My 500 Words

Rabu, 23 Juli 2014

Salam Persatuan Indonesia

Oleh: Jannerson Girsang

KPU sudah menetapkan pemenang Pilpres, 22 Juli 2014, malam. 


Tak bisa dipungkiri, malam ini mungkin sebagian warga bangsa ini masih merasa terluka, atau kurang puas. Sebuah hal yang wajar dalam sebuah kompetisi.

Semuanya dapat diselesaikan melalui proses hukum, atau dengan jalan musyawarah mufakat, sebuah prinsip hidup bangsa Ini yang kesaktiannya sudah teruji.

Kalau ada perasaan tidak puas, ada dugaan pelanggaran selama Pilpres, silakan menggunakan haknya sesuai prosedur menurut hukum negeri ini dan tidak perlu lagi membuat polemik yang berkepanjangan. Sudah capek, capek sekali.....!

Marilah melihat ke depan, jangan ke belakang melulu. Mata diciptakan lebih banyak melihat ke depan, bukan lebih banyak ke belakang. Tengkuk bisa tegang. 
 

Cepat selesaikan persoalan hukum dan sembuhkan kalau ada yang terluka. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menyembuhkan luka-lukanya sendiri, mampu melakukan konsolidasi diantara sesamanya. .

Kita kini meninggalkan kampanye, meninggalkan polemik Pilpres.

Kalau selama ini pendukung Jokowi bilang Salam No 2, Jokowi, maka mulai hari ini pendukung Jokowi harus mengucapkan Salam Persatuan Indonesia.

Tidak ada lagi pendukung Jokowi, tidak ada lagi pendukung Prabowo (kalau masih ke MK, silakan. Tapi kata Mahfud, sudah tak banyak menolong lagi).

"Lupakanlah No 1, Lupakanlah No 2, Marilah kita ke Indonesia yang Satu, Indonesia Raya. Kita kuat karena bersatu, kita bersatu karena kuat. Salam 3 Jari. Persatuan Indonesia." kata Jokowi dalam pidatonya malam ini.

FB saya tidak lagi pendukung Jokowi, tetapi Pendukung Persatuan Indonesia.

Kata yang ada dalam hati sabubaru kita, tetapi sudah hampir-hampir kita lupakan dalam kehidupan berbangsa danbernegara. Jangan biarkan diri kita terkotak-kotak dalam lingkup-lingkup kecil yang mengungkung kreativitas dan kebebasab berfikir. dan bertindak kita.

Kita harus memulai kehidupan yang lebih membuka diri satu dengan yang lainnya.

Setiap individu bangsa Indonesia memiliki identitas agama, suku, tidak salah mereka melaksanakan agamanya dan memelihara dan mengembangkan budayanya. Tapi harus diingat, kita hidup dan tumbuh di Indonesia, dengan alam dan lingkungan Indonesia, bukan satu agama, bukan satu suku, tapi beragam agama dan beragam suku.

Negeri ini beruntung, karena memiliki empat pilar kebangsaan: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sanalah kita bersandar, itulah yang melindungi kita dalam kehiduoan berbangsa dan bernegara. . .

Bangsa-bangsa lain sangat salut terhadap Pancasilanya Indonesia, salut melihat demokrasi yang sedang berlangsung, salut melihat toleransi bersamanya. Mari kita semua mengembangkan dan memeliharanya dengan baik.

Jangan sampai pilar emas itu kita lupakan, identitas kita hilang dan kita kehilangan arah, lalu dengan mudah diombang ambingkan pengaruh-pengaruh luar.

Kita jangan sampai terjebak!. Agama, suku bukan sebagai pemisah, tetapi adalah alat perekat agar bangsa ini semakin kuat.

Itulah harapanku ketika memilih Jokowi sebagai presiden. Semoga Jokowi mampu mengembalikan identitas Indonesia lima tahun ke depan.

Bangsa yang toleran, bangsa yang memahami dan melaksanakan ajaran agama dengan baik, menghormati pemeluk-pemeluk agama yang berbeda, memahami budaya sukunya dan menghormati budaya suku-suku yang ada di Indonesia.

Marilah mencari kesamaan-kesamaan yang bisa membuat hidup lebih harmonis, jangan terjebak dalam perbedaan yang memisahkan kita satu dengan yang lain. Perbedaan itu Indah, kelolalah perbedaan, menjadi sebuah kekuatan perekat bangsa.

Mencari-cari kesalahan, kelemahan dan menjadikan itu senjata pamungkas menundukkan lawan, bukan budaya Indonesia.

Menutup artikel ini, saya menyajikan pepatah yang sangat populer di Indonesia. "Gajah di pelupuk mata tidak tampak, jarum di seberang lautan kelihatan".

Sebuah kritik untuk orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain. Sikap yang bukan menggambarkan budaya orang Indonesia, karena Indonesia memiliki prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam menyelesaikan konflik, mencari titik temu perbedaan pendapat. . .

Sudah terbukti juga, bahwa orang-orang yang suka mencari kesalahan, dan menggunakan kesalahan itu alat menjatuhkan lawan, kurang mampu melihat kesalahannya sendiri.

Jadikan kelemahan, kesalahan sebagai berkat. Sehingga kita akan menjadi bangsa yang besar dan bersatu.

Hayo, sama-sama mengucapkan. "SALAM PERSATUAN INDONESIA!"


Medan, tengah malam, 22 Juli 2014 

Tidak ada komentar: