Oleh: Jannerson Girsang
Sudah setahun aku berjuang!. Pagi ini saya membaca prolognya buku yang sudah saya mulai setahun yang lalu.
Kadang tersenyum, kadang mengundang kekhawatiran menyempitnya waktu
deadline. Berubah, berubah lagi. Tambah bahan lagi. Susun kata-kata
lagi. Ganti diksi, entah apa lagi!
Semoga bulan ini akan mencapai kemenangan! Ini kali ke dua puluh saya berjuang mewujudkan sebuah keabadian.
"Menulislah, maka kamu akan abadi," demikian diingatkan Pramoedya Ananta Tur, penulis novel besar Indonesia.
Tapi itu tidak mudah. Perlu semangat yang terus membara. Berbagai hal diperlukan untuk terus bersemangat menulis.
Salah satunya adalah hari ini. Mengikuti kebaktian memperingati Hari
Kenaikan Yesus Kristus akan menjadi penambah semangat. Untuk sebuah
keabadian Yesus harus menderita, bahkan mati di kayu salib!
Masak untuk berjuang sebuah buku aja harus menyerah?.
Semangat itu akan menambah energi untuk bertahan sendirian di depan
komputer, melengkapi gambar, bahan tulisan yang masih perlu, kata
pengantar, editing, menghubungi designer, ISBN, percetakan, dengan
segala persoalan non-teknis di dalamnya..
Judulnya sedikit
berubah sejalan dengan perubahan atau penambahan isi. Begitulah menulis
sebuah buku.
Sabar, kerja sama, penuh pengharapan
Menulis adalah mengabadikan peristiwa. Keabadian adalah harta yang paling berharga.
Hanya semangat seperti itulah yang mampu memberi energi bagi seseorang untuk terus menulis.
Materi, ketenaran bukan pendorong utama seseorang untuk menulis. Tetapi semangat keabadian itulah yang terutama.
Satu atau dua kata yang ditulis adalah tetap, satu atau dua kata yang terucap akan lenyap ditelan masa!
Berjuang untuk keabadian tidak mudah. Yesus harus menanggung sengsara,
bahkan mati di kayu salib! Tidak dengan bersenang-senang!
Tetapi, lihat ujung ceritanya!. Dia menjadi cerita yang menjadi sumber
inspirasi bagi miliaran manusia di dunia ini sepanjang masa.
Mau yang tetap, atau mau yang lenyap?
Tergantung! Tugas kita di dunia hanya dua: Mengasihi sesama seperti diri sendiri, mengasihi Tuhan dengan segenap hati.
Apakah cerita hidup kita menginspirasi orang lain, atau menyakiti
orang lain, mengisap hak orang lain?.
Apakah cerita hidup kita benar
atau penuh kebohongan?
Mari kita sama-sama merenungkannya!
Medan, 5 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar