Oleh: Jannerson Girsang.
sumber foto: http://www.news.tobaline.com
Didia Rongkap Hi, Anakkonku, Inang dan ratusan karya Dakka Hutagalung setiap hari dinyanyikan di pesta, kafe, dan acara-acara penting lainnya. Tapi, sama seperti banyak kehidupan pencipta lagu lainnya, kehidupan kesehariannya tak sebanding dengan nama besarnya.
Membaca berbagai berita di Media lokal (Tribunenews, 10 Oktober 2010, Harian Analisa, 13 Oktober 2011), nikmatnya mendengar dan menyanyikan lagu-lagu Batak yang diciptakannya, tidak seenak mendengar kisah di balik kehidupannya di usia 63 tahun. Menurut pemberitaan media-media itu, Dakka masih tinggal dan berkarya di sebuah rumah kontrakan di Tangerang, Jakarta.
Untuk mengapresiasi karya-karyanya, sebuah pagelaran akan digelar di Jakarta. Pesan seorang teman, salah seorang penyelenggara masuk ke Face Book saya 13 Nopember 2011, berbunyi "A Special Music Performance Tribute for Dakka!".
Pagelaran musik dan apresiasi "40 Tahun Dakka Hutagalung Berkarya", yang rencananya akan menghadirkan artis-artis terkenal seperti Joy Tobing, Amigos Band, Silaen Sister, Lamtama Trio, Style Voice, Dipo Pardede, Maria Mamamia Pasaribu, The Heart Simatupang Sister, menjadi sebuah ajang penghormatan yang tulus. Pagelaran sendiri direncanakan akan berlangsung pada Sabtu, 19 Nopember mendatang di Ballroom Hotel Sultan Jakarta.
Artikel ini adalah renungan bersama kita atas nasib seorang pencipta lagu."Without a song, each day would be a century", "Tanpa lagu sehari rasanya seabad," kata Mahalia Jackson. Pencipta lagu adalah awal dari populernya sebuah lagu dan dinikmati penggemarnya. Seorang pencipta lagu, berkontribusi membuat kehidupan kita indah dan menyenangkan.
****
Memutar memori ke awal 1970-an, adalah ketika saya mengenal Dakka Hutagalung lewat Trio Golden Heart yang berbasis di Jakarta. Desa kami dengan penduduk sekitar 100 Kepala Keluarga dan memiliki lebih dari sepuluh tape rekorder, memiliki kaset rekaman mereka di rumah masing-masing. Pemuda dan remaja sangat akrab dengan nama Tri Golden Heart.
Sejak awal kariernya yang dimulai 1971, desa Nagasaribu, Kabupaten Simalungun, yang terletak 100 kilometer lebih dari Medan sudah mengenal lagu-lagu ciptaannya.
Masih jelas dalam memoriku, volume-volume pertama kaset mereka masih menggunakan gitar, belum menggunakan alat musik elektronik. Baru setelah Volume 12 dan seterusnya, saya mendengar suara organ elektronik. Dalam beberapa kaset yang saya miliki ketika itu, Trio Golden Heart menyelipkan lagu-lagu Melayu serta lagu rohani Kristen.
Saya terkesan dengan volume 12, karena selain lagu pop, mereka juga menyisipkan lagu rohani berjudul: "Silang Nabadia" (Salib yang Suci). Kaset C-60 berdurasi enam puluh menit, produksi perusahaan rekaman "Mini Record", Trio Golden Heart yang terdiri dari tiga laki-laki yang tampan, berpakaian rapi (kadang dengan jas), celana panjang dengan garis gosokannya yang tampak jelas, merupakan idola kami ketika itu.
Sore, pagi atau malam, dari salah satu rumah pasti terdengar lagu Trio Golden Heart. Di dalamnya terselip nama Dakka Hutagalung, disamping dua rekannya yang lain, Star Pangaribuan dan Ronald Tobing. Hari Minggu pasti di rumah kami akan mengumandang lagu "Silang Nabadia" yang diiringi organ yang sungguh membuat hati teduh.
****
Beranjak ke masa-masa kuliah di era 80-an, lagu-lagu seperti Anakkonhu, ciptaan Dakka Hutagalung yang dipopulerkan Eddy Silitonga dan Didia Rongkap Hi dipopulerkan Rita Butar-butar adalah dua lagu favorit kami saat kuliah menjadi kenangan yang indah, mengharukan, menginspirasi kami.
Mendengar lagu ini, tak mampu rasanya menahan air mata bila kita berbuat salah kepada orang tua. "Ndang namora au amang, manang parhauma na bidang…….So tung las marisuang, sasudena halojaonki………Di dadang ari ditinggang udan, do hami da amang, di balian an i…. .holan asa boi pasingkolahon ho".
Terjemahan bebasnya: "Saya bukan orang kaya nak, atau pemilik ladang yang luas, Jangan kau sia-siakan semua kelelahanku, Anakku, ….. kami dipanggang matahari, disiram hujan di ladang, hanya supaya kau bisa sekolah".
Bulu kuduk merinding saat mendengar lagu, sambil membayangkan orang tua di kampung. Dalam sebuah acara pelepasan sarjana, sebagian besar kami tak mampu menghempang air mata haru mendengar lagu ini. Membawa pendengar sebah lagu hanyut dalam perasaan penulisnya, merubah sikap pendengarnya, merupakan prestasi luar biasa dari Dakka Hutagalung.
Ketika kami mencari jodoh, lagu Didia Rongkap Hi begitu mengesankan. Syairnya berupa jeritan seorang pemuda yang didorong orang tuanya mencari jodoh, tetapi tidak kunjung bertemu. Orang tuanya sedih karena anaknya tidak dapat jodoh. Padahal, anaknya sudah ke sana kemari mencarinya.
"Nungnga tung loja au, mangalului i, ndang jumpang au na hot di ahu…. Didia Rongkap Hi!. (Aku sudah lelah mencarinya, tapi belum ketemu dengan yang cocok di hati……Dimanakah jodohku?.
Dua lagu itu hingga saat ini, setelah tigapuluh tahun kemudian, saya masih dengan rasa percaya diri yang tinggi menyanyikan lagu-lagunya di pesta-pesta, kafe-kafe dan acara-acara hiburan lainnya.
Saya tentu tidak sendiri. Jutaan orang Batak dan penggemar lagu Batak merasakan hal yang sama. Ratusan lagunya yang lain juga dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat penggemar lagu Batak di berbagai penjuru tanah air dan dunia ini. Pengalaman saya bersama lagu-lagu Dakka, tentu juga dirasakan jutaan penggemarnya dengan kesan yang berbeda.
****
Tak bisa dipungkiri, Dakka Hutagalung juga telah mempopulerkan penyanyi-penyanyi Batak melalui lagu-lagu ciptaanya. Misalnya, artis Rita Butar Butar, melejit diblantika musik Batak setelah melantunkan tembang "Didia Rongkap Hi" yang tidak lain adalah karya nyata komponis Dakka Hutagalung. Tidak jauh beda dengan artis Julius Sitanggang, namanya melejit setelah melantunkan tembang "Tabahlah Mama", juga karya besar komponis Dakka Hutagalung (Analisa, 13 Oktober 2011).
Menyenangkan para penggemar, mengorbitkan beberapa artis melalui lagu-lagu ciptaannya. Dakka telah memberikan kontribusi yang besar dalam memajukan budaya bangsa, khususnya budaya Batak, serta bisnis dunia musik.
Kakek enam cucu ini, yang mencipta lagu sejak 1971, sudah menulis 400 lagu yang menjadi hot lagu Batak. Bahkan menurut http://www.formatnews.com, Dakka, ketika masih bergabung dengan Trio Golden Heart, sudah memproduksi 28 album Batak dan Melayu. Lagu-lagunya menghibur pendengar radio, VCD, televisi, membuat manusia merasa hari-harinya lebih indah.
Tidak hanya itu, sebuah filosofi mencipta lagu bukan hanya melulu mengejar materi dan menjadi pelajaran berharga bagi pencipta lagu lainnya. "Baginya lagu merupakan salah satu alat untuk mengungkapkan rasa berbagai kejadian. Ia mengingatkan kalau lagu diciptakan hanya sekedar untuk tujuan komersial, maka lagu itu tidak mungkin abadi,"ujarnya seperti dikutip www.batakpost. com.
Sayangnya, nasibnya menjadi pencipta lagu, tidak berbeda dengan banyak seniman lainnya di negeri ini. Kasusnya memang klise. Setelah berbulan-bulan, mulai dari mencipta dan mengikuti proses lagunya hingga terkenal, seorang pencipta lagu menerima imbalan yang masih memprihatinkan. Sebuah lagunya yang diciptakannya hanya dihargai antara Rp 1.5-2 juta. Kalau ngetop bisa dapat bonus. Bandingkan dengan pemain key board yang menyanyikan lagunya di pesta, kafe dan tempat-tempat hiburan! Hanya beberapa jam sudah dapat honor sekian ratus ribu. Beberapa kali show, maka penyanyinya dapat duit jauh lebih banyak dari penciptanya.
"Kehidupan Dakka Hutagalung tidak sepadan dengan nama besarnya. Masih menempati sebuah rumah kontrakan di Tangerang," seperti diungkapkan seorang penyelenggara Pagelaran "40 Tahun Dakka Hutagalung Berkarya" kepada media. Kini, setelah mencipta lagu selama 40 tahun, laki-laki kelahiran Pahae Tapanuli Utara itu terus mencipta dan bergelut di studio untuk mengaransemen album yang dipercayakan kepadanya. Selain itu, ia juga aktif di gereja mengajar koor kepada para anak muda dan orangtua atau siapapun yang membutuhkan.
Semoga masyarakat tergerak untuk turut mendukung pagelaran ini. Selamat berkarya buat Dakka!***
Penulis Biografi, tinggal di Medan
Bisa juga diakses di: http://www.analisadaily.com/news/read/2011/11/18/22262/dakka_hutagalung_pencipta_ratusan_lagu_batak/#.TsWnH1auq9s, http://www.harangan-sitora.blogspot.com