My 500 Words

Kamis, 05 Juni 2014

Pengalaman Wirid dan Kebaktian Rumah-rumah

Oleh: Jannerson Girsang

Memelihara keharmonisan bertetangga dengan umat berbeda agama hanya perlu hati yang tulus mencintai sesama, pelajari apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau dibicarakan di depan mereka.


Pengalaman ini mungkin bisa bermanfaat untuk menjaga kerukunan yang dimulai dari tetangga. 

Saya hidup bertetangga dengan umat Muslim, di depan, di samping kiri kanan, dan beberapa rumah sekeliling rumah saya. Umat Muslim melaksanakan wirid dan GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun, Sektor) melaksanakan kebaktian rumah-rumah setiap Kamis malam.

Suatu hari saya mendapat giliran partonggoan (kebaktian rumah-rumah) dan tetangga sebelah kiri rumah saya Pak Halim, mendapat giliran wiridan, Kamis malam, dan menggunakan pengeras suara.

Acaranya sama-sama dimulai pukul 20.00. Rumah kami hanya berbatas dinding, jadi kalau ada acara di rumahnya terdengar ke rumah saya, demikian sebaliknya.

Kalau dipikirkan itu rumit. Tapi, kalau dilaksanakan dengan hati yang tulus, semua bisa berlangsung dengan baik dan damai.

Sebenarnya, beberapa jam sebelum acara dimulai, saya sudah memiliki niat membicarakan pelaksanaan teknis acara kebaktian di rumah kami dengan Pak Halim.

Tanpa saya duga, beliau lebih dulu datang ke rumah saya. Itulah kalau batin sudah bicara.

"Pak Girsang, nanti di rumah saya ada wirid, padahal di rumah Bapak juga ada kebaktian, gimana caranya ya?" kata Pak Halim.

Beliau sangat sadar akan mengganggu kebaktian di rumah kami karena mereka menggunakan pengeras suara. Lalu, kami mendapat penyelesaian yang bijak.

"Kami akan mulai lebih cepat, dan sebelum khotbah dari bapak pendeta selesai, Bapak jangan mulai dulu ya Pak Halim," demikian saya usulkan.

Pak Halim setuju. Acara wirid dan partonggoan (kebaktian di rumah) berjalan, tanpa halangan. Pak Kiai, yang rajin menyapa saya setiap berpapasan saat berangkat wirid, memahami situasi itu, demikian juga jamaah yang mengikuti wirid malam itu.

Pak Halim, adalah seorang wartawan senior di sebuah harian terkemuka di Medan. Saya sudah bertetangga dengan beliau sejak 1996, dan kami hidup dalam saling pengertian dan menghormati sesama.

Pak Halim adalah keluarga yang taat beragama, bahkan sudah menunaikan ibadah Haji bersama istrinya yang sangat peduli dan ramah tamah.

Sebelum beliau naik Haji beberapa tahun yang lalu, Pak Halim datang ke rumah saya. 

"Pak Girsang, saya mau naik Haji. Mohon kalau ada kesalahan saya dimaafkan Pak", katanya tulus.

Pak Halim tidak pernah bersalah kepada saya. Beliau adalah tetangga yang baik. Saya mendoakan beliau supaya selamat pulang dari Haji.

Sekembalinya dari Haji, saya menikmati oleh-oleh buah kurma, dan kisah-kisah beliau selama naik haji. Menambah pengetahuan saya tentang makna menunaikan ibadah haji bagi umat Muslim.

Bertetangga dengan umat berbeda agama tak usah dirumit-rumitkan. Kita hanya perlu hati yang tulus mencintai sesama. Pelajarilah kehidupan tetangga Anda. Pahami ajaran mereka, sehingga Anda akan memahami apa yang boleh dan tidak boleh Anda lakukan, bicarakan di depan mereka!.

"Kita berbeda karena Tuhan ingin kita berbeda. Tugas kita adalah hidup berdampingan dan rukun," demikian nasihat yang pernah saya terima dari Syekh Ali Akbar Marbun--Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qautsar Al-Akbar, di ruangannya, di Jalan Pelajar Medan, ketika saya mewawancarai beliau untuk penulisan sebuah buku pada 2007. 

Mengapa kita membuat rumit? Sederhanakanlah kehidupan ini.


Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua!.

Medan, 5 Juni 2014

Rabu, 04 Juni 2014

Suarakanlah Suara Anda, Tanpa Menyakiti dan Melecehkan

Oleh: Jannerson Girsang

FB (Facebook)ku adalah ruangan tempatku beristirahat, berbincang, belajar, bukan ngerumpi.

Semua orang bisa baca, semua orang bisa berpendapat untuk konsumsi setiap orang (bukan berlaku untuk sekelompok orang saja, bebas SARA), semua orang bisa menikmatinya sebagai hiburan dan pencerahan.

(Kalau ada yang tidak layak di dengar publik, silakan masuk di inbox)

"Suarakanlah suara Anda sehingga orang lain juga terinspirasi untuk mengeluarkan suaranya, tanpa merasa dihakimi, disakiti apalagi dihina".

Sekarang dalam masa kampanye Pilpres. Silakan pilih Capres yang Anda sukai menurut nurani Anda.

Pendukung kedua Capres bisa masuk di sini, tetapi dengan prinsip: semua pilihan itu emas. Dua-duanya calon itu bagus, karena sudah lolos di KPU, lembaga yang dibentuk dari aspirasi rakyat di masa reformasi dan harus dihormati.

Tetapi kita punya pilihan masing-masing yang sesuai dengan pandangan kita, yang kadang sulit dimengerti pemilih calon lain. Itu sah dan kita berhak. Itulah demokrasi.

Bayangkan, kalau semua sudah pilih Jokowi atau semua pilih Prabowo, maka tidak perlu Pilpres.

Silakan berdiskusi tanpa melecehkan pilihan orang lain. Kita sedang memasuki ujian kedewasaan memilih seseorang pemimpin yang lahir dari kebutuhan kita, tanpa pengaruh orang lain. .

Susah ya. Memang susah untuk menabur kebaikan.

"BERMAINLAH dalam permainan, tetapi jangan main-main. Mainlah dengan sungguh-sungguh, tetapi permainan jangan dipersungguh. Kesungguhan permainan terletak dalam ketidaksungguhannya, sehingga permainan yang dipersungguh tidaklah sungguh lagi.” (N Driyarkara, Kompas 3 Juni 2014)



Medan, 3 Juni 2014

Jokowi atau Prabowo yang Menang, Nanti Kita Tetap Kawan Ya!H!

Oleh : Jannerson  Girsang

"Sekarang ini, kalau kita bertemu dengan orang yang berbeda pilihan, langsung cemberut mukanya, seolah tidak berteman," kata teman saya, seorang redaktur sebuah media terkenal di Sumatera Utara. '

Mendukung Jokowi atau Prabowo jadi Presiden, saya teringat ketika menonton sepakbola PSMS melawan Persib Bandung perebutan Juara PSSI 1982-1983

Berbagai kata-kata bersemangat bahkan kadang menyinggung pendukung yang lain berseliweran di Stadion berkapasitas 100 ribu lebih penonton itu. Tetapi tidak sampai ada sebuah perkelahian fisikpun.

Usai pertandingan, semua pendukung keluar melalui gerbang yang sama. Masing-masing pendukung mengakui kekalahan bagi yang kalah, dan memuji kehebatan kesebelasan yang menang.

Mereka sadar, bahwa itu adalah sebuah pertandingan yang fair. Siapa yang menang, dialah yang unggul. Jurinya (KPU, Bawaslu) jujur, Kita percaya keputusan mereka.

Selesai pertandingan, yang ada hanya berita kemenangan dan kekalahan, tidak ada berita permusuhan, kita pendukung PSMS, tetap berteman dengan pendukung Persib Bandung.

Semangat pendukung Jokowi dan Prabowo, hendaknya meniru semangat pendukung Persib dan PSMS.

Berbeda pandangan, berbeda dukungan tidak pula harus membuat orang bermusuhan. Pakaian aja ada berwarna merah, hijau, biru. Ada yang suka merah, tidak pula boleh penggemar biru bermusuhan dengan penggemar hijau.

JOKOWI atau PRABOWO yang menang kita berkawan yah!.

Biarkan aku memilih JOKOWI. Aku akan mendukungnya dengan doa dan sedikit usaha kampanye pribadi, sampai dia duduk menggantikan SBY. 


Medan, 3 Juni 2014

Deklarasi Damai Capres Cawapres

Oleh: Jannerson Girsang

Bangsa religius dan mencitai damai. Itulah hakekat menjadi bangsa Indonesia. Setiap memulai sesuatu, bangsa Indonesia selalu melakukan doa bersama yang memohon kedamaian.

Sayangnya, berdoa tiap saat, tetapi masih juga suka melancarkan "kampanye gelap", fitnah, sesudah berdoa, inti doanya, "damai" dilupakan!

Fakta sebelum Deklarasi, di hati masing-masing Capres/Cawapres tersimpan tekad hanya supaya "menang", tidak perduli menempuh cara yang halal atau tidak halal . Tidak heran kalau pikiran, ucapan dan tindakannyapun tidak jauh dari sana.

Sampai-sampai Presiden SBY memperingatkan agar kampanye Pilpres jangan menjadi lautan fitnah. "Selamatkan negara dari Lautan Fitnah". Sebuah ironi di tengah bangsa yang religius dan cinta damai.

Tidak salah orang memiliki motivasi untuk menang, tetapi harus tetap menjaga proses berlangsungnya kampanye yang jujur dan menciptakan suasana damai, supaya hasilnya baik untuk semua.

Garbage in, garbage out. Kalau doa merasuk dalam hati keluarnya adalah damai, Kalau motivasi harus "menang" dan yang masuk niat  "hanya saya yang berhak", dan tercemar dengan kebencian, permusuhan, keluarnya adalah fitnah, kampanye gelap.


Harapan kita Deklarasi Damai tadi malam bisa mengisi hati para Capres/Cawapres dengan damai, sehingga kampanye Pilpres sesudah Deklarasi adalah benar-benar merupakan persaingan atau perebutan kursi nomor 1 di Republik ini, bukan sebuah "perang". .

Para Capres/Cawapres hendaknya memberikan keteladanan berfikir, berbicara, bertindak dan mengambil keputusan seperti karakter yang diharapkan dalam doa-doa dalam deklarasi itu, dimana muara seluruhnya adalah damai.

Rakyat seluruhnya berharap, di hati para Capres/Cawapres adalah damai,  pikiran, ucapan, dan keputusan-keputusannyapun  membawa pencerahan, hiburan dan  susana damai.

Semoga Deklarasi tadi malam mengubah mindset para petarung dalam Pilpres. Semua Capres/Cawapres, para tim sukses dan relawan mengisi hatinya dengan tekad damai, sehingga kita yang mengikutinya tertular dengan kedamaian.

Jokowi dan Prabowo harus membuktikan bahwa mereka adalah pemimpin yang religius dan membawa damai, menginstruksikan dan mengawasi seluruh pendukungnya menjadi teladan dan cerminanan bosnya: Jokowi atau Prabowo.

Suasana kampanye akan diwarnai dua Capres. Karakter mereka akan menentukan. Kalau mereka berdua benar-benar religius dan cinta damai, maka damailah kampanye, damailah kita lima tahun ke depan. 

Tujuan pelaksanaan Pilpres benar-benar memilih pemimpin yang  kelak mampu membawa kedamaian dan kemakmuran bagi bangsa ini.

Semoga!

Medan, 4 Juni 2014

Minggu, 01 Juni 2014

Nomort Urut Prabowo-Hatta No 1 Dan Jokowi-JK No 2



Oleh: Jannerson Girsang, PENDUKUNG JOKOWI

Hari ini Nomor Urut Capres RI di Pilpres sudah ditetapkan. Dua-duanya akan berlaga meraih simpati dari 185 juta lebih pemilih di seluruh Indonesia.

Di depan anggota KPU dan pengunjung, Prabowo menarik tabung yang berisi nomor 1 dan Jokowi mendapat angka 2. JOKOWI langsung mengagkat tangan kirinya dengan kode "VICTORY" (kemenangan), disambut sorak sorai kedua kubu.

Anak-anak remaja GKPS yang ikut Lomba Pidato bertema KESETIAKAWANAN tadi pagi menasehatkan kami agar kita semua menabur "KEBAIKAN", supaya bangsa ini semua bahagia.

Kita memasuki babak baru. Kampanye. Kampanye adalah menyampaikan pesan kepada pemilih tentang "harapan" yang akan diwujudkan supaya pemilih mau memilih. Bukan menang dengan menginjak lawan, atau saling mencerca, apalagi menjelekkan.

Tidak ada seorangpun di Indonesia berhak mengatakan salah satu dari keduanya tidak layak jadi presiden.

Jangan ada lagi kontroversi soal boneka, soal penculikan, soal agama Jokowi, soal agama Prabowo (ibunya Kristen Protestan--tapi tak pernah dipersoalkan dan memang tak perlu dipersoalkan di negeri Pancasila ini), soal macam-macam.

Boleh kritik Capres dengan referensi yang jelas, bukan mematikan atau mengunci seseorang seolah tidak pantas jadi calon Presiden.

Menurut pendapat saya, orang yang masih mau melakukan tindakan jegal menjegal sungguh kurang berpendidikan, dan kalau menang akan sombong. Sebaliknya, kalau kalah akan "berontak" dan macam-macam. Tidak sungguh-sungguh melayani rakyat, hanya mengejar kekuasaan.

Dua-duanya calon layak menjadi Presiden.

Kalau itu dipersoalkan, maka orang yang mempersoalkannya tidak mengerti hukum, atau tidak ada lagi bahan untuk dibincangkan. Karena tidak ada gunanya, kalau tujuannya hanya supaya calon itu tidak maju di Pilpres.

Bayangkan, kalau dua-duanya tidak layak jadi Presiden, kita mau pilih siapa, apa yang akan kita lakukan 9 Juli mendatang?. Soal kualitas, ini adalah kesalahan kita semua. Itulah pilihan kita.

Bersainglah dengan fair, tak usah saling menjegal, karena itu akan sia-sia. PRABOWO dan JOKOWI punya keunggulan masing-masing. Yang perlu dipertanyakan, apa program mereka ke depan, cocokkah dengan kebutuhan kita? Rasionalkan "janji" itu. Itu sajalah issu kita ke depan.

Jadilah bangsa yang besar, berkompetisilah dengan fair! Rakyat sudah punya pilihan masing-masing sesuai dengan hati nurani mereka.

Sayapun sudah punya calon dan tidak akan goyah pada pilihan saya, apapun dikatakan orang tentang calon saya. Saya adalah pemilih fanatik, jadi tidak ada gunanya mempengaruhi saya.

Masih ada sekitar 40 persen pemilih yang belum menentukan pilihan mereka. Itulah sasaran kampanye kedua Capres itu.

"Kami akan hormati keputusan rakyat Indonesia," ujar Prabowo. Pendukung Prabowo yakin dengan memperoleh No 1, maka pasangan Prabowo-Hatta akan menduduki orang No 1 di negeri ini.

"No 2 adalah simbol keseimbangan. Ada tangan kanan, ada tangan kiri, ada telinga kanan dan kiri. Untuk menuju harmony, keseimbangan, pilihlah No 2," kata Jokowi dalam pidato singkatnya.

SAYA ADALAH PENDUKUNG JOKOWI. Tidak perlu malu-malu. Saya tidak perlu dibayar dan tidak ada beban untuk mendukung JOKOWI. Saya akan mendukung PRABOWO, bila rakyat memang menghendakinya memimpin negeri ini lima tahun ke depan.

Medan, Hari Kesaktian Pancasila, 1 Juni 2014

Senin, 26 Mei 2014

Jokowi adalah Kita

Oleh: Jannerson Girsang

Menjelang Pilgub DKI 2012 lalu, dukungan ke saingan Jokowi--ketika itu Foke, petahana gubernur, begitu besar. Didukung banyak partai, elit-elit di ibu kota Indonesia itu, dan termasuk pendanaan tentu saja. 

Belum lagi black campaign (kampanye hitam) yang diarahkan kepada Jokowi. Kadang mengundang "ketakutan". Seram akh!. 


Tapi, black campaign tak begitu berpengaruh. Ini perlu menjadi pelajaran. Rakyat sudah pintar!

Memang banyak orang yang panik, dengan naiknya Jokowi.   Pertarungan ibarat "kancil" dan "gajah". Tapi kancilnya ternyata sangat kuat dan cerdas. Hingga gajahnya sulit bergerak, akhirnya mengaku kalah.

Hingga hasilnya mengejutkan. Jokowi menang telak. Semua pada kaget!. Orang "miskin" harta, penampilan kayak orang kampung, "kurus", tidak punya pengalaman di Jakarta, belum mengenal Jakarta, kok bisa menang? 

Karakter, sekali lagi karakternya baik!. Bangsa ini butuh pemimpin yang berkarakter, bukan yang banyak duit, dan merasa punya "pengalaman" atau pencitraan bohong-bohongan.

Ketika menjadi Gubernur DKI, Jokowi mendapat serangan luar biasa, tetapi Jokowi mampu menangkis semuanya dengan kerendahan hati, kelembutan. Pemda DKI bekerja di seluruh lini. Semua berjalan baik.

