Oleh: Jannerson Girsang
Pemimpin adalah orang yang tau sasaran yang dituju, tau cara menuju ke sana dan menunjukkan jalan ke sasaran itu. (John C Maxwell).
Mereka bukan orang buta menuntun orang buta, yang membuat orang yang
dipimpin terjerumus ke jurang, frustrasi, tetapi menuntunnya ke "rumput
yang hijau", lebih sejahtera.
Ada pemimpin skala kecil, ada pemimpin skala besar, mulai dari pemimpin rumah tangga, hingga pemimpin bertaraf nasional atau internasional.
Dalam perjalanan itu sebagai pemimpin, maka orang yang pertama berubah adalah "pemimpin" itu sendiri, dia harus merubah dirinya pertama kali, menjadi "model" perubahan karakter yang akan dituju!.
Pemimpin adalah orang yang mampu berkata: "Ikuti apa yang saya lakukan", bukan seorang kepala, yang hanya mampu memaksakan anak buahnya dan mengatakan: "kerjakan apa yang saya perintahkan".
Pemimpin adalah seorang "gembala"!. Dia berada di depan, menuntun "biri-biri" ke rumput yang hijau. Dia adalah petunjuk jalan, bahkan dialah jalan itu sendiri. Dia bertanggungjawab atas kesalahan anak buahnya, bukan hanya menghukum atau memecat anak buahnya ketika salah, tetapi membimbingnya.
Saat ini, negeri ini mengalami krisis kepemimpinan. Yang banyak adalah karakter kepala, hanya mampu mengatakan "kerjakan apa yang saya inginkan atau saya perintahkan".
Banyak ide, tetapi ketika diajak melaksanakan ide itu, hanya sedikit yang tau jalan ke sana dan setia menjalankannya.
Banjir ide "cangkokan"--meniru dan mencontek ide dari buku atau ide orang lain yang dia sendiri tidak mengerti, apalagi pernah melaksanakan ide itu. Dia sendiri kalau disuruh membuat rencana pelaksanaan idenya aja nggak tau, apalagi melakukannya.
Asal bunyi, seolah tau segalanya. Ratusan ide muncul dalam setiap rapat, pertemuan, atau di kedai kopi, hanya menjadi "siparayakon", tidak ada yang bisa melakukan, tanpa pernah menjadi kenyataan.
Kalau idenya tidak berjalan, seringkali menghakimi orang lain, atau pemimpin yang dipilihnya, atau bosnya sendiri. seraya berkilah: "Kan aku sudah pernah bilang dulu.., kalian sih nggak mau melakukan.".Sementara dia sendiri hanya diam, tidak melakukan kewajibannya, sebaliknya suka mengkritik pekerjaan orang lain.
Saat ini kita mengalami krisis kepemimpinan, keteladanan. Kita kekurangan orang berkarakter "pemimpin", dan sebaliknya, banjir karakter "kepala".
Medan, 17 Pebruari 2015
Ada pemimpin skala kecil, ada pemimpin skala besar, mulai dari pemimpin rumah tangga, hingga pemimpin bertaraf nasional atau internasional.
Dalam perjalanan itu sebagai pemimpin, maka orang yang pertama berubah adalah "pemimpin" itu sendiri, dia harus merubah dirinya pertama kali, menjadi "model" perubahan karakter yang akan dituju!.
Pemimpin adalah orang yang mampu berkata: "Ikuti apa yang saya lakukan", bukan seorang kepala, yang hanya mampu memaksakan anak buahnya dan mengatakan: "kerjakan apa yang saya perintahkan".
Pemimpin adalah seorang "gembala"!. Dia berada di depan, menuntun "biri-biri" ke rumput yang hijau. Dia adalah petunjuk jalan, bahkan dialah jalan itu sendiri. Dia bertanggungjawab atas kesalahan anak buahnya, bukan hanya menghukum atau memecat anak buahnya ketika salah, tetapi membimbingnya.
Saat ini, negeri ini mengalami krisis kepemimpinan. Yang banyak adalah karakter kepala, hanya mampu mengatakan "kerjakan apa yang saya inginkan atau saya perintahkan".
Banyak ide, tetapi ketika diajak melaksanakan ide itu, hanya sedikit yang tau jalan ke sana dan setia menjalankannya.
Banjir ide "cangkokan"--meniru dan mencontek ide dari buku atau ide orang lain yang dia sendiri tidak mengerti, apalagi pernah melaksanakan ide itu. Dia sendiri kalau disuruh membuat rencana pelaksanaan idenya aja nggak tau, apalagi melakukannya.
Asal bunyi, seolah tau segalanya. Ratusan ide muncul dalam setiap rapat, pertemuan, atau di kedai kopi, hanya menjadi "siparayakon", tidak ada yang bisa melakukan, tanpa pernah menjadi kenyataan.
Kalau idenya tidak berjalan, seringkali menghakimi orang lain, atau pemimpin yang dipilihnya, atau bosnya sendiri. seraya berkilah: "Kan aku sudah pernah bilang dulu.., kalian sih nggak mau melakukan.".Sementara dia sendiri hanya diam, tidak melakukan kewajibannya, sebaliknya suka mengkritik pekerjaan orang lain.
Saat ini kita mengalami krisis kepemimpinan, keteladanan. Kita kekurangan orang berkarakter "pemimpin", dan sebaliknya, banjir karakter "kepala".
Medan, 17 Pebruari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar