Di sekitar kita selalu ada orang yang dikelompokkan orang kaya atau orang pintar. Merekalah sering jadi penentu dan memimpin perubahan lingkungan ke arah yang lebih baik, jadi trend setter.
Masalahnya, apakah semua melaksanakan kewajibannya sesuai statusnya. Karena ketika mereka alpa, maka dampak negatifnya terhadap lingkungan sangat besar. Bayangkan kalau orang kaya pelit mendermakan kekayaannya, orang pintar juga pelit menularkan kepintarannya.
"Kalau Anda (merasa) kaya--karena sebenarnya kaya itu relatif, janganlah kekayaan Anda membuat orang lain merasa miskin, tetapi turutlah mereka menikmati kebanggaan, kebahagiaan karena kekayaan Anda.
Demikian juga, kalau Anda (merasa) pintar, janganlah kepintaran Anda membuat orang lain merasa bodoh, tetapi makin pintarlah mereka karena Anda. Tidak hanya pintar, tapi bijaksana".
"Ulang pangahap kaya hape lang tarbahen pangunsandean, mangahap malo hape lang jadi pangguruan".
Janganlah (merasa) menjadi orang kaya tetapi tidak bisa menjadi tompangan, tumpuan pertolongan,atau (merasa) orang pintar tetapi tidak bisa mengajar.
Kekayaan, kepintaran bukanlah sekedar tontonan sandiwara yang wah, indikator lebih dari yang lain, apalagi menjadi sumber kesombongan, merasa lebih tinggi dari yang lain.
Makin seseorang berstatus kaya, makin seseorang berstatus pintar, makin berat bebannnya.
Orang berstatus kaya mempunyai beban menjadikan lebih banyak orang menjadi kaya, setidaknya merasa kaya, dan orang berstatus pintar menciptakan lebih banyak orang menjadi pintar, atau setidaknya tidak merasa bodoh.
Yang sering terjadi, justru sebaliknya. Karena seseorang kaya atau pintar, tidak mau melaksanakan tugasnya sesuai statusnya, dia menjadi sombong, bahkan mengisolasi diri, membentuk kelompok yang merasa statusnya sama.
Sering tidak disadari bahwa orang disebut kaya karena di sekitarnya ada orang yang belum kaya, disebut pintar karena di sekitarnya ada orang yang belum pintar. Ada orang yang jatuh miskin, ada Orang Kaya Baru (OKB). Berputar seperti roda. Ada orang yang dulu bodoh, sekarang makin pintar. Tentu tidak orang yang makin bodoh, hanya secara relatif, dia lebih bodoh dari yang lain, karena tidak mau belajar.
Harus diingat juga. Di atas langit masih ada langit. Kaya, pintar itu memang sangat relatif. Kaya di Medan, belum tentu kaya di Jakarta, pintar di Medan belum tentu pintar di Jakarta.
Tetapi orang kaya dan pintar di mana saja memiliki tugas yang sama: menjadikan kekayaannya, kepintarannya membuat yang lain lebih kaya, yang lain lebih pintar.
Mungkin kita masih hanya (merasa) kaya atau pintar. Belum menjadi orang kaya, atau orang pintar yang sesungguhnya. Mari kita periksa diri masing-masing!. (Podah ni namatua).
Medan, 3 Pebruari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar