Malam ini sepulang dari makan malam di luar, bersama mama dan kedua adikmu Bernad dan Devi, bapak sendirian di meja kesayangan, berdoa dan menuliskan sesuatu yang mungkin ada artinya bagi hidupmu ke depan.
Mungkin di Depok, kalian sudah di peraduan, sementara Bapak masih menahan ngantuk menyelesaikan renungan ini.
Bapak menganggap ini hadiah istimewa. Tidak semua anak mengetahui peristiwa kelahirannya dan kau salah seorang yang berbahagia, karena bapak masih sempat menceritakannya.
Kado sederhana dari Bapak, di tahun pertama bersama pasanganmu sehidup semati, Frederik Simanjuntak. Kado seorang ayah yang sangat menyayangimu!.
Kenangan ini bapak tuliskan untuk memaknai hari kelahiranmu dan peristiwa istimewa pada pernikahanmu tahun lalu, beberapa bulan menjelang Ulang Tahunmu ke-25.
Selamat Ulang Tahun ke-25 dan selamat menjalani HIDUP BARU bersama menantuku Frederick Simanjuntak, pilihan hatimu dan yang kami sayangi.
Menunggu Tengah Malam Hingga Pagi
Tengah malam 23 Maret 1989. Cuaca cerah di kota Pematangsiantar yang sepi. Hanya suara gelegar becak BSA, angkutan khas kota itu terdengar di kejauhan.
Malam itu, saya sendiri mengendarai mobil dinas Rektor Universitas Simalungun (USI), mengantarkan mamayang usia kandungannya sudah sembilan bulan lebih, ke Klinik Bersalin Bidan br Tondang di Jalan Simalungun, Kelapa Dua, Pematangsiantar.
Beberapa jam menunggu, Patricia lahir normal pagi hari sekitar pukul 06.00. Peristiwa ini adalah pengalaman kedua menyaksikan isteri melahirkan. Tidak sedramatis kelahiran putri pertama, yang sempat mengalami pecah ketuban dan sempat kering. Pada kelahiran Patricia, hampir semua ciri-ciri akan melahirkan dan segala persiapan sudah dilakukan.
Saya memberimu nama Patricia Marcelina Girsang. Saya hanya mengingat arti nama Patricia, diambil dari seorang perempuan Cina yang meminta suaka ke Italia. Dia begitu tegar dan seorang yang sekuat tenaga berjuang dan pantang menyerah. Marcelina bapak sudah lupa artinya. Mungkin nama itu dari ompung perempuan yang pernah mengatakan nama Marta, Marcelina. Nanti Tanya ompung apa artinya. Mungkin diambil dari sana.
Pernah bapak cantumkan nama tambahan Anastasia. Tetapi karena kepanjangan, akhirnya dihapus. (nama ini kemudian saya berikan kepada adikmu Devi Anastasia. Ini mungkin yang membuat Patricia dan Devi begitu dekat, orang yang paling sedih ketika kau menikah).
Patricia sangat istimewa bagi saya. Nama Patricia juga mengingatkan Bapak saat sedang berada di posisi puncak, menjabat Rektor USI, saat masih muda (28 tahun). Kelahiranmu begitu membahagiakan Bapak dan Mama, menjadi perhatian banyak orang. Kau begitu menyenangkan!
Saya sempat terpikir memberimu nama Rektoriana. Tetapi tidak jadi. Bapak juga tidak ingat lagi alasannya. Tapi, untunglah tidak jadi, karena nama itu terlalu berat kau sandang. Beberapa bulan setelah kau lahir, bapak sudah melepas jabatan itu. Jabatan hanya sementara, dan tidak kekal.
Bahkan Bapak harus meninggalkanmu berbulan-bulan, hingga sewaktu kembali, Pety tidak mau bapak gendong lagi karena tidak kenal. Sedih ya!.
Sampai akhirnya kita pindah ke Medan, 1990. Kau menjalani masa-masa kecilmu di rumah kontrakan yang kecil selama bertahun-tahun. Guru-guru dan anak-anak Sekolah Minggi di jemaat Simalingkar membuat kalian tetap berbahagia. Mama selalu di ruah membimbing dan mengisnpirasi kalian.
Sekolah Katholik Budi Murni mulai SD sampai SMP memberimu didikan yang baik, hingga bisa memasuki SMA favorit di Medan.
Kau akhirnya merasakan enaknya kuliah di Universitas terbaik di negeri ini, bekerja dan kemudian menikah. Kini semua yang terbaik dianugerahkan Tuhan kepadamu, kepada Bapak dan Mama. Great Patricia!
Silitonga Hadir saat Kau Lahir, Boru Silitonga datang 25 Tahun Kemudian
Di ulang tahun ke-25 ini, Patricia baru saja mengalami peristiwa penting dalam hidupmu. Saat pernikahanmu, Bapak teringat sebuah peristiwa penting.
Satu atau dua bulan setelah Patricia lahir, Kol JP Silitonga—Bupati Simalungun (1980-1990), dan juga Ketua Umum Yayasan Universitas itu, melakukan peninjauan ke kompleks kampus USI, di Jalan Sisingamangaraja Barat, Pematangsiantar.
Dalam peninjauan itu, Bapak menceritakan baru saja dikaruniai putri kedua. Beliau senang sekali dan mengucapkan selamat. JP Silitonga adalah seorang orang tua yang sangat peduli dan memperhatikan anak buahnya.
(Bahkan hingga menjelang meninggalnya, Bapak masih sering dipanggil untuk berkonsultasi. Dia tidak pernah lupa kepada teman seperjuangannya)
Saat mau pulang, Setelah selesai meninjau kampus, Pak JP (panggilan akrabnya) langsung menyuruh supirnya mengarahkan mobil ke Rumah Dinas Rektor USI, yang kebetulan berada di kompleks USI.
Beliau masuk ke rumah dan menyalami Mama. Patricia yang saat itu masih tidur di kamar, langsung disuruh dibawa ke ruang tamu. “Wah, ini berkat untuk keuarga Pak Girsang. Cantik ya. Nanti orang pintar ini…” kata beliau.
(Bapak merasa apa yang diucapkan beliau terbukti. Prestasimu cukup membanggakan Bapak dan Mama, kemudian mendapat suami yang pintar dan baik pula).
Bapak masih ingat, beliau memberikan “kado” yang nilainya cukup besar untuk ukuran saya ketika itu.
Dua puluh lima tahun kemudian, Patricia menikah dengan menantu saya Frederick Simanjuntak, kebetulan ibunya boru Silitonga.
Ketika keluarga Simanjuntak melakukan kunjungan ke rumah kita, Marhusip, Juli, 2013, Bapak sangat senang. Boru Silitonga (mertua Patricia) adalah seorang ibu yang tegar, ramah, cantik dan lembut, mirip Mamamu ya.
Dia setia dan berjuang mendukung sekolah anak-anaknya. Meski sudah janda ketika anak-anaknya masih kecil-kecil, dengan gelar sintua yang disandangnya di HKBP, mertuamu tetap bersemangat dan mampu mengantar anak-anaknya menyelesaikan pendidikannya.
Saat itu, saya menceritakan bahwa Marga Silitonga sangat baik kepada Patricia, dan pasti boru Silitonga juga baik kepadanya. Semua tertawa dan semua bersuka cita.
Bapak sangat yakin, Patricia berbahagia memiliki mertua yang baik seperti itu. Keluarga besar mereka di Pekanbaru adalah Paradat dan sangat menghormati etika berkeluarga!
Pernikahan Patricia dan Erick, di HKBP Pekanbaru, 9 Nopember 2013
Bapak memaknai pernikahan Patricia dengan Frederick mengukuhkan “kebaikan” seorang marga Silitonga dua puluh lima tahun yang lalu. (Konon boru Silitonga (mertua Patricia) masih memiliki hubungan darah dengan Kol JP Silitonga).
Perbuatan baik Kolonel JP Silitonga dan ikatan keluarga kami saat ini dengan boru Silitonga di Pekanbaru meyakinkan saya bahwa pernikahan itu bukan rencana manusia.
(Kol JP Silitonga sendiri meninggal pada 20 September 2007. Memberi pengormatan atas kepergian beliau, saya menulis orbituarinya di harian Analisa, dan sebelumnya, saya diminta menulis otobiografinya: “Tuhan Berbicaralah, Hambamu Mendengarkan”. Otobiografi itu ditulis saat merayakan Ulang Tahunnya ke 80, pada 3 Januari 2006).
Pernikahan adalah rencana Tuhan. Sakral dan hanya “sekali seumur hidup”.
Terima kasih untuk menantuku Frederick Simanjuntak, Kau hadir dan mendampingi putriku di ulang tahunnya ke-25. Tulang berdoa buat kalian dan senantiasa bersuka cita dalam Tuhan!
SELAMAT ULANG TAHUN DAN SELAMAT MENJALANI HIDUP BARU. TUHAN MEMBERKATI
Catatan: tanggal 19 Pebruari 2015, pasangan Frederick Simanjuntak, ST dan Patricia Marcelina Girsang, SH dianugerahi Tuhan seorang bayi laki-laki dan diberi nama: Javier Marc Simanjuntak)