Preman ditutup mulutnya dengan kelembutan, pedagang kecil dibujuk pindah ke tempat yang lebih baik.

Yang sering tidak muncul ke permukaan, karena dianggap bukan kelebihan adalah kemampuan Jokowi menggerakkan orang lain secara sukarela (tanpa dibayar, tanpa dipaksa, bukan seperti kebanyakan tokoh saat ini), karena sadar gerakannya akan membawa mereka ke arah yang lebih baik. Kemampuan yang sudah jarang dimiliki pemimpin negeri ini.

Jokowi mampu menggerakkan semua elemen masyarakat untuk bekerja. Rakyat, polisi, tentara, satpol PP semua bekerja sama. Menteri-menteri bahkan Presiden seolah berada dalam "arus" pikiran Jokowi.

Untuk mengusir preman dia mengatakan: "Kita punya ribuan polisi, tentara, satpol PP, masak negara kalah dengan preman?". Polisi, tentara, satpol PP secara sukarela bergerak. Kata "blusukan" menjadi populer di tangan Jokowi.

Pemikiran-pemikiran sederhana yang belum pernah muncul dari tokoh manapun. Jokowi adalah tokoh pembaharu.

Jokowi dicintai rakyat dan dinilai hebat oleh media nasional dan asing. Dalam waktu singkat Majalah bergengsi dunia, Fortune memilihnya menduduki ranking 37, Pemimpin Terhebat di Dunia (The Greatest World Leader's), bahkan mengalahkan Obama, presiden Amerika Serikat.

Tak ada tokoh sehebat dia saat ini di Indonesia. Coba cek di Fortune, The New York Times, The Economist, media-media terbesar dunia!

Kerendahan hati, ketulusan bekerja, tidak melawan kekerasan dengan kekerasan, itulah senjata Jokowi. Itulah pemimpin yang dirindukan masyarakat Indonesia dan dunia yang sebenarnya.

Para pendukung JOKOWI, tidak butuh apapun (uang, jabatan menteri) untuk mendukung Jokowi. Dia akan mengulangi suksesnya di Pilpres, dan yakin akan memenangkan Pilpres, sama ketika beliau memenangkan gubernur DKI.


JOKOWI ADALAH KITA.

Medan, 26 Mei 2014

Rabu, 21 Mei 2014

Merindukan Bung Karno


Oleh: Jannerson Girsang

Bung Karno, sosok yang luar biasa. Beliau meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970, saat saya masih berusia 9 tahun dan masih duduk di kelas tiga SD.

Bahkan berita meninggalnyapun saya tidak tau, karena bacaan atau sumber berita di desa saya hanya dari mulut ke mulut. Berita dari luar desa hanya melalui radio transistor. RRI Medan atau Pekanbaru.  Saya tidak pernah mengingat sesuatu saat meninggalnya Soekarno.

Saat itu saya tidak mengetahui siapa Bung Karno, kecuali cerita-cerita kakek saya. Bung Karno itu luar biasa. Ayah saya juga memuji kehebatan Bung Karno berpidato.

Tapi kisah tentang Soekarno begitu dekat, saya seolah mengenalnya dengan baik. Di masa saya sekolah SMA di Jakarta, saya mulai membaca kisah-kisahnya, mulai dari buku Di Bawah Bendera Revolusi (Jilid I dan Jilid 2--sekarang tinggal jilid1, karena jilid 2nya pernah dipinjam Radiaman Purba dan tidak kembali hingga saat ini), Soekarno Penyambung Lidah Rakyat, Siapa Menabur Angin Menuai Badai, serta berbagai buku-buku lain tentang Soekarno,

Saat saya SMA (1978-1980), kebetulan teman saya satu rumah adalah beberapa mahasiswa dan aktif di GMNI. Mereka sering diskusi dan memegang buku Di bawah Bendera Revolusi. "Soeharto begitu kejam kepada Bung Karno", ujar seorang mahasiswa itu dalam diskusi mereka.

Saat itu setelah 14 tahun Soeharto berkuasa, hampir semua mahasiswa yang di rumah itu tidak suka Soeharto.  (Saya juga tidak begitu setuju, karena banyak hal baik dilakukan Soeharto)

Saya sering mendengar mereka berbicara tentang Malari, tentang NKK/BKK yang tentu saja saya belum mengerti. Mahasiswa begitu konsern tentang negerinya. Mereka secara teratur berdiskusi tentang politik, tentang kepemimpinan, tentang negara, bahkan mereka juga berdiskusi tentang Band Black Brother yang lari ke Belanda.

Tapi yang sering menarik perhatian saya adalah cerita kehebatan Bung Karno. Para mahasiswa yang sering berdiskusi di tempat kos saya di Cililitan, dekat kantor BAKN itu, berpidato meniru Bung Karno. Mereka kagum sekali dengan apa saja yang dikatakan Bung Karno dan caranya berpidato (tentu mereka lihat dari buku-buku dan rekaman-rekaman suara Bung Karno). .

Bung Karno, meski saya tidak pernah melihatnya, tidak pernah secara langsung bertatap muka, hanya membaca dan mendengar kisahnya, mampu memberi rasa kagum.

Soekarno ada di mana-mana. Mengunjungi Monas, berjalan di sekitar Sudirman Bundaran HI, dan Hotel Indonesia, Sarinah, adalah melihat Bung Karno. Itulah karya-karya fenomenal beliau.

Bahkan kekaguman saya, ketika suatu waktu ada waktu luang ketika mengikuti sebuah kursus di Jakarta, saya mengajak almarhum adik saya menyempatkan diri mengunjungi makamnya di Blitar, pada 1989. Di makam itu, saya membayangkan seorang laki-laki sejati, mencintai bangsanya lebih dari apapun.

Pulang dari makam, saya singgah ke rumahnya yang berjarak hanya beberapa kilometer dari makam, Sejenak saya duduk di bekas tempat tidurnya.

Pulang dari sana, di Jakarta saya membeli beberapa buku tentang Bung Karno. Kisahnya dengan Ibu Inggit, Indonesia Menggugat (buku yang sering dibawa para mahasiswa di tempat kos saya semasa SMA). Bung Karno, adalah kisah yang unik dalam diriku.

32 tahun regim Soeharto membuat cerita yang negatif tentang Bung Karno, tetapi saya tidak terpengaruh. Bung Karno adalah idolaku. Bung Karno belum ada duanya di Indonesia. Dia sangat mencintai Indonesia. Seluruh masa hidupnya dicurahkan untuk Indonesia. Hari-hari hidupnya adalah berjuang memimpin, berpidato menyuarakan suara Indonesia, menulis tentang cita-citanya untuk Indonesia.

Bung Karno, seorang jenius dan mampu mendalami hati rakyatnya, melahirkan Pancasila, filosofi bangsa yang bisa mempersatukan, melindungi Indonesia dalam kedamaian kehidupan berbangsa dan bernegara. Laki-laki pemberani yang memutuskan memproklamasikan Indoensia 17 Agustus 1945, walau dengan resiko "nyawanya sendiri".

Malam ini saya rindu pidatonya dan untung youtube sudah menyediakan rekaman-rekaman yang bisa kudengar. Pidato yang memukau. Jasmerah, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah, pidatonya tentang Super Semar--Sebuah Bab yang hilang.

Jokowi dan Prabowo telah mendaftarkan diri sebagai Capres di KPU. Negeri ini kini berada di tangan kalian berdua. Siapapun yang menang, cintailah negeri ini, cintailah bangsa ini seperti cinta Bung Karno.

Jangan ada lagi money politics, jangan ada lagi saling fitnah hanya untuk menang. Bertarunglah secara jantan. Tunjukkan diri kalian sebagai seorang yang jantan seperti Bung Karno.Kurirndukan Bung Karno di diri Jokowi dan Prabowo!.

Medan 21 Mei 2014

Nya Tegen Arimbi Barapinta. Salam untuk orang-orang di Blitar ya Mbak

Selasa, 20 Mei 2014

Pemimpin yang Kita Butuhkan

Oleh: Jannerson Girsang

Negeri ini tidak perlu diperintah seorang Prof Dr, Jenderal tetapi dipimpin oleh mereka yang berhati tulus bekerja untuk rakyatnya dan mampu memberdayakan Prof Dr dan Jenderal yang brilian.

Bukan pemimpin yang pintar bersilat lidah, tapi "musang berbulu ayam" dan tidak menghargai kebenaran bahkan menyimpan orang-orang pintar di "kerangkeng".

Pemimpin seperti itulah yang menciptakan korupsi selama ini.

