Oleh: Jannerson Girsang
Dengan kasat mata, kita menyaksikan jarak yang begitu jauh antara rakyat dengan elit kita. Cara pandang sebagian elit kita tentang Pilpres ibarat langit dan bumi.
130 juta lebih rakyat pemilih sudah menunaikan tugasnya dengan baik. Menerima hasil Pilpres, menerima Presiden terpilih Jokowi memimpin negeri ini untuk lima tahun ke depan. Para pemimpin dunia sudah mengucapkan selamat.
Tetapi segelintir elit masih mempersoalkannya. Mereka memandang PIlpres dengan cara yang jauh berbeda. Jangankan mengucapkan selamat, di hati mereka masih ada harapan "menang".
Pemikiran yang jauh berbeda dengan suara rakyat, suara dunia ini.
Tujuan rakyat memilih agar negara ini memiliki pemimpin yang mereka idam-idamkan dan segera mengisi kehidupan mereka yang lebih baik. Sebagian elit terjun ke Pilpres, hanya "untuk menang".
Rakyat cuma berfikir sederhana. Pemenangnya satu, tapi sebagian elit percaya ada bahwa ada "dua pemenang". Satu yang ditetapkan KPU, satu yang mereka tetapkan sendiri.
Suara rakyat yang jujur, ingin dicederai. Suara itu sudah melalui proses panjang dengan saksi-saksi dari partai politik dan juga rakyat sendiri di TPS. Rakyat percaya hasil hasil coblosan Pilpres dihitung oleh KPU dengan transparan dan jujur.
Ternyata sebagian elit masih belum percaya dan menuduh KPU curang. Anehnya, elit pengadunya pernah menyebut hasl KPU harus dihormati. "Saya akan mengakui hasil Pilpres yang dikeluarkan KPU". Tetapi tak berapa lama, orang yangsama mengatakan KPU tidak jujur.
Sungguh berbeda dengan pandangan rakyat kebanyakan, yang pikirannya tulus dan jernih. . .
Mengadu adalah hak konstitusi. Entah siapa yang memanipulasi. Nanti akan terlihat di MK. Kita tunggu pengaduan Prabowo-Hatta di MK, dan keputusan MK.
Sebagai rakyat pemilih saya terus menonton sandiwara, tapi beda dengan sandiwara radio "Butir-butir Pasir di Laut" yang menghibur, mencerdaskan.
Sandiwara beberapa hari ke depan hanya akan membuat rakyat dan sebagian elit sport jantung. membuat rakyat bodoh.
Tapi bagi yang punya keyakinan sebagai pemilih yang baik, adegan ini hanya sandiwara kampungan. Sebuah sensasi sia-sia bagi rakyat.
Pemenang adalah mereka yang jaraknya dekat dengan rakyat. Itu sudah hukum alam, tak seorangpun bisa menantang hukum itu.
Silakan juga gunakan haknya dengan "kalem" tidak melakukan provokasi dan intimidasi.
Jangan buat langit Indonesia seperti neraka, sementara alam kita indah bagai juwita ratna manikam!.
Para elit, silakan mendekat dengan rakyat, supaya disukai rakyat.
Medan, 25 Juli 2014
Dengan kasat mata, kita menyaksikan jarak yang begitu jauh antara rakyat dengan elit kita. Cara pandang sebagian elit kita tentang Pilpres ibarat langit dan bumi.
130 juta lebih rakyat pemilih sudah menunaikan tugasnya dengan baik. Menerima hasil Pilpres, menerima Presiden terpilih Jokowi memimpin negeri ini untuk lima tahun ke depan. Para pemimpin dunia sudah mengucapkan selamat.
Tetapi segelintir elit masih mempersoalkannya. Mereka memandang PIlpres dengan cara yang jauh berbeda. Jangankan mengucapkan selamat, di hati mereka masih ada harapan "menang".
Pemikiran yang jauh berbeda dengan suara rakyat, suara dunia ini.
Tujuan rakyat memilih agar negara ini memiliki pemimpin yang mereka idam-idamkan dan segera mengisi kehidupan mereka yang lebih baik. Sebagian elit terjun ke Pilpres, hanya "untuk menang".
Rakyat cuma berfikir sederhana. Pemenangnya satu, tapi sebagian elit percaya ada bahwa ada "dua pemenang". Satu yang ditetapkan KPU, satu yang mereka tetapkan sendiri.
Suara rakyat yang jujur, ingin dicederai. Suara itu sudah melalui proses panjang dengan saksi-saksi dari partai politik dan juga rakyat sendiri di TPS. Rakyat percaya hasil hasil coblosan Pilpres dihitung oleh KPU dengan transparan dan jujur.
Ternyata sebagian elit masih belum percaya dan menuduh KPU curang. Anehnya, elit pengadunya pernah menyebut hasl KPU harus dihormati. "Saya akan mengakui hasil Pilpres yang dikeluarkan KPU". Tetapi tak berapa lama, orang yangsama mengatakan KPU tidak jujur.
Sungguh berbeda dengan pandangan rakyat kebanyakan, yang pikirannya tulus dan jernih. . .
Mengadu adalah hak konstitusi. Entah siapa yang memanipulasi. Nanti akan terlihat di MK. Kita tunggu pengaduan Prabowo-Hatta di MK, dan keputusan MK.
Sebagai rakyat pemilih saya terus menonton sandiwara, tapi beda dengan sandiwara radio "Butir-butir Pasir di Laut" yang menghibur, mencerdaskan.
Sandiwara beberapa hari ke depan hanya akan membuat rakyat dan sebagian elit sport jantung. membuat rakyat bodoh.
Tapi bagi yang punya keyakinan sebagai pemilih yang baik, adegan ini hanya sandiwara kampungan. Sebuah sensasi sia-sia bagi rakyat.
Pemenang adalah mereka yang jaraknya dekat dengan rakyat. Itu sudah hukum alam, tak seorangpun bisa menantang hukum itu.
Silakan juga gunakan haknya dengan "kalem" tidak melakukan provokasi dan intimidasi.
Jangan buat langit Indonesia seperti neraka, sementara alam kita indah bagai juwita ratna manikam!.
Para elit, silakan mendekat dengan rakyat, supaya disukai rakyat.
Medan, 25 Juli 2014