Oleh: Jannerson Girsang*)
Peran media dan teknologi internet telah membuka mata saya untuk mengenal lebih banyak orang pintar dan memahami pikiran-pikiran dan ajaran mereka. Saya bisa kuliah dari beragam ahli, dari berbagai negara dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Tanpa bayar uang kuliah, hanya bermodalkan laptop dan modem!.
Ponijan Liaw adalah salah seorang diantaranya. Hari ini saya mengenal beliau dan pemikirannya melalui dunia maya.
Sebelumnya, saya telah membaca artikel-artikel Ponijan Liaw secara sepintas di Harian Analisa. Namanya juga sepintas, pasti tidak secara cermat mengamatinya. Maklum banyak ahli yang berbicara tentang hal yang sama.
Hari ini saya membaca dengan cermat sebuah artikelnya ”Mengubah Takdir” yang dimuat di harian Analisa, Medan (30 Nopember 2010). Artikel ini sungguh-sungguh menginspirasi dan mengundang saya mengenal penulisnya lebih dekat.
Di awal tulisannya Ponijan mengutip ucapan guru Zen Ryokan tentang pikiran, perkataan, tindakan, kebiasaan, karakter dan takdir. Dengan pembahasan sederhana dan bahasa yang mudah dimengerti, Ponijan mengungkap kenyataan yang terjadi sekarang ini:
”Sayangnya, banyak orang yang tidak melihat setiap elemen dalam spektrum kehidupannya secara holistik. Begitu muncul sebuah bencana dan ketidaknyamanan hidup, dengan mudah manusia tipe ini menuding dan mengarahkan telunjuknya pada sang pencipta dengan dakwaan sebagai tidak adil dan tidak sayang pada umatnya,”.
Keprihatianan saya, sama dengan Ponijan. Saya menyaksikan banyaknya orang yang hanya mampu bercerita soal ajaran dalam buku suci, tetapi tidak mampu mencerminkannya dalam pikiran dan tindakannya. Tidak sampai menjadikan ajaran tersebut menjadi karakter mereka. Akhirnya, pesan yang mereka komunikasikan atau sampaikan kepada rakyat atau umat yang dipimpinnya adalah pesan kering tanpa makna yang menginspirasi orang berbuat baik!. Ketika mereka merespons sebuah situasi, lebih cenderung saling menyalahkan.
Siapakah Ponijan Liaw?.
Dari namanya, saya pastikan dia seorang Tionghoa. Nama depannya nama yang diberikan karena terpengaruh kekuasaan Soeharto di masa Orde Baru yang tidak membenarkan mereka menggunakan nama Tionghoa dalam nama resmi. Misalnya, nama Liem Sioe Liong diubah menjadi Soedono Salim.
Hal pertama saya lakukan adalah mencarinya di Facebook. Dengan mengetik nama Ponijan Liaw, saya menemukan : http://www.facebook.com/ponijanliaw?ref=ts.
Kemudian, saya ketik Like. Lantas, mata saya terbuka melihat apa yang dipikirkannya dan dikerjakannya sehari-hari. Dia berbicara banyak tentang komunikasi, serta pernyataan-pernyataan yang memberi motivasi.
Di wallnya hari ini (1 Desember 2010) tertulis: ”Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang berhak menilai Anda gagal dan berhasil menurut standar Anda. Karenanya, jangan berkecil hati ketika orang lain menilai menurut kacamata mereka. Bukankah Anda mengukurnya dengan kacamata sendiri? Keep going....”.
Ketika saya menemukannya, lima orang sudah tertera merespons pernyataan yang sungguh-sungguh memotivasi itu.
Tertarik dengan kalimat indah di wallnya itu, saya nimbrung merespons, sekaligus memuji artikelnya yang dimuat di harian Analisa : ”Terima kasih Pak Ponijan. Terima kasih juga atas artikelnya di Harian Analisa Medan, kemaren 30 Nop 2010: Mengubah Takdir. Sungguh mencerahkan”, demikian saya tuliskan untuk memancing reaksi pemiliknya.
Menunggu jawabannya, saya masuk ke Google—sumber pengetahuan dunia. Dengan mengetik nama Ponijan Liaw, saya pertama-tama menemukan situs http://paknewulan.wordpress.com/2007/10/03/nasehat-nasehat-dalam-berkomunikasi/.
Ternyata nama Ponijan Liaw adalah nama besar. Seorang yang mampu memberi nasehat soal komunikasi dan motivasi. Nasehatnya mengingatkan saya artikel sejenis yang ditulis Prof Dr Laurence Manullang: "Yesus Adalah Komunikator yang Maha Sempurna”. (www.kadnet.info/rebuska/2008/Rebuska_Sep1208-a.doc). Artikel yang sebelumnya banyak menginspirasi saya soal berkomunikasi...
Dalam situs yang memuat pikiran Ponijan itu tercantum 15 nasehat soal berkomunikasi. Hari ini saya tertarik nasehatnya ke-14, Don’t Butt In !. ”Setiap orang memiliki dua telinga dan satu mulut. Artinya, lebih banyaklah mendengar daripada ngomong. Justru dari mendengar kita belajar bukan dari berbicara”.
Meski nasehatnya bukan hal baru dan saya sudah mendengar nasehat ini sejak lama. Bahkan saya terapkan dalam profesi sebagai wartawan, dan sampai kini saat melakukan wawancara dalam penulisan buku-buku biografi. Tetapi penyajiannya dengan kemasan baru menjadikannya menarik.
Luar biasa!. Meski hanya sebuah kutipan, ternyata dalam waktu singkat beberapa teman saya memberi tanggapan. Betapa kuatnya sebuah nasehat yang baik bagi setiap orang.
Lantas, keingintahuan saya lebih besar lagi. Menelusuri kembali namanya melalui Google, akhirnya saya menemukan website pribadinya. http://www.ponijanliaw.com/content/about-dr-ponijan-liaw.
Ponijan Liaw—kerap disapa “Mr. Po”— sekarang "Doktor (DR.) Po", adalah orang Sumatera Utara. Dia dilahirkan di Tebingtinggi, Sumatera Utara, 5 September 1968. Mampu berbahasa Inggris dan Jerman, jauh lebuh pintar dari para pejabat kami yang banyak bengongnya kalau menerima tamu asing. Pasti dia banyak menuai persahabatan positif dan variatif dengan berbagai kalangan dari berbagai negara. Memiliki pandangan yang luas tentang berbagai latar belakang bangsa..
Sekolahnya juga bervariasi. Ini yang menarik. Ponijan menjalani pendidikan SD Muhammadiyah sampai kelas III dilanjutkan ke SD Cinta Kasih Katolik di Medan sampai tamat, dan SMA Negeri di Sei Rampah. Dia bergaul dengan orang-orang dari berbagai ragam agama di Republik ini. Setidaknya merasakan pengalaman hidup bersama dengan sebuah komunitas yang berbeda agama dan suku di masa anak-anak hingga remajanya. .
Lulus SMA, Po memilih kuliah di IKIP Negeri Medan. Kampus yang jarang dimasuki warga Tionghoa di Medan. Dia kemudian ber-gabung dengan program S-2 Magister Pendidikan di Universitas Pelita Harapan, Jakarta, dan lulus dengan predikat sangat memuaskan (2004), lima tahun kemudian meraih gelar Doktor di Bidang Manajemen Pemerintahan dari Universitas Satyagama, Jakarta dengan predikat Cum Laude (September 2009).
Pergaulannya hebat!. Sidang Terbukanya sajapun disaksikan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI, Dr. H. Adhyaksa Dault, M.Si, Motivator No. 1 Indonesia, Andrie Wongso, dan tokoh masyarakat lainnya. Tidak hanya di luar sistem, dalam usia relatif muda, 37 tahun, Po menjadi Tenaga Ahli Menteri Negara Pemuda dan Olahraga sejak 2005 sampai akhir tahun 2009.
Kariernya hebat juga!. Selain menulis, Ponijan menekuni profesi hingga saat ini sebagai presenter radio, pembicara publik, trainer, dosen tamu di beberapa universitas di Jakarta. Menurut situsnya Ponijan telah menulis sekitar 100-an artikel artikel di beberapa koran dengan rentang topik beragam. Dia juga menulis buku-buku seperti Great Motivation, Smart Communication, Success & Joy Talks, Talk to Your Customer This Way, Stories of Zen in Comics, Unleash Your Inner Power with Zen, dan lain-lain.
Saya tertarik kritik Ponijan soal diskusi komunikasi di Indoensia yang terkesan kering dan tidak jelas dalam prakteknya di dunia nyata. ”Yang ada hanyalah kerangka teoretis yang sulit dicerna karena banyak menggunakan contoh-contoh dengan pendekatan budaya yang terjadi di belahan bumi lain (disebabkan banyak bahan yang diambli berasal dari buku-buku terjemahan). Ketika diterapkan di Indonesia, teori tersebut belum tentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.”. Saya setuju pendapatnya!. Tidak banyak ahli komunikasi kita yang mau menggali konten lokal yang sesungguhnya sangat kaya.
Ketika saya hampir menyelesaikan artikel ini, dua jam kemudian Pak Po membalas respons saya di wallnya: ”Terima kasih Pak Jannerson, mudah2an kita selalu menjadi berkat buat sesama ya, Pak... salam untuk kawan2 di komunitas Bpk... terima kasih”..
Memang Po adalah komunikator yang baik. Dia melaksanakan salah satu nasehatnya : Your Speech is Your Ads, So, Be Creative.
“Banyak orang tidak menyadari bahwa setiap komunikasi dilakukan dengan siapa saja, dimana saja, kapan saja, mereka sesungguhnya sedang ‘menjual diri’ mereka kepada orang yang sedang berhadapan dengan mereka,” demikian nasihat komunikasinya ke-8.
Responsnya membuat saya simpatik dan akan menceritakan hal yang baik dan menginspirasi tentang Pak Po. Dia sedang menjual diri, atau saya yang menggunakan dirinya untuk "menjual diri" saya. Itulah komunikasi. Menyampaikan pesan yang saling memotivasi, menginspirasi, membuat nilai seseorang naik tanpa mengurangi nilai sang komunikatornya. Jauh dari saling melecehkan!.
Apa yang ingin saya sampaikan kepada pembaca adalah bahwa internet telah menolong saya mengenal dan belajar tentang orang-orang pintar dan pemikiran mereka. Melalui dunia maya, saya mengenal Ponijan Liaw. Saya akan belajar lebih banyak lagi dari beliau. Salam hormatku untuk seorang anak muda Indonesia yang luar biasa!.Beliau akan menjadi "Sumur yang Tak Pernah Kering". Terima kasih guru!.
*)Penulis Buku Biografi: ”Berkarya di Tengah Gelombang” dan beberapa buku biografi tokoh di Sumatera Utara.