My 500 Words

Selasa, 04 Maret 2014

Dewan Kesenian Jakarta Juga Sempat Melakukan Plagiat!

Oleh: Jannerson Girsang

Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pernah menjiplak artikel saya berjudul Melongok Upacara Ritual Acara Pemakaman. http://harangan-sitora.blogspot.com/2009/06/melongok-upacara-ritual-acara-pemakaman.html#moreini bulat-bulat (100%), tanpa menyebut sumbernya.

DKJ melakukan pementasan dengan narasi menggunakan artikel ini. http://www.dkj.or.id/event/pertunjukan/maestro-maestro. Saya menemukannya sekitar Desember 2010.

Perbuatan tidak terpuji itu ketahuan setelah seorang teman http://simalungunonline.com/tarian-huda-huda.html, mengutip dari website institusi kesenian paling dihormati di Indonesia itu.

Setelah saya cek ternyata juga dimuat di website lembaga kesenian terhormat itu, awalnya, tanpa menyebut sumbernya..

Padahal, lembaga ini cukup terpandang, tetapi tidak luput dari kesalahan.

Yang saya puji dari lembaga ini adalah kemauan minta maaf. Saya mengirim surat protes, Lembaga itu, melalui humasnya, dengan e-mail meminta maaf dan kembali mencantumkan sumbernya.

Sejak itu, artikel Toping-toping dan Huda-huda dari Simalungun di website DKJ,  http://www.dkj.or.id/event/pertunjukan/maestro-maestro, menyebut sumbernya dari blog saya. http://harangan-sitora.blogspot.com.

Bagi saya seorang penulis, itu sudah cukup!. Saya tidak perlu menuntut nilai uang yang mereka peroleh dengan artikel itu. Biarlah hasilnya digunakan untuk pengembangan kesenian bangsa ini.


Semoga tidak ada lembaga pendidikan lagi yang melakukan hal yang sama.

Artikel itu saya tulis berdasarkan pengamatan lapangan di sebuah acara pesta kira-kira 100 kilometer dari Medan. Bukan asal jiplak. Saya meluangkan waktu, tenaga dan bahkan mengorbankan uang.

Kasihanilah penulis-penulis, yang walau belum terkenal, tetapi idenya tidak kalah kok. Biarlah masing-masing unggul dalam keunggulan masing-masing. Jangan unggul di atas penderitaan orang lain.

Selamat berkarya bagi rekan-rekan penulis. Kadang kita kesal melihat mereka yang menamakan dirinya "penulis terkenal" tetapi tidak menghargai ide para penulis daerah yang belum tentu kualitasnya tidak bagus.

Para penulis dimanapun juga manusia kok, tidak beda dengan penulis di daerah. Malah kesan saya banyak yang tidak jujur. Termasuk para professor ketahuan di The Jakarta Post (2010) dan Kompas (2014).


Senin, 03 Maret 2014

Pelajaran dari Artikel Prof Dr Anggito Abimanyu: Plagiator: Lolos dari Redaktur, Terjerat Pembaca (Harian Analisa, 3 Maret 2014)

Oleh: Jannerson Girsang.

Di era internet ini penulis dituntut berhati-hati dan tidak mengirimkan artikel opini jiplakan ke media untuk diterbitkan. Anda bisa lolos dari redaktur atau penanggungjawab opini, tetapi terjerat oleh para pembaca. Media juga dituntut aktif dalam memberantas plagiarisme. 

Profesor dan pejabat tinggi, Prof Dr Anggito Abimanyu bulan Pebruari ini sedang apes. Artikelnya lolos dari pengawasan redaktur, tetapi terjerat pembaca. Seorang pembaca menemukan artikelnya berjudul  ”Gagasan Asuransi Bencana”  di Harian Kompas, 10 Pebruari 2014, menjiplak sebagian besar tulisan Hatbonar Sinaga yang berjudul “Menggagas Asuransi Bencana” yang diterbitkan di harian yang sama pada 21 Juli 2006.

Peristiwa yang mencemarkan masyarakat intelektual Indonesia ini, hendaknya menjadi pelajaran sangat berharga bagi komunitas penulis, pengelola media dan pencari kebenaran di negeri ini.

Lolos dari Redaktur, Terjerat Pembaca     Redaktur Kompas bisa saja meloloskan artikel Prof Dr Anggito Abimanyu yang dijiplak   dari artikel beberapa tahun sebelumnya, karena kurang cermat menelitinya. Tetapi tidak demikian dengan seorang anggota media warga Kompasiana. Sang penulis artikel begitu jeli melihatnya dan memuat ulasannya dalam artikel berjudul: Anggito Abimanyu Menjiplak Artikel Orang? (Opini-nya di Kompas 10 Peberuari 2014, dan memostingnya ke Kompasiana pada 15 Pebruari 2014.

Penulisnya dengan rinci membuat perbandingan kedua artikel tersebut dengan memaparkan alinea demi alinea, dan pembaca dapat menemukannya di http://hukum.kompasiana.com/2014/02/15/anggito-abimanyu-menjiplak-artikel-orang-opini-nya-di-kompas-10-feb-2014-635298.html).

Berbagai pendapat mengatakan Anggito bukan hanya menjiplak frasa, tetapi kalimat, hingga paragraf, dan ide secara keseluruhan. Jiplakan disamarkan dengan tambahan tulisan di bagian awal dan akhir tulisan.

Artikel ini cepat menyebar ke media-media online, cetak maupun elektronik. Hingga heboh soal artikel jiplakan Prof Dr Anggito Abimanyu merebak kemana-mana, termasuk ke kampus tempatnya mengajar, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Anggito Abimanyu sendiri langsung menanggapinya dengan serius dan mengajukan pengunduran dirinya sebagai dosen di kampus tersebut.

Tragedi yang dialami Prof Dr Anggito Abimayu ini sekaligus peringatan keras bagi para penulis dan pengelola media. Opini di media massa tidak begitu saja lewat tanpa sensor masyarakat pencinta kebenaran.

Pengalaman Prof Dr Abimayu ini mengingatkan para penulis bahwa ratusan ribu pasang mata membaca dan mengamati karyanya yang diterbitkan di media. Selain itu, penulis harus paham bahwa dari sekian banyak pembaca, ada yang menghargai orang-orang yang mencari kebenaran dan cinta kebenaran. Mereka adalah pembaca yang ingatan dan kepekaan yang tajam, serta penyuara hati nurani.

Di mata para pencinta kebenaran, orang-orang yang melakukan kegiatan plagiat—mencuri sebagian atau seluruh ide dari karya tulis orang lain tanpa menyebut sumbernya  harus mendapat hukuman berat, meski bukan lewat pengadilan.

Plagiator akan menerima hukuman berat dari masyarakat pencinta kebenaran. Pengadilannya berlangsung jujur, meski tidak di depan pengadilan. Sakitnya tak seberapa, malunya ini!

 Menyaring Ide Orisinal

Di lain pihak, setiap pengelola media memiliki cita-cita agar artikel yang dimuatnya menjadi trend setter. Media yang memuat artikel yang sudah dimuat media lain, apalagi media yang sama dengan isi yang sama oleh penulis yang berbeda,  tentu tidak akan mendapat citra seperti itu.

Peristiwa ini sekaligus mengingatkan para redaktur opini di surat kabar bahwa menyaring artikel opini dengan ide yang orisinil dan belum pernah dimuat di media manapun, bukan pekerjaan mudah.

Peristiwa Anggito selayaknya menjadi pelajaran bagi seorang redaktur yang bertanggungjawab terhadap pemuatan opini. Kekurangcermatan redaktur Kompas memuat artikel dengan isi yang sebagian besar sama oleh penulis yang berbeda, berbuntut sangat fatal.

Ketidakjujuran dipadu dengan keteledoran redaktur Kompas setidaknya membuat kredibilitas seorang Anggito hancur. Seperti disebutkan di atas Anggito Abimanyu sudah mengajukan pengunduran dirinya sebagai dosen UGM, salah satu univeesitas unggulan di negeri ini.

Pengelola rubrik opini jangan hanya percaya dengan sederet gelar dan pengalaman yang dimiliki seorang penulis. Atau sebaliknya, media jangan mengabaikan orang awam yang tak bergelar dan berpangkat, padahal, artikelnya cukup berkualitas dan berbobot.

Dengan mengandalkan dua mata, dan ingatan yang terbatas, seorang penanggungjawab opini harus melakukan beberapa kali cross check (pemeriksaan apakah sudah pernah ditulis) sebelum meloloskan sebuah artikel opini.  Setidaknya memasukkan kata-kata kunci artikel yang masuk ke mesin pencari Google. Sebab, ketika opini terbit, ratusan ribu bahkan jutaan pasang mata akan membacanya.

Sikap Media Terhadap Plagiator

Media dituntut bersikap tegas terhadap plagiator. Peristiwa seperti Prof Dr Anggito Abimanyu pernah dialami harian The Jakarta Post, pada 2009 lalu. Saat itu Prof Dr Anak Agung Banyu Perwita menulis artikel berjudul ‘RI as a new middle power?’ yang dimuat di harian itu pada 12 Nopember 2009. Padahal, srtikel itu  sudah pernah ditulis Carl Ungerer berjudul  “The Middle Power’ Concept in Australian Foreign Policy”, yang diterbitkan the Australian Journal of Politics and History: Volume 53, Number 4, 2007, pp.538-551.

The Jakarta Post kemudian menarik artikel profesor “plagiat” itu dan mengumumkannya secara resmi di koran bergengsi itu, 4 Pebruari 2010 (tiga bulan setelah artikel itu dimuat).

