My 500 Words

Senin, 02 November 2009

Menuju Golden Marriage




Oleh : Jannerson Girsang

Di kalangan selebriti Indonesia cukup banyak terjadi perceraian, yang berarti mereka gagal memasuki Golden Marriage. Penting menjadi renungan kita bersama, dikaitkan dengan cita-cita awal perkawinan. Sehidup semati, dan hanya dipisahkan dengan kematian. Kali ini saya memaknai kehidupan dan renungan tentang Anang Hermansyah--mantan suami Kris Dayanti dalam lagunya ”Separuh Jiwaku Pergi” dan pengalaman kami menulis kisah 50 tahun perkawinan.

Menyaksikan dan menikmati penampilan Anang yang melantunkan ”Separuh Jiwaku Pergi” dalam acara ”Sinema” di SCTV pagi hari 2 Nopember 2009 memberi kesan tersendiri bagi saya.

Bagi saya, lagu populer yang diciptakan dan dilantunkan Anang Hermansyah begitu menyentuh dan memberikan pemaknaan atas arti sebuah perkawinan.

Kalau ungkapan ini benar dirasakan Anang, betapa pedihnya sebuah perkawinan yang diakhiri dengan perceraian. Kehilangan separuh jiwa. Memang, secara berseloroh pembawa acaranya mengatakan : ”Kehilangan separuh jiwa tapi datang tiga jiwa lagi”. Tapi, menurut saya tidak sesederhana itu.

Sayang memang. Lagu ini tidak lagi bermakna bagi Anang dan Kris untuk merajut kembali keutuhan perkawinan mereka. Alasannya, lagu ini justru ngetop menjelang keputusan pengadilan cerai mereka.

Syair lagu ini mungkin akan berguna bagi mereka kelak ketika keduanya akan menjalani kehidupan dengan pasangan baru mereka masing-masing. (Sebagai salah seorang fans berat pasangan ini, saya mendoakan, semoga Anang dan Kris mendapat pasangan baru yang bisa membuat mereka bahagia).

Lagu ini tambah memberi makna, karena saat ini saya sedang mempersiapkan sebuah buku yang mengisahkan kehidupan pasangan yang akan memasuki Golden Marriage (perkawinan ke-50), April 2010 mendatang. Sebuah kisah yang mengajarkan bagaimana mempertahankan perkawinan.

Pasangan yang saya tulis itu berkisah, perkawinan mereka didasari oleh pengalaman dan rasa cinta, kesetiaan dan kejujuran. Hanya ada satu kata kunci: ”kami tidak dipisahkan kecuali dengan kematian”. Sebuah keputusan yang didasarkan dari rangkaian pengalaman indah, cinta, kesetiaan dan kejujuran. Hingga mereka bisa mengatakan :”Tahi kambingpun serasa coklat,”. Tekad dan rasa cinta yang luhur mampu menembus halangan dari berbagai pihak atas perkawinan mereka di saat awal.

Mengarungi 50 tahun usia perkawinan, kuncinya adalah mempertahankan dasar-dasar keputusan mereka yang begitu kuat saat memutuskan untuk menikah. Pemaknaan arti cinta, simpati, kesetiaan yang muncul ketika masing-masing menjadi sebuah pribadi yang utuh. Belum berlumur dengan glamor kemewahan dan kecukupan dunia. Mereka tidak henti-hentinya mempraktekkan dan memaknai kata-kata yang biasa mereka ucapkan sewaktu pacaran, menghadapi dan memaknai gelombang kehidupan yang pernah melanda kehidupan perkawinan—sama seperti kebanyakan perkawinan pada umumnya.

Pasangan ini mengakui, di dalam perjalanan perkawinan sejalan waktu, pernah mengalami guncangan. Pemaknaan tahi kambing serasa coklat pernah berubah menjadi bau dan tidak enak, Kembali seperti bau tahi kambing yang asli. Kekurangan-kekurangan semakin terlihat dan dimaknai sebagai alat menyerang satu sama lain.

Namun, secara berdua mereka berhasil meyakinkan bahwa bau dan tidak enak itu hanya soal pemaknaan. Jika keduanya mengatakan enak, maka rasanya akan enak, meski orang lain mengatakan sebaliknya. ”Keindahan dan kesusahan dalam perkawinan kami tidak bisa dimaknai orang lain, kecuali oleh kami berdua. Tidak bisa juga secara sepihak”ujar salah seorang pasangan itu.

Mereka tidak menuruti kata-kata dalam lagu ”Separuh Jiwaku Pergi”nya Anang Hermansyah. ”Pernah ku mencintaimu. Tapi tak begini. Kau curangi aku. Pernah kumencintaimu, Tapi tak begini. Kau khianati hati ini. Kau curangi aku”.

Mempertahankan perkawinan ternyata tidak dengan logika ”jika maka”. Tidak dengan logika yang normal atau biasa. Perlu tenggang rasa, kasih sayang dan saling mengampuni secara terus menerus tanpa mengenal waktu dan situasi. Mereka mengatakan sebaliknya : :"Aku tetap mencintaimu, Aku menerima engkau apa adanya, meskipun kau khianati aku. Sekali lagi, aku tetap mencintaimu”. Mereka menggunakan kata-kata ”Meskipun..”

Reaksi terhadap sebuah gelombang perkawinan hanya mampu dilakonkan oleh dua insan yang memiliki pengalaman bersama dengan pemaknaan bersama. Menurut mereka, perkawinan begitu pribadi sifatnya. Tidak bisa dirasakan dan dinilai orang lain.

Masing-masing dalam sebuah pasangan tidak hanya menimbang dengan takaran benar dan salah. Karena kalau demikian, maka Tahi Kambing dalam logika normal, akan terasa bau dan tidak akan pernah berubah menjadi rasa coklat.

Pasangan ini menasehatkan agar masalah rumah tangga atau perkawinan diselesaikan secara pribadi, komunikasi pribadi, diantara pasangan, sama seperti ketika mereka berdua memutuskan untuk melakukan perkawinan. Mereka merasa masing-masing tidak sempurna. Justru ketidaksempurnaan merekalah yang menghasilkan kisah yang unik dari yang lain. Ketidaksempurnaan yang harus menjadi sebuah rasa syukur, bukan alat untuk melemahkan satu dengan yang lain.

Orang luar—orang tua, saudara, teman, pengadilan tidak akan pernah memahami rahasia perkawinan seseorang. Keputusan yang diambil dengan melibatkan orang luar tidak akan memberikan makna yang sama seperti ketika mereka mengambil keputusan dari pacaran ke pelaminan.

