Oleh: Jannerson Girsang
Dari sebuah titik, beberapa kilometer menjelang Air Terjun Sipiso-piso, memandang ke arah desa Tongging ibarat kita melihat dari pesawat terbang dari ketinggian beberapa ratus meter. Tebing curam sedalam ratusan meter yang gundul. Dibawahnya areal pertanian dan persawahan dan sungai yang berkelok-kelok seperti ular melata. Desa Tongging tampak kecil dengan rumah-rumah sebesar korek api. Danau Toba luas nan membiru menyejukkan mata yang mulai lelah.
Ke sebelah kanan terlihat Gunung Sipiso-piso yang tetap gundul dan hanya memiliki pepohonan lebat di puncaknya. Batu-batu yang kokoh menempel di perbukitan. Sepanjang hidup kami tinggal beberapa kilometer dari gunung itu keadaannya tetap sama. Kebakaran hampir terjadi setiap tahun di saat musim kemarau.
Menakjubkan sekali ciptaan Tuhan yang menurut pengetahuan manusia adalah hasil letupan Gunung Toba yang meletus beberapa puluh ribu tahun yang lalu.
Wah, kita melintasi sebuah tikungan membelok ke kiri yang tajam dan mendaki, membelok ke kanan dan mendaki lagi. Setelah itu, rombongan bertemu dengan sebuah persimpangan tiga: ke kanan masuk ke desa Situnggaling—berjarak 3 kilometer dan ke kiri adalah kawasan wisata Air Terjun Sipiso-piso.
Saat itu saya teringat kembali letihnya mendaki perbukitan ini menggunakan sepeda di era 1970-an, saat masih menjadi siswa SMP. Terkenang suatu hari Minggu, bersama teman-teman kami turun ke Tongging dengan naik sepeda dengan nikmatnya. Sebalinya, saat kembali ke puncak, di beberapa tempat kami harus mendorong sepeda karena tidak mampu mendayung, khususnya di jalan dengan kemiringan 45 derajat. Naik sepeda ke Tongging hanya berlangsung sekali seumur hidup. Seingat saya tidak ada diantara kami yang pernah mau mengulangi pengalaman yang melelahkan itu.
Lamunanku berhenti saat tiba di sebuah persimpangan. Di persimpangan itu terdapat pos restribusi tempat membayar Fee masuk bagi setiap kenderaan.
Sore itu, kami tidak mampir ke Air Terjun Sipiso-piso. Perjalananpun lanjut ke Medan!. 2.5 jam kemudian sudah tiba di rumah, persis jam 19.00 WIB. Menempuh jarak sekitar 100 kilometer.
****
Tapi agar cerita ini lengkap akan kututurkan kesan saya di Kawasan Wisata Sipiso-piso dalam kunjungan terakhir saya beberapa tahun lalu. Tempat ini sudah berkali-kali kami kunjungi. Saat kunjungan terakhir waktunya sudah agak sore dan menjelang mata hari terbenam, tapi cuaca cerah dan beberapa menit masih bisa menikmati pemandangan.
Dari pos penjaga yang kami lewati tadi, Air Terjun hanya berjarak beberapa ratus meter. Kesan pertama saya kalau tiba di Sipisopiso, adalah hembusan angin kencang membuat tubuh terasa dingin menusuk tulang.
Kemudian menuruni beberapa puluh anak tangga ke bawah. Tangga ini sudah ada sejak era 1970-an. Anak tangga dibatasi beton dengan pagar besi di atasnya. Setelah tiba di bawah, lantas mendaki anak tangga lagi hingga tiba persis di tempat dimana bisa memandang lepas ke arah Tongging di tepi Danau Toba. Kegiatan menurun dan mendaki ini sedikit menghilangkan rasa dingin.
Rasa dingin makin pupus tatkala berdiri di pinggir pagar beton di ujung sebelah Selatan kawasan Wisata itu. Memandang dari puncak di ketinggian 1400 meter ke arah Tongging, layaknya berada di atas pesawat dari ketinggian 500-600 meter yang hendak mendarat ke Tongging.
Memalingkan mata ke arah air terjun setinggi 120 meter yang tak pernah berhenti selama ratusan tahun. Airnya berasal dari hulu desa-desa Pangambatan, Situnggaling, Merek. Di kiri kanan airnya sedikit ditumbuhi pepohonan dan rerumputan.
Dari lobang—dari jauh tampak kecil, dibatasi pepohonan dan reumputan itu keluar air dan terjun setinggi 120 meter. Saat air bersentuhan dengan batu, mengeluarkan suara yang khas. Hembusan angin terkadang memecah air sehingga terlihat seperti awan, menambah keindahan pemandangan di lokasi jatuhnya air. Sangat enak dipandang mata.
Air Terjun ini merupakan salah satu sumber air yang tidak henti-hentinya mengalir dan memberi kontribusi untuk mempertahankan volume air Danau Toba.
Penduduk yang berada di kawasan Daerah Aliran Sungai ini harus memeliharanya agar ciptaan Tuhan ini lestari dan bisa berfungsi menjaga keindahan alam dan turut mengairi sawah-sawah petani-petani di hilirnya, desa Tongging. Perlu penanaman pohon, seperti yang dilakukan rekan-rekan dari Sipiso piso Hijau dan melanjutkan beberapa progam penghijauan yang sudah dimulai.
Satu pertanyaan yang terus mengganjal sekian lama. Mengapa air terjun itu tidak dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air?
Tapi, satu hal yang sangat kusayangkan, berkali-kali saya mengunjungi lokasi ini, belum pernah turun ke bawah, ke lokasi air jatuhnya air beberapa ratus meter dari bukit kawasan wisata itu. Padahal sudah tersedia jalan setapak.
Suatu ketika saya akan turun dan melihat lokasi air yang beradu dengan bebatuan itu. Ayo kunjungi Air Terjun Sipiso-piso dan turun melihat keindahan air terjun yang menakjubkan itu.
Batak Pos, 16 Februari 2012