Pemimpin adalah orang yang mampu dan berani mengatakan korupsi itu tidak baik dan tidak benar, menghina orang lain tidak baik dan tidak benar, mengeluarkan fitnah itu tidak baik dan tidak benar

Banyak pemimpin yang mengaku pemimpin tidak tau membedakan mana yang baik dan tidak baik, mana yang benar dan tidak benar.

Satu lagi, mereka juga harus menghukum orang yang tidak benar.

Landasan berpijak bangsa ini adalah empat Pilar: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cita-cita kita adalah menunju masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk itu kita butuh pemimpin yang bersih dan mampu membawa bangsa ini ke arah yang benar, memberi kemakmuran bagi seluruh rakyat.

A leader is one who knows the (right) way, goes the (right) way, and shows the (right) way. (John C. Maxwell).


Medan, 20 Mei 2014

20 Mei 1908: Hari Kebangkitan Nasional

Oleh: Jannerson Girsang

"Hari Kebangkitan Nasional apa sih?,", hal ini saya pernah tanyakan kepada remaja dan pemuda di gereja.

Tak sampai separuh yang tau tahunnya, apalagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Belum lagi maknanya.

Jangan-jangan pemahaman yang sama juga menjangkiti banyak orang tua, atau para anggota legislatif sekalipun.

Padahal, Hari Kebangkitan Nasional digaungkan setiap tahun. Perayaannyapun dilaksanakan, kadang besar, kadang kecil sesuai musim.

Kalau lagi kampanye begini, perayaannya "dibesar-besarkan" dan kadang disulap menjadi hanya sekelompok golongan yang peduli merayakannya. Karena pemimpin kita tidak sungguh-sungguh mensosialisasikannya, tentu rakyatnya juga tidak peduli sejarahnya.

Kebangkitan Nasional adalah Masa Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul. Bangsa ini saat itu masih dikungkung kebodohan karena penjajahan Belanda.

Hari Kebangkitan Nasional, ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli (seorang penulis Belanda yang menulis buku: Seandainya saya orang Belanda).

Tokoh-tokoh yang mempelopori Kebangkitan Nasional, antara lain Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat (tau nggak. beliaulah yang berubah nama menjadi Ki Hajar Dewantara, sejak 1922), dr. Douwes Dekker (seorang turunan Belanda) yang juga dikenal dengan nama Multatuli (makanya ada Jalan Multatuli di Medan), Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sutomo, Ir. Soekarno,serta tokoh-tokoh yang lain. 

Sejak itu, bangsa ini mendirikan Partai Politik pertama di Indonesia (Hindia Belanda), Indische Partij (2012). Pada tahun itu juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (di Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (di Yogyakarta), Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi Poetra di Magelang.

Suwardi Suryaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis "Als ik eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda"), pada tanggal 20 Juli 1913 yang memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Hindia Belanda.

Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi karena "boleh memilih", keduanya dibuang ke Negeri Belanda. Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr. Tjipto karena sakit dipulangkan ke Hindia Belanda. (Beda tokh dengan tokoh-tokoh kita sekarang: ditahan karena mengisap rakyat: korupsi).

Saat ini 2014, kita berharap muncul tokoh-tokoh yang memiliki semangat Kebangkitan Nasional, yang menyadarkan bangsa ini bahwa Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pilar Kebangsaan.

Bahwa bangsa ini sedang menghadapi masalah besar: Korupsi, Kolusi dan Nepostisme dan penegakan hukum yang lemah. Hukum adalah milik orang berduit. Pembela, hanya membela yang bayar!   

Bangsa ini tertinggal jauh dari Malaysia, Singapura, bahkan beberapa negara miskin di Afrika.

Bangsa ini diliputi rasa sombong, dan tinggi hati, memiliki banyak mall, walau jalan-jalan rusak, rumah sakit mahal walau tak berkualitas. 

Pemimpinnya mudah tersinggung dan berdebat di media tentang hal-hal yang tidak perlu bagi rakyat. Suka menjelekkan sesamanya dan kurang mampu bersaing dengan sehat.

Hari Kebangkitan Nasional Tahun ini adalah suasana menjelang Pilpres. Mari bangkit, mari memilih Pemimpin yang memiliki semangat Kebangkitan Nasional. Pilihlah pemimpin yang mampu membangkitkan Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan Indonesia Makmur, dan bangsa yang Beradab!