Mereka juga menasehatkan : ”Jangan sekali-sekali dinding rumah anda mendengar masalah dalam perkawinan anda”. Orang luar akan menanggapi dengan persepsi mereka sendiri. Bisa berbeda dari sudut dua pasangan yang sedang bertikai, yang mampu memaknai ”tahi kambing serasa coklat”. Tentu ini menjadi peringatan bagi para artis atau selebriti dan banyak pihak yang cenderung atau sedang ngetrend mengumbar masalah perkawinannya di televisi atau media.

Artikel ini sekaligus menghimbau media supaya mencari angle yang memberi pelajaran positif dari sebuah masalah perkawinan, khususnya kalau itu menimpa para artis atau publik figure. Tidak hanya dari sudut sensasi belaka, yang justru tidak menyelamatkan perkawinan. Bahkan dalam banyak kasus justru berakibat fatal!.

Para pasangan yang sedang bermasalah, pertimbangkanlah untuk tidak mengumbar ke media. Pertimbangkan juga tidak sampai bercerai. Bermimpilah mencapai Golden Marriage, bahkan perkawinan yang diakhiri dengan kematian. Simaklah secara mendalam makna ”Separuh Jiwaku Pergi”. Istri atau suami adalah separuh jiwa kita.Saya sendiri sedang berjuang menuju Golden Marriage, baru melewati 25 tahun atau tahun perak September 2009 lalu. Mari sama-sama belajar mencapai Golden Marriage, Sehidup Semati, Sepiring Berdua, mengapa tidak!.

Artikel di atas hanyalah pemaknaan pribadi, dengan maksud menginspirasi pembaca, khususnya para pasangan-pasangan muda. Ini bukan sebuah model.

Kamis, 29 Oktober 2009

HARI SUMPAH PEMUDA KE 81



28 OKTOBER 2009

KAMI PUTRA-PUTRI INDONESIA MENGAKU :


BERTANAH AIR SATU, TANAH AIR INDONESIA

BERBANGSA SATU, BANGSA INDONESIA

BERBAHASA SATU, BAHASA INDONESIA



INILAH TEKS SUMPAH PEMUDA YANG SELALU DIBACAKAN SEJAK KAMI DI SEKOLAH DASAR DAN KINI TERUS BERGAUNG SETIAP PERAYAAN SUMPAH PEMUDA. TEKS ASLINYA TENTU BERBEDA, KARENA EJAANNYA BERBEDA. SEMOGA PEMAKNAANNYA MASIH SAMA. KITA MENDOAKAN AGAR BANGSA KITA SEMAKIN MENGHARGAI DAN MERAWAT TANAH AIR TERCINTA INI, SEMAKIN BERSATU, MENGHARGAI SATU SAMA LAIN DAN TAK LUPA MENCINTAI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA PERSATUAN.

Jumat, 23 Oktober 2009

Belajar Dari Kisah Hidup Pele

Oleh : Jannerson Girsang

Di tengah suasana persepakbolaan nasional yang lesu darah dan menghadapi banyak masalah, ada baiknya kita belajar, dari seorang pemain bola legendaris,Pele, yang hari ini, 23 Oktober, genap berusia 69 Tahun.


Para pengemar atau pemain bola di Indonesia tentu tidak asing dengan nama itu. Mungkin beberapa diantara anda, sama seperti saya. Hanya bisa menyaksikannya melalui televisi atau media cetak. Bahkan menonton pertandingan persahabatannya yang pernah diselenggarakan di Jakarta beberapa tahun lalupun tidak mampu (jauh soalnya dari Medan). Permainan bola Pele tak pernah membosankan untuk ditonton. Orangnya menarik dan tidak banyak kontroversi. Namanya senantiasa membawa keagungan dan tidak pernah lenyap dari persepakbolaan dunia, hingga hari ini.

Terlahir dengan nama Edson Arantes do Nascimento), atlet, pemain sepak bola profesional ini, lahir di Tres Coracoes, Brasil, 23 Oktober 1940. Meskipun ia miskin, Pelé tumbuh menjadi seorang superstar olahraga internasional.

Sepanjang masa kecilnya, ia bermain sepakbola “kapanpun dan dimanapun dia bisa”, kadang-kadang menggunakan kaus kaki boneka untuk bola. Pele pertama kali bergabung dengan tim sepak bola pada usia 12 tahun. Penampilan pertamanya pada piala Dunia 1958, yang berhasil mencetak dua gol membuatnya menjadi sensasi internasional. Saat itu dia masih berusia 17 tahun,

Selama karirnya yang mengagumkan itu--mulai pada tahun 1956 dengan FC Santos dan berakhir pada tahun 1977 dengan New York Cosmos, Pele mencetak gol dalam jumlah yang luar biasa. Dari 1363 pertandingan resmi yang diikutinya, dia mampu mencetak 1281 gol. Saat masih aktif sebagai pemain, Pelé menjadi legenda, mitos dan tugu hidup permainan sepak bola. Bersama dengan pemain-pemain senegaranya, Brazil memenangkan Piala Dunia tiga kali, yakni pada 1958, 1962 dan 1970.

Setelah menggantungkan sepatunya, Pelé menjadi seorang duta besar pertandingan, baik dalam iklan untuk perusahaan-perusahaan besar dan juga atas nama amal, seperti kesejahteraan anak-anak dan organisasi kesehatan. Dia juga aktif dalam permainan itu sendiri. Meskin ketenaran di tangannya, ia tetap rendah hati, simpatik dan cerdas. Dia juga bekerja untuk pemerintah Brasil dan menjadi Menteri Olahraga negara itu pada periode 1994-1998.

Pada tahun 1998 FIFA mendirikan Komite Sepak Bola. Sejak itu Pelé menjadi anggota aktif dari kelompok elite ini dan selalu menjadi tamu terhormat di FIFA House.

Pele bukan hanya pemain sepak bola yang terampil di lapangan, tetapi juga trampil dalam dunia diplomasi olah raga. Keterampilan diplomasinya sebagai duta besar olah raga dunia membantu Brasil memenangkan negaranya menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014, dan Rio de Janeiro akan menjadi tuan rumah Olimpiade yang diselenggarakan 2016 mendatang.

Pele tentu tidak besar sendiri. Dia dikelilingi orang-orang yang memahami bola dan mampu memfasilitasi dirinya menjadi seorang superstar.