Inilah bunyi pengumuman itu (masih bisa diakses di website The Jakarta Post): “The article “RI as a new middle power?” by Prof. Anak Agung Banyu Perwita, published on this page on Nov. 12, 2009, is very similar to a piece written by Carl Ungerer titled “The *Middle Power’ Concept in Australian Foreign Policy”, which was published in the Australian Journal of Politics and History: Volume 53, Number 4, 2007, pp.538-551. Both in terms of ideas and in the phrases used, it is very evident this is not the original work of the writer. The Jakarta Post takes claims of plagiarism and the infringement of ideas very seriously. We hereby withdraw the offending article by Anak Agung Banyu Perwita and apologize to our readers, most especially to Mr. Carl Ungerer, for this editorial oversight. The Editor”.

Langkah The Jakarta Post dalam mempermalukan plagiat perlu diikuti Kompas, demikian juga media-media lain. Penulis, redaktur opini, dan masyarakat luas, mari jadikan peristiwa sebagai pelajaran berharga.

Tentu, kita prihatin atas kejadian yang menimpa Prof Dr Anggito Abimanyu. Semua orang bisa salah. Profesor juga manusia kok, bukan malaikat! ***

Jumat, 21 Februari 2014

Mengapa Kita Menulis Otobiografi?

Setiap tahun ribuan bahkan ratusan ribu judul buku otobiografi ditulis di seluruh dunia. Mengapa orang menulis otobiografi?

Answer.com menjawab, karena orang (pemilik otobiografi) mampu menjawab: Pekerjaannya yang berhasil (baik), dia sangat terkenal, mengajarkan orang lain tentang hal-hal baik dari masa lalunya, hanya memenuhi gairah, menjelaskan kepada orang lain mengapa dia terkenal, memiliki catatan orang-orang terkenal di masanya.

Berikut adalah pendapat  tentang tiga alasan orang menulis otobiografi yang dimuat di http://voices.yahoo.com/three-reasons-why-people-decide-write-autobiography-6427698.html. 

"Semua orang mempertimbangkan menulis otobiografi berdasarkan beberapa alasan, tapi kebanyakan orang gagal melakukannya meskipun banyak alasan kuat untuk menulis otobiografi . Saya kira itu adalah seperti menulis buku lain dan bahwa semua orang ingin menulis sebuah buku yang tampaknya tidak menemukan waktu. Biografi yang khusus meskipun  membutuhkan pertimbangan khusus . Untuk alasan-alasan berikut, banyak orang memutuskan untuk menulis otobiografi . 

Pertama , otobiografi adalah hadiah berharga untuk anak-anak mereka dan keturunan selanjutnya . Siapa yang tidak senang untuk memiliki 300 halaman otobiografi yang ditulis oleh orang tua kakek-nenek mereka atau leluhur lainnya?  Kita pada dasarnya tertarik pada leluhur kita, dan  alasannya  untuk alasan keturunan. Untuk alasan ini , banyak orang menulis otobiografi berupa sejarah pribadi yang menempatkan anak-anak mereka dalam pikirannya. Ayah mertua saya baru-baru ini menulis otobiografinya dan memberikan salinan kepada anak-anaknya . Setiap orang mencintai hadiah itu dengan  tulus, dan rasa syukur.  

Kedua, otobiografi adalah cara untuk menganalisis diri sendiri . Banyak orang menulis otobiografi mereka untuk mengeksplorasi masa lalu mereka sendiri dan menemukan kebenaran baru tentang diri mereka sendiri . Saya menemukan makna yang muncul dalam kehidupan kita sebagian besar atas refleksi, dan menulis sebuah buku kerja yang panjang tentang diri sendiri tentu membutuhkan banyak refleksi . Apa wawasan baru tentang diri Anda perkasa menemukan saat menulis otobiografi ? Anda tidak akan pernah tahu sampai Anda melakukannya .

Ketiga, beberapa orang  menulis otobiografi dengan harapan membuat banyak uang, dari buku terlaris dan menghasilkan uang dari penjualan otobiografi. Tampaknya alasan seperti ini ada di kalangan  selebriti, pengakuan nama  mereka secara otomatis mengarah pada penjualan . Tapi kadang-kadang saya jumpai dalam otobiografi yang telah menjadi best seller hanya karena buku itu menarik , meskipun penulis tidak dikenal sebelum penerbitan buku. Orang-orang biasa dengan cerita luar biasa  memberitahu dan  berpotensi  menjual banyak salinan dari  autobiography. 


Banyak memutuskan untuk menulis sebuah otobiografi , dan tiga alasan di atas memberikan gambaran yang cukup lengkap tentang mengapa mereka melakukannya . Saya yakin ada banyak alasan lain untuk menulis otobiografi , tetapi alasan-alasan ini harus membuat Anda berpikir tentang hal itu".

