Oleh: Jannerson Girsang
Sumber foto: articles.nydailynews.com
Sadarkah pencari informasi sekarang ini sedang menghadapi situasi yang disebut information overload?. Mereka kesulitan memilih informasi yang dibutuhkan, buang waktu berjam-jam di depan komputer yang tersambung internet atau membaca berbagai jenis bacaan.
Information overload adalah istilah yang dipopulerkan Alvin Toffler dalam bukunya Future Shock buku best seller di era 70-an, didefiniskan sebagai sebuah kondisi dimana seseorang menjadi sulit memahami suatu isu dan atau kemudian mengambil keputusan akibat ketersediaan informasi yang berlebih.
Di era kemajuan teknologi ini kita dituntut kemampuan memilih luberan informasi akibat kemajuan teknologi informasi. Mari sharing pengalaman!.
****
Setelah mengenal dan menggunakan kemajuan teknologi informasi, saya banyak kehilangan waktu di depan komputer yang tersambung ke internet. Setiap hari muncul godaan mengetahui miliaran informasi. Mulai dari mengunduh atau hanya sekedar membaca selintas.
Dari banyaknya informasi itu, saya terkadang susah memilih, karena informasi baru terus mengalir. Seperti dikatakan Derek Dean and Caroline Webb dalam artikelnya berjudul Recovering from Information Overload, 2011. "Laju yang cepat dimana orang dan organisasi membuat dan menyebarkan informasi mempersulit kami mendapatkan pegangan".
Setiap pagi, saya duduk di depan komputer dan mulai dengan membuka Facebook, website beberapa media (Kompas, Republika, Suara Pembaruan, dll). Lantas membuka email, blog atau website yang lain.
Tidak puas dengan itu, saya mencari informasi melalui Google Search Engine yang mengindeks miliaran halaman web. Terdorong mempelajari informasi baru yang muncul setiap detik, sehinggasaya hanya sempat membaca sepintas, tanpa melekat di otak!.
Melalui http: www.worldnewspaper. com, saya bisa membuka puluhan ribu surat kabar dunia dengan berbagai informasi di dalamnya dari seluruh negara di dunia ini. Saya bisa mengakses ribuan situs perpustakaan dari seluruh dunia.
Pada saat tertentu, berhari-hari saya gunakan mengumpulkan e-book, artikel di media, dan lain-lain sumber. Asyik sekali!. Sayangnya, saya hanya menggunakan sedikit waktu membacanya, karena muncul lagi informasi baru. File komputer penuh, tetapi kebanyakan isinya tidak pernah saya buka sama sekali
"Conventional wisdom mengajarkan kita bahwa semakin banyak pilihan semakin baik. ¡¡Tapi terlalu banyak pilihan juga justru bisa merugikan. Dalam psikologi modern, ada studi yang menghasilkan pendapat bahwa terlalu banyak pilihan justru bisa mengurangi kualitas dari hasil pemilihan dan kepuasan pemilih" ujar Rusiawan dalam blognya.
Ketika membaca Business-Driven Information System yang ditulis buku Josua Tarigan dkk, 2010, saya sadar. Ter nyata saya bukan sendirian. Dalam bukunya itu, Josua mengilustrasikan pengalaman seseorang dalam era informasi ini.
"Bangun pagi lihat ponsel ada sms, e-mail, baca koran, melihat televisi, buka Facebook, Twitter, searching di internet dan lain-lain. Di sekeliling kita, bahkan tak punya jarak, ratusan bahkan ribuan media, tersedia dan memberikan informasi ke otak kita. Ketersediaan jumlah informasi yang begitu besar, bervariasi (termasuk keakuratannya ) dan cepat penyebarannya, menuntut kemampuan dan waktu lebih sehingga bisa mengambil manfaatnya secara benar dan efisien".
Josua memeringatkan saya dan anda. "Jika kita tidak bijak, maka hal di atas akan menjadi kebiasaan kita dan kita berfikir bahwa hal itu adalah ciri dari manusia kota, atau manusia yang berharga, itu menyita waktu kita berjam-jam kalau kita tidak waspada", ujar Josua Tarigan.
****
Perkembangan teknologi informasi membuat kita merasa dekat dengan jumlah informasi yang besar dengan variasi yang besar pula. Kita mebutuhkan kemampuan memilih informasi yang berguna.
Information overload mendorong Kevin A Miller menulis sebuah buku pada 2009, berjudul, "Surviving Information Overload: The Clear, Practical Guide to Help You Stay. Buku tersebut merupakan panduan yang membantu pembaca dalam information overload.
Sebuah percakapan menarik diungkapkan dalam buku itu, ketika Kevin sarapan dengan seorang temannya, seorang penulis yang sudah mapan. Menurut Kevin, temannya yang bernama Alan itu adalah penulis sepuluh buku, pembicara secara teratur dalam konferensi-konferensi, dan mengajar sepuluh kali seminggu, juga menghadapi tantangan information overload. Berikut petikan percakapan keduanya.
