Oleh: Jannerson Girsang
"Wujud tertinggi
dari kasih (cinta) adalah terlibat atau melibatkan diri dalam dunia; dan
bentuk keterlibatan itu dimaknai Khalil Gibran dengan kerja".(Taman
Cinta, Khalil Gibran)
Kahlil Gibran adalah seorang multi
profesi. Dia adalah penyair, pelukis, pemahat, penulis, filsuf, pakar
teologi, dan seniman, seni.
Meski meninggal dalam usia 48 tahun,
nama Khalil Gibran begitu melegenda. Di usia tersebut, tidak banyak
manusia yang mencapai sebesar prestasinya.
Dia adalah manusia genius yang membuka mata manusia tentang kerja, tentang kasih (cinta)
Hingga hari ini, umat manusia, khususnya pencinta sastra di seluruh
dunia masih mengabadikan namanya, membaca, mempelajari karya-karyanya
dan menginspirasi kehidupan mereka sehari-hari.
85 tahun setelah Khalil Gibran meninggal, karya-karyanya, kisah tentang dirinya terus diproduksi ulang.
Malam ini saya masih membaca buku tentang Gibran (Taman Cinta Kahlil
Gibran--terbitan 2015, ditulis dalam bahasa bahasa Indonesia. Saya
masih menikmati puisi-puisi dan karyanya yang diunggah di youtube!.
"Kerja yang berorientasi pada kasih akan melegenda sepanjang masa".
Sepanjang usianya yang hanya 48 tahun (1883-1931), Gibran telah membuahkan hasil kerjanya yang menakjubkan.
Pria kelahiran Lebanon, 6 Januari 1883 dan berasal dari keluarga
Katholik-Maronit ini menghasilkan karya-karya yang disejajarkan dengan
penulis Romeo and Juliet, Willaiam Shakespeaare.
Pada tahun 1911,
keluarganya yang miskin pindah ke New York Amerika Serikat untuk
menguji nasib, memperbaiki kehidupan keluarganya yang miskin di Lebanon.
Pada 1912, di saat berusia 29 tahun, Gibran menerbitkan novel
berbahasa Arab, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris sebagai
"Broken Wing" (di Indonesia diterjemahkan dengan Sayap-sayap Patah).
Sebelum tahun 1918, Gibran meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems".
Persahabatannya yang erat dengan seorang gadis bernama Mary tergambar
dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa
Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang
Nabi" pada tahun 1923.
Karya-karya itu adalah suatu cara agar
dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa
sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak
dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam
bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.
Sebelum terbitnya "Sang
Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary
dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang
dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini
merombak kesusastraan Arab yang stagnan.
Seiring dengan naiknya
reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah
Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi".
Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya
menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York,
Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.
Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928.
Gibran juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal
6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada
tahun 1931.
Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini
ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah
kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".
Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia.
Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan tuberkulosis,
tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari
terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.
Definisi Kerja
Salah satu pelajaran yang kita peroleh dari kehidupan Gibran adalah
definisi kerja. Kerja adalah wujud tertinggi dari kasih (cinta).
Bagi Gibran, wujud tertinggi dari kasih (cinta) adalah terlibat atau
melibatkan diri dalam dunia; dan bentuk keterlibatan itu dimaknai Gibran
dengan Kerja.
Kerja atau pekerjaan adalah satu-satunya wujud
relasi manusia dengan Allah di dunia; sebagai bentuk pengorbanan diri
yang konkret. Tanpa bekerja, manusia tidak mungkin mengasihi orang lain,
tanpa kerja (menhasilkan karya), manusia mengingkari tujuannya
diciptakan.
Sementara kerja yang dimaksud Gibran tidak hanya
melibatkan daya fisik, tetapi juga pikiran dan perasaan mansia. Kerja
bukan hanya mencangkul, heppot atau terlihat sibuk, tetapi juga kegiatan
yang mampu menyumbangkan pikiran dan motivasi.
Melalui kerja,
manusia dapat mewujudkan dirinya sebagai individu. Dengan bekerja,
manusia dapat melebur dalam persatuan dengan sesama. Dengan bekerja pula
manusia dapat menjumpai Allah dalam alam semesta.
Gibran
meyakini bahwa kerja merupakan dimensi mendasar hidup manusia di dunia.
Latar belakang pemikirannya karena manusia adalah citra Allah, juga
karena perintah yang diterima dari penciptaannya untuk menaklukkan dan
menguasai dunia.
Menurut Gibran, semua pekerjaan manusia
berorientasi pada kasih (cinta). Sebab kerja harus berlandaskan pada
kasih (cinta) maka melalui kerja atau pekerjaan tersebut manusia tidak
hanya mengubah kodrat, tetapi juga mewujudkan dirinya sendiri serta
membangun masyarakat, keluarga dan bangsanya.
(Artikel di atas dikutip dari Taman Cinta Khalil Gibran, Juni 2015, dan Wikipedia Indonesia).
Apapun yang kita lakukan harus berorientasi kasih. Seseorang harus terlibat di dunia melalui kerja.
Bekerja adalah Pro Deo et Patria: untuk Tuhan dan ibu pertiwi! Ternyata
kerja, kerja, kerja yang didengungkan oleh Jokowi adalah perwujudan
kasih.
Orang yang malas, apalagi tidak bekerja (menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain) tidak akan pernah
bisa mengaplikasikan kasih. Setiap orang diberi talenta untuk bekerja.
Mereka diharapkan menghasilkan sesuatu dari talentanya dan merlipat
gandakan manfaatnya bagi orang lain.
Jadi, koruptor, pemeras
adalah tindakan bunuh diri dan membunuh orang lain. Bentuk kegiatan
kerja yang tidak berorientasi pada kasih!
Kegiatan korupsi kalau dilipatgandakan akan menghancurkan dunia, menghancurkan manusia, membunuh banyak umat manusia.
Sebaliknya, kerja yang berorientasi kasih kalau dilipatgandakan akan
mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran bersama, perdamaian dunia yang
makin meningkat!
Medan, 8 Mei 2016
"Let us not be satisfied with just giving money. Money is not enough, money can be got, but they need your hearts to love them. So, spread your love everywhere you go" (Mother Theresia). Photo: Di Pantai Barus, Tapanuli Tengah, April 2008. Saat itu, seorang anak laki-laki sedang asyik memancing bersama teman-temannya. (Dilarang keras memposting artikel-artikel dalam blog ini untuk tujuan komersial, termasuk website untuk tujuan memperoleh iklan).
Selasa, 10 Mei 2016
Musibah Haranggaol: Pemerintah Jangan Bersikap "OR"
Oleh: Jannerson Girsang
Seminggu terakhir kita membaca media dengan berita-berita seputar musibah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba. Foto-foto ikan mati membuat hati trenyuh.
Pemerintah pusat ternyata langsung bereaksi. Tribun News memberitakan Prof Kismono dari Kementerian Perikanan dan Kelautan sedang meneliti penyebab musibah itu. Semoga tidak seperti selama ini, turun ke bawah tanpa solusi!
Hari ini Harian Sinar Indonesia Baru terbitan Medan memberitakan bahwa dalam dua minggu terakhir, 850 ton ikan mati di Haranggaol, Danau Toba.
Kalau angka itu benar, bayangkan, kalau harga sekilonya Rp 30.000, maka kerugian ditaksir sekitar 255.000.000.000 (dua ratus lima puluh lima miliar). Katakanlah angka itu hanya separuhnya benar, kerugiannya masih cukup besar!
Bahkan ada laporan yang menyebutkan lebih dari 1000 ton ikan mati dalam kurun waktu yang sama.
Laporan-laporan yang simpang siur seperti ini adalah bukti monitoring dan pendataan resmi pemerintah tidak bekerja dengan baik, tidak mampu menyajikan data yang akurat. Semua hanya berdasarkan perkiraan-perkiraan saja, tanpa sumber yang resmi.
Yang jelas, dengan informasi seperti ini, tindakan yang akan diambil juga tidak akan menyelesaikan persoalan.
Kerugian yang begitu besar dan terjadi hanya dalam beberapa hari, akan menimbulkan dampak ekonomi dan dampak psikis bagi pengusaha karamba dan penduduk nagori Haranggaol sendiri.
Para pengusaha karamba membutuhkan dukungan moral kita semua!. Turut prihatin, betapa sedihnya para pengusaha karamba saat ini.
Seperti diberitakan media, untuk sementara diduga penyebab kematian ikan-ikan itu adalah kekurangan oksigen, karena padatnya karamba, sehingga lalu lintas udara ke dalam karamba tidak mencukup kebutuhan ikan.
Tetapi perlu penyelidikan lebih lanjut penyebab kematian itu.
Untuk mengungkap kematian ratusan ton ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) Haranggaol Kabupaten Simalungun, Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskanter) Kabupaten Simalungun bersama Prof Krismono dari Kementerian Kelautan dan Perikanan turun ke lokasi, Selasa (3/5/2016).
“Prof Kriamono dari Kementeriam Kelautan dan Perikanan (KKP), sedang dalam perjalanan menuju Haranggaol untuk meneliti. Sementara ini dugĂ an kekurangan oksigen”, ucap Kadiskanter Simalungun, Jarinsen Saragih, seperti dikutip Tribun News, Medan.
Meski selama ini banyak orang yang menangguk untung dari usaha ini, dan investor terus menyerbu dan berebut kapling untuk usaha karamba, risiko usaha ini juga bukan tanggung-tanggung besarnya, ,
Pasalnya, usaha karamba adalah investasi padat modal dan berisiko besar, dan rentan dengan serangan penyakit atau kekurangan oksigen yang saat ini terjadi. .
"Musibah" ini mengajak kita merenungkan kembali usaha Karamba Jaring Apung ini. Benarkah usaha karamba paling cocok memakmurkan rakyat di sana, benarkah rencana pemerintah mengembalikan fungsi Danau Toba menjadi daerah wisata akan mampu memberi kemakmuran bagi penduduk dalam jangka panjang?
Sikap pemerintah yang benar adalah "Yes" or "No",. Bukan "Or" yang selama ini diambil pemerintah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang akhirnya rumit ditangani!
Mereka yang mengusahakan karamba di Danau Toba di satu sisi menguntungkan, karena mampu menyerap tenaga kerja,memenuhi kebutuhan protein nabati provinsi ini, serta tentunya menambah penerimaan daerah dan negara (kalau semuanya setia membayar pajak).
Seperti dilaporkan harian Metro Siantar tahun lalu (20 April 2015) , perputaran uang akibat bisnis karamba di Haranggaol mencapai Rp 1.6 triliun per tahun.
Sayangnya, meski sirkulasi uang dari bisnis ini cukup tinggi, namun Pemkab Simalungun ternyata tidak memeroleh PAD dari sektor usaha ini. Paling tidak, hal ini sesuai pengakuan Kadis Peternakan dan Perikanan Kabupaten Simalungun Jarinsen Saragih.
Kata Jarinsen, hal ini merupakan imbas dari ketiadaan produk hukum Pemkab Simalungun yang mengatur regulasi perizinan usaha keramba jaring apung.
“Kita tidak tahu secara pasti berapa perputaran uang di sana. Sebab memang, tidak ada izin. Artinya, tanpa adanya izin sulit menghitung sirkulasi uangnya,” tegas dia.
Di sisi lain, pemerintah saat ini sedang merencanakan agar Danau Toba dikembalikan fungsinya sebagai daerah wisata. Bahkan Bupati JR Saragih dalam sebuah kunjungannya ke Haranggaol pada 2013 mengatakan Haranggaol sebagai salah satu DTW kawasan Danau Toba yang memiliki pemandangan alam yang indah, direncanakan akan dikembalikan fungsinya seperti pada puncaknya kejayaannya tahun 1990-an.
“Sekarang tergantung masyarakat, ke mana dibawa Haranggaol ini. Apakah menjadi DTW atau daerah Keramba Jaring Apung (KJA). Karena seperti kita ketahui di era tahun 1990-an, Haranggaol terkenal sebagai DTW di Simalungun. Turis mancanegara maupun lokal sering berkunjung ke tempat ini untuk berwisata,” kata Bupati Simalungun, seperti dikutip Harian Metro Siantar (23 September 2013). .
Kini, banyak penduduk memilih KJA, namun mereka harus sadar, bahwa di balik "menggiurkanya" bisnis karamba, risiko lingkungan yang ditimbulkannya juga cukup besar.
Boy Tonggor Siahaan dari YPDT dalam publikasinya menjelaskan, memang warga pemilik KJA dihadapkan pada pilihan sulit, yakni antara mempertahankan mata pencaharian yang menopang hidup keluarga mereka dan melestarikan lingkungan hidup di Danau Toba.
Bayangkan 850 ton ikan yang membusuk, akan menyebabkan bau yang tidak sedap, serta mengotori danau. Mengganggu penduduk sekitar dan pengunjung yang ingin menikmati Danau Toba.
Syukur kalau keuntungan yang diperoleh peternak ikan selama ini pernah disisihkan untuk mengatasi risiko lingkungan seperti ini. Kalau tidak, ujung-ujungnya, pemerintahlah yang disalahkan bertanggungjawab.
Dengan tidak menyalahkan siapa-siapa, semua harus berfikir ulang. Apakah usaha karamba masih terus dipertahankan di daerah yang dulunya dikenal sebagai wisata itu, berlanjut atau atau saatnya dihentikan.
Tidak mudah mencari jawabnya, dan juga jangan buru-buru memberi jawabnya. Semoga masyarakat Sumut makin pintar. Tidak asbun, tidak memberi komentar yang membuat masalah tambah keruh.
Perlu pemikiran dan diskusi yang mendalam dan komprehensif antara pengusaha karamba dengan pemerintah dan LSM yang peduli Danau Toba
Kesalahan ada di tangan kita semua. Saling menyalahkan adalah tindakan yang membawa petaka bagi kita semua.
Jadikanlah musibah ini momen untuk mengambil langkah-langkah yang terbaik. Menghentikan usaha karamba atau mengembalikan fungsi Danau Toba sebagai wilayah wisata.
Pemerintah harus segera turun tangan mengatasi masalah yang kini dihadapi petani peternak karamba, menunggu keputusan-keputusan selanjutnya. Jangan diam!
Masalahnya, "Kerugian masyarakat sangat besar, masyarakat terancam tidak bisa bayar kredit modal mereka ke bank," kata Ketua Koordinator Kelompok Perikanan Haranggaol, Hasudungan Siallagan, seperti dikutip Harian Analisa, 5 Mei 2016.
Turut prihatin dengan penderitaan petenak ikan karamba di Haranggaol, dan semoga penelitian yang dilakukan Prof Kimono memberi hasil dan rekomendasi yang bijaksana.
Medan, 7 Mei 2016
Seminggu terakhir kita membaca media dengan berita-berita seputar musibah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba. Foto-foto ikan mati membuat hati trenyuh.
Pemerintah pusat ternyata langsung bereaksi. Tribun News memberitakan Prof Kismono dari Kementerian Perikanan dan Kelautan sedang meneliti penyebab musibah itu. Semoga tidak seperti selama ini, turun ke bawah tanpa solusi!
Hari ini Harian Sinar Indonesia Baru terbitan Medan memberitakan bahwa dalam dua minggu terakhir, 850 ton ikan mati di Haranggaol, Danau Toba.
Kalau angka itu benar, bayangkan, kalau harga sekilonya Rp 30.000, maka kerugian ditaksir sekitar 255.000.000.000 (dua ratus lima puluh lima miliar). Katakanlah angka itu hanya separuhnya benar, kerugiannya masih cukup besar!
Bahkan ada laporan yang menyebutkan lebih dari 1000 ton ikan mati dalam kurun waktu yang sama.
Laporan-laporan yang simpang siur seperti ini adalah bukti monitoring dan pendataan resmi pemerintah tidak bekerja dengan baik, tidak mampu menyajikan data yang akurat. Semua hanya berdasarkan perkiraan-perkiraan saja, tanpa sumber yang resmi.
Yang jelas, dengan informasi seperti ini, tindakan yang akan diambil juga tidak akan menyelesaikan persoalan.
Kerugian yang begitu besar dan terjadi hanya dalam beberapa hari, akan menimbulkan dampak ekonomi dan dampak psikis bagi pengusaha karamba dan penduduk nagori Haranggaol sendiri.
Para pengusaha karamba membutuhkan dukungan moral kita semua!. Turut prihatin, betapa sedihnya para pengusaha karamba saat ini.
Seperti diberitakan media, untuk sementara diduga penyebab kematian ikan-ikan itu adalah kekurangan oksigen, karena padatnya karamba, sehingga lalu lintas udara ke dalam karamba tidak mencukup kebutuhan ikan.
Tetapi perlu penyelidikan lebih lanjut penyebab kematian itu.
Untuk mengungkap kematian ratusan ton ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) Haranggaol Kabupaten Simalungun, Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskanter) Kabupaten Simalungun bersama Prof Krismono dari Kementerian Kelautan dan Perikanan turun ke lokasi, Selasa (3/5/2016).
“Prof Kriamono dari Kementeriam Kelautan dan Perikanan (KKP), sedang dalam perjalanan menuju Haranggaol untuk meneliti. Sementara ini dugĂ an kekurangan oksigen”, ucap Kadiskanter Simalungun, Jarinsen Saragih, seperti dikutip Tribun News, Medan.
Meski selama ini banyak orang yang menangguk untung dari usaha ini, dan investor terus menyerbu dan berebut kapling untuk usaha karamba, risiko usaha ini juga bukan tanggung-tanggung besarnya, ,
Pasalnya, usaha karamba adalah investasi padat modal dan berisiko besar, dan rentan dengan serangan penyakit atau kekurangan oksigen yang saat ini terjadi. .
"Musibah" ini mengajak kita merenungkan kembali usaha Karamba Jaring Apung ini. Benarkah usaha karamba paling cocok memakmurkan rakyat di sana, benarkah rencana pemerintah mengembalikan fungsi Danau Toba menjadi daerah wisata akan mampu memberi kemakmuran bagi penduduk dalam jangka panjang?
Sikap pemerintah yang benar adalah "Yes" or "No",. Bukan "Or" yang selama ini diambil pemerintah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang akhirnya rumit ditangani!
Mereka yang mengusahakan karamba di Danau Toba di satu sisi menguntungkan, karena mampu menyerap tenaga kerja,memenuhi kebutuhan protein nabati provinsi ini, serta tentunya menambah penerimaan daerah dan negara (kalau semuanya setia membayar pajak).
Seperti dilaporkan harian Metro Siantar tahun lalu (20 April 2015) , perputaran uang akibat bisnis karamba di Haranggaol mencapai Rp 1.6 triliun per tahun.
Sayangnya, meski sirkulasi uang dari bisnis ini cukup tinggi, namun Pemkab Simalungun ternyata tidak memeroleh PAD dari sektor usaha ini. Paling tidak, hal ini sesuai pengakuan Kadis Peternakan dan Perikanan Kabupaten Simalungun Jarinsen Saragih.
Kata Jarinsen, hal ini merupakan imbas dari ketiadaan produk hukum Pemkab Simalungun yang mengatur regulasi perizinan usaha keramba jaring apung.
“Kita tidak tahu secara pasti berapa perputaran uang di sana. Sebab memang, tidak ada izin. Artinya, tanpa adanya izin sulit menghitung sirkulasi uangnya,” tegas dia.
Di sisi lain, pemerintah saat ini sedang merencanakan agar Danau Toba dikembalikan fungsinya sebagai daerah wisata. Bahkan Bupati JR Saragih dalam sebuah kunjungannya ke Haranggaol pada 2013 mengatakan Haranggaol sebagai salah satu DTW kawasan Danau Toba yang memiliki pemandangan alam yang indah, direncanakan akan dikembalikan fungsinya seperti pada puncaknya kejayaannya tahun 1990-an.
“Sekarang tergantung masyarakat, ke mana dibawa Haranggaol ini. Apakah menjadi DTW atau daerah Keramba Jaring Apung (KJA). Karena seperti kita ketahui di era tahun 1990-an, Haranggaol terkenal sebagai DTW di Simalungun. Turis mancanegara maupun lokal sering berkunjung ke tempat ini untuk berwisata,” kata Bupati Simalungun, seperti dikutip Harian Metro Siantar (23 September 2013). .
Kini, banyak penduduk memilih KJA, namun mereka harus sadar, bahwa di balik "menggiurkanya" bisnis karamba, risiko lingkungan yang ditimbulkannya juga cukup besar.
Boy Tonggor Siahaan dari YPDT dalam publikasinya menjelaskan, memang warga pemilik KJA dihadapkan pada pilihan sulit, yakni antara mempertahankan mata pencaharian yang menopang hidup keluarga mereka dan melestarikan lingkungan hidup di Danau Toba.
Bayangkan 850 ton ikan yang membusuk, akan menyebabkan bau yang tidak sedap, serta mengotori danau. Mengganggu penduduk sekitar dan pengunjung yang ingin menikmati Danau Toba.
Syukur kalau keuntungan yang diperoleh peternak ikan selama ini pernah disisihkan untuk mengatasi risiko lingkungan seperti ini. Kalau tidak, ujung-ujungnya, pemerintahlah yang disalahkan bertanggungjawab.
Dengan tidak menyalahkan siapa-siapa, semua harus berfikir ulang. Apakah usaha karamba masih terus dipertahankan di daerah yang dulunya dikenal sebagai wisata itu, berlanjut atau atau saatnya dihentikan.
Tidak mudah mencari jawabnya, dan juga jangan buru-buru memberi jawabnya. Semoga masyarakat Sumut makin pintar. Tidak asbun, tidak memberi komentar yang membuat masalah tambah keruh.
Perlu pemikiran dan diskusi yang mendalam dan komprehensif antara pengusaha karamba dengan pemerintah dan LSM yang peduli Danau Toba
Kesalahan ada di tangan kita semua. Saling menyalahkan adalah tindakan yang membawa petaka bagi kita semua.
Jadikanlah musibah ini momen untuk mengambil langkah-langkah yang terbaik. Menghentikan usaha karamba atau mengembalikan fungsi Danau Toba sebagai wilayah wisata.
Pemerintah harus segera turun tangan mengatasi masalah yang kini dihadapi petani peternak karamba, menunggu keputusan-keputusan selanjutnya. Jangan diam!
Masalahnya, "Kerugian masyarakat sangat besar, masyarakat terancam tidak bisa bayar kredit modal mereka ke bank," kata Ketua Koordinator Kelompok Perikanan Haranggaol, Hasudungan Siallagan, seperti dikutip Harian Analisa, 5 Mei 2016.
Turut prihatin dengan penderitaan petenak ikan karamba di Haranggaol, dan semoga penelitian yang dilakukan Prof Kimono memberi hasil dan rekomendasi yang bijaksana.
Medan, 7 Mei 2016
Sehat Itu Mahal!
Oleh: Jannerson Girsang
Hari ini saya hanya di rumah saja. Batuk dan flu berat. Banyak acara tidak bisa kuhadiri. Untungnya ada FB.
Saya masih bisa menyaksikan perkembangan dan keceriaan cucu-cucukuku melalui FB. Keduanya merupakan berkat Tuhan yang setiap hari memberiku semangat, inspirasi bekerja!
Penyebab sakit saya mungkin karena cuaca yang sangat ekstrim dua hari lalu.
Kamis lalu, pulang dari kebaktian Peringatan Kenaikan Yesus Kristus, cuaca panas sekali, kemudian tiba-tiba datang hujan lebat. Kehujanan. Dari cuaca panas, tiba-tiba diguyur hujan. Cuaca sekeliling yang panas, tiba-tiba dingin!
Ditambah lagi kemaren seharian di mobil dengan AC ke Pematangsiantar. Pulangnya langsung ke sermon di ruang AC.
Pulang ke rumah mulai terasa. Batuk, tenggorokan gatal, ingusan, kepala sedikit pening.
Padahal, hari ini begitu banyak acara yang harus saya hadiri.
Salah satunya tidak bisa menghadiri jalan Santai Peringatan Pra 500 Tahun Reformasi di Lapangan Benteng,Medan pagi ini.
Kata orang, kalau keadaan sudah begini, harus istrahat total, dan berobat. Lupakan semuanya.
Baru sakit satu hari saja, terasa berat.
Tetapi, saya masih bersyukur!. Beberapa teman saya sudah sakit berbulan-bulan.
Ada yang hanya dapat bergerak dengan bantuan orang lain. betapa menderitanya mereka!
Mereka pasti kehilangan kesempatan menikmati pekerjaan yang dulu bisa dilakukan, menikmati alam ciptaan Tuhan yang begitu indah.
Sehat itu sangat mahal!.
Ketika sakit, saya tidak bisa melakukan tugas-tugas saya dengan sempurna, ditambah lagi kalau tugas itu berhubungan dengan kepentingan orang lain. Banyak kecewa!. Kecewa tentu tidak membawa suka cita.
Tragisnya, tidak banyak orang yang peduli kepada orang sakit. Manusia lebih suka melihat orang yang sehat.
Manusia lebih suka sibuk dan berteman dengan orang-orang sehat, dan cenderung mengabaikan bahkan melupakan orang sakit.
Tidak banyak orang yang mampu mendampingi orang sakit terus-menerus, mampu menghibur, membangkitkan semangat orang sakit.
Paling dia menjenguk satu, dua kali! Pulang dengan memalingkan mukanya, sesudah itu "forget it". Syukur-syukur kalau masih sempat mengingatnya dalam doa!
Itulah manusia kebanyakan, tentu ada satu dua yang peduli.
Karena itu, jangan mau membiarkan diri sakit, kalau sakit berusaha terus supaya sehat!
Satu-satunya usaha orang sakit yang dapat membangkitkan semangat adalah menciptakan suasana yang riang, berobat ke dokter, makan obat yang diresep dokter, makan makanan secukupnya, dan istirahat yang cukup.
Tuhan, berilah kesehatan yang prima untukku, agar aku dapat membahagiakan banyak orang.
Berikan juga kesembuhan juga bagi teman-temanku yang sudah berbulan-bulan sakit, supaya mereka dapat melakukan pekerjaan mereka, membebaskan keluarga mereka dari rasa khawatir! .
Medan, 7 Mei 2016
Hari ini saya hanya di rumah saja. Batuk dan flu berat. Banyak acara tidak bisa kuhadiri. Untungnya ada FB.
Saya masih bisa menyaksikan perkembangan dan keceriaan cucu-cucukuku melalui FB. Keduanya merupakan berkat Tuhan yang setiap hari memberiku semangat, inspirasi bekerja!
Penyebab sakit saya mungkin karena cuaca yang sangat ekstrim dua hari lalu.
Kamis lalu, pulang dari kebaktian Peringatan Kenaikan Yesus Kristus, cuaca panas sekali, kemudian tiba-tiba datang hujan lebat. Kehujanan. Dari cuaca panas, tiba-tiba diguyur hujan. Cuaca sekeliling yang panas, tiba-tiba dingin!
Ditambah lagi kemaren seharian di mobil dengan AC ke Pematangsiantar. Pulangnya langsung ke sermon di ruang AC.
Pulang ke rumah mulai terasa. Batuk, tenggorokan gatal, ingusan, kepala sedikit pening.
Padahal, hari ini begitu banyak acara yang harus saya hadiri.
Salah satunya tidak bisa menghadiri jalan Santai Peringatan Pra 500 Tahun Reformasi di Lapangan Benteng,Medan pagi ini.
Kata orang, kalau keadaan sudah begini, harus istrahat total, dan berobat. Lupakan semuanya.
Baru sakit satu hari saja, terasa berat.
Tetapi, saya masih bersyukur!. Beberapa teman saya sudah sakit berbulan-bulan.
Ada yang hanya dapat bergerak dengan bantuan orang lain. betapa menderitanya mereka!
Mereka pasti kehilangan kesempatan menikmati pekerjaan yang dulu bisa dilakukan, menikmati alam ciptaan Tuhan yang begitu indah.
Sehat itu sangat mahal!.
Ketika sakit, saya tidak bisa melakukan tugas-tugas saya dengan sempurna, ditambah lagi kalau tugas itu berhubungan dengan kepentingan orang lain. Banyak kecewa!. Kecewa tentu tidak membawa suka cita.
Tragisnya, tidak banyak orang yang peduli kepada orang sakit. Manusia lebih suka melihat orang yang sehat.
Manusia lebih suka sibuk dan berteman dengan orang-orang sehat, dan cenderung mengabaikan bahkan melupakan orang sakit.
Tidak banyak orang yang mampu mendampingi orang sakit terus-menerus, mampu menghibur, membangkitkan semangat orang sakit.
Paling dia menjenguk satu, dua kali! Pulang dengan memalingkan mukanya, sesudah itu "forget it". Syukur-syukur kalau masih sempat mengingatnya dalam doa!
Itulah manusia kebanyakan, tentu ada satu dua yang peduli.
Karena itu, jangan mau membiarkan diri sakit, kalau sakit berusaha terus supaya sehat!
Satu-satunya usaha orang sakit yang dapat membangkitkan semangat adalah menciptakan suasana yang riang, berobat ke dokter, makan obat yang diresep dokter, makan makanan secukupnya, dan istirahat yang cukup.
Tuhan, berilah kesehatan yang prima untukku, agar aku dapat membahagiakan banyak orang.
Berikan juga kesembuhan juga bagi teman-temanku yang sudah berbulan-bulan sakit, supaya mereka dapat melakukan pekerjaan mereka, membebaskan keluarga mereka dari rasa khawatir! .
Medan, 7 Mei 2016
Mau yang Tetap atau yang Lenyap?
Oleh: Jannerson Girsang
Sudah setahun aku berjuang!. Pagi ini saya membaca prolognya buku yang sudah saya mulai setahun yang lalu.
Kadang tersenyum, kadang mengundang kekhawatiran menyempitnya waktu deadline. Berubah, berubah lagi. Tambah bahan lagi. Susun kata-kata lagi. Ganti diksi, entah apa lagi!
Semoga bulan ini akan mencapai kemenangan! Ini kali ke dua puluh saya berjuang mewujudkan sebuah keabadian.