Melihat kondisi persepakbolaan daerahku sekarang ini, saya ingat kembali ke masa anak-anak dan remajaku. Saya percaya, perhatian dan minat masyarakat akan bola, tidak lepas dari pengelolaan bola itu sendiri, sehingga menciptakan idola. Kami mencintai sepakbola, karena pada masa itu persepakbolaan di daerah kami, dan juga di tingkat nasional begitu membanggakan.

Di era akhir enampuluhan-awal 1970-an, Sumut masih memiliki tokoh bola seperti TD Pardede, dengan Pardedetexnya, dan tokoh bola Kamaruddin Panggabean yang piawi mengelola persepakbolaan di daerah dan nasional. Kita punya gubernur, Marah Halim Harahap. Nama gubernur saat itu menjadi icon sepakbola di Sumatera Utara. "Marah Halim Cup", atau lebih dikenal dengan Mahal Cup setiap tahun ditunggu-tunggu dan penontonnya, khususnya pertandingan final akan memenuhi Stadion Teladan yang berkapasitas 40,000 penonton itu. Sungguh membanggakan!.

Stadion Teladan Medan, ketika itu secara rutin menjadi arena pertandingan internasional, karena peserta Mahal Cup terdiri dari kesebelasan-kesebelasan dari luar negeri (kami akrab dengan pemain-pemain dari Burma, Thailand, Malaysia, Singapura dan lain-lain). Kami tidak pernah menyaksikan pertandingan yang rusuh. Pertandingan dikelola oleh orang-orang yang benar-benar tau bola. Gubernurnya, tokoh-tokoh pengelola sepakbolanya, pemain-pemainnya, semua mengerti bola. Nobon, Parlin Siagian, Ronny Pasla, adalah beberapa pemain yang begitu memukau dan menjadi idola.

Sayang, entah sejak kapan dan entah mengapa Marah Halim Cup tidak ada lagi. Saya hanya bisa bertanya pada rumput yang bergoyang. Mudah-mudahan para tokoh sepak bola mau bertanya kepada pak Marah Halim yang masih hidup dan mencari jawabnya.

Itu di daerah. Saya dan masyarakar penggemar bola nasional merindukan persepakbolaan nasional yang menghasilkan pemain sekualitas Pele. Para pengelola sepakbola--paling tidak mendekati pengelola Pele. Yah, setidaknya kita masih bisa meraih prestasi Runner Up Asia Cup di era 1950-an. Barangkali terlalu ideal ya. Apa ya, tidak bisa dipelajari?

Bagi para tokoh-tokoh dan pemain sepakbola di Indonesia, saya mengajak anda menjadikan momen Ulang Tahun Pele 69 ini untuk merenungkan kembali strategi persepakbolaan nasional kita.

Sebagai orang yang sangat menggandrungi olah raga ini, saya dan masyarakat seperti saya rindu pemain idola yang dihasilkan dari permainan fair, pengelolaan yang profesional. Kita tidak ingin terulang lagi pertandingan seperti ”Sriwijaya-Persipura” di Palembang baru-baru ini. Pertandingan yang bikin malu kita semua.

Tentu, jawabannya ada pada Andi Mallarangeng dan tokoh-tokoh bola Tanah Air!Sebuah tantangan berat untuk bung Andi Mallarangeng, Menpora RI yang baru.

”Jangan jawab dengan kata-kata, jawablah dengan tindakan nyata”, mengutip ucapan Presiden SBY pada pelantikan Menteri-menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, 22 Oktober 2009 lalu.

Selamat Ulang Tahun Pele!. Kita harus banyak belajarlah dari kisah Pele.

Bahan Referensi :

http://www.timesonline.com
http://www.biography.com
http://www.latinosportslegends.com/Pele_bio.htm







Selasa, 13 Oktober 2009

Anda Ingin Membuat Otobiografi Sendiri!

Oleh: Jannerson Girsang


 
Anda sedang menulis otobiografi sendiri, tetapi bertahun-tahun hanya mampu menulis bab pendahuluannya saja. Atau, anda sedang membantu menulis otobiografi ayah atau ibu anda? Taukah anda, kesulitan utama, sehingga tidak bisa menulis otobiografi?.

”Saya tidak tau kalau menulis otobiografi pertanyaannya seperti ini,” demikian kometar yang sering kami temui setiap membantu seseorang menulis otobiografi. Itu salah satu, tapi banyak lagi yang lain, seperti apa saja yang dimasukkan dalam sebuah otobiografi, serta cara penulisannya.

Jangan putus asa! Anda sudah tersambung dengan seluruh pusat pengetahuan di seluruh jagad raya ini. Mengajak anda belajar bersama, saya memperkenalkan webiste ini: http://www.therememberingsite.org. Silakan anda buka!

Setelah membukanya, anda akan menemukan kata-kata ini. “The Remembering Site is for all of you who want to write and publish your life memories, experiences, memoirs, or autobiography but have been overwhelmed at the prospect. For just USD $50 (a one-time registration fee), The Remembering Site contains over one thousand evocative, story-telling questions to lead you through the process”.
Jangan terfokus pada biaya pedaftarannya. Saya yakin, banyak pembaca websiteku ini, sama dengan saya ya!. Saya yakin, pemilik website tersebut pasti senang, karena websitenya saya kenalkan kepada anda. Pasti nilanya lebih dari sekedar membayar USD $ 50, tokh!. Mungkin suatu ketika, saya akan mendaftar, saat saya sudah mau menulis otobiografi sendiri!

Bagi anda yang kebetulan memiliki uang dan ingin buku otobiografi anda dibaca oleh lebih banyak orang di dunia ini, silakan mendaftar!.

Tetapi, kalau anda seperti saya, silakan manfaatkan website ini sebagai tempat kuliah: Belajar sendiri membuat otobiografi. Anda bisa memilih pengalaman orang mirip atau hampir mirip dengan anda.

Membaca dan mempelajari pengalaman orang lain, adalah salah satu cara saya belajar hal-hal baru serta memperbaiki cara yang sudah dipraktekkan akhirnya membuat saya yakin apa yang saya kerjakan. Meski sudah membantu menulis beberapa buku otobiografi dan biografi tokoh dan orang biasa di Sumatera Utara--Indonesia, menelusuri website ini seolah saya menemukan sesuatu hal yang membuat saya merasa lebih yakin akan cara yang saya tempuh selama ini.

Di dalam website di atas saya menemukan berbagai kisah kehidupan--beragam manusia di seluruh dunia, dari Australia, Bangladesh, Canada, Cuba, Germany, Irlandia, Polandia, Filippina, Sudan, Afrika Selatan, Swiss. Ingerís dan lain-lain. Simple saja. Tidak seperti kebanyakan kita disini yang senantiasa membuat rumit segala persoalan yang sederhana.

Kalau anda ingin merasakan kenikmatan seperti yang saya alami, bacalah secara teliti website di atas. Pasti Anda menemukan ribuan pertanyaan dan tinggal memilih sesuai dengan kisah kehidupan anda sendiri.

Selain itu, saya begitu terkesan dengan D.G.Fulford—salah seorang co-author website ini. Fulford adalah seorang penulis dan sekaligus seorang pelukis. Dia bercerita tentang dirinya secara gamblang, menjawab pertanyaan tentang dirinya sendiri. Begitu nyata dan memberikan energi baru bagi saya.

Menurut saya website ini sangat membantu membimbing saya dan anda membuat pertanyaan yang relevan dengan hidup anda. Selain itu, anda bisa melihat contoh-contoh pertanyaan untuk berbagai macam orang dari seluruh dunia. Anda bisa menemukan jawaban-jawaban dari masing-masing pertanyaan itu.

Website ini ditulis dalam bahasa Inggeris. Tetapi tak perlu khawatir, Anda bisa memanfaatkan terjemahan Google. Tau kan caranya, search: Terjemahan Google di Google atau Yahoo. Copy file yang akan anda terjemahkan. Tinggal periksa karena tool terjemahan ini tidak sempurna betul. Tapi setidaknya meski ditulis dalam bahasa Inggeris anda bisa menangkap maknanya.

Betapa hebatnya dunia ini sekarang. Anda mengikuti kuliah secara gratis!. Silakan mencoba!

Untuk sumber lain anda bisa mengunjungi : your life is your story., writeanygenre,


Selasa, 06 Oktober 2009

Belajar Hidup Dari Kisah Hidup

Oleh : Jannerson Girsang 

Sergio Asteriti biography
Sumber foto:  http://www.illustrationartgallery.com/acatalog/ArtistsBiographies.html

Membaca buku biografi dan otobiografi adalah pengalaman mengesankan bagi saya. Berbagai pengalaman tokoh dalam biografi dapat memberi ilham saat menghadapi masalah hidup.

Membaca buku Biografi Mahatma Gandhi, Muhammad Hatta, Soekarno, misalnya. Kehidupan Mahatma Gandhi mengajarkan soal ahimsa--memilih cara damai dan menjauhkan kekerasan, kesederhanaan, uang bukan segalanya dalam hidup. Buku Biografi Muhammad Hatta mengajarkan kesabaran menghadapi situasi, soal konsep hidup secara adil dan beradab. Buku-buku Biografi Soekarno mengajarkan kami pentingnya ide-ide besar disampaikan ke tengah-tengah masyarakat baik melalui lisan (pidato-pidato, pembicaraan langsung) maupun secara tulisan, soal pentingnya seseorang pemimpin menguasai persoalan bangsanya, soal perjuangan, nasionalime dan idealisme. Menuju kemenangan, mencapai keagungan yang mereka raih di kemudian hari, buku-buku ini mengajarkan sebuah kerja keras, konsistensi, dan ketekunan.

Belakangan, ketika sudah memahami kemajuan teknologi internet dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, saya membaca kisah Larry Page dan Sergey Brin, dua orang pencipta Google, (The Succes story of Google), atau Mark Elliot Zuckerberg pencipta Facebook.

Kisah dua orang pendiri Google mengajarkan saya betapa pentingnya “rencana bisnis jitu” yang menginsipirasi para pemodal menanam modalnya. Sayangnya, kisah terciptanya Google dan Facebook sendiri jarang dikomunikasikan kepada generasi muda di daerah ini. Perjuangan, tantangan mereka seharusnya meinginspirasi para anak-anak muda kita. Ingin seperti mereka, harus mau belajar dan bekerja seperti mereka.

Pengantar di atas adalah pengalaman membaca kisah hidup, yang kami alami. Pasti berbeda dengan pengalaman anda!

Secara umum, buku kisah kehidupan (Biografi atau otobiografi) merekam kehidupan seseorang : tindakan-tindakannya, peristiwa yang dialaminya, pemaknaan atas tindakan-tindakannya dan peristiwa itu sendiri, dalam mengarungi rangkaian masa yang berubah.

Buku jenis ini semakin banyak diminati. Anda bisa saksikan sendiri semakin membanjirnya buku-buku biografi dan otobiografi di toko-toko buku. Ratusan ribu judul buku biografi ditulis di berbagai negara dunia ini setiap tahun.

Apa yang istimewa dalam buku ini, sehingga banyak orang menyukainya?.Buku jenis ini menawarkan Anda menemukan kisah sukses, gagal, sedih, senang, bersemangat, lesu, kiat baru dan lain-lain. 

Pelaku-pelaku mulai dari tokoh-tokoh terkenal: pemimpin-pemimpin pemerintahan, tokoh politik, pemimpin agama, pengusaha, para humanis, sampai kisah ibu-ibu rumah tangga. Kisahnya diramu dengan gambaran soal ruang, waktu, dan suasana yang menciptakan kisah yang hidup, seolah pembaca terlibat dalam kisah yang dibacanya.

Dengan membaca buku biografi atau otobiografi Anda bisa menyerap pengalaman seseorang dalam merenungkan arti hidup dengan tepat, melakukan tindakan yang tepat, (terkadang anda dihipnotis dengan bagaimana Tuhan berperan dalam hidupnya). Proses seseorang keluar dari himpitan kehidupan yang menyesakkan, begitu mengasyikkan. Hingga anda tidak ingin menyelesaikannya sebelum cerita berakhir, bahkan kadang lupa makan dan minum.

Anda belajar memahami bahwa keberhasilan terjadi saat seseorang terbuka dan rela melawan pikiran ”tidak bisa berubah” dan apatis. Seberapa beratpun beban Anda, semuanya sudah pernah dialami orang lain—hanya waktu, tempat dan suasananya yang berbeda. 

Singkatnya, Biografi membantu menginsiprasi Anda mencari jalan keluar dari berbagai kesulitan hidup. Anda akan terkesima ketika tokoh berkata :”Sesuatu akan Indah pada Waktunya”. Sikap yang sulit dipahami seseorang yang sedang dalam kesulitan bahkan hampir menghadapi rasa frustrasi.

Buku biografi menawarkan Anda menemukan banyak hal yang mengejutkan. Anda bisa belajar melihat keunggulan orang lain sekaligus melihat keunggulan Anda sendiri. 

Hal yang perlu kita galakkan saat ini, menghindari sikap ”iri”, mengklaim ketokohan diri sendiri dengan meremehkan orang lain. Biarlah orang besar dengan kebesarannya, carilah keunggulan anda supaya bisa menjadi besar dalam kebesaran anda sendiri. 

Membaca biografi, Anda terlatih melihat keunggulan orang lain, sekaligus belajar melihat banyak kelebihan yang Anda miliki.

Setelah membaca, Anda mungkin akan menyimpulkan, "Aduh, kalau melakukan yang seperti ini, saya juga bisa, mengapa tidak saya mulai?”. Atau suatu saat, Anda akan berujar : ”Memang hebat orang ini, bagaimana saya bisa menciptakan yang berbeda dengan cara saya sendiri!”. 

Ketika Anda mengalami hinaan orang, dan membandingkan pengalaman seseorang dalam buku biografi, Anda bisa berujar, ”Ternyata hinaan ini tidak seberapa, ketimbang tokoh yang kubaca”. Sehingga suatu saat Anda semakin kuat dan bisa mengatakan ”untunglah anda menghina saya, kalau tidak saya tidak akan jadi seperti ini”. ”Untunglah guru saya dulu tidak mengizinkan saya sekolah di sana, kalau tidak saya pasti hanya sebagai gemble”. 

Biografi banyak mengajarkan saya memaknai sebuah kesalahan, kegagalan menjadi sebuah berkah!. Tidak justru asyik dengan mencari kambing hitam, tetapi belajar dari kesalahan dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. 

Selain itu, dengan seringnya anda membaca buku jenis ini, Anda akan berminat memahami seseorang lebih mendalam. Anda akan berlatih menilai seseorang secara obyektif, tidak hanya mengenal seseorang seperti ”kucing dalam karung”, kemudian menciptakan persepsi dan stigma-stigma menurut pemahaman sendiri.

Anda akan belajar, bagaimana seseorang sampai mencapai kondisinya seperti sekarang? Tidak cukup hanya menilai seseorang baik--sesaat setelah membagi-bagikan sesuatu, tanpa memahami seseorang dengan baik. Mengapa ia sampai mampu dan mau membagi-bagikannya, itulah pertanyaan kristis yang dijawab dalam buku biografi-atau otobiografi.

Membaca puluhan buku biografi, serta membudayakan anak-anak membaca buku biografi, dampaknya terasa pada ketahanan mereka menghadapi tantangan hidup. Ketika kami mengalami kesulitan keuangan, anak-anak maklum, ketika mereka harus bekerja atau belajar dalam kondisi stress, mereka lebih kuat.

Bahkan buku-buku seperti ini mampu mengajarkan anak-anak memahami masa depan mereka. Sukses hanya bisa dicapai dengan kerja keras, ketekunan dan fokus. Tidak semata mengandalkan KKN.

Mereka belajar secara nyata arti gagal, dan berhasil melalui kehidupan nyata seseorang. Buku jenis ini mengisahkan bahwa kegagalan hanyalah sebuah tahapan proses kehidupan memulai keberhasilan baru. 

Gagal, bukan tindakan yang harus mendapat hukuman!. Ada pelajaran berharga di dalamnya. Sukses adalah sebuah keagungan, dimana seseorang bisa memberi lebih banyak kepada orang lain, bermanfaat bagi orang lain.

Pengalaman kami, mengajak anak-anak dan keluarga membaca buku biografi yang ditulis dengan kaidah-kaidah yang benar, bisa menjadi salah satu alternatif menangkal kehidupan khayalan yang banyak disiarkan televisi melalui ”sinetron” yang banyak menawarkan ”impian”, bukan kehidupan ”nyata” yang membumi.

Memperkenalkan buku biografi tokoh-tokoh di sekitar kita, bisa memotivasi minat baca di kalangan keluarga. Sekaligus mengetahui lingkungan sekitarnya—yang dekat dengan mereka. Sayang, banyak buku biogafi yang beredar di sekitar kita berasal dari terjemahan sukses di negeri orang. Sehingga tidak bisa banyak diserap oleh anak-anak dalam membentuk watak keindonesiaannya. Alangkah baiknya kalau mereka diberikan kisah kehidupan nyata di sekitarnya.

Singkatnya, dengan membaca biografi, Anda bisa membuat hidup lebih berarti.Rajinlah membaca biografi. 

Tak perduli kehidupan orang besar atau orang tidak terkenal. Apakah ditulis seorang penulis terkenal atau penulis pemula. Dengan gaya sastra modern atau tulisan yang sederhana sekalipun. 

Ini pengalaman pribadi saya, silakan mencoba memulainya!

Tulisan ini diilhami oleh Action Principle, http://billfitzpatrick.com


Senin, 28 September 2009

Cukup Populerkah Anda di Web?

Oleh : Jannerson Girsang

Kalau selama ini anda sudah mengenal istilah PageRank untuk mengukur traffik ke web anda (seperti Alexa, Google, dan lain-lain), maka kini anda menemukan istilah PeopleRank--mengukur kepopuleran orang di web dengan mesin pencari bernama : WebMii. Levelnya Internasional dan Perancis. Negara lain menyusul barangkali.

Disamping itu, web ini juga bisa digunakan mencari jejak teman atau seseorang di internet, seperti sudah dibahas dalam www.visigraphic.com.

28 September 2009 lalu, iseng-iseng saya membuka website yang sudah link ke website saya beberapa waktu lalu. Sebelumnya, saya tidak begitu tertarik karena nama webnya agak asing.

Setelah membuka, saya tertarik dengan sebuah pernyataan di bawah logo web tersebut berbunyi seperti ini :

”Find all online public information about you (and other people) and get your PeopleRank: your visibility score on the web”.

Kata-kata PeopleRank, skor kepopuleran, menarik bagi saya, karena latar belakang saya pernah menjadi konsultan kampanye. Betapa sulitnya menilai kepopuleran seseorang, sebagai awal merencang sebuah program kampanye di pilkada, maupun legislatif.

Hebat juga!. Web ini menciptakan ranking semua manusia yang nyantol di web, dengan ranking dimulai dari terendah 0 dan tertinggi 10.

Anda bisa lakukan langkah-langkah berikut :

1.Kunjungi website http://www.webmii.com

2.Isi nama depan anda (orang yang ingin anda ranking) di kolom kiri dan nama belakang di kolom kanan.

3.Di sebelah kanan kolom nama belakang terdapat kolom dengan dua pilihan, mau lihat kepopuleran anda (orang yang anda cari) di level internasional, pilih internasional, dan kalau ingin tau kepopuleran di Perancis, pilih France.

4.Lihat rank kepopuleran anda di sebelah kiri : di sana akan tertera ranking antara 0-10. Warna angkanya merah jambu.

Saya tidak tau validitas mesin pencari ini. Tapi, bagi saya sebagai hiburan ya oklah!

Web ini juga menampilkan foto orang tersebut di internet, keanggotaan di berbagai jejaring sosial seperti Facebook, MySpace, LinkedIn, Bebo, Twitter, Website dan blog yang dimilikinya, Kata kunci yang berhubungan dengan orang tersebut, Orang-orang yang saling terhubung dengannya dan data anda di mesin pencari Yahoo dan Google. (Lihat ulasan www.visigraphic.com).

Selain itu juga ditampilkan berita anda (seseorang yang anda cari) selama 30 hari terakhir!.

Kini para netter (pengguna internet) bisa melihat kepopuleran dirinya, teman dan tokh idolanya. Salut buat pencipta WebMii. Selamat berkreasi!.


Rabu, 16 September 2009

Floriana Tobing : "Berdoa dan Menebar Kasih"


Oleh : Jannerson Girsang

Bagi seorang gadis Batak di era 50-an, ditawari sekolah ke Jerman adalah sebuah kesempatan yang langka. Saat itu kebanyakan perempuan Batak dan umumnya perempuan Indonesia menghabiskan sebagian besar waktu mereka bekerja di ladang atau sawah, bahkan masih sedikit keluar dari desanya dilahirkan. Saat-saat seperti itulah Floriana ditawari Sekolah Diakonia ke Jerman.

Floriana adalah salah seorang dari tiga perempuan pertama siswa Sekolah Diakonia yang dikirim Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ke Jerman pada 1952. Mereka memperoleh bea siswa Sekolah Diakones dari RMG (Rheinische Mission Gessellschaft) yang berkedudukan di Wuppertal, Jerman. Dua orang temannya yang lain adalah Nuria Domdom Gultom dan Bonaria Hutabarat. Ia menyelesaikan Sekolah Diakones di Kaiserwerth (1956) dan Tubingen (1958).

Di dua lokasi pendidikan itu, Floriana menguasai ilmu kebidanan dan berbagai bahasa asing seperti Jerman, Inggeris dan Belanda. Sekembalinya ke Indonesia, selama dua tahun, cucu pendeta HKBP Amon Lumbantobing ini mengawali kariernya sebagai bidan di Rumah Sakit HKBP Balige—milik gereja terbesar di Asia Tenggara itu. Dari sana HKBP memindahkannya ke Rumah Sakit Bethesda di Saribudolok—sebuah rumah sakit milik GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun). GKPS adalah sebuah gereja yang saat ini memiliki 200 ribu lebih jemaat.

Gadis Batak berkulit putih dan bertubuh pendek ini menikah dengan Armencius Munthe—lulusan Master Theologia, Universitas Hamburg, Jerman, pada 1966. Pernikahannya mengakhiri kariernya sebagai bidan. ”Itu sudah menjadi prinsip hidup saya,” ujarnya dalam buku otobiografinya ”Berdoa dan Menebar Kasih”, yang diluncurkan di Medan, 16 September 2009 lalu, tepat pada hari Ulang Tahunnya ke 78.

Waktunya dicurahkan mendampingi suaminya sebagai pendeta yang pernah bertugas di pulau Nias, Sondiraya dan menjadi Pimpinan Pusat GKPS yakni menjadi Sekjen dan Ephorus selama 25 tahun (1970-1995).

Di sela-sela tugas mendampingi suami. Florian terlibat dalam beberapa kegiatan sosial. Perempuan yang mampu berbahasa Inggeris, Jerman dan Belanda ini pernah menjadi penerjemah dalam program KNH (Kinder Not Hilfe) GKPS dan bagi para tamu-tamu GKPS saat melakukan peninjauan atau perjalanan ke jemaat atau program-program gereja lainnya.

Selain itu, selama 22 tahun, sejak 1986, Floriana menjadi Sekretaris Yayasan Harapan Jaya, sebuah Yayasan Katolik yang didirikan di Pematangsiantar pada 1982. Yayasan ini bergerak membantu anak-anak cacad. Bersama pengurus yayasan lainnya, pengabdiannya di yayasan itu mendapat penghargaan dari Gubernur Sumatera Utara, Drs Rudolf Pardede, bertepatan dengan Peringatan Ulang Tahun ke 25 yayasan itu pada 2007. Selain itu, ia juga aktif di berbagai organisasi wanita gereja seperti Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI).

Pada 1995-selepas suaminya mengakhiri jabatan sebagai Sekjen GKPS, Floriana dan keluarganya pindah ke Medan. Sejak itu ia mendampingi suaminya yang bekerja sebagai dosen, aktif sebagai pengkhotbah di berbagai gereja di Sumatera Utara (GKPS, HKBP, GKPI, Gereja Methodist, GBKP, BNKP dan lain-lain), representasi Crossway International-sebuah lembaga berpusat di Minneapolis, Amerika Serikat, Perguruan Immanuel Medan, dan berbagai yayasan sosial lainnya.

Anak abang Dr Andar Lumbantobing—mantan Bishop Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) ini, lahir di Flores pada 16 September 1931. Flores adalah sebuah pulau yang terletak beberapa ratus kilometer sebelah Timur pulau Bali. Ia lahir saat ayahnya--anak pendeta Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), adalah seorang klerk di kantor pemerintah Hindia Belanda. Ayahnya hijrah ke Jakarta pada era 1920-an dan kemudian menjadi klerk di kantor Pemerintah Belanda di Palembang.

Putri pasangan Alfred Lumbantobing dan Hilderia Panggabean ini, menjalani masa kecil sampai remajanya di Flores, Lombok, Bengkulu dan Lampung. Sebagai seorang anak pegawai Belanda, Floriana memperoleh pendidikan dasar di Europese Lagere School (ELS) di Bengkulu dan Lampung. ELS adalah sebuah sekolah dasar berbahasa Belanda. Dia dibesarkan dalam keluarga dengan pengantar Bahasa Belanda.

Masa penjajahan Jepang adalah masa-masa penderitaan keluarganya. Ayahnya Alfred Lumbantobing ditahan Jepang di sebuah penjara di Jambi. Kehidupan keluarganya bertambah sulit, karena puluhan keluarga mereka yang tinggal di Jakarta mengungsi ke Lampung karena situasi keamanan. Selain itu, buruknya pelayanan kesehatan di masa penjajahan Jepang, menyebabkan adiknya Jhony Lumban Tobing yang ketika itu berusia 10 tahun meninggal akibat tetanus.