"Ketika anda mendengar istilah surviving information overload, apa yang terlintas di pikiranmu?," tanya Kevin lepada Alan. .
Alan menjawab: "Saya pikir, Bisakah anda ¡¯kecanduan informasi¡¯?. Tampaknya seperti itu"
"Kecanduan informasi"!. Apapun yang namanya kecanduan tentu berkonotasi tidak baik. Seperti yang saya utarakan di atas, saya dan mungkin banyak orang yang merasakannya sekarang ini.
***
Dulu, saat di bangku kuliah, saya mendapat pelajaran bahwa "informasi is power?". Benarkah dengan memiliki semua infomasi di dekat saya (kini hanya hitungan detik), saya memiliki kekuatan?
Memang istilah information is power benar ketika informasi masih sedikit dan tidak cukup untuk semua yang saya butuhkan.
Dengan perkembangan teknologi informasi sekarang ini, Kevin A Miller berpendapat saat ini mottonya berubah, dan bahkan secara ekstrim menyebutnya, Information is Fatigue. Informasi membuat kita lelah.
Media-media yang saya kunjungi, e-book yang diunduh secara gratis, ratusan bahkan ribuan artikel-artikel memberi terlalu banyak informasi dan membingungkan saya pada akhirnya.
Mungkin saya tidak bisa menyaring informasi, karena Miller menyebut banyak informasi yang saya temukan itu sebagai informasi bodoh (inane), tidak berarti (meaningless) dan melemahkan (inervating).
Kevin A Miller, mengingatkan, "Anda tidak perlu mengetahui semuanya (You do not need to know everything!)".
Di era informasi ini setiap pencari informasi dituntut memiliki kemampuan menyeleksi informasi yang diperlukannya, mendukung pekerjaan atau kebutuhannya, bukan sekedar mampu membukanya.
Meski belum tersedia penelitian yang akurat tentang banyaknya waktu sia-sia kemampuan memilih di tengah-tengah information overload ini, kita perlu koreksi diri. Jangan sampai banyak waktu terbuang sia-sia di depan komputer atau membaca bacaan-bacaan yang diklasifikasi Miller di atas, apalagi mengganggu pekerjaan utama kita, sebagaimana banyak dikeluhkan banyak perusahaan di dalam maupun di luar negeri belakangan ini. .
Berikut ini kami mengutip setidaknya tiga pertanyaan yang disarankan Miller dalam pencarian informasi pada situasi information everload ini. 1). Apakah ada orang lain yang ahli dalam topik yang saya inginkan. 2). Apakah topik tersebut perlu untuk keputusan yang akan saya ambil sekarang atau di masa mendatang?. 3). Apa hal paling penting untuk diketahui orang-orang di sekelilingku yang bergantung padaku. Semoga bermanfaat.***
Di era kemajuan teknologi ini kita dituntut kemampuan memilih luberan informasi akibat kemajuan teknologi informasi. Mari sharing pengalaman!.
****
Setelah mengenal dan menggunakan kemajuan teknologi informasi, saya banyak kehilangan waktu di depan komputer yang tersambung ke internet. Setiap hari muncul godaan mengetahui miliaran informasi. Mulai dari mengunduh atau hanya sekedar membaca selintas.
Dari banyaknya informasi itu, saya terkadang susah memilih, karena informasi baru terus mengalir. Seperti dikatakan Derek Dean and Caroline Webb dalam artikelnya berjudul Recovering from Information Overload, 2011. "Laju yang cepat dimana orang dan organisasi membuat dan menyebarkan informasi mempersulit kami mendapatkan pegangan".
Setiap pagi, saya duduk di depan komputer dan mulai dengan membuka Facebook, website beberapa media (Kompas, Republika, Suara Pembaruan, dll). Lantas membuka email, blog atau website yang lain.
Tidak puas dengan itu, saya mencari informasi melalui Google Search Engine yang mengindeks miliaran halaman web. Terdorong mempelajari informasi baru yang muncul setiap detik, sehinggasaya hanya sempat membaca sepintas, tanpa melekat di otak!.
Melalui http: www.worldnewspaper. com, saya bisa membuka puluhan ribu surat kabar dunia dengan berbagai informasi di dalamnya dari seluruh negara di dunia ini. Saya bisa mengakses ribuan situs perpustakaan dari seluruh dunia.
Pada saat tertentu, berhari-hari saya gunakan mengumpulkan e-book, artikel di media, dan lain-lain sumber. Asyik sekali!. Sayangnya, saya hanya menggunakan sedikit waktu membacanya, karena muncul lagi informasi baru. File komputer penuh, tetapi kebanyakan isinya tidak pernah saya buka sama sekali
"Conventional wisdom mengajarkan kita bahwa semakin banyak pilihan semakin baik. ¡¡Tapi terlalu banyak pilihan juga justru bisa merugikan. Dalam psikologi modern, ada studi yang menghasilkan pendapat bahwa terlalu banyak pilihan justru bisa mengurangi kualitas dari hasil pemilihan dan kepuasan pemilih" ujar Rusiawan dalam blognya.
Ketika membaca Business-Driven Information System yang ditulis buku Josua Tarigan dkk, 2010, saya sadar. Ter nyata saya bukan sendirian. Dalam bukunya itu, Josua mengilustrasikan pengalaman seseorang dalam era informasi ini.
"Bangun pagi lihat ponsel ada sms, e-mail, baca koran, melihat televisi, buka Facebook, Twitter, searching di internet dan lain-lain. Di sekeliling kita, bahkan tak punya jarak, ratusan bahkan ribuan media, tersedia dan memberikan informasi ke otak kita. Ketersediaan jumlah informasi yang begitu besar, bervariasi (termasuk keakuratannya ) dan cepat penyebarannya, menuntut kemampuan dan waktu lebih sehingga bisa mengambil manfaatnya secara benar dan efisien".
Josua memeringatkan saya dan anda. "Jika kita tidak bijak, maka hal di atas akan menjadi kebiasaan kita dan kita berfikir bahwa hal itu adalah ciri dari manusia kota, atau manusia yang berharga, itu menyita waktu kita berjam-jam kalau kita tidak waspada", ujar Josua Tarigan.
****
Perkembangan teknologi informasi membuat kita merasa dekat dengan jumlah informasi yang besar dengan variasi yang besar pula. Kita mebutuhkan kemampuan memilih informasi yang berguna.
Information overload mendorong Kevin A Miller menulis sebuah buku pada 2009, berjudul, "Surviving Information Overload: The Clear, Practical Guide to Help You Stay. Buku tersebut merupakan panduan yang membantu pembaca dalam information overload.
Sebuah percakapan menarik diungkapkan dalam buku itu, ketika Kevin sarapan dengan seorang temannya, seorang penulis yang sudah mapan. Menurut Kevin, temannya yang bernama Alan itu adalah penulis sepuluh buku, pembicara secara teratur dalam konferensi-konferensi, dan mengajar sepuluh kali seminggu, juga menghadapi tantangan information overload. Berikut petikan percakapan keduanya.
"Ketika anda mendengar istilah surviving information overload, apa yang terlintas di pikiranmu?," tanya Kevin lepada Alan. .
Alan menjawab: "Saya pikir, Bisakah anda ¡¯kecanduan informasi¡¯?. Tampaknya seperti itu"
"Kecanduan informasi"!. Apapun yang namanya kecanduan tentu berkonotasi tidak baik. Seperti yang saya utarakan di atas, saya dan mungkin banyak orang yang merasakannya sekarang ini.
***
Dulu, saat di bangku kuliah, saya mendapat pelajaran bahwa "informasi is power?". Benarkah dengan memiliki semua infomasi di dekat saya (kini hanya hitungan detik), saya memiliki kekuatan?
Memang istilah information is power benar ketika informasi masih sedikit dan tidak cukup untuk semua yang saya butuhkan.
Dengan perkembangan teknologi informasi sekarang ini, Kevin A Miller berpendapat saat ini mottonya berubah, dan bahkan secara ekstrim menyebutnya, Information is Fatigue. Informasi membuat kita lelah.
Media-media yang saya kunjungi, e-book yang diunduh secara gratis, ratusan bahkan ribuan artikel-artikel memberi terlalu banyak informasi dan membingungkan saya pada akhirnya.
Mungkin saya tidak bisa menyaring informasi, karena Miller menyebut banyak informasi yang saya temukan itu sebagai informasi bodoh (inane), tidak berarti (meaningless) dan melemahkan (inervating).
Kevin A Miller, mengingatkan, "Anda tidak perlu mengetahui semuanya (You do not need to know everything!)".
Di era informasi ini setiap pencari informasi dituntut memiliki kemampuan menyeleksi informasi yang diperlukannya, mendukung pekerjaan atau kebutuhannya, bukan sekedar mampu membukanya.
Meski belum tersedia penelitian yang akurat tentang banyaknya waktu sia-sia kemampuan memilih di tengah-tengah information overload ini, kita perlu koreksi diri. Jangan sampai banyak waktu terbuang sia-sia di depan komputer atau membaca bacaan-bacaan yang diklasifikasi Miller di atas, apalagi mengganggu pekerjaan utama kita, sebagaimana banyak dikeluhkan banyak perusahaan di dalam maupun di luar negeri belakangan ini. .
Berikut ini kami mengutip setidaknya tiga pertanyaan yang disarankan Miller dalam pencarian informasi pada situasi information everload ini. 1). Apakah ada orang lain yang ahli dalam topik yang saya inginkan. 2). Apakah topik tersebut perlu untuk keputusan yang akan saya ambil sekarang atau di masa mendatang?. 3). Apa hal paling penting untuk diketahui orang-orang di sekelilingku yang bergantung padaku. Semoga bermanfaat.***