Clara Girsang, Patricia Girsang, Devee Girsang, Bernard Patralison Girsang, Yani Christin Girsang, Hilda Valeria Girsang, Trisha Melanie Girsang

Medan 20 Mei 2014

Jumat, 16 Mei 2014

Indonesia Butuh Para Penulis Mengembangkan Pariwisata

Medan, (Analisa). Pariwisata Indonesia akan lebih maju apabila para penulis aktif mengeluarkan cerita-cerita positif tentang pariwisata dalam negeri.

Cerita tersebut tidak hanya dikemas dalam bentuk sebuah pengalaman pribadi, dapat berupa buku panduan perjalanan, buku yang bisa diadaptasi ke dalam film, biografi, dan sebagainya, ujar Jannerson Girsang, Konsultan perjalanan yang juga penulis biografi terkenal di Sumatera Utara, Selasa (13/5).

Ia menyayangkan banyak penulis di Indonesia yang lebih tertarik membahas dan menulis tentang dunia politik, dan umumnya masyarakat Indonesia lebih senang menceritakan pengalaman berwisata ke luar negeri dibandingkan dalam negeri.

Padahal, belum tentu pariwisata dalam negeri sudah kita ketahui seluruhnya, ungkapnya.

Laskar Pelangi Danau Toba

Girsang menggagas jika saja ada penulis dan buku semujarab Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata yang mengangkat Danau Toba, mungkin citra danau tersebut akan sangat positif di mata masyarakat dan penduduk dunia. “Begitu buku Laskar Pelangi diluncurkan, dan itu diadaptasi ke layar lebar, pariwisata Belitung seketika melambung. Pertanyaannya, kapan kita orang Sumut bisa luncurkan ide seperti itu?” tanyanya.

Alumni IPB yang juga staf Yayasan HKBP Nommensen ini berharap lahir penulis-penulis baru di Indonesia dan Sumut yang dapat memberikan kontribusi tinggi terhadap pariwisata, yang mampu memberikan pencitraan positif, mencerahkan, dan menjelaskan kepada wisatawan keunikan pariwisata Tanah Air. “Lewat tulisan, para wisatawan tadi dipandu, diajak, dan dipikat untuk menyaksikan langsung lokasi itu.

Apalagi orang bule, senang sekali ketika dia hendak berwisata, semuanya sudah tersedia dalam buku panduan,” jelasnya. (dyt).

(Harian Analisa, 16 Mei 2014). Terima kasih Damayanti Sinaga, Wartawan Analisa yang memiliki visi mengembangkan pariwisata Sumut.

Ikuti juga artikel-artikel perjalananku di daerah tujuan wisata Sumut:

Sarapan Pora-pora di Silalahi.

http://www.harangan-sitora.blogspot.com/2012/01/sarapan-dengan-pora-pora-di-silalahi.html.

Bawomataluo: Keindahan dan Misteri.

http://harangan-sitora.blogspot.com/2013/04/bawomataluo-keindahan-dan-misteri.html

Jalan Silalahi-Tongging “Menikmati 14 Kilometer Pinggir Pantai”

http://www.harangan-sitora.blogspot.com/2012/02/alan-silalahi-tongging-menikmati-14.html

Regenerasi Hombo Batu di Nias

http://harangan-sitora.blogspot.com/2013/04/regenerasi-hombo-batu.html

Suatu Sore di Pantai Silalahi.

http://www.harangan-sitora.blogspot.com/2012/02/suatu-sore-di-pantai-silalahi.html

Melongok Museum Simalungun

http://harangan-sitora.blogspot.com/2009/03/museum-simalungun.html

Melongok Pengusaha Kemenyan di Era 30-an

http://harangan-sitora.blogspot.com/2009/03/melongok-pengusaha-kemenyan-era-30.html

Dua Wisatawan Asing Jatuh Cinta Daerah Wisata Indonesia

http://harangan-sitora.blogspot.com/2012/02/wisatawan-asing-jatuh-cinta-daerah.html

Mengenal Lucy Chriz, Penulis Novel Amang Parsinuan. Kisah Laki-laki Batak yang Kontroversial. mengungkap budaya dan lokasi-lokasi wisata di Danau Toba

http://harangan-sitora.blogspot.com/2011/11/mengenal-lucya-chriz-penulis-novel.html

Colek: Onlyhu Ndraha, Noverlist Chandra, Ketjel Parangdjati Zagoto. Penulis Wisata dari Nias, Lucya Chriz, penulis novel berlatar budaya Batak.