"Menulislah, maka kamu akan abadi," demikian diingatkan Pramoedya Ananta Tur, penulis novel besar Indonesia.
Tapi itu tidak mudah. Perlu semangat yang terus membara. Berbagai hal diperlukan untuk terus bersemangat menulis.
Salah satunya adalah hari ini. Mengikuti kebaktian memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus akan menjadi penambah semangat. Untuk sebuah keabadian Yesus harus menderita, bahkan mati di kayu salib!
Masak untuk berjuang sebuah buku aja harus menyerah?.
Semangat itu akan menambah energi untuk bertahan sendirian di depan komputer, melengkapi gambar, bahan tulisan yang masih perlu, kata pengantar, editing, menghubungi designer, ISBN, percetakan, dengan segala persoalan non-teknis di dalamnya..
Judulnya sedikit berubah sejalan dengan perubahan atau penambahan isi. Begitulah menulis sebuah buku.
Sabar, kerja sama, penuh pengharapan
Menulis adalah mengabadikan peristiwa. Keabadian adalah harta yang paling berharga.
Hanya semangat seperti itulah yang mampu memberi energi bagi seseorang untuk terus menulis.
Materi, ketenaran bukan pendorong utama seseorang untuk menulis. Tetapi semangat keabadian itulah yang terutama.
Satu atau dua kata yang ditulis adalah tetap, satu atau dua kata yang terucap akan lenyap ditelan masa!
Berjuang untuk keabadian tidak mudah. Yesus harus menanggung sengsara, bahkan mati di kayu salib! Tidak dengan bersenang-senang!
Tetapi, lihat ujung ceritanya!. Dia menjadi cerita yang menjadi sumber inspirasi bagi miliaran manusia di dunia ini sepanjang masa.
Mau yang tetap, atau mau yang lenyap?
Tergantung! Tugas kita di dunia hanya dua: Mengasihi sesama seperti diri sendiri, mengasihi Tuhan dengan segenap hati.
Apakah cerita hidup kita menginspirasi orang lain, atau menyakiti orang lain, mengisap hak orang lain?.
Apakah cerita hidup kita benar atau penuh kebohongan?
Mari kita sama-sama merenungkannya!
Medan, 5 Mei 2016
Sudah setahun aku berjuang!. Pagi ini saya membaca prolognya buku yang sudah saya mulai setahun yang lalu.
Kadang tersenyum, kadang mengundang kekhawatiran menyempitnya waktu deadline. Berubah, berubah lagi. Tambah bahan lagi. Susun kata-kata lagi. Ganti diksi, entah apa lagi!
Semoga bulan ini akan mencapai kemenangan! Ini kali ke dua puluh saya berjuang mewujudkan sebuah keabadian.
"Menulislah, maka kamu akan abadi," demikian diingatkan Pramoedya Ananta Tur, penulis novel besar Indonesia.
Tapi itu tidak mudah. Perlu semangat yang terus membara. Berbagai hal diperlukan untuk terus bersemangat menulis.
Salah satunya adalah hari ini. Mengikuti kebaktian memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus akan menjadi penambah semangat. Untuk sebuah keabadian Yesus harus menderita, bahkan mati di kayu salib!
Masak untuk berjuang sebuah buku aja harus menyerah?.
Semangat itu akan menambah energi untuk bertahan sendirian di depan komputer, melengkapi gambar, bahan tulisan yang masih perlu, kata pengantar, editing, menghubungi designer, ISBN, percetakan, dengan segala persoalan non-teknis di dalamnya..
Judulnya sedikit berubah sejalan dengan perubahan atau penambahan isi. Begitulah menulis sebuah buku.
Sabar, kerja sama, penuh pengharapan
Menulis adalah mengabadikan peristiwa. Keabadian adalah harta yang paling berharga.
Hanya semangat seperti itulah yang mampu memberi energi bagi seseorang untuk terus menulis.
Materi, ketenaran bukan pendorong utama seseorang untuk menulis. Tetapi semangat keabadian itulah yang terutama.
Satu atau dua kata yang ditulis adalah tetap, satu atau dua kata yang terucap akan lenyap ditelan masa!
Berjuang untuk keabadian tidak mudah. Yesus harus menanggung sengsara, bahkan mati di kayu salib! Tidak dengan bersenang-senang!
Tetapi, lihat ujung ceritanya!. Dia menjadi cerita yang menjadi sumber inspirasi bagi miliaran manusia di dunia ini sepanjang masa.
Mau yang tetap, atau mau yang lenyap?
Tergantung! Tugas kita di dunia hanya dua: Mengasihi sesama seperti diri sendiri, mengasihi Tuhan dengan segenap hati.
Apakah cerita hidup kita menginspirasi orang lain, atau menyakiti orang lain, mengisap hak orang lain?.
Apakah cerita hidup kita benar atau penuh kebohongan?
Mari kita sama-sama merenungkannya!
Medan, 5 Mei 2016
Kita Adalah Satu Tubuh
Oleh: Jannerson Girsang
Kita semua memiliki fungsi masing-masing, saling menghargai fungsinya, dan tidak boleh meremehkan, apalagi cemburu kepada fungsi atau talenta yang diberikan kepada seseorang.
Dalam khotbahnya malam ini, Pendeta GKPS Resort Medan Selatan, Pdt Jaminton Sipayung STh menyampaikan ilustrasi tentang kesatuan di kalangan orang-orang percaya.
Orang-orang percaya adalah satu tubuh, meski berbeda-beda. (1 Korintus 12:12). Ilustrasi ini merupakan bagian penjelasan dari nas khotbah malam ini dari kitab Johannes 17, yang disampaikan pada Kebaktian Partonggoan Gabungan di GKPS Simalingkar, Medan. . .
Serius, tetapi menginspirasi. Demikian pendeta yang berpenampilan sederhana ini mengisahkan cerita tentang anggota badan yang saling cemburu.
Suatu ketika kaki, tangan, mata, telinga, merencanakan sebuah demo. Pasalnya mereka cemburu melihat mulut yang kerjanya hanya makan aja. Dia merasakan yang enak-enak, sementara yang lain hanya kerja keras. .
.
Kaki: "Gila itu si mulut. Kemana-mana, saya yang membawa dia jalan. Tapi kalau ada makanan tidak pernah saya dibagi"
Tangan: "Ya. Dia pelit. Masak seumur-umur, saya cuma menyulangi dia tapi dia tak pernah memberikan sebutir nasipun kepadaku"
Mata: "Ya tuh si mulut nggak pernah peduli.sama temannya. Saya yang menunjukkan jalan, kemana saja dia pergi. Kadang saya kesakitan, masuk abulah, tertusuk semaklah. Yang makan hanya dia saja"
Telinga: "Kalau ada suara bahaya, saya yang mendengarnya. Coba kalau saya tidak mendengar, udah ditabrak mobil kali dia waktu ada yang begal yang ugal-galan dari belakang".
Mulut:diam saja, tidak bereaksi apa-apa!
Kaki, tangan, mata, telinga mogok kerja. Kaki tidak mau berjalan, tangan tidak mau menyuapi makanan ke mulut, mata juga menutup diri, telinga tidak mau mendengar lagi.
Mulut diam saja. Dia tidak mau bicara.
Banggalah keempat anggota tubuh itu melihat mulut tidak makan.. "Rasain, kau tidak makan. Selama ini kau enak-enak saja. Coba kalau kami tidak mau bekerja!", kata mereka serempak.
Hari kedua, keempatnya mulai merasakan sesuatu. Semua merasa lemas.
Kaki tidak bisa menggerakkan dirinya lagi. Tangan tidak mampu bergerak, mata mulai kabur penghilatannya, telinga juga sudah mulai pekak, tak jelas mendengar lagi, bahkan mulai tak berfungsi.
Pasalnya, makanan tidak masuk!. Darah penyalur nutrisi ke seluruh tubuh, yang membuat mereka bisa berfungsi tidak mengalir lagi. Air yang mereka butuhkan juga tidak ada lagi.
Mulut diam saja!
Akhirnya, keempatnya sadar!.
Kalau mereka mogok, tidak melayani mulut, maka semuanya tidak akan berfungsi dengan baik. Mulutlah tempat makanan masuk ke dalam perut, dan diolah di sana, kemudian hasil olahan tubuh, melalui darah disebar ke seluruh tubuh.
Itulah sebuah gambaran pentingnya kesatuan dalam satu tubuh!. Kesatuan dalam organisasi, kumpulan. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda, tetapi memiliki peran yang saling tergantung.
Demikianlah jemaat di dalam satu gereja, orang-orang percaya. Mereka adalah satu tubuh. Tidak boleh mengandalkan dirinya saja, apalagi sampai menganggap dirinya paling penting.
Mereka harus saling tergantung dan saling peduli. Dan, tidak ada yang terpenting, semua penting!
Dalam sebuah organisasi, kumpulan, setiap orang harus bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing dan tidak boleh meremehkan satu dengan yang lain. "Kita ada, kalau yang lain ada"
Jadi, sebagai penulis, pencerita (story teller) saya tidak boleh diremehkan, lho!
Kadang terdengar suara!. "Cuma nulis ajanya dia itu. Entah apa. Kalau cuma cerita, nggak usahlah. Banyak omong ajanya dia itu".
Kalau saya tidak menuliskan artikel ini, Anda tidak bisa menikmati khotbah yang disampaikan pendeta tadi. Apalagi belum pernah mendengarnya.
Saya ada gunanya juga kan? ...He..he!
Kita semua memiliki fungsi masing-masing, saling menghargai fungsinya, dan tidak boleh meremehkan, apalagi cemburu kepada fungsi atau talenta yang diberikan kepada seseorang.
Dalam khotbahnya malam ini, Pendeta GKPS Resort Medan Selatan, Pdt Jaminton Sipayung STh menyampaikan ilustrasi tentang kesatuan di kalangan orang-orang percaya.
Orang-orang percaya adalah satu tubuh, meski berbeda-beda. (1 Korintus 12:12). Ilustrasi ini merupakan bagian penjelasan dari nas khotbah malam ini dari kitab Johannes 17, yang disampaikan pada Kebaktian Partonggoan Gabungan di GKPS Simalingkar, Medan. . .
Serius, tetapi menginspirasi. Demikian pendeta yang berpenampilan sederhana ini mengisahkan cerita tentang anggota badan yang saling cemburu.
Suatu ketika kaki, tangan, mata, telinga, merencanakan sebuah demo. Pasalnya mereka cemburu melihat mulut yang kerjanya hanya makan aja. Dia merasakan yang enak-enak, sementara yang lain hanya kerja keras. .
.
Kaki: "Gila itu si mulut. Kemana-mana, saya yang membawa dia jalan. Tapi kalau ada makanan tidak pernah saya dibagi"
Tangan: "Ya. Dia pelit. Masak seumur-umur, saya cuma menyulangi dia tapi dia tak pernah memberikan sebutir nasipun kepadaku"
Mata: "Ya tuh si mulut nggak pernah peduli.sama temannya. Saya yang menunjukkan jalan, kemana saja dia pergi. Kadang saya kesakitan, masuk abulah, tertusuk semaklah. Yang makan hanya dia saja"
Telinga: "Kalau ada suara bahaya, saya yang mendengarnya. Coba kalau saya tidak mendengar, udah ditabrak mobil kali dia waktu ada yang begal yang ugal-galan dari belakang".
Mulut:diam saja, tidak bereaksi apa-apa!
Kaki, tangan, mata, telinga mogok kerja. Kaki tidak mau berjalan, tangan tidak mau menyuapi makanan ke mulut, mata juga menutup diri, telinga tidak mau mendengar lagi.
Mulut diam saja. Dia tidak mau bicara.
Banggalah keempat anggota tubuh itu melihat mulut tidak makan.. "Rasain, kau tidak makan. Selama ini kau enak-enak saja. Coba kalau kami tidak mau bekerja!", kata mereka serempak.
Hari kedua, keempatnya mulai merasakan sesuatu. Semua merasa lemas.
Kaki tidak bisa menggerakkan dirinya lagi. Tangan tidak mampu bergerak, mata mulai kabur penghilatannya, telinga juga sudah mulai pekak, tak jelas mendengar lagi, bahkan mulai tak berfungsi.
Pasalnya, makanan tidak masuk!. Darah penyalur nutrisi ke seluruh tubuh, yang membuat mereka bisa berfungsi tidak mengalir lagi. Air yang mereka butuhkan juga tidak ada lagi.
Mulut diam saja!
Akhirnya, keempatnya sadar!.
Kalau mereka mogok, tidak melayani mulut, maka semuanya tidak akan berfungsi dengan baik. Mulutlah tempat makanan masuk ke dalam perut, dan diolah di sana, kemudian hasil olahan tubuh, melalui darah disebar ke seluruh tubuh.
Itulah sebuah gambaran pentingnya kesatuan dalam satu tubuh!. Kesatuan dalam organisasi, kumpulan. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda, tetapi memiliki peran yang saling tergantung.
Demikianlah jemaat di dalam satu gereja, orang-orang percaya. Mereka adalah satu tubuh. Tidak boleh mengandalkan dirinya saja, apalagi sampai menganggap dirinya paling penting.
Mereka harus saling tergantung dan saling peduli. Dan, tidak ada yang terpenting, semua penting!
Dalam sebuah organisasi, kumpulan, setiap orang harus bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing dan tidak boleh meremehkan satu dengan yang lain. "Kita ada, kalau yang lain ada"
Jadi, sebagai penulis, pencerita (story teller) saya tidak boleh diremehkan, lho!
Kadang terdengar suara!. "Cuma nulis ajanya dia itu. Entah apa. Kalau cuma cerita, nggak usahlah. Banyak omong ajanya dia itu".
Kalau saya tidak menuliskan artikel ini, Anda tidak bisa menikmati khotbah yang disampaikan pendeta tadi. Apalagi belum pernah mendengarnya.
Saya ada gunanya juga kan? ...He..he!
Duka Di Hari Pendidikan Nasional
Oleh: Jannerson Girsang
"Pola pendidikan di Indonesia bersifat menekan, sehingga menimbulkan stress. Relasi kuasa yang tidak seimbang juga mengikis budaya apresiatif" (PM Laksono, antropolog Universitas Gajah Mada, Kompas 4 Mei 2016).
Di tengah suasana Hari Pendidikan Nasional, warga Medan dikejutkan sebuah peristiwa yang sangat menyedihkan.
"Pola pendidikan di Indonesia bersifat menekan, sehingga menimbulkan stress. Relasi kuasa yang tidak seimbang juga mengikis budaya apresiatif" (PM Laksono, antropolog Universitas Gajah Mada, Kompas 4 Mei 2016).
Di tengah suasana Hari Pendidikan Nasional, warga Medan dikejutkan sebuah peristiwa yang sangat menyedihkan.
Mahasiswa membunuh dosennya sendiri.
RS (21) mahasiswa semester VI Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah, Medan diduga membunuh dosennya sendiri Nur Ain Lubis.
Sesak rasanya membaca berita sedih itu sejak kemaren. Muncul pertanyaan-pertanyaan yang sulit dicari jawabnya.
Kok bisa, mahasiswa calon pendidik, calon guru membunuh dosennya. Bukankah seharusnya mereka menghormati dosennya?
Kok bisa, dosen yang mendidik calon guru tewas terbunuh di tangan mahasiswanya sendiri. Ah, ini yang lebih sulit dijawab!
Kompas hari ini mengungkapkan bahwa interaksi kurang harmonis antara pengajar dan mahasiswa di ruang kelas diduga menjadi pemicu pembunuhan.
Tentu kesimpulan itu hanya sementara, karena kasus ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian.
Peristiwa memilukan ini kembali mengajak kita merenungkan, apa yang salah dalam pendidikan kita.
Seseorang mahasiswa--jurusan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, orang yang terdidik, sampai berniat dan melakukan pembunuhan! Prosesnya tentu bukan "instan", terjadi begitu saja.
Mungkin ini hanya secuil di atas gunung es besar persoalan pendidikan kita!.
Kompas hari ini menekankan pentingnya pendidikan karakter, dosen dan mahasiswa membangun relasi yang baik, melakukan pelayanan yang baik, bahkan mampu memahami mahasiswa yang berbeda-beda.
Kita tunggu saja hasil penyelidikan kepolisian, seraya mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya untuk keluarga almparhum Nur Ain Lubis.
Kami semua turut prihatin dan mendukung dalam doa. Semoga kasus ini menjadikan pelajaran berharga bagi bangsa ini untuk kesekian kalinya diuji sejauh mana pendidikan karakter kita berhasil diterapkan!.
Semoga keluarga Nur Ain Lubis tabah dan kuat menghadapi musibah ini.
RS (21) mahasiswa semester VI Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah, Medan diduga membunuh dosennya sendiri Nur Ain Lubis.
Sesak rasanya membaca berita sedih itu sejak kemaren. Muncul pertanyaan-pertanyaan yang sulit dicari jawabnya.
Kok bisa, mahasiswa calon pendidik, calon guru membunuh dosennya. Bukankah seharusnya mereka menghormati dosennya?
Kok bisa, dosen yang mendidik calon guru tewas terbunuh di tangan mahasiswanya sendiri. Ah, ini yang lebih sulit dijawab!
Kompas hari ini mengungkapkan bahwa interaksi kurang harmonis antara pengajar dan mahasiswa di ruang kelas diduga menjadi pemicu pembunuhan.
Tentu kesimpulan itu hanya sementara, karena kasus ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian.
Peristiwa memilukan ini kembali mengajak kita merenungkan, apa yang salah dalam pendidikan kita.
Seseorang mahasiswa--jurusan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, orang yang terdidik, sampai berniat dan melakukan pembunuhan! Prosesnya tentu bukan "instan", terjadi begitu saja.
Mungkin ini hanya secuil di atas gunung es besar persoalan pendidikan kita!.
Kompas hari ini menekankan pentingnya pendidikan karakter, dosen dan mahasiswa membangun relasi yang baik, melakukan pelayanan yang baik, bahkan mampu memahami mahasiswa yang berbeda-beda.
Kita tunggu saja hasil penyelidikan kepolisian, seraya mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya untuk keluarga almparhum Nur Ain Lubis.
Kami semua turut prihatin dan mendukung dalam doa. Semoga kasus ini menjadikan pelajaran berharga bagi bangsa ini untuk kesekian kalinya diuji sejauh mana pendidikan karakter kita berhasil diterapkan!.
Semoga keluarga Nur Ain Lubis tabah dan kuat menghadapi musibah ini.
Sabtu, 01 Agustus 2015
Ulang Tahun Kedua Cucu Pertamaku
Oleh: Jannerson Girsang
Andra mengamati semak di pinggir jalan dekat rumahnya, beberapa hari sebelum Ulang Tahun ke-2.
(Photo: Devi Anastasia Girsang, SH)
1 Agustus 2013. Pagi-pagi seperti ini, dua tahun lalu, dari sebuah rumah sakit di Depok, saya mendengar berita dari menantuku Anja Novalianto, bahwa cucu pertamaku, seorang bayi laki-laki lahir.
Dialah cucu pertama dari putri sulungku Clara Mariana Girsang.
Dua tahun lalu, Andra hanya bisa menangis, minum ASI dan tidur. Ketika kami pertama kali mengunjunginya, saya hanya bisa menggendong dan menciuminya.
Waktu, membuat Andra bertumbuh, dan dua tahun kemudian, dia dapat berjalan, berbicara dan berfikir.
Kunjungan saya terakhir ke rumah mereka beberapa bulan lalu, Andra sudah dapat mengucapkan beberapa kata, membuang sampah ke tong sampah dan lain-lain pekerjaan yang menarik.
Menjelang ulang tahun kedua ini, beberapa hari lalu, Saya menyaksikan Andra menari "Sinanggar Tullo" melalui video yang direkam dan diunduh di FB.
Andra sudah bisa bilang beberapa kata mengungkapkan ekspresinya. Bisa meniru apa yang dilakukan mama dan papanya. Kalau mau jalan minta rangsel di ikat di punggungnya.
Kalau ada orang memakai HP yang bukan miliknya, Andra akan segera mengambilnya dan mengembalikan kepada pemiliknya. Seolah mengatakan, "jangan gunakan yang bukan milikmu"
Yang paling lucu, Andra bisa megang HP dan Selfie, meski tidak tau jepret. Namanya juga masih anak kecil.
Wah, saya ketawa terpingkal-pingkal melihatnya. Dia senyum aja. Mungkin dia tiru dari mamanya atau orang-orang di sekelilingnya.
Andra seorang yang menyenangkan. Kalau ompungnya datang, dia akan minta ompungnya menemani jalan keliling pekarangan rumah, kemudian minta jalan di jalan raya. Minta petik bunga di pinggir jalan.
Melalui postingan mamanya, saya bisa menyaksikan Andra menyiram bunga di pekarangan rumahnya, dengan gayanya yang sungguh membuatku bangga.
"Ompung...", katanya ketika saya mengucapkan selamat ulang tahun pagi ini.
Ompungnya perempuan berbicara panjang pagi ini dan terdengar bincang-bincangnya. "Andra udah pintar ya Andra, ompung senang" kata istri saya pagi ini saat mengucapkan selamat ulang tahun buat cucu kebangaan kami.
Saya bersyukur karena bapak dan mamanya Andra rukun dan dapat membimbing Andra menjadi anak yang baik nantinya. Terima kasih, putri dan menantuku sudah memberi cucu.
Sebuah muzizatlah yang menjadikannya seperti itu. Tidak semua orang tua bisa menimang cucu pada waktu yang diharapkan.
Muzizat lagi, karena ibunya hanya memberinya bubur, susu, makanan lainnya, tetapi Tuhanlah yang memprosesnya sehingga Andra Tumbuh seperti sekarang ini.
Tuhanlah yang mengatur Andra tidur pada waktunya, bangun dari tidurnya, punya nafsu makan, kenyang, lapar, bisa menelan makanan, diberi usus yang mampu mencerna makanan, serta perkembangan otak dan seluruh bagian tubuhnya. Betapa luar biasanya Tuhan!
Saya berterima kasih kepada Zuckerberg, pencipta FB, para ahli teknologi lainnya yang telah memungkinkan saya ompungnya yang tinggal di Medan dapat memonitor Andra melalui video, face book dan handphone. Jarak 2000 kilometer lebih Medan-Jakarta, begitu dekat. Hanya sebatas tuts komputer.
Terima kasih Tuhan. SELAMAT ULANG TAHUN KE 2 BUAT ANDRA, cucuku, penghiburku setiap hari. Salam dari Ompung Medan dan Tulang Bernard Patralison Girsang.
Ompung berdoa, Andra bertumbuh menjadi anak yang menyenangkan semua orang, menghibur ompung setiap hari.
Thanks Devee Girsang for your Andra's candid photo. You are great aunty. Terima kasih juga buat Ompung Andra, Jacobus Saragih (ipar saya) yang sangat sayang pada cucunya dan menjaganya setiap hari.
Medan, 1 Agustus 2015
Andra mengamati semak di pinggir jalan dekat rumahnya, beberapa hari sebelum Ulang Tahun ke-2.
(Photo: Devi Anastasia Girsang, SH)
1 Agustus 2013. Pagi-pagi seperti ini, dua tahun lalu, dari sebuah rumah sakit di Depok, saya mendengar berita dari menantuku Anja Novalianto, bahwa cucu pertamaku, seorang bayi laki-laki lahir.
Dialah cucu pertama dari putri sulungku Clara Mariana Girsang.
Dua tahun lalu, Andra hanya bisa menangis, minum ASI dan tidur. Ketika kami pertama kali mengunjunginya, saya hanya bisa menggendong dan menciuminya.
Waktu, membuat Andra bertumbuh, dan dua tahun kemudian, dia dapat berjalan, berbicara dan berfikir.
Kunjungan saya terakhir ke rumah mereka beberapa bulan lalu, Andra sudah dapat mengucapkan beberapa kata, membuang sampah ke tong sampah dan lain-lain pekerjaan yang menarik.
Menjelang ulang tahun kedua ini, beberapa hari lalu, Saya menyaksikan Andra menari "Sinanggar Tullo" melalui video yang direkam dan diunduh di FB.
Andra sudah bisa bilang beberapa kata mengungkapkan ekspresinya. Bisa meniru apa yang dilakukan mama dan papanya. Kalau mau jalan minta rangsel di ikat di punggungnya.
Kalau ada orang memakai HP yang bukan miliknya, Andra akan segera mengambilnya dan mengembalikan kepada pemiliknya. Seolah mengatakan, "jangan gunakan yang bukan milikmu"
Yang paling lucu, Andra bisa megang HP dan Selfie, meski tidak tau jepret. Namanya juga masih anak kecil.
Wah, saya ketawa terpingkal-pingkal melihatnya. Dia senyum aja. Mungkin dia tiru dari mamanya atau orang-orang di sekelilingnya.
Andra seorang yang menyenangkan. Kalau ompungnya datang, dia akan minta ompungnya menemani jalan keliling pekarangan rumah, kemudian minta jalan di jalan raya. Minta petik bunga di pinggir jalan.
Melalui postingan mamanya, saya bisa menyaksikan Andra menyiram bunga di pekarangan rumahnya, dengan gayanya yang sungguh membuatku bangga.
"Ompung...", katanya ketika saya mengucapkan selamat ulang tahun pagi ini.
Ompungnya perempuan berbicara panjang pagi ini dan terdengar bincang-bincangnya. "Andra udah pintar ya Andra, ompung senang" kata istri saya pagi ini saat mengucapkan selamat ulang tahun buat cucu kebangaan kami.
Saya bersyukur karena bapak dan mamanya Andra rukun dan dapat membimbing Andra menjadi anak yang baik nantinya. Terima kasih, putri dan menantuku sudah memberi cucu.
Sebuah muzizatlah yang menjadikannya seperti itu. Tidak semua orang tua bisa menimang cucu pada waktu yang diharapkan.
Muzizat lagi, karena ibunya hanya memberinya bubur, susu, makanan lainnya, tetapi Tuhanlah yang memprosesnya sehingga Andra Tumbuh seperti sekarang ini.
Tuhanlah yang mengatur Andra tidur pada waktunya, bangun dari tidurnya, punya nafsu makan, kenyang, lapar, bisa menelan makanan, diberi usus yang mampu mencerna makanan, serta perkembangan otak dan seluruh bagian tubuhnya. Betapa luar biasanya Tuhan!
Saya berterima kasih kepada Zuckerberg, pencipta FB, para ahli teknologi lainnya yang telah memungkinkan saya ompungnya yang tinggal di Medan dapat memonitor Andra melalui video, face book dan handphone. Jarak 2000 kilometer lebih Medan-Jakarta, begitu dekat. Hanya sebatas tuts komputer.
Terima kasih Tuhan. SELAMAT ULANG TAHUN KE 2 BUAT ANDRA, cucuku, penghiburku setiap hari. Salam dari Ompung Medan dan Tulang Bernard Patralison Girsang.
Ompung berdoa, Andra bertumbuh menjadi anak yang menyenangkan semua orang, menghibur ompung setiap hari.
Thanks Devee Girsang for your Andra's candid photo. You are great aunty. Terima kasih juga buat Ompung Andra, Jacobus Saragih (ipar saya) yang sangat sayang pada cucunya dan menjaganya setiap hari.
Medan, 1 Agustus 2015
Mahar Tersembunyi: Menawarkan Rakyat Memilih Pemimpin Buta Nurani
Oleh: Jannerson Girsang
Partai-partai asyik mengumumkan tidak ada mahar untuk partai dari calon eksekutif (cabub/cawabub) di pilkada.
Tapi, secara tersembunyi nama-nama pungutannya cukup banyak, meski bukan disebut MAHAR.
Penyakit MUNAFIK, masih mendera partai-partai kita.
Turunan Gulo, mantan anggota KPU Sumut mengatakan, meski tidak ada mahar yang dibebankan partai kepada calon, tetapi ada Biaya Survey (ratusan juta), Biaya Operasional Pemenangan (ratusan juta juga), Partisipasi Pembangunan Parpol (ratusan juta juga), Biaya Tim Monitoring Pengurus DPP/DPD (ratusan juta juga), untuk ini dan untuk itu.
Benar seperti yang dikatakan Mochtar Lubis dalam buku" "Manusia Indonesia". Partai-partai turut memelihara sifat pertama orang Indonesia yang disebut Mochtar Lubis: MUNAFIK.
Partai-partai memang munafik.
Dengan sikap munafik seperti itu, Turunan B Gulo.mempertanyakan dan meragukan kemajuan kepemimpinan bersih ke depan.
"Apakah lahir pemimpin yang bersih?. Jawabnya: Jauh PANGGANG dari API"
Kemajuan yang kita capai belum mampu merubah cara berfikir partai-partai kita menyeleksi calon pemimpin yang akan dipilih rakyat.
Sepuluh tahun terakhir ini, menjadi penduduk Medan cukup menyedihkan.
Dua walikota Medan (periode sebelumnya) masuk penjara. Dua gubernur Sumut (yang satu di dalam penjara), yang satu lagi, KPK sudah menetapkannya sebagai tersangka, calon masuk penjara.
Partai-partai kita memang buta. Mereka menawarkan, bahkan setengah "memaksa" rakyat memilih pemimpin yang "buta nurani".
Jadi, kita siap lima tahun ke depan tidak akan banyak perubahan.Mudah-mudahan tidak seburuk dua periode sebelumnya.
Medan, 31 Juli 2015
Partai-partai asyik mengumumkan tidak ada mahar untuk partai dari calon eksekutif (cabub/cawabub) di pilkada.
Tapi, secara tersembunyi nama-nama pungutannya cukup banyak, meski bukan disebut MAHAR.
Penyakit MUNAFIK, masih mendera partai-partai kita.
Turunan Gulo, mantan anggota KPU Sumut mengatakan, meski tidak ada mahar yang dibebankan partai kepada calon, tetapi ada Biaya Survey (ratusan juta), Biaya Operasional Pemenangan (ratusan juta juga), Partisipasi Pembangunan Parpol (ratusan juta juga), Biaya Tim Monitoring Pengurus DPP/DPD (ratusan juta juga), untuk ini dan untuk itu.
Benar seperti yang dikatakan Mochtar Lubis dalam buku" "Manusia Indonesia". Partai-partai turut memelihara sifat pertama orang Indonesia yang disebut Mochtar Lubis: MUNAFIK.
Partai-partai memang munafik.
Dengan sikap munafik seperti itu, Turunan B Gulo.mempertanyakan dan meragukan kemajuan kepemimpinan bersih ke depan.
"Apakah lahir pemimpin yang bersih?. Jawabnya: Jauh PANGGANG dari API"
Kemajuan yang kita capai belum mampu merubah cara berfikir partai-partai kita menyeleksi calon pemimpin yang akan dipilih rakyat.
Sepuluh tahun terakhir ini, menjadi penduduk Medan cukup menyedihkan.
Dua walikota Medan (periode sebelumnya) masuk penjara. Dua gubernur Sumut (yang satu di dalam penjara), yang satu lagi, KPK sudah menetapkannya sebagai tersangka, calon masuk penjara.
Partai-partai kita memang buta. Mereka menawarkan, bahkan setengah "memaksa" rakyat memilih pemimpin yang "buta nurani".
Jadi, kita siap lima tahun ke depan tidak akan banyak perubahan.Mudah-mudahan tidak seburuk dua periode sebelumnya.
Medan, 31 Juli 2015
Hari Ini, Dua Wanita Berjasa Buat Keluargaku Dimakamkan
OleH : Jannerson Girsang
"People may not remember exactly what you did, or what you said, but they will always remember how you made them feel"
Orang akan kita ingat, tergantung bagaimana respon, perasaan kita atas tindakan mereka terhadap kita, kebaikan-kebaikan yang kita kenang!. Orang-orang yang menabur kebaikan akan selalu kita kenang sebagai orang-orang yang menginspirasi dalam hidup kita ke depan, selama kita hidup.
Bidan Bungasinta br Purba (60) yang meninggal i Rabu Pagi, 29 Juli 2015 akan dikebumikan di Tondang, Raya hari ini 30 Juli 2015. Almarhum disemayamkan di rumah duka Jalan Tembakau , Perumnas Simalingkar, Medan.
Almarhum adalah bidan yang menolong putri bungsuku Devee Girsang, 22 tahun yang lalu.
Beliau adalah bidan profesional dan yakin atas keputusannya. Meski leher putri bungsuku dililit tali pusar dalam kandungan, dan kelahirannya sudah terlambat tiga hari, almarhum masih yakin proses kelahiran putriku tidak perlu dioperasi. Bidan hanya mengatakan kami menunggu. Saya dan istri yakin kata bidan senior ini.
Dan, akhirnya berhasil!. Namun, bayi yang lahir itu tidak bernafas beberapa saat, wajahnya membiru. Muncul rasa khawatir beberapa saat.
Semua senang, setelah Bidan menepuk-nepuk punggungnya, sang bayi menangis. Tanda sebuah kehidupan baru.
"Kalau bayi ini selamat, maka Devee akan cantik dan tumbuh menjadi orang yang tegar dan sehat," kata bidan itu. Memang, itulah yang terjadi hingga Devee menjelang usianya 22 tahun.
Devee kini sudah dewasa dan bekerja di sebuah kantor Lawyer di Jakarta. Betapa besar jasa almarhumah buat proses kelahiran putri bungsuku.
Beliau semasa hidupnya dikenal sebagai orang yang ramah dan suka menolong. Pertemuan kami beberapa bulan yang lalu, sama seperti pertemuan-pertemuan kami sebelumnya, beliau selalu menanyakan Devee.
Saat itu beliau juga membawa putrinya satu-satunya,Roma, seusia dengan putri bungsu saya.
Masih bersyukur, saya bisa menghadiri upacara pemakamannya hari ini. Rumah duka hanya berjarak 1 kilometer dari rumah saya.
Dr Ir Nurita Sinaga (51, kelahiran 1964) yang meninggal 27 Juli 2015 juga dikebumikan hari ini. Almarhum disemayamkan di Rumah Duka Sinar Kasih Bogor. Jl. Batu Tulis Bogor. Mudah-mudahan keluarga putriku Clara Mariana Girsang dan Anja Novalianto bisa melayat, karena rumah mereka dekat ke Bogor.
Almarhum semasa hidupnya di Medan selalu menginspirasi dan suka membantu keluarga, dan teman berdiskusi tentang banyak hal. Otobiografinya pernah direncanakan kutulis sekitar 2011, tetapi karena sesuatu hal, tidak jadi dilanjutkan.
Sebuah buku tentang Memoarnya yang disusun Dr Hinca Panjaitan, masih tersimpan di rak buku saya di rumah. Buku ini berisi Pemikirannya tentang Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara. Buku ini merupakan sari perjalanan kariernya bak gelombang hingga meraih gelar doktor dari Institut Pertanian Bogor, 2011.
Semuanya hanya tinggal kata-kata tertulis di atas kertas, dan bisa didiskusikan oleh kita yang masih hidup, oleh pembaca bukunya. Tidak ada lagi diskusi dengan Nurita, tidak ada lagi pertanyaan tentang apa yang dilihat, dirasakan serta pemaknaannya atas hidup yang mungkin belum pernah diungkapkannya. Perpustakaan hidup itu sudah terbakar dan tinggal jasadnya yang membeku, membisu seribu bahasa.
Almarhumah adalah putri pertama dari 5 bersaudara (2 laki-laki dan 3 perempuan) dan meninggalkan suami Marudut Marpaung, dan dua orang anak, Si sulung, Christian Maridest Marpaung (alumnus S2, FKom. UI) dan Marlin Agustina Marpaung, kini kuliah semester 5, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. . . .
Karena jarak kami cukup jauh, saya tidak bisa menghadiri upacara pemakamannya. Hanya bisa menyaksikannya lewat foto-foto yang diposting teman-teman di Facebook.
Selamat Jalan Boto Bidan Bungasinta br Purba dan adek kami Dr Ir Nurita Sinaga. Semoga kalian damai di sisiNya.
Dua wanita berjasa kepada keluargaku pergi untuk selamanya. Kami kehilangan dua orang wanita yang selama ini memberi perhatian dan kasih kepada keluarga kami.
Setiap terjadi peristiwa seperti ini, saya kembali merenungkan. Hanya beginikah hidup?. Apa upah kita hidup dari manusia?. Berapa orang yang mengingat saya dan mengucapkan duka, menangis. Orang mengingat kita tergantung dari besarnya kontribusi kita pada setiap orang. Ucapan duka, doa-doa yang dikirimkan, perhatian adalah nilai seseorang selama hidupnya.
Apakah upah kita dari Tuhan? Apakah Tuhan menghargai kesetiaan kita atas pengutusanNya kita ke dunia ini?
Perbuatan baik dan menginspirasi yang ditaburnya selama hidup, itulah kesan yang diingat orang lain sebagai nilai hidup paling berharga.
Orang yang sudah mati tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi bagaimana perasaan orang atas kebaikan, inspirasi itulah yang hidup dan dikenang sepanjang masa.
"People may not remember exactly what you did, or what you said, but they will always remember how you made them feel" (Anonym)
Medan, 30 Juli 2015
"People may not remember exactly what you did, or what you said, but they will always remember how you made them feel"
Orang akan kita ingat, tergantung bagaimana respon, perasaan kita atas tindakan mereka terhadap kita, kebaikan-kebaikan yang kita kenang!. Orang-orang yang menabur kebaikan akan selalu kita kenang sebagai orang-orang yang menginspirasi dalam hidup kita ke depan, selama kita hidup.
Bidan Bungasinta br Purba (60) yang meninggal i Rabu Pagi, 29 Juli 2015 akan dikebumikan di Tondang, Raya hari ini 30 Juli 2015. Almarhum disemayamkan di rumah duka Jalan Tembakau , Perumnas Simalingkar, Medan.
Almarhum adalah bidan yang menolong putri bungsuku Devee Girsang, 22 tahun yang lalu.
Beliau adalah bidan profesional dan yakin atas keputusannya. Meski leher putri bungsuku dililit tali pusar dalam kandungan, dan kelahirannya sudah terlambat tiga hari, almarhum masih yakin proses kelahiran putriku tidak perlu dioperasi. Bidan hanya mengatakan kami menunggu. Saya dan istri yakin kata bidan senior ini.
Dan, akhirnya berhasil!. Namun, bayi yang lahir itu tidak bernafas beberapa saat, wajahnya membiru. Muncul rasa khawatir beberapa saat.
Semua senang, setelah Bidan menepuk-nepuk punggungnya, sang bayi menangis. Tanda sebuah kehidupan baru.
"Kalau bayi ini selamat, maka Devee akan cantik dan tumbuh menjadi orang yang tegar dan sehat," kata bidan itu. Memang, itulah yang terjadi hingga Devee menjelang usianya 22 tahun.
Devee kini sudah dewasa dan bekerja di sebuah kantor Lawyer di Jakarta. Betapa besar jasa almarhumah buat proses kelahiran putri bungsuku.
Beliau semasa hidupnya dikenal sebagai orang yang ramah dan suka menolong. Pertemuan kami beberapa bulan yang lalu, sama seperti pertemuan-pertemuan kami sebelumnya, beliau selalu menanyakan Devee.
Saat itu beliau juga membawa putrinya satu-satunya,Roma, seusia dengan putri bungsu saya.
Masih bersyukur, saya bisa menghadiri upacara pemakamannya hari ini. Rumah duka hanya berjarak 1 kilometer dari rumah saya.
Dr Ir Nurita Sinaga (51, kelahiran 1964) yang meninggal 27 Juli 2015 juga dikebumikan hari ini. Almarhum disemayamkan di Rumah Duka Sinar Kasih Bogor. Jl. Batu Tulis Bogor. Mudah-mudahan keluarga putriku Clara Mariana Girsang dan Anja Novalianto bisa melayat, karena rumah mereka dekat ke Bogor.
Almarhum semasa hidupnya di Medan selalu menginspirasi dan suka membantu keluarga, dan teman berdiskusi tentang banyak hal. Otobiografinya pernah direncanakan kutulis sekitar 2011, tetapi karena sesuatu hal, tidak jadi dilanjutkan.
Sebuah buku tentang Memoarnya yang disusun Dr Hinca Panjaitan, masih tersimpan di rak buku saya di rumah. Buku ini berisi Pemikirannya tentang Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara. Buku ini merupakan sari perjalanan kariernya bak gelombang hingga meraih gelar doktor dari Institut Pertanian Bogor, 2011.
Semuanya hanya tinggal kata-kata tertulis di atas kertas, dan bisa didiskusikan oleh kita yang masih hidup, oleh pembaca bukunya. Tidak ada lagi diskusi dengan Nurita, tidak ada lagi pertanyaan tentang apa yang dilihat, dirasakan serta pemaknaannya atas hidup yang mungkin belum pernah diungkapkannya. Perpustakaan hidup itu sudah terbakar dan tinggal jasadnya yang membeku, membisu seribu bahasa.
Almarhumah adalah putri pertama dari 5 bersaudara (2 laki-laki dan 3 perempuan) dan meninggalkan suami Marudut Marpaung, dan dua orang anak, Si sulung, Christian Maridest Marpaung (alumnus S2, FKom. UI) dan Marlin Agustina Marpaung, kini kuliah semester 5, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. . . .
Karena jarak kami cukup jauh, saya tidak bisa menghadiri upacara pemakamannya. Hanya bisa menyaksikannya lewat foto-foto yang diposting teman-teman di Facebook.
Selamat Jalan Boto Bidan Bungasinta br Purba dan adek kami Dr Ir Nurita Sinaga. Semoga kalian damai di sisiNya.
Dua wanita berjasa kepada keluargaku pergi untuk selamanya. Kami kehilangan dua orang wanita yang selama ini memberi perhatian dan kasih kepada keluarga kami.
Setiap terjadi peristiwa seperti ini, saya kembali merenungkan. Hanya beginikah hidup?. Apa upah kita hidup dari manusia?. Berapa orang yang mengingat saya dan mengucapkan duka, menangis. Orang mengingat kita tergantung dari besarnya kontribusi kita pada setiap orang. Ucapan duka, doa-doa yang dikirimkan, perhatian adalah nilai seseorang selama hidupnya.
Apakah upah kita dari Tuhan? Apakah Tuhan menghargai kesetiaan kita atas pengutusanNya kita ke dunia ini?
Perbuatan baik dan menginspirasi yang ditaburnya selama hidup, itulah kesan yang diingat orang lain sebagai nilai hidup paling berharga.
Orang yang sudah mati tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi bagaimana perasaan orang atas kebaikan, inspirasi itulah yang hidup dan dikenang sepanjang masa.
"People may not remember exactly what you did, or what you said, but they will always remember how you made them feel" (Anonym)
Medan, 30 Juli 2015
Berdoa dan Mencerahkan
Oleh: Jannerson Girsang
Menjelang Pilkada Bupati/Walikota serentak di tanah air, pemimpin agama itu hendaknya tidak ikut dukung mendukung calon Bupati atau Wakil Bupati.
Para pemimpin agama adalah pemimpin umat, dimana umatnya memiliki pilihan sendiri-sendiri, menurut nuraninya.
Umat sebenarnya tidak tega menyaksikan pemimpinnya dipanggang panas matahari, berdoa dan diphoto di media bersama calon tertentu, mencitrakan calon yang didukungnya.
Apalagi hanya mendukung seseorang dan tidak mendukung yang lain. Itu bukan pekerjaan mereka.
Pemimpin agama tidak sama dengan pemimpin politik. Mereka adalah perwakilan Tuhan untuk mengayomi umatnya.
Para pemimpin agama adalah orang-orang yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mendengar dari Tuhan dan menyampaikan pesan-Nya kepada umat-Nya.
Mereka tidak pernah memihak, kecuali memihak orang yang menderita atau tertindas. Tidak pernah disuruh Tuhan memihak orang :"berduit", apalagi calon Bupati/Wakil Bupati, karena mereka sudah cukup kuat membela dirinya sendiri.
Tidak ada memang UU yang melarang para pemimpin agama mendukung seseorang menjadi Cabup, Cawabub, tetapi nurani Anda mesti berbicara. Ingat, PNS aja dilarang mendukung para calon Bupati dan Wakil Bupati. Lihat tuh edaran Men PAN-RB.
Apalagi pemimpin agama yang punya umat yang beragam pilihan dan kepentingan. Pemimpin agama sebaiknya netral aja, sama dengan PNS. Biarkanlah umat beragam pilihan.
Sikap netral pemimpin agama adalah berdoa dan mencerahkan umatnya. Memberikan penjelasan kriteria seorang pemimpin yang baik, sehingga rakyatnya tau memilih pemimpin yang baik untuk semua umat manusia, bukan memimpin segolongan orang atau kelompok. Mereka bebas dari korupsi atau suap.
Pemimpin agama seharusnya membebaskan umatnya dari suap para calon.
Itu jauh lebih mulia dan membawa damai bagi umatnya. Khususnya nanti ketika muncul konflik diantara yang kalah dan menang.
Jangan justru sebaliknya. Dirinya yang kena suap, dan terpaksa membela si pemberi suap.. .
Kalau pemimpin agama sudah partisan, kemana lagi umat akan mengadu, kemana lagi mereka mencari perdamaian?
Umat sedih merasa ditinggal, kalau melihat pemimpinnya sampai mendukung seseorang, padahal umatnya memiliki pilihan lain.
Apa pula kata Tuhan, nanti kalau pilihan pemimpin agama kalah?
Dalam situasi negeri ini seperti ini, hanya pemimpin agamalah yang mampu berdiri di atas segala golongan, disamping PNS (TNI dan Polri klear sudah) jelas memang sudah dilarang.
Berilah teladan, pencerahan, dan berdirilah di atas umat. Jangan tergiur dengan rayuan apapun dari para calon.
Apalagi cuma karena janji calon,entah berapapun besarnya, Tuhan jauh lebih banyak memberikan berkat. Percayalah!.
Semoga tidak ada lagi pemimpin agama yang membuat statemen di koran atau media lain yang mendukung satu pasangan, agar umat tidak merasa bersalah dan tidak menambah konflik di kalangan umatnya.
Umat sangat menghormati pemimpin agamanya, tapi jangan gunakan kehormatan itu untuk mengatas namakan pilihan mereka.
Semoga yang bertelinga mendengar!
Medan, 29 Juli 2015
Menjelang Pilkada Bupati/Walikota serentak di tanah air, pemimpin agama itu hendaknya tidak ikut dukung mendukung calon Bupati atau Wakil Bupati.
Para pemimpin agama adalah pemimpin umat, dimana umatnya memiliki pilihan sendiri-sendiri, menurut nuraninya.
Umat sebenarnya tidak tega menyaksikan pemimpinnya dipanggang panas matahari, berdoa dan diphoto di media bersama calon tertentu, mencitrakan calon yang didukungnya.
Apalagi hanya mendukung seseorang dan tidak mendukung yang lain. Itu bukan pekerjaan mereka.
Pemimpin agama tidak sama dengan pemimpin politik. Mereka adalah perwakilan Tuhan untuk mengayomi umatnya.
Para pemimpin agama adalah orang-orang yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mendengar dari Tuhan dan menyampaikan pesan-Nya kepada umat-Nya.
Mereka tidak pernah memihak, kecuali memihak orang yang menderita atau tertindas. Tidak pernah disuruh Tuhan memihak orang :"berduit", apalagi calon Bupati/Wakil Bupati, karena mereka sudah cukup kuat membela dirinya sendiri.
Tidak ada memang UU yang melarang para pemimpin agama mendukung seseorang menjadi Cabup, Cawabub, tetapi nurani Anda mesti berbicara. Ingat, PNS aja dilarang mendukung para calon Bupati dan Wakil Bupati. Lihat tuh edaran Men PAN-RB.
Apalagi pemimpin agama yang punya umat yang beragam pilihan dan kepentingan. Pemimpin agama sebaiknya netral aja, sama dengan PNS. Biarkanlah umat beragam pilihan.
Sikap netral pemimpin agama adalah berdoa dan mencerahkan umatnya. Memberikan penjelasan kriteria seorang pemimpin yang baik, sehingga rakyatnya tau memilih pemimpin yang baik untuk semua umat manusia, bukan memimpin segolongan orang atau kelompok. Mereka bebas dari korupsi atau suap.
Pemimpin agama seharusnya membebaskan umatnya dari suap para calon.
Itu jauh lebih mulia dan membawa damai bagi umatnya. Khususnya nanti ketika muncul konflik diantara yang kalah dan menang.
Jangan justru sebaliknya. Dirinya yang kena suap, dan terpaksa membela si pemberi suap.. .
Kalau pemimpin agama sudah partisan, kemana lagi umat akan mengadu, kemana lagi mereka mencari perdamaian?
Umat sedih merasa ditinggal, kalau melihat pemimpinnya sampai mendukung seseorang, padahal umatnya memiliki pilihan lain.
Apa pula kata Tuhan, nanti kalau pilihan pemimpin agama kalah?
Dalam situasi negeri ini seperti ini, hanya pemimpin agamalah yang mampu berdiri di atas segala golongan, disamping PNS (TNI dan Polri klear sudah) jelas memang sudah dilarang.
Berilah teladan, pencerahan, dan berdirilah di atas umat. Jangan tergiur dengan rayuan apapun dari para calon.
Apalagi cuma karena janji calon,entah berapapun besarnya, Tuhan jauh lebih banyak memberikan berkat. Percayalah!.
Semoga tidak ada lagi pemimpin agama yang membuat statemen di koran atau media lain yang mendukung satu pasangan, agar umat tidak merasa bersalah dan tidak menambah konflik di kalangan umatnya.
Umat sangat menghormati pemimpin agamanya, tapi jangan gunakan kehormatan itu untuk mengatas namakan pilihan mereka.
Semoga yang bertelinga mendengar!
Medan, 29 Juli 2015
Langganan:
Postingan (Atom)