Oleh : Jannerson Girsang
Orang yang taat beragama dan cerdas pasti bicaranya sopan, menghormati
saudara-saudara sebangsanya, tidak tega korupsi, tidak tega melancarkan
fitnah, kampanye hitam, membuat bingung rakyatnya.
Bicaranya
menginspirasi, tindakannya menjadi teladan. Dia memiliki teman-teman,
pendukung yang tidak jauh-jauh beda dari karakternya. Terasa sekali suasana lingkungan kalau mereka tampil: damai, kreativitas berkembang.
Tapi, sebagian bangsa kita sekarang menunjukkan jati diri palsunya.
Mengaku taat beragama, negarawan, tapi mudah marah, emosi, mudah
melancarkan kata-kata "bohong", dengan cara-cara kasar, tak perduli
perasaan orang lain.
Ketika tampil di ruang publik,
melancarkan kata-kata yang membuat kuping merah mendengarnya, tak layak
didengar telinga orang yang waras. Para pendukung di rumah ada yang kerjanya hanya
memikirkan konsep-konsep kampanye gelap, menjatuhkan lawan, bukan
bersaing dengan kreativitas.
Negeri ini banyak dikendalikan
orang yang tidak senang dengan kedamaian, suka mengeluarkan kata-kata
"pembunuh karakter". Mengeluarkan dana besar untuk Obor Rakyat, media
yang penuh fitnah, membuat gusar.
Kesukaannya senang melihat
orang susah, susah melihat orang senang. Tiap hari pikirannya gusar,
takut kalah, tidak sehat, tak ada rasa kemanusiaan, walau menyebut
dirinya manusiawi.
Yang penting menang. Hanya menang!.
Tak peduli, akibat tindakannya. Generasi damai atau generasi berantakan!. Hanya politisi tulen, memenangkan ambisinya.
James Freman Clarke mengatakan, "Seorang politisi berpikir tentang
pemilu berikutnya. Seorang negarawan, berfikir generasi berikutnya".
Bisalah diklasifikasikan, kalau seseorang hanya mau menang saja!
Beda memang rasanya!. Saya tidak berbeban moral memilih orang yang taat
dan cerdas. Senang mendengar apa yang diucapkannya, bangga dengan
prestasinya, hormat kepada sekelilingnya.
Saya merindukan
negeri ini dipimpin seorang yang mampu membuat suasana pemerintahan
penuh kedamaian, ketenangan, dan saling menghormati sesama. Mendorong
kreativitas, bukan ketakutan atau kekhawatiran.
"Tuhan
bantulah negeri kami ini agar tau sopan santun, tau apa artinya bersaing
sehat, menghargai prestasi, tau membedakan mana yang baik dan buruk,
mana tindakan yang benar dan salah.
Kami tau dan sadar Tuhan, Jokowi bukan orang sempurna, bukan malaikat. Sempurnakanlah dia agar mampu menjadi pemimpin kami.
Sama dengan Jokowi, saya hanya rakyar kecil Tuhan. Tidak punya uang
triliunan rupiah untuk membuat kampanye besar untuk Jokowi. Hanya doaku
yang tulus kupanjatkan kepadaMU.
Hanya satu permintaan kami.
Ketuklah hati rakyat kami agar mencintai dan memilihnya. Berilah
kemenangan kepada Jokowi menjadi Presiden.kami di Pilpres 9 Juli 2014.
Bukan kehendak kami, tapi kehendakMulah yang jadi. Tuhan yang tau siapa
yang terbaik. Manusia hanya mampu mengatakan dirinya yang terbaik"
Amin!
Medan, 3 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar