar
Dia diberikan harta, kekuasaan dll yang bersifat duniawi. Tetapi Dia
meminta kekuatan menghadapi maut. Maut yang telah direncanakan bagiNya.
Jesus sendiri, secara kedagingan, tidak menginginkan kematian atas
dirinya.
Katanya: "Ya Abba, Ya Bapa-Ku, tidak ada yang
mustahil bagi-Mu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari
pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti
yang Engkau kehendaki."
Beda Jesus yang berdoa dan
murid-muridnya yang tertidur adalah sikap mereka menghadapi maut. Jesus
mampu menjalaninya, sementara murid-muridnya lari tunggang langgang.
Malah Petrus ketakutan dan menyangkal mengenal Jesus sampai tiga kali.
Menyambut Hari Raya Paskah ini, melalui khotbah-khotbah pendeta, Pdt
Enida Girsang (Kamis Putih) dan Pdt CHE Purba (Jumat Agung), saya
bersyukur karena kemudian diberi pemahaman yang lebih dalam memaknai
soal berdoa.
Sekali lagi, berdoa adalah agar kita diberi
kekuatan menghadapi semua persoalan hidup. Bukan "memaksa" Tuhan
memenuhi keinginan kita. Rencana Tuhan jauh lebih indah dan lebih baik
dari keinginan, cita-cita dan harapan kita.
Ketiga putri kami dari almarhum Parker sedang merajut masa depan mereka menjalani rencana Tuhan yang terbaik bagi mereka : Yani Christin Girsang (kini kuliah di extension UI, S1 melanjutkan studinya, setelah memperoleh D3 Sekretaris, sambil bekerja), Hilda Valeria Girsang (kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Trisha Melanie Girsang, (Siswa SMA Negeri 1 Bekasi). I love you all!.
Mereka mengarungi kehidupan dengan harapan yang cerah. Jauh dari
kekhawatiran kami sebelumnya. Jauh lebih baik dari apa yang kami
pikirkan dan doakan
Doaku setiap hari: Tuhan kuatkan ketiga
putriku agar mereka mampu menjalani dan menerima hari-hari yang telah
Tuhan rencanakan dengan rasa syukur.
Anak-anak dan menantuku Clara Girsang, Anja Novalianto Saragih, Patricia GirsangFrederick Simanjuntak, Bernard Patralison Girsang, Devee Girsang. Berdoalah agar kita mampu menghadapi maut sekalipun!
Semoga pengalaman ini bisa menjadi renungan bagi teman-teman. Selamat Paskah!.
Semoga teman-teman yang sedang merawat saudara-saudaranya tetap
dikuatkan. Kemaren, saya dan teman-teman mengunjungi teman-teman se
gereja, St Wilmar Saragih yang sedang menunggui istrinya Sy Asima Lubis
yang sedang sakit di RS Adam Malik, Mama Heru yang sedang menunggui
anaknya, Heru yang sakit, di RS Adam Malik, Saudaraku Hadomuan Sinaga
dan Br Tarigan yang baru kehilangan bayi mereka. Juga buat Rodear Stp, yang sedang menjaga suaminya (bpk Ronald) yang masuk rumah sakit Mitra Sejati kemaren.
Juga buat Eni Ramayanti JAwak, yang baru kehilangan mamanya, temanku semasa kecil, beberapa waktu yang lalu dalam usia 54 tahun. Juga saudaraku Jon Parman yang baru beberapa minggu lalu kehilangan ayah tercinta di usia 61 tahun.
Semoga kalian membaca artikel ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar