Oleh: Jannerson Girsang
Sumber foto: www.muji0n0.wordpress.com
Beberapa tahun belakangan ini, sedikitnya dua kali setahun kami mengikuti kegiatan-kegiatan yang berlangsung di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Seratusan peserta berkumpul, mereka terdiri dari unsur sekolah, masyarakat umum, para pemerhati perpustakaan, penulis, pengeloal perpustakaan yang berada dibawah binaan Baperasda, pengasuh Taman Bacaan.
Berbagai hal dibicarakan dalam mendukung program meningkatkan minat baca masyarakat yang memang masih rendah. Banyak pelajaran dan masukan untuk percepatan peningkatan minat baca masyarakat.
Artikel ini mencoba mengangkat berbagai hal menarik dari pertemuan sebelum ini, sekaligus memberi apresiasi usaha-usaha sejenis yang dampaknya bagi masa depan para pelajar, masyarakat dalam meningkatkan apresiasi mereka pada peradaban.
Mempersiapkan Masyarakat Berbudaya Membaca
Meningkatkan minat baca, adalah sebuah usaha yang masih awal dari sebuah proses menuju menuju budaya baca masyarakat, sehingga mereka memiliki cara mendapatkan informasi dari sesuatu yang tertulis.
Kebiasaan membaca membuat masyarakat terbiasa mengonsumsi informasi tertulis yang autentik dari pada hanya sekedar memdengar ataupun melihat. Membaca merupakan kegiatan yang mendidik masyarakat menyimak, mengeja, memahami dan memiliki minat serta akhirnya mampu mengaplikasikan bacaan itu sendiri.
Bagi masyarakat di negara maju, membaca sebagai kegiatan personal telah menjadi kebutuhan. Sayangnya bagi masyarakat kita di Sumatera Utara kebiasaan membaca masih jauh dari harapan.
Perbedaan itu tergambar dalam sebuah pertemuan, Drs Chandra Silalahi, Sekretaris Perpustakaan dan Arsip Daerah Pemprovsu ke Eropa yang dikisahkannya dalam sebuah pertemuan di Baperasda Pemrovsu. ”Ketika menumpang naik kereta api dari Paris ke Den Haag, bebas asap rokok, sebagian besar orang asyik membaca buku atau asyik melakukan searching di internet memanfaatkan hotspot gratis melalui laptop mereka masing-masing. Terjadi ”charger” informasi. Kami sendiri merasa seolah terasing, karena berbeda dengan mereka. Tidak bawa bacaan apalagi peralatan seperti mereka. Saya lalu teringat ketika saya naik kereta api dari Medan ke Rantau Prapat. Asap rokok di dalam kereta api, perbincangan ngalor ngidul, tanpa buku. Kecuali beberapa membaca koran-koran daerah. Pemandangan berbeda, masyarakat yang minat bacanya tinggi dan masyarakat kita dengan minat baca yang masih rendah”.
Membaca memiliki keuntungan khusus dibanding dengan penggunaan media lain. Bahan cetakan akan terus menjadi saluruan yang paling penting untuk pendidikan dan kemajuan kebudayaan manusia. Keuntungan tersebut antara lain : 1) membaca adalah sebuah aktivitas pribadi yang dapat meningkatkan pengembangan individu, 2) suatu bahan bacaan dapat dibaca dan dibaca kembali hingga bahan yag dikandungnya dapat diserapi dan 3) bahan bacaan dapat dibawa kemana saja, apakah pembaca sedang berada di eskalator atau suatu pulau pasir.
Para ahli berpendapat bahwa minat baca yang rendah adalah gambaran masyarakat yang terbelakang. Kebiasaan membaca kita yang kurang, seringkali membawa pembicaraan ngalor ngidul, tentunya menghasilkan ide-ide yang ngawur pula. Kesalahan-kesalahan yang sama, muncul berulang-ulang. Pulang dari sebuah diskusi tidak jarang kita pusing mendengar seseorang tanpa referensi tertulis mempertahankan kebenaran yang diyakininya—tanpa peduli pendapat orang lain. Bahkan tak membuka ruang bagi sebuah diskusi yang kreatif.
Perbedaan masyarakat yang berbudaya baca dan yang belum, adalah kerentanannya atas reaksi terhadap issu yang ”belum tentu benar”. Hanya dengan mendengar, seseorang mengambil keputusan menghakimi sesama. Menurut pendapat kami, issu ”begu ganjang” adalah salah satu bentuk masyarakat yang lebih mengandalkan informasinya berasal dari pendengaran dan penglihatan. Belum terbiasa mengasah dirinya dengan referensi-referensi bacaaan yang telah teruji.