Di masa sulit itu, nenek dari enam cucu itu melakukan berbagai pekerjaan untuk membantu keluarganya. Mulai dari menyanyi bersama grup band di berbagai acara untuk mendapatkan hadiah sabun, mengikuti lomba bahasa Jepang demi sebungkus rokok ”Davros” untuk ditukar dengan garam, bahkan kasir di Kawasaki Jidosha — sebuah perusahaan bus angkutan, dengan imbalan sabun atau minyak makan.

Beberapa tahun setelah Indonesia merdeka, ayahnya pindah tugas dari Lampung ke kantor gubernur Sumatera di Medan. Di kota inilah, anak tertua dari tiga belas bersaudara ini menyelesaikan IMS (Indonesische Middlebare School) pada 1950.

Almarhum suaminya Dr Armencius Munthe yang meninggal 25 Juli 2009 lalu, menggambarkan Floriana sebagai seorang perempuan yang senantiasa "Berdoa dan Menebar Kasih".

Kisah kehidupannya direkam dalam buku ”Berdoa dan menebar Kasih” Buku setebal 134 halaman itu dilengkapi dengan 50 foto kenangan awal 1900-an sampai foto-foto terakhir saat Floriana mendampingi suaminya yang meninggal pada 25 Juli 2009 lalu.

Publikasi pertama pada blog www.harangan-sitora.blospot.com.

Selasa, 25 Agustus 2009

Belajar Demokrasi dan Membangun Bangsa

Oleh : Jannerson Girsang

Beberapa hari menjelang Peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-64, bangsa Indonesia menerima kado demokrasi, sekaligus sebuah pembelajaran berdemokrasi dan kedewasaan menghadapi sebuah kekalahan. MK memutuskan menerima hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 dan menggugurkan gugatan dua pasangan Capres dan Cawapres. Keputusan ini sekaligus mengukuhkan SBY-Budiono melenggang maju menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2009-2014, yang rencananya akan dilantik Oktober mendatang.

Jumat, 21 Agustus 2009

Toping-toping and Huda-Huda from Simalungun

By Jannerson Girsang


Entering 21th century, the Simalungun ethnic still performs ancient culture, called Toping-toping and Huda-Huda. It can be seen in few remote villages of Simalungun District, North Sumatra, Indonesia.  It is one of hundreds of different funeral rituals founded in the country.

Sabtu, 08 Agustus 2009

Mbah Surip dan Artinya Bagi Kita

Oleh : Jannerson Girsang

Di tengah-tengah puncak suksesnya, di saat jutaan penonton menunggu penayangan lagu hitsnya  Tak Gendong di televisi atau diperdengarkan di radio, ketika dirinya sedang diberitakan dan diulas media, Mbah Surip tiba-tiba pergi untuk selamanya. Penggemarnya tidak pernah mendengar pria pujaannya itu sakit, atau dirawat di rumah sakit.

Pria bernama asli atau Urip Ahmad Aryanto menemui ajalnya pukul 10.30, Selasa 5 Agustus 2009.”Kita mengenalnya sebagai cahaya yang tiba-tiba melintas di langit industri hiburan, tetapi dalam sekejap mata ditelan kabut” (Kompas, 4 Agustus 2009), yang menggambarkan kemunculan dan kepergian Mbah Surip. Bak meteor!.

Orang-orang yang sedang nongkrong di kedai-kedai, restoran mewah, di kediamannya masing-masing, tempat kerja, menyaksikan dengan sedih kepergian ayah empat orang anak itu saat berita kematiannya tersiar. Bahkan pemimpin tertinggi negeri ini, Presiden SBY merasa perlu menggelar jumpa pers untuk menyampaikan belasungkawa atas kepergiannya. Sama seperti yang dilakukan Presiden Amerika Serikat, Obama saat kepergian bintang Pop Amerika, Michael Jackson bulan Juni lalu. Kelebihannya, kalau Michael Jackson sudah terkenal puluhan tahun sebelumnya.

Mbah Surip beristrahat dengan tenang di pekuburan Bengkel Teater Depok. Pada sebuah acara televisi, sehari sebelum Mbah Surip meninggal, seorang dedengkot musik Indonesia, Ahmad Dhani menempatkan Mbah Surip sebagai musikus Indonesia yang hebat. ”Dia unik dan punya gagasan yang bisa diterima masyarakat” ujarnya. Di kesempatan lain, Cak Nun, seorang Budayawan terkenal negeri ini, menggambarkan Mbah Surip sebagai ”Manusia Indonesia Sejati” yang tidak pernah merasa susah, tidak pernah gelisah, tidak pernah sedih dan selalu tertawa, meskipun seringkali di ledek orang, tidak pernah dendam.

Kepergian Mbah Surip tidak hanya meninggalkan lagu-lagunya yang sedang digandrungi jutaan penggemarnya, tetapi juga sebuah kisah kehidupan unik. Di balik ketenarannya, Mbah Surip memberikan pelajaran berharga bagi kita!

Sukses Bukan Tujuan Akhir!

Mbah Surip mengajarkan pentingnya ketekunan dan kesabaran menuju sukses. Puluhan tahun Mbah Surip berkelana. Selain itu, Mbah Surip menginspirasi kita, sukses bisa diraih kapan saja dan puncak sukses bukan segalanya. .

Mbah Surip meraih sukses setelah bertahun-tahun menyanyi dari panggung ke panggung tak mengenal lelah, tempat di berbagai tempat di Jakarta. Lagunya, Tak Gendong bahkan sudah dinyanyikan sejak 2002. Berbagai usaha mempromosikan diri dilakukannya sebelum ini. Mulai dari menjual album yang direkam sendiri sejak 1997. Menawarkan langsung satu demi satu kepada para pengunjung pasar seni di Ancol atau tempat lain. Bahkan, konon tak banyak laku, dan tak banyak membantu ekonominya. Namun, tidak menghentikan semangatnya menanyi terus, mencipta terus, menjual terus. Ironis memang, baru saja dia mulai dikenal luas di tengah-tengah masyarakat luas, Mbah harus pergi.

Dari kehidupannya kita bisa belajar bahwa sebuah sukses bukan tujuan akhir. Sukses Mbah Surip kemudian menuntutnya bekerja lebih keras lagi. Masa istirahat Mbah Surip berkurang. Belakangan hanya tidur 3 jam . Faktor usia dan menurunnya kondisi fisik seharusnya membutuhkan istirahat yang lebih banyak, justru sebaliknya. Sukses, memang tidak serta merta mendatangkan kebahagiaan, hidup senang atau santai.

Keseimbangan di balik sukses sudah menjadi sebuah keharusan. Ada keseimbangan hidup yang perlu dijaga—tanpa mengabaikan keyakinan kita bahwa ajal di tangan Tuhan. Undangan manggung, tuntutan kesempurnaan penampilan dan berbagai harapan orang terhadap sebuah kesuksesan bisa membuat seseorang kelelahan, frustrasi dan gangguan lain Seorang di puncak kesuksesan harus mampu menjaga keseimbangan, bekerja menurut kemampuannya.

Ingatan kita masih segar dengan kisah Michael Jackson. Setelah mencapai sukses, bintang pop Amerika ini malah merasakan kesepian, kehilangan jati diri. Merubah wajahnya dengan operasi plastik sampai berkali-kali, supaya baik dipandang. Menggunakan bantuan obat-obatan mendukung saya tahan fisiknya yang menurun demi memenuhi tuntutan kerja yang meningkat. Obat-obatan yang justru merusak kesehatannya bahkan merenggut nyawanya sendiri .

Pahami Seniman dengan Benar!

Pada kesempatan ini, artikel ini ingin mengkritisi media khususnya dalam memberitakan seorang seniman. Kejelian media dalam mempublikasikan seorang seniman diakui sungguh-sungguh luar biasa mengangkat seorang seniman. Itu sebabnya, media dituntut melihat seorang seniman dengan data dan pemahaman yang benar. Kisah Mbah Surip mempertontonkan betapa media kita kurang jeli atas data pribadi seorang seniman.

Dari tangal lahir dan riwayat perjalanan Mbah Surip diberitakan dalam berbagai versi. Mulai dari 5 Mei 1949, 5 Mei 1959, dan beberapa versi lain. Tidak mungkin seseorang dilahirkan dengan tanggal yang berbeda! Riwayat hidupnya sebelum ia tenar juga disajikan dalam berbagai versi. Bukan mengatakan itu hal terpenting, tetapi hal ini menunjukkan media kita kurang jeli melihat riwayat seorang seniman. Media kurang kreatif menggali informasi tentang kehidupan seorang Mbah Surip.

Di sisi lain, kehidupan Mbah Surip menyadarkan kita kembali bagaimana seorang seniman menyampaikan gagasannya, pesan-pesannya. Mbah Surip memilih jalan yang unik. Mbah Surip menjadi sebuah contoh betapa gagasan seni itu banyak di luar kebiasaan. Bahkan dia menyebutnya”belajar salah”. Lagu-lagunya, penampilannya, suaranya, berbeda dari puitisnya lagu Ebiet G.Ade, berbeda dengan merdunya suara emas Bob Tutupoly. Mbah Surip memiliki ciri dan cara sendiri, namun bisa mampu menyejajarkan diri dengan penyanyi-penyanyi tenar itu.

Masyarakat kita acapkali mengekang seorang seniman dengan aturan-aturan yang kadang tidak mengakomodasi kreativitas. Mbah Surip menikmati kebebasan berkreasi sehingga menghasilkan karya yang unik. Seunik lagu Tak Gendong, yang tak ada dimana-mana, hanya ada pada Mbah Surip!

Jangan lihat kulitnya, jangan hanya lihat salahnya. Lihatlah makna yang ingin disampaikannya. Mbah Surip mencurahkan isi hatinya dengan sederhana, tapi membawa pesan kuat. Mengajak saling mengasihi, gotong royong dengan caranya sendiri. Pesan yang menembus seluruh lapisan masyarakat, tak membedakan agama, suku, dan golongan. Kadang masyarakat lupa, kritik yang sering mereka lontarkan kepada seniman hanya dari satu sisi, acapkali mengabaikan pesan utamanya.

Kesederhanaan dan Hidup Bagi Orang Lain

Di tengah-tengah suksesnya, Mbah Surip mempertontonkan kesederhanaan. Sebuah sikap yang menjadi impian masyarakat dalam dunia yang sangat konsumtif sekarang ini. Seorang bintang, lazimnya hidup glamour dan merubah penampilannya. Mbah Surip konsisten dalam memegang prinsip hidup kesederhanaan, Sikap yang tampak jelas dalam penampilannya di televisi, baik cerita yang kita baca melalui media. Bahkan diberitakan dia meninggal saat menumpang tidur di rumah temannya, permintaan terakhirnya burjo ”bubur kacang ijo”, makanan kesukaannya.

Mbah Surip hidup untuk orang lain. Sebagian hasil sukses adalah milik orang lain yang papa. Tidak semua jerih payahnya untuk diri sendiri. Dia senantiasa memikirkan amal kepada mereka yang papa. ”Uang itu sebagian akan saya simpan di bank, sebagian akan disumbangkan untuk amal,”, ungkapnya dalam sebuah wawancara. Ungkapan sederhana yang menunjukkan sikapnya atas orang tak berpunya.

Merokok, minum kopi 20 gelas sehari, itulah yang banyak dinikmati Mbah Surip dari hasil kerja kerasnya. Sisanya akan dinikmati anak-anaknya, keluargana Tentunya juga para orang papa, sesuai dengan cita-citanya seperti seringkali diungkapkannya di televisi. Dia pergi saat sedang berada di puncak sukses. Mbah Surip meninggalkan warisan yang tidak akan pernah dinikmatinya. Hasil kerjanya memberi kehidupan bagi banyak orang.


Selamat Jalan Mbah Surip : I Love You Full!

Mbah Surip sudah dimakamkan di pekuburan Bengkel Teater Selasa malam. Kita semua,para pencinta lagu-lagunya hanya bisa menahan sedih. Tetapi, sebuah pengalaman hidup, dan keunikan karya-karya Mbah Surip tidak akan lenyap. Kisah perjalanan dan prinsip hidupnya menjadi sesuatu yang abadi dan kenangan terindah dari seorang Mbah Surip. Selamat jalan Mbah Surip. I love you Full, jargon yang tidak akan kami lupakan. Semangatmu akan terpatri di hati para seniman Indonesia dan para penggemarmu. Semoga arwahmu diterima disisiNya. Amin!.

Sumber : Analisa, 7 Agustus 2009. Bisa juga diakses dengan mengunjungi: www.analisadaily.com