Oleh: Jannerson Girsang
Libur kantor mulai hari ini hingga
Senin mendatang. Terima kasih bagi kantorku yang menyediakan masa
panjang bagiku untuk merenungkan arti penderitaan Yesus menuju Kayu
Salib.
Hari ini adalah sebuah momen terindah sepanjang 53 tahun
hidupku menjelang Paskah. Belum pernah aku memperoleh waktu begini
indah, merenungkan Paskah, kisah perjalanan Via Dolorosa.
Kematian adalah sesuatu yang sangat menyeramkan dan tidak seorangpun
ingin mengalaminya. Manusia sangat sayang pada nyawanya. Masalahnya,
saking sayangnya, manusia memiliki sikap egois, bahkan tidak peduli
nyawa orang lain.
Tetapi ada satu jiwa yang rela dirinya mati
untuk orang lain. Meski Perjanjian Baru mencatat bagaimana Yesus
mengalami pergulatan batin yang luar biasa menghadapi kematian. Berdoa
semalam suntuk, hingga mampu mengatakan: "Bukan kehendakku, tetapi
kehendakMulah yang jadi".
Yesus memberikan teladan yang luar biasa, tentang contoh mengasihi sesama, dengan tunduk kepada perintah yang mengutusNya.
Kitab-kitab Perjanjian Lama menggambarkan seorang yang diurapi (bahasa
Ibrani: Mesias; bahasa Yunani: Kristus) oleh Allah akan menderita
sengsara dan mati sebagai penebus dosa umat manusia.
Sejumlah
nubuat berfokus pada peristiwa ini, dan menurut keyakinan saya sebagai
orang Kristen digenapi dalam kematian Yesus Kristus.
Yesus
menunjukkan teladan, bagaimana sikap atau respons seorang yang tidak
bersalah, disiksa, dihukum, malah dibunuh. Saya, dicolek atau diremehkan
sedikit aja sudah marah. Dikatakan tidak hebat, marah. Teman kalah
Pileg, menyalahkan saya, saya marah juga!.
Dewasa ini,
orang-orang Kristen (Gereja Kristen Protestan Simalungun) merenungkan Peristiwa penderitaan Yesus
melalui Kamis Putih (nanti malam, 17 April 2014, pukul 20.00), Jumat Agung (Jumat pukul
12.00) , kemudian kebaktian peringatan kebangkitan dari kubur pada hari
ketiga (Minggu Pagi), dilanjutkan dengan Kebaktian Tuntunan (lanjutan)
hari Senin.
Tentu, ada perenungan pribadi di luar
kebaktian-kebaktian di atas, seperti yang saya tuliskan ini. 53 tahun
peristiwa seperti ini saya alami, saya masih terus berlatih dan
berlatih, meminta pertolongan, karena kenyataannya dalam kehidupan
sehari-hari, dalam diri saya masih muncul bibit tidak baik: suka marah,
iri hati, senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain
senang, belum tahan diremehkan, acapkali lemah ketika menerima
kegagalan, belum bekerja dengan tulus.
Berdoa, terus berdoa dan
berusaha menghilangkan sikap negatif itu, seiring bertambahnya usia.
Saya dan setiap orang Kristen, sepanjang hidupnya harus terus menerus
merenungkan kata-kata yang keluar dari mulut Yesus selama dalam
penderitaan.
Dari kayu salib, dengan mahkota duri di kepala,
tubuh yang bergelimang darah karena terluka, Yesus berkata: ‘Ya Bapa,
ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (*
Lukas 23:34 ).
Kalimat pendek dan inti dari ajaran Kristen.
Mengasihi setiap orang, bahkan musuh sekalipun, karena Yesus telah
mengasihi saya dan Anda lebih dahulu.
Mampukah kita mengeluarkan
kata-kata yang demikian saat menderita, saat orang dengan sengaja
menghabisi nyawa kita?. Bukankah kita sering membalas air susu dengan
air tuba. Mampukah kita membalas air tuba dengan air susu?.
Paskah mengajar kita menyikapi secara positif, ketika orang membalas
dengan kejahatan bagi perbuatan kita yang baik dan benar, mengambil
makna yang baik dari seuatu yang buruk. "Kalau kamu hanya mengasihi
orang yang mengasihimu, apakah upahmu?".
Saya belum mampu
melaksanakannya. Jangan munafik!. Kalau jujur, Andapun belum mampu,
bahkan mungkin sampai kita berakhir di liang kubur.
Saya dan Anda masih lebih sering menginginkan orang lain lebih dulu berbuat baik, baru kita mau berbuat baik.
Mari saling mengisi, bukan saling menghakimi. Mari merendahkan diri,
bukan menganggap diri paling hebat. Mari merenungkan, memaknai dan
mempraktekkan sikap, ucapan, dan tindakan Yesus ketika dalam
penderitaan hebat:
Memperingati Paskah setiap tahun, merupakan
masa perenungan menuju ke kesempurnaan hidup. Meski tidak pernah
mencapainya, karena hanya Dia yang dapat menyempurnakannya.
Peristiwa ini tidak bisa dimaknai dengan logika dan penjelasan
kata-kata. Mengasihi adalah pekerjaan iman. Dia tidak pernah datang dari
dunia ini.
Mintalah pertolongan, hayati suara Tuhan, alami dan
latihlah iman secara terus menerus. Jangan harapkan sekali mendengar
khotbah langsung berubah total. Biasakan kuping rindu mendengar hal-hal
yang baik.
Tujulah peningkatan pemahaman dan kemampuan
mengasihi istri, anak-anak, teman dan manusia di lingkungan dimanapun
dia berada. Paskah bukan sekedar seremoni!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar