Oleh: Jannerson Girsang.
Andrea Hirata terus melanjutkan prestasi menulisnya
di level internasional. Sepanjang tahun 2013, Andrea Hirata, penulis Tetralogi
Lasykar Pelangi itu berkeliling menemui penggemarnya di Eropa, Australia dan
negeri lain, serta meraih pemenang pertama di New York Book Festival 2013,
AmerikaSerikat. Langkah-langkahnya menjadi inspirasi bagi para penulis, jerih
payahnya membuat kebanggaan baru bangsa ini.
Dia tidak mengikuti irama para koruptor yang asyik
mengelak bagaimana supaya hukumannya “bebas murni”, tidak turut kampanye
memasang spnaduk dan “bagi-bagi duit” yang dilakonkan banyak caleg untuk
menarik simpati menjelang Pemilu April 2014.
Andrea Hirata bekerja keras meraih prestasi.
Prestasi yang meyakinkan penduduk Indonesia bahwa menulis sama seperti profesi
lainnya, mampu berdiri sejajar, bahkan politikus ulung sekalipun. Andrea Hirata
makin meyakinkan banyak penulis, khususnya penulis muda yang tertarik menulis
untuk mengikuti jejaknya.
Laskar Pelangi: Menciptakan Kebanggaan Baru
Indonesia
Andrea Hirata membuktikan bahwa Indonesia tidak
hanya dikenal sebagai negeri yang menempati ranking pertama korupsi, gelar yang
sangat memalukan dan merendahkan martabat bangsa. Melalui bukunya Laskar
Pelangi, Andrea Hirata menciptakan kebanggaan baru Indonesia, setidaknya
merehabilitasi gelar memalukan itu. Indonesia memiliki novelis kelas dunia.
Menurut harian Indonensia berbahasa Inggeris, The
Jakarta Post (29 Oktober 2013), buku Laskar Pelangi sudah diterbitkan di 100
negara dan diterjemahkan ke dalam sekitar 30 bahasa selain bahasa aslinya,
Indonesia. Betapa bangganya memiliki penulis Indonesia yang disambut semarak di
luar negeri.
Bagi saya, setiap membaca buku Laskar Pelangi,
tidak hanya menikmati buku yang sangat menginspirasi itu, tetapi memuncukkan
rasa bangga sebagai bangsa Indonesia. Jutaan penduduk dunia mencintai buku itu,
tidak hanya bangsa di negeriku sendiri. Dunia terhenyak, bahwa ada orang
Indonesia yang mampu menulis autobiografi yang dirindukan dunia. Kisah
sederhanya yang ditulis dengan hati dan pesan yang universal.
Setidaknya Andrea Hirata menutup aib Indonesia di
media-media asin dengan berita koruptor yang masuk ke Pengadilan Tipikor.
Berita Indonesia menjadi berbeda. The New York Times misalnya mengisi kisah
Lasykar Pelangi yang diterjemahkan The Rainbow Troop di dalam pemberitaaannya.
Penjelasan tentang pulau Belitung dirilis dalam harian dengan oplah jutaan
eksemplar itu dengan kisah menginspirasi.
Penulis yang hebat mampu menjelaskan cerita
menginspirasi dari negeri bernama Indonesia dengan sangat apik. HarianThe New
York Times menulis LasykarPelangi (Rainbow Troop) sebagai berikut, “The island
of Belitong, Indonesia. Two teachers, Muslimah and Harfan, eagerly await the
beginning of the new school year and the arrival of their new pupils. At least
ten pupils need to attend their Islamic primary school, otherwise the
educational authority will close them down. No wonder they are both nervous.
Fortunately, ten students end up registering for school—most of the children
being from families of poor day laborers. Muslimah decides to call the group of
first graders the “rainbow troops.” Following the children over a period of
five years, we observe as these disadvantaged children struggle for the right
to make their dreams reality”.
Kecintaan saya, mungkin para pembaca bukuitu, bukan
hanya membaca bukunya, tetapi rindu melihatapa saja yang dilakukan penulisnya.
Andrea Hirata menjadiidola.Tentu lebih positif, dari pada mengidolakan para
“koruptor”, sebagaimana sudah merasuk pikiran para anak muda negeri ini.
Saya sangat senang menonton dialognya di televisi.
Dialog Sarah Seehan di TV Net bulan Nopember 2013 merupakan tontonan yang
menginspirasi, ketimbang menonton banyak dialog korupsi yang disiarkan
berjam-jam, tanpa makna bahkan makin lama makin menyebalkan.
Di sela-sela acara dialog itu ditayangkan televise
swasta Indonesia beberapa kegiatan Andrea Hirata sepanjang 2013: Peluncuran
buku di Italia, Jerman dan menjadi dosen tamu di Adelaide Australia.
Andrea bekeliling ke Italia untuk menghadiri
peluncuran novel Laskar Pelangi edisi Italia yang berjudul La Scuola Ai Confini
Del Mondo yang diterbitkan Rizzoli. Usai acara, para pembeli berebut
tandatangannya.
Selain menyaksikan orang-orang Italia yang sedang
membaca bukunya, saya menyaksikan reaksi pembeli buku orang Jerman dalam bahasa
local di Jerman dengan cetakan yang lebih mewah dari aslinya di Indonesia.
Tidak hanya orang Italia, orang Spanyol, Jepang, Bulgaria, dan berbagai Negara
yang menggunakan bahasa Inggeris.
Wajah mereka menunjukkan rasa kagum.
Komentar-komentar mereka sangat membanggakan.“Bagus, bagus sekali bukunya” ujar
seorang pembaca dalam bahasa Italia, karena hari itu berlangsung peluncuran buku
yang diterjemahkan ke dalam bahasa negeri seribu kanal itu.
Bangga dengan orang yang membuat dunia bangga.
Bukan bangga dengan orang yang membuat rakyat menderita.
Terbaik di New York Book Festival
Hal yang paling mengesankan adalah Lasykar Pelangi,
novel yang berlatar kehidupan anak sekolah di era 60-an di pulau Belitung,
penghasil timah, mendapat penghargaan di Amerika Serikat. Negeri yang dikenal
sangat menghargai prestasi tanpa membedakan latar belakang suku, agama dan ras.
Novel yang dalam edisi Amerika Serikatnya berjudul
The Rainbow Troops tersebut terpilih menjadi pemenang pertama untuk kategori
general fiction pada festival buku yang sangat bergengsi, yaitu New York Book
Festival 2013 yang berlangsung di Hotel Radisson Martinique, 21 Juni2013. Tahun
lalu (2012) pemenang kategori yang sama adalah buku Amerika, Patchwork of Me
yang ditulis Gregory G. Allen.
Yang lebih membanggakan lagi, karya Andrea Hirata
mengungguli penulis AS Samuel Finlay yang hanya terpilih sebagai runner up,
dengan karyanya Breakfast with The Dirt Cult di tempat kedua, serta 20 penulis
lainnya yang mendapat penghargaan dalam kategori general fiction. Bangga dong
memiliki penulis Indonesia seperti Andrea Hirata!.
Prestasi itu sekaligus membuat penulisnya melakukan
instropeksi diri, bukan menyombongkan diri..
”Mimpi lamaku agar novelku dapat diterbitkan oleh
penerbit-penerbit ternama kelas dunia, seperti Hanser Berlin, Rizzoli, dan
Mercure de France, akhirnya tercapai. Rasanya senang melihat novelku dipajang
di toko-toko buku di Eropa. Kuharap penulis-penulis muda Indonesia terinspirasi
dan tertantang untuk meraih pembaca di seluruh dunia,” kata Andrea.
Hal penting dan menjadi pelajaran bagi penulis di
tanah air, adalah ungkapan Andrea Hirata berikut ini. “Ini memberi saya begitu
banyak dorongan,”katanya. “Saya sadar bahwa saya sekarang menghadapi audiens
internasional canggih, sehingga definisi tertulis saya budaya Indonesia harus
diperluas.
Salah satu tantangan adalah menciptakan karakter.
Saya mencoba untuk menulis kalimat saya untuk mengungkapkan peristiwa epic
terjadi pada orang-orang biasa,” seperti dikutip The Jakarta Post.
Sebuah pemaknaan yang menunjukkan kerendahan hati
seorang penulis. Andrea adalah seorang yang sederhana, tidak memoles-moles
profilnya seperti banyak dilakukan para caleg menuju Pemilu 2014. Tidak
langsung berbusung dada ketika mencapai puncak, tetapi terus menyempurnakan
diri, belajar terus menerus memperbaiki kemampuannya.
Selain itu, menurut penulisnya sendiri, sebagian
royalty tulisannya akan disumbangkan untuk kegiatan-kegiatan yang mencerdaskan
bangsa. Mirip langkah yang dilakukan James Patterson, penulis dengan pendapatan
paling tinggi di Amerika Serikat yang banyak membantu masyarakat dunia dari
hasil tulisan-tulisannya.
Andrea Hirata pantas menjadi icon penulis Indonesia
abad ke 21. Kisahnya menginspirasi para penulis untuk terus mengembangkan diri,
belajar tidak henti. Dia telah membuktikan kemampuan penulis Indonesia. Penulis
Indonesia itu hebat!. Kuncinya, bekerja keras, belajar dan jangan terus
merengek dan mengeluh!. ***
Penulis adalah penulis biofrafi, berdomisili di
Medan.