Mengapresiasi Perpustakaan-perpustakaan Pribadi
Perpustakaan sebagai lembaga perantara (agency) yang sangat penting dalam prose komunikasi, dapat memainkan peranan penting dalam upaya pengembangan budaya baca masyarakat. Perpustakaan berdiri karena adanya kebutuhan atas sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengumpulkan dan mengorganisasikan karya-karya tulis untuk disebarluaskan kepada pembaca. Peran ini melibatkan pustakawan dalam dunia komunikasi.
Koleksi buku-buku seseorang semasa hidupnya adalah sebuah gambaran seseorang menghargai peradaban. Sayang prestasi seperti ini jarang muncul ke permukaan, lenyap dengan prestasinya dalam bentuk kekayaan ”materi” berupa uang dan harta benda.
Saya tertarik dalam sebuah pertemuan dimana Baperasda memberi perhatian khusus untuk mengembangkan perpustakaan-perpustakaan milik individu yang selama ini memiliki koleksi buku, tetapi belum ditata sebagai sebuah perpustakaan. ”Kami membantu membuat katalog dan menyusun buku-buku yang dimiliki mantan pejabat atau seseorang yang memiliki koleksi buku pribadi di rumah,” ujar Drs Chandra Silalahi.
Sebuah langkah yang perlu mendapat apreasiasi. Saatnya perhatian kita untuk mengapresiasi prestasi ini. Seseorang yang selama hidupnya memiliki koleksi buku-buku, tentunya dapat dikatakan telah membaca dan paling tidak memperoleh informasi dari koleksi buku-buku yang dimilikinya.
Dalam pertemuan tahun lalu pihak Baperasda Pemprovsu melaporkan kecenderungan positif dimana beberapa pejabat memiliki koleksi buku di perpustakaan pribadinya, bahkan ada yang memiliki lebih dari 3000 judul buku. Menurut Chandra Silalahi beberapa pejabat telah mendapat bantuan pengelolaan perpustakaan pribadi, seperti Drs RE Nainggolan (Sekwilda Sumatera Utara), Prof Dr AP Parlindungan, mantan Wakajati Sumatera Utara, serta pejabat atau tokoh masyarakat lainnya.
Andaikata dilakukan perlombaan diantara para tokoh masyarakat maka hal ini akan menjadikan permasyarakatan perpustakaan yang luar biasa. Satu hal lagi, Baperasda perlu mensponsori pengisahan pengalaman para pejabat dalam hal membaca yang akan memberi inspirasi minat baca bagi masyarakat.
Dukungan Pemerintah dan Masyarakat
Usaha sekecil apapun untuk membangkitkan minat baca adalah pekerjaan besar dalam mempersiapkan investasi pengetahuan di masa mendatang, menciptakan masyarakat berbudaya membaca..
Para pejabat perlu diwajibkan membicarakan minat baca dan pengembangan sarana membaca. Mereka yang duduk di legislatif, khususnya Komisi E, pengasuh Taman Bacaan dan mereka lain-lain perlu diajak membicarakan minat baca. Semakin banyak pejabat dan instansi yang terlibat dalam mengkampanyekan pentingnya budaya membaca, diharapkan akan memberi dampak luar biasa bagi masyarakat kita.
Tentunya, apresiasi kepada para pejabat atau tokoh yang memberi perhatian pada usaha-usaha meningkatkan minat baca perlu diberikan. Andaikata berbagai pihak memberikan perhatian dalam pemasyarakatan minat baca dan sarana membaca (perpustakaan serta mendukung fasilitas yang diperlukan), maka tidak yang tidak terlalu lama kita akan menciptakan masyarakat yang berbudaya baca.
Mari terus menggalakkan budaya baca, dan selamat untuk Baperasda Pemprovsu yang terus mensponsori pertemuan-pertemuan penulis, bedah buku, perpustakaan dan minat baca. Semoga 2012 badan ini semakin meningkatkan kualitas pertemuan-pertemuan minat baca dengan melibatkan lebih banyak pihak untuk terlibat. Sehingga kita tidak lagi menonton penumpang di kereta api mengantuk, ngerumpi, ngobrol ngalur ngidul, tetapi mereka membaca, seperti penumpang kereta api di Eropa!.