Hari
ini, 7 April 2015, orang tuaku genap menjalani pernikahan ke 55 tahun.
Baru diberitahu malam ini saat kami baru tiba di sebuah rumah makan di
Pematangsiantar. Keduanya di usia mereka memasuki 78 tahun tetap awet.
Tuhan memberkati.
"Let us not be satisfied with just giving money. Money is not enough, money can be got, but they need your hearts to love them. So, spread your love everywhere you go" (Mother Theresia). Photo: Di Pantai Barus, Tapanuli Tengah, April 2008. Saat itu, seorang anak laki-laki sedang asyik memancing bersama teman-temannya. (Dilarang keras memposting artikel-artikel dalam blog ini untuk tujuan komersial, termasuk website untuk tujuan memperoleh iklan).
Selasa, 28 April 2015
Danau Toba.
Dari sudut mana saja Danau Toba itu Indah. Bawa jalan-jalan istri yang senang difoto, asyik juga. Istirahat di Penatapan Tele.
Medan-Doloksanggul-Tele
Suatu Pagi di Doloksanggul
Menikmati
pagi dengan sedikit mendung di Jalan Merdeka, kota dingin Dolok
Sanggul, . Istirahat usai pawai dan kebaktian subuh. Sebuah pengalaman
baru dalam hidup, pertama kalinya mengikuti pawai Paskah berkeliling di
ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan itu.
Makna Paskah: jangan takut menghadapi persoalan hidup, karena kematian sendiri dihadapi Yesus dengan penuh iman percaya kepada yang mengutusNya. Dia berkorban demi keselamatan orang lain, tak ada orang sebaik Dia. Kita dituntut untuk rendah hati.
Makna Paskah: jangan takut menghadapi persoalan hidup, karena kematian sendiri dihadapi Yesus dengan penuh iman percaya kepada yang mengutusNya. Dia berkorban demi keselamatan orang lain, tak ada orang sebaik Dia. Kita dituntut untuk rendah hati.
Doloksanggul, 5 April 2015
Pawai Paskah di Doloksanggul 2015
Usai
pawai Paskah yang dimulai pukul 04.30, dengan hikmad dan penuh syukur
jemaat mengikuti kebaktian menyambut Paskah di gereja HKBP Dolok
Sanggul. Kebaktian mulai 05.30
Alam Hijau
Alam
hijau membuat mata hati jernih. Sebuah lembah yang kulintasi dalam
perjalanan di daerah Sijama Polang (kemenyan) dari Onan Ganjang ke Bonan
Dolok Humbahas.
Bonandolok, 4 April 2015
Paskah 2015
"Silang
Na Badia". Kebaktian di HKBP Sibuntuon Humbang Hasundutan. Suara
terompet menggelegar memenuhi ruangan gereja yang cukup bedar berpadu
suara jenaat bak suara malaikat. Selamat Paskah
Sibuntuon, Lintongnihuta, 3 April 2015
"Akh. Aku Tak Berguna Lagi..."
Oleh: Jannerson Girsang
Di usia lansia, apalagi sudah 80-an ke atas, manusia umumnya merasakan dirinya seolah tidak berguna, karena lingkungan yang salah. Kalau kita tidak mengubah sikap sejak sekarang terhadap lansia, maka kitapun akan mengalami hal yang sama, ketika kita seperti mereka.
Semangat mereka tidak sehebat dulu lagi. Wajahnya kadang lesu, sering dengan pandangan hampa, tanpa harapan. Berjemur di depan rumah, di pagi hari, memperoleh kehangatan, kadang memandang dengan mata kosong, walau di depan rumah anaknya, terhampar bunga dan tanaman hijau.
Berulang-ulang menceritakan hal yang sama, yang kadang membuat orang di sekitarnya bosan mendengarnya.
Itulah proses hidup. Semua orang berusia lanjut mengalaminya. Orang muda tidak pernah mengerti kondisi mereka, karena orang-orang muda tidak pernah menjadi tua. Mereka ingin orang tua tetap sehat dan energik, meski orang tuanya sudah tua.
Seringkali para lansia merasa diabaikan. Padahal, mereka menyimpan segudang dokumen berharga: pengalaman hidup yang tidak ternilai harganya.
"Mereka adalah orang-orang penting dunia", pernah menjadi aktor utama di masa lalu, paling tidak dalam menghantarkan anak-anaknya menjadi dewasa, berkeluarga dan memiliki anak.
Bukankah kini banyak pasangan yang gagal dalam keluarganya? Bukankah luar biasa kalau hingga di usia 80-an, pasangan mereka awet, atau kalaupun mereka duda atau janda tetap memegang janji pernikahannya?
Paling tidak mereka menjadi inspirasi yang berhasil menghantarkan keluarganya hingga mandiri, teladan menjadi keluarga yang mampu mempertahankan rumah tangga dan membina anak-anaknya..
Usia sepanjang itu telah melihat, mendengar, merasakan dan memaknai berbagai peristiwa yang penting di masa lalu, dan tidak pernah dilihat dan didengar generasi sesudah mereka.
Sayangnya, di usia seperti itu, kondisi tubuh, daya ingat sudah menurun, kemampuan berkomunikasi juga menurun, sementara perhatian keluarga, masyarakat yang cenderung materialis, juga menurun.
Mereka hanya dibiarkan tinggal di rumah, tidak ikut ke pesta, tidak ikut rembuk desa, bahkan banyak yang tidak mengikuti kebaktian atau sembahyang di rumah ibadah.
Bertahun-tahun mereka hidup dalam kesepian dan terisolasi dari "peran" di dalam keluarga. Seringkali mereka "tersisih" dari pembicaraan di tengah-tengah keluarga, masyarakat, dan kadang dianggap tidak perlu.
Kita bisa melayani kebutuhan mereka yang sangat..sangat menolong. Mereka suka bercerita, mengungkapkan isi hatinya, ingin diperlakukan sebagai "aktor" utama, bukan hanya "peran pembantu", apalagi tidak punya peran bahkan tidak didengar lagi.
Lingkungan bisa melayani mereka bercerita dengan hati. Bertanya tentang masa kecilnya, masa-remaja, masa mudanya. Mereka akan tertawa.
Mengenang kapahitannya menyekolahkan anak, diperlakukan orang tidak baik, mereka menangis.
Berbincang tentang Tuhan dalam hidupnya, mereka akan menerawang jauh ke atas atap rumahnya, merasakan betapa besar kuasa Tuhan memeliharanya. Ketika semua orang mengabaikan mereka, Tuhan senantiasa sayang kepada mereka.
Air mata, tawa, menerawang, sebuah simbol pemaknaan hidup dari seorang yang mengalami hidup panjang di dunia ini, menghasilkan ungkapan-ungkapan tak terduga yang sangat bermanfaat bagi kita.
Satu lembar seminggu, cerita tentang orang berusia lanjut, maka dalam satu tahun kita akan mengumpul kisah setebal 52 halaman. Bayangkan, kalau mau bercerita dengan mereka selama tiga tahun, seminggu sekali.
Bagi mereka, proses seperti ini, sangat mujarab menumbuhkan rasa percaya diri mereka, mereka merasa hidup kembali.
Itulah pengalaman saya mengamati kehidupan orang tua seperti ini dalam melakukan penulisan biografi dan otobiografi.
Mungkin sudah lama mereka tidak menjadi aktor utama berbicara tentang dirinya, tentang prestasinya di masa lalu. Mereka adalah aktor utama yang menjadikan putra-putrinya menjadi seperti sekarang ini. Merekalah yang mengawali proses membuat hidup kita seperti sekarang ini. Tidakkah mereka orang penting? .
Dua minggu terakhir, saya berbicara dan menggali pengalaman dua orang perempuan yang berusia 86, 87 tahun.
Mereka terlihat lebih sehat, setelah mengeluarkan air mata, kemudian tertawa karena sadar mereka sangat berguna bagi kehidupan umat manusia.
Apalagi, setelah membaca apa yang mereka kisahkan!
"Akh.....kami ini tidak diperlukan lagi. Tinggal menunggu panggilan," ungkapan pesimis yang sering muncul dalam wawancara, ketika memulai pembicaraan.
Pendapat itu tidak benar. Mereka menyimpan sejumlah kearifan yang perlu diungkap dan dipelajarii oleh kita-kita yang hidup.
Setelah dijelaskan pentingnya pengalaman mereka, kemudian dengan lancar mengungkapkan perasaannya, kenangannya. Bagi mereka sendiri, proses pengungkapan pengalaman itu adalah obat, terapi.
Jangan biarkan mereka pergi menghadap sang Kuasa, terbakar, tanpa Anda sempat menuliskan, menyelamatkan isi perpustakaan besar itu. Anda bisa melakukannya sendiri.
Para pelayan, penulis, anak-anak, seharusnya memperhatikan mereka lebih dari yang lain. Luangkan waktu berbicara dengan mereka dengan hati.
Mereka tidak butuh sentuhan yang indah dipandang mata, enak didengar telinga, tetapi mereka butuh sentuhan hati. Mereka tidak hanya butuh bantuan sembako, apalagi pakaian. Hal yang sering dilakukan gereja. Walau itu tidak kalah penting.
Tetapi yang terpenting adalah mereka butuh mengungkap perasaannya, mereka ingin didengar.
Jangan lupa: Mereka adalah perpustakaan besar bagi kita: berisi kebijakan-kebijakan dan pengalaman hidup yang tidak tertulis.
Medan, 31 Maret 2015
Kualitas Hidup
Oleh: Jannerson Girsang
Kualitas hidup kita adalah seberapa kita mampu menilai manusia dari ketulusan mempersembahkan hal-hal yang dimilikinya, berbuat kebaikan bagi banyak orang.
Yesus menilai manusia dari ketulusan, suka cita seseorang mempersembahkan sesuatu yang dimilikinya.
Di masa Perjanjian Baru, seorang janda mempersembahkan sesuatu yang tak bernilai untuk ukuran dunia, tetapi menjadi besar di mata Yesus karena ketulusannya memberi.
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu" (Lukas 21:3).
Bukan berarti seseorang dibenarkan mempersembahkan "apa adanya", apalagi hanya "sisa-sisa", tetapi dituntut memberikan "yang terbaik" bagi Tuhan dan melakukan yang terbaik juga kepada sesama manusia.
Dalam praktek kehidupan, manusia tidak jarang melakukan penilaian dari besarnya sesuatu yang terlihat, bukan dari "hati" dan "motivasi" orang itu.
"Hal paling indah di dunia tak dapat dilihat dan bahkan tak bisa disentuh, hal tersebut hanya bisa dirasakan dengan hati. (Helen Keller). Perbuatan yang tulus akan menggerakkan hati, menginspirasi, memberi dampak yang luar biasa bagi dunia. Helen masuk dalam 18 orang paling berpengaruh di dunia.
Helen Keller adalah tokoh besar. Ia seorang penulis, aktivis, dan juga dosen. Helen Keller dilahirkan tepat 135 tahun lalu di Tuscumbia, Alabama pada 27 Juni 1880.
Ketika ia menginjak usia 19 bulan, Keller terkena penyakit yang membuatnya menjadi buta dan tuli.
Hellen Keller yang mendapat pengasuhan dengan kasih yang tulus dari seorang guru Anne Sullivan membuahkan seorang tokoh yang luar biasa dalam kehidupannya.
Hellen Keller yang buta dan tuli: di mata dunia adalah seorang cacat dan "tidak mampu mempersembahkan apa-apa", tetapi besar karena mampu mempersembahkan "Hatinya"
Dampak sebuah ketulusan melakukan kebaikan adalah kebahagiaan. Tindakan-tindakan mereka memberi suka cita, tidak mengundang iri hati, tetapi memberi inspirasi, tidak membuat kegaduhan hati, tetapi kedamaian hati.
Medan, 29 Maret 2015
Kualitas hidup kita adalah seberapa kita mampu menilai manusia dari ketulusan mempersembahkan hal-hal yang dimilikinya, berbuat kebaikan bagi banyak orang.
Yesus menilai manusia dari ketulusan, suka cita seseorang mempersembahkan sesuatu yang dimilikinya.
Di masa Perjanjian Baru, seorang janda mempersembahkan sesuatu yang tak bernilai untuk ukuran dunia, tetapi menjadi besar di mata Yesus karena ketulusannya memberi.
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu" (Lukas 21:3).
Bukan berarti seseorang dibenarkan mempersembahkan "apa adanya", apalagi hanya "sisa-sisa", tetapi dituntut memberikan "yang terbaik" bagi Tuhan dan melakukan yang terbaik juga kepada sesama manusia.
Dalam praktek kehidupan, manusia tidak jarang melakukan penilaian dari besarnya sesuatu yang terlihat, bukan dari "hati" dan "motivasi" orang itu.
"Hal paling indah di dunia tak dapat dilihat dan bahkan tak bisa disentuh, hal tersebut hanya bisa dirasakan dengan hati. (Helen Keller). Perbuatan yang tulus akan menggerakkan hati, menginspirasi, memberi dampak yang luar biasa bagi dunia. Helen masuk dalam 18 orang paling berpengaruh di dunia.
Helen Keller adalah tokoh besar. Ia seorang penulis, aktivis, dan juga dosen. Helen Keller dilahirkan tepat 135 tahun lalu di Tuscumbia, Alabama pada 27 Juni 1880.
Ketika ia menginjak usia 19 bulan, Keller terkena penyakit yang membuatnya menjadi buta dan tuli.
Hellen Keller yang mendapat pengasuhan dengan kasih yang tulus dari seorang guru Anne Sullivan membuahkan seorang tokoh yang luar biasa dalam kehidupannya.
Hellen Keller yang buta dan tuli: di mata dunia adalah seorang cacat dan "tidak mampu mempersembahkan apa-apa", tetapi besar karena mampu mempersembahkan "Hatinya"
Dampak sebuah ketulusan melakukan kebaikan adalah kebahagiaan. Tindakan-tindakan mereka memberi suka cita, tidak mengundang iri hati, tetapi memberi inspirasi, tidak membuat kegaduhan hati, tetapi kedamaian hati.
Medan, 29 Maret 2015
Langganan:
Postingan (Atom)