Yang mana alasan Anda membuat otobiografi? Tidak ada yang salah meski anda memilih salah satunya. 
    

MENGAPA KITA MENDENGAR MUSIK?

Ada orang yang berjam-jam sehari mendengar musik. Bahkan  ada orang yang kemanapun selalu membawa MP3 dengan head set dan mendengar musik sambil bekerja. Sia-siakah pekerjaan mereka?

Musik itu tidak nyata. Kita tidak bisa memakannya, tidak bisa minumnya, atau menikah dengan musik.

Musik tidak melindungi kita dari  hujan, angin atau cuaca dingin . Musik tidak mampu mengalahkan predator atau memperbaiki patah tulang .

Namun manusia selalu menghargai musik. Bahkan lebih dari itu manusia mencintai musik.

Di era modern manusia menghabiskan uang dalam jumlah besar untuk menghadiri konser , download file musik , memainkan instrumen, dan mendengarkan artis favorit kita, dimana saja kita berada.

Bahkan dalam zaman Paleolitik, orang menginvestasikan waktu dan tenaga untuk membuat musik, seperti penemuan seruling yang diukir dari tulang hewan.

Menurut Robert J. Jatore dan Valori, ternyata, setiap tindakan mendengarkan musik dapat dianggap sebagai menghitung kembali masa lalu dan memprediksi masa depan . Ketika kita mendengarkan musik , jaringan otak ini aktif menciptakan harapan berdasarkan pengetahuan kita.

Mari, jangan lupakan mendengar musik! Ikuti artikel Robert J. Zatorre dan Valori N. Salimpoor yang dimuat di The New York Times 7 Juni 2013.

Baca lebih lanjut di http://www.nytimes.com/2013/06/09/opinion/sunday/why-music-makes-our-brain-sing.html?_r=0

Selasa, 18 Februari 2014

Mencari Informasi Pendidikan di Indonesia



Untuk mengetahui secara umum tentang pendidikan di Indonesia Anda bisa membuka website http://www.dikti.go.id. Website ini berguna untuk para mahasiswa (informasi beasiswa dll), pengambil kebijakan dan pengelola sekolah/perguruan Tinggi, khususnya peraturan-peraturan tentang pendidikan, akreditas dll.

Sebagai  pemandu Website ini juga mencantumkan tautan pilihan website lain seperti:

Layanan-layanan
  1. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
  2. Bidikmisi
  3. Garuda, Referensi Ilmiah Indonesia
  4. Darmasiswa
  5. Beasiswa Unggulan
  6. Penyaluran Siswa
  7. Penyetaraan Ijazah
  8. Perijinan Belajar WNI
  9. Perijinan Belajar WNA
  10. Buku Sekolah Elektronik
  11. Layanan Produk Hukum
  12. Rumah Belajar
  13. LPSE
  14. TV Edukasi

Tautan Unit Utama Kemdikbud
  1. Sekretariat Jenderal
  2. Inspektorat Jenderal
  3. Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal
  4. Pendidikan Dasar
  5. Pendidikan Menengah
  6. Badan Penelitian dan Pengembangan
  7. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
  8. Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
  9. Kebudayaan

Tautan Badan Akreditasi Pendidikan
  1. Akreditasi Sekolah / Madrasah
  2. Akreditasi Perguruan Tinggi

Tentang Kemdikbud
  1. Visi dan Misi
  2. Daftar Menteri Pendidikan
  3. Daftar Pejabat
  4. RKAKL dan DIPA
  5. Ringkasan Laporan Keuangan
  6. Rencana Strategis (Renstra)
  7. Rekapitulasi Program Kegiatan

Semoga Bermanfaat!

Minggu, 16 Februari 2014

Raih Gelar Doktor di atas Usia 90.

Hermain Tjiknang (91) mengikuti prosesi wisuda menggunakan kursi roda di Graha Sanusi Unpad, Jalan Dipati Ukur, Bandung, Selasa (4/2/2014). Peraih gelar doktor Ilmu Hukum kelahiran Muntok, Bangka, 26 Juni 1922 ini tercatat sebagai wisudawan tertua. ( http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/05/wisudawan-tertua-tetap-semangat-belajar-di-usia-91-tahun-7-bulan).


Wisudawan Tertua, Tetap Semangat Belajar di Usia 91 Tahun 7 Bulan


Sebelumnya, orang tertua di Indonesia yang meraih gelar doktor adalah Hj. BRA. Mooryati Soedibyo, S.S., M. Hum, pendiri PT Mustika Ratu Tbk yang meraih gelar doktor pada usia 87 tahun di 2013. Mooryati Soedibyo sekaligus berhasil meraih rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai peraih gelar doktor tertua di Indonesia. (http://www.rahardiansya.com/2013/12/inilah-manusia-tertua-peraih-gelar.html).



Seorang kakek yang ikut bertempur di Perang Dunia II akhirnya meraih gelar doktor ketika usianya menginjak 90 tahun. Eric Woolf, pria yang dulunya bekerja sebagai guru ini, kembali kuliah dan meraih gelar doktor di bidang pendidikan dari Lancaster University, Inggris, nyaris setelah 74 tahun meninggalkan bangku sekolah.(http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/12/131214_pendidikan_kakek_lulus.shtml.)

fresh grad man



Selamat Hari Minggu. 

Luar biasa semangatnya. Mari, mari belajar, belajar tentang kehidupan. Tidak semua bisa meraih doktor, tapi tidak perlu gelar doktor untuk mampu menghargai sesama dan mencerdaskan sesama!.

16 Pebruari 2014.

Sabtu, 15 Februari 2014

SBY Terburu-buru Bilang Tidak Ada Korban Tewas di Kelud

TVOne (21.25) malam ini memberitakan korban meninggal akibat letusan Gunung Kelud berjumlah enam orang.

Hingga pukul 19.00 hari ini BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) masih mengklaim empat orang meninggal. Padahal, sehari sebelumnya, SBY dengan bangganya mengatakan tidak ada yang tewas.

Para staf Presiden SBY sangat lambat mengumpul informasi. Media malah lebih dahulu mengetahui apa yang terjadi. Kasihan Presiden SBY.

Menuruti Arahan Pemerintah, Nihil Korban Jiwa?

Orang nomor satu di Indonesia ini terlalu terburu-buru menyampaikan informasi bencana yang masih mentah ke media.

Inilah sebagian statemen SBY kemaren.

"....satu hal yang kita syukuri......bahwa tidak ada korban jiwa dari letusan yang berskala besar ini. Ini pelajaran berharga yang kita petik. Kalau saudara-saudara kita masyarakat lokal sungguh mematuhi apa yang disampaikan oleh pemerintah, maka sesungguhnya kita bisa mencegah jatuhya korban jiwa yang tidak perlu," kata SBY kemaren, dengan nada datar dan wajah serius di televisi.

Kalau saya Humas Presiden tidak akan membiarkan SBY terlalu cepat memberikan statemen "tidak ada yang meninggal". Kalau saya Presiden akan saya katakan: "Hingga saat ini belum diketahui jumlah korban tewas. Masih dalam penelitian di lapangan".

Maksudnya mungkin supaya dibilang hebat!. Memang hebat, kalau seandainya tidak ada korban jiwa di Kelud. Sinabung saja hanya skala jauh lebih kecil, jatuh korban 14-16 orang.

Tapi benarkan pernyataan itu hari ini?. Kalau ada rasa malu, harusnya hari ini Presiden membuat siaran pers lagi dan mengatakan:

"Kami salah dan meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada keluarga korban, karena terlanjur kemaren mengatakan tidak ada korban jiwa".

Tapi mungkin juga SBY yang terlalu bersemangat. Setelah merasa dirinya diobok-obok di Sinabung, kali ini mau menunjukkan kehebatannya.

Ini terlihat dari sikapnya yang bersykur dan mengatakan tidak ada yang tewas, dan memuji kinerja anak buahnya dalam bencana ini. Lihat pidatonya di video ini. http://www.youtube.com/watch?v=AGxpTNQBXXg.

Pernyataan yang fatal adalah bagian terakhir dari kutipan di atas .

Orang bisa menafsirkan kalau beliau secara tidak langsung menyindir penduduk Sinabung yang meninggal 14 orang, seolah karena tidak mematuhi arahan pemerintah. Mudah-mudahan penduduk Sinabung tidak protes!.

Pernyataan SBY Mentah Kurang dari 24 Jam

 
Pernyataannya seorang Presiden mentah hari ini!. Kasihan pak SBY. Jadi salah melulu.

Hari ini, menurut Sutopo, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, informasi yang menyebut ada 7 korban tewas akibat letusan Gunung Kelud tidak benar. BNPB telah melakukan pengecekan ke lapangan dan memastikan korban tewas hanya 4 orang. Tidak benar kalau erupsi Gunung Kelud tidak menelan korban jiwa. 

"Ada beberapa korban yang dihitung 2 kali dengan nama sebutan yang berbeda," ujar dia. 4 Korban tewas itu adalah Pontini atau dipanggil Mbok Nya (60) perempuan warga Dusun Plumbang, Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Pontini mengalami sesak napas akibat abu vulkanik." kata Sutopo hari ini.

Sementara Republika.co.id memberitakan enam orang tewas. "The information board in Pujon Disaster Post of Malang District, East Java Province noted that six deaths have been reported in a number of villages in Ngantang Sub-district," (Posted, Saturday, 15 February 2014, 13:53 WIB)

Juru bicara dan pengumpul informasi harus jelas Pak Presiden. Jangan ngomong dulu sebelum validasi di lapangan.

Malu kan?. Mudah-mudahan masih ada rasa malu, supaya berubah. Semoga!


Medan, 15 Pebruari 2014 

Kelud Meletus!


22.50, tanggal 13 Pebruari 2014, bencana yang jauh lebih besar dari erupsi Gunung Sinabung terjadi di Gunung Kelud, Jawa Timur, Indonesia, dengan ketinggian muntahan 17 kilometer ke udara.

Menurut seorang ahli geologi, lebih dari 150 juta meter kubik abu vulkanik, kerikil dimuntahkan ke udara, menutupi sebagian wilayah Jawa Timur,Jawa Tengah dan Jawa Barat. 60 ribu orang mengungsi, 271 penerbangan ke berbagai bandara di Jawa ditutup.

 

Kita masih beruntung. Hingga malam ini, bencana besar ini tidak menimbulkan korban jiwa. (Sesuai dengan siaran pers Presiden SBY). Pelajaran berharga bagi bangsa ini, betapa pentingnya menuruti arahan pemerintah.

Seluruh masyarakat Indonesia turut bersimpati dan prihatin atas musibah yang menimpa sesama bangsa. Presiden mengajak agar mereka yang berlebih bantu korban bencana.

"Bantulah saudara-saudara kita yang memerlukan bantuan," kata Presiden SBY saat menghadiri Perayaan Cap Go Meh Bersama ke-7 di JI Expo, Jakarta seperti dikutip dari situs Presiden, Jumat (14/2/2014) malam, kepada kompas.com.

Benar Pak SBY. Kaum berpunya khususnya caleg-caleg dan capres supaya memotong sebagian dana kampanyenya untuk membantu korban.

Para anggota DPR yang pernah bersumpah memotong "gaji"nya untuk Sinabung (saya tidak tau apakah sudah direalisasikan), juga melakukan hal yang sama kepada korban Kelud, Manado, Banjir Jakarta dan seluruh wilayah bencana. (http://www.tempo.co/read/news/2014/01/15/058545150/Bantu-Sinabung-Anggota-DPR-Potong-Gaji).

Tugas anggota DPR jangan dilupakan, membuat legislasi, bukan memberi bantuan. Mereka tidak sanggup melakukan itu. Perhatian kepada korban bencana tidak boleh diskriminatif.

Jadi, para anggota DPR-RI jangan anggar dengan uang pribadinya, hanya karena musim kampanye.

Duka Indonesia.

Tentu bukan orang yang "berpunya saja", tetapi semua masyarakat Indonesia dihimbau untuk mendoakan mereka, dan mengumpulkan bantuan apa saja yang diperlukan pengungsi, sesuai kemampuan masing-masing. Mereka tidak hanya butuh makanan fisik, tetapi juga rasa simpati dan penghiburan.

Bangsa ini memang sedang dirundung malang. Belum lagi korban Sinabung terselesaikan, muncul banjir bandang di Manado, banjir Jakarta dan wilayah lainnya di Jawa, tadi malam muncul lagi bencana baru yang lebih dahsyat.

Kita tidak perlu saling menyalahkan, apalagi menghujat. Bencana seperti ini tidak mudah mengelolanya. Kalau tidak bisa membantu secara fisik, kita mendoakan mereka dari tempat masing-masing.

Pemerintah harus belajar dari pengalaman bencana Aceh, Nias, Yogya, Sinabung, Banjir Jakarta, Manado. Semoga Tuhan memberkati pemerintah kita serta semua yang berkompeten dalam mengatasi kesulitan bangsa kita yang sedang menderita!

Medan, menjelang tengah malam, 14 Pebruari 2014.

Inspirasi Bagi Para Penulis: Kisah Andrea Hirata Sepanjang 2013 (Harian Analisa, 15 Pebruari 2014)


Oleh: Jannerson Girsang.

Andrea Hirata terus melanjutkan prestasi menulisnya di level internasional. Sepanjang tahun 2013, Andrea Hirata, penulis Tetralogi Lasykar Pelangi itu berkeliling menemui penggemarnya di Eropa, Australia dan negeri lain, serta meraih pemenang pertama di New York Book Festival 2013, AmerikaSerikat. Langkah-langkahnya menjadi inspirasi bagi para penulis, jerih payahnya membuat kebanggaan baru bangsa ini.

Dia tidak mengikuti irama para koruptor yang asyik mengelak bagaimana supaya hukumannya “bebas murni”, tidak turut kampanye memasang spnaduk dan “bagi-bagi duit” yang dilakonkan banyak caleg untuk menarik simpati menjelang Pemilu April 2014.

Andrea Hirata bekerja keras meraih prestasi. Prestasi yang meyakinkan penduduk Indonesia bahwa menulis sama seperti profesi lainnya, mampu berdiri sejajar, bahkan politikus ulung sekalipun. Andrea Hirata makin meyakinkan banyak penulis, khususnya penulis muda yang tertarik menulis untuk mengikuti jejaknya.

Laskar Pelangi: Menciptakan Kebanggaan Baru Indonesia

Andrea Hirata membuktikan bahwa Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negeri yang menempati ranking pertama korupsi, gelar yang sangat memalukan dan merendahkan martabat bangsa. Melalui bukunya Laskar Pelangi, Andrea Hirata menciptakan kebanggaan baru Indonesia, setidaknya merehabilitasi gelar memalukan itu. Indonesia memiliki novelis kelas dunia.

Menurut harian Indonensia berbahasa Inggeris, The Jakarta Post (29 Oktober 2013), buku Laskar Pelangi sudah diterbitkan di 100 negara dan diterjemahkan ke dalam sekitar 30 bahasa selain bahasa aslinya, Indonesia. Betapa bangganya memiliki penulis Indonesia yang disambut semarak di luar negeri.

Bagi saya, setiap membaca buku Laskar Pelangi, tidak hanya menikmati buku yang sangat menginspirasi itu, tetapi memuncukkan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia. Jutaan penduduk dunia mencintai buku itu, tidak hanya bangsa di negeriku sendiri. Dunia terhenyak, bahwa ada orang Indonesia yang mampu menulis autobiografi yang dirindukan dunia. Kisah sederhanya yang ditulis dengan hati dan pesan yang universal.

Setidaknya Andrea Hirata menutup aib Indonesia di media-media asin dengan berita koruptor yang masuk ke Pengadilan Tipikor. Berita Indonesia menjadi berbeda. The New York Times misalnya mengisi kisah Lasykar Pelangi yang diterjemahkan The Rainbow Troop di dalam pemberitaaannya. Penjelasan tentang pulau Belitung dirilis dalam harian dengan oplah jutaan eksemplar itu dengan kisah menginspirasi.

Penulis yang hebat mampu menjelaskan cerita menginspirasi dari negeri bernama Indonesia dengan sangat apik. HarianThe New York Times menulis LasykarPelangi (Rainbow Troop) sebagai berikut, “The island of Belitong, Indonesia. Two teachers, Muslimah and Harfan, eagerly await the beginning of the new school year and the arrival of their new pupils. At least ten pupils need to attend their Islamic primary school, otherwise the educational authority will close them down. No wonder they are both nervous. Fortunately, ten students end up registering for school—most of the children being from families of poor day laborers. Muslimah decides to call the group of first graders the “rainbow troops.” Following the children over a period of five years, we observe as these disadvantaged children struggle for the right to make their dreams reality”.

Kecintaan saya, mungkin para pembaca bukuitu, bukan hanya membaca bukunya, tetapi rindu melihatapa saja yang dilakukan penulisnya. Andrea Hirata menjadiidola.Tentu lebih positif, dari pada mengidolakan para “koruptor”, sebagaimana sudah merasuk pikiran para anak muda negeri ini.

Saya sangat senang menonton dialognya di televisi. Dialog Sarah Seehan di TV Net bulan Nopember 2013 merupakan tontonan yang menginspirasi, ketimbang menonton banyak dialog korupsi yang disiarkan berjam-jam, tanpa makna bahkan makin lama makin menyebalkan.

Di sela-sela acara dialog itu ditayangkan televise swasta Indonesia beberapa kegiatan Andrea Hirata sepanjang 2013: Peluncuran buku di Italia, Jerman dan menjadi dosen tamu di Adelaide Australia.

Andrea bekeliling ke Italia untuk menghadiri peluncuran novel Laskar Pelangi edisi Italia yang berjudul La Scuola Ai Confini Del Mondo yang diterbitkan Rizzoli. Usai acara, para pembeli berebut tandatangannya.

Selain menyaksikan orang-orang Italia yang sedang membaca bukunya, saya menyaksikan reaksi pembeli buku orang Jerman dalam bahasa local di Jerman dengan cetakan yang lebih mewah dari aslinya di Indonesia. Tidak hanya orang Italia, orang Spanyol, Jepang, Bulgaria, dan berbagai Negara yang menggunakan bahasa Inggeris.

Wajah mereka menunjukkan rasa kagum. Komentar-komentar mereka sangat membanggakan.“Bagus, bagus sekali bukunya” ujar seorang pembaca dalam bahasa Italia, karena hari itu berlangsung peluncuran buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa negeri seribu kanal itu.

Bangga dengan orang yang membuat dunia bangga. Bukan bangga dengan orang yang membuat rakyat menderita.

Terbaik di New York Book Festival

Hal yang paling mengesankan adalah Lasykar Pelangi, novel yang berlatar kehidupan anak sekolah di era 60-an di pulau Belitung, penghasil timah, mendapat penghargaan di Amerika Serikat. Negeri yang dikenal sangat menghargai prestasi tanpa membedakan latar belakang suku, agama dan ras.

Novel yang dalam edisi Amerika Serikatnya berjudul The Rainbow Troops tersebut terpilih menjadi pemenang pertama untuk kategori general fiction pada festival buku yang sangat bergengsi, yaitu New York Book Festival 2013 yang berlangsung di Hotel Radisson Martinique, 21 Juni2013. Tahun lalu (2012) pemenang kategori yang sama adalah buku Amerika, Patchwork of Me yang ditulis Gregory G. Allen.

Yang lebih membanggakan lagi, karya Andrea Hirata mengungguli penulis AS Samuel Finlay yang hanya terpilih sebagai runner up, dengan karyanya Breakfast with The Dirt Cult di tempat kedua, serta 20 penulis lainnya yang mendapat penghargaan dalam kategori general fiction. Bangga dong memiliki penulis Indonesia seperti Andrea Hirata!.

Prestasi itu sekaligus membuat penulisnya melakukan instropeksi diri, bukan menyombongkan diri..

”Mimpi lamaku agar novelku dapat diterbitkan oleh penerbit-penerbit ternama kelas dunia, seperti Hanser Berlin, Rizzoli, dan Mercure de France, akhirnya tercapai. Rasanya senang melihat novelku dipajang di toko-toko buku di Eropa. Kuharap penulis-penulis muda Indonesia terinspirasi dan tertantang untuk meraih pembaca di seluruh dunia,” kata Andrea.

Hal penting dan menjadi pelajaran bagi penulis di tanah air, adalah ungkapan Andrea Hirata berikut ini. “Ini memberi saya begitu banyak dorongan,”katanya. “Saya sadar bahwa saya sekarang menghadapi audiens internasional canggih, sehingga definisi tertulis saya budaya Indonesia harus diperluas.

Salah satu tantangan adalah menciptakan karakter. Saya mencoba untuk menulis kalimat saya untuk mengungkapkan peristiwa epic terjadi pada orang-orang biasa,” seperti dikutip The Jakarta Post.

Sebuah pemaknaan yang menunjukkan kerendahan hati seorang penulis. Andrea adalah seorang yang sederhana, tidak memoles-moles profilnya seperti banyak dilakukan para caleg menuju Pemilu 2014. Tidak langsung berbusung dada ketika mencapai puncak, tetapi terus menyempurnakan diri, belajar terus menerus memperbaiki kemampuannya.

Selain itu, menurut penulisnya sendiri, sebagian royalty tulisannya akan disumbangkan untuk kegiatan-kegiatan yang mencerdaskan bangsa. Mirip langkah yang dilakukan James Patterson, penulis dengan pendapatan paling tinggi di Amerika Serikat yang banyak membantu masyarakat dunia dari hasil tulisan-tulisannya.

Andrea Hirata pantas menjadi icon penulis Indonesia abad ke 21. Kisahnya menginspirasi para penulis untuk terus mengembangkan diri, belajar tidak henti. Dia telah membuktikan kemampuan penulis Indonesia. Penulis Indonesia itu hebat!. Kuncinya, bekerja keras, belajar dan jangan terus merengek dan mengeluh!. ***

Penulis adalah penulis biofrafi, berdomisili di Medan.

Jumat, 14 Februari 2014

Bertemu Setelah Sekian Tahun Bersahabat di FB

Oleh Jannerson Girsang

Bertemu muka dengan sahabat FB setelah sekian lama bercengkerama di dunia maya membawa kebahagiaan tersendiri. Itulah yang kualami hari ini. Ibarat pacaran dan sudah lama surat-suratan, tanpa diduga bersua di Pelabuhan Belawan.

Hari ini (13 Pebruari 2014) saya bertemu dengan sahabatku di FB Prof Dr Posman Sibuea dan Dr Tiur Gultom dalam sebuah acara seminar proposal penelitiannya Dr Sabam Malau, di gedung Justin, Universitas HKBP Nommensen Medan. Padahal kami sudah sekian tahun akrab di FB.

Setelah lama berbincang-bincang sebelum acara, tiba acara martarombo. Saya sebut marga saya Girsang. Dr Tiur Gultom langsung menyebut nama lengkap saya, : "Pak Jannerson Girsang ya,", katanya.

Ternyata ibu doktor pemuliaan tanaman dari UGM ini pernah menasehati saya jalan keluar saat FB saya dihack orang usil dua tahun lalu. Seperti orang Samaria yang menolong orang yang luka-luka karena kena rampok, padahal belum dikenalnya. Pertolongan yang tulus di dunia maya.

Sementara, dalam waktu berbeda,saat acara berlangsung, saya duduk berhadapan dengan Prof Dr Posman--salah seorang guru besar Sumut paling produktif menulis di berbagai media nasional, berjarak kira-kira 10 meter dan di batasi dua meja dan ruang yang agak luas. Artikel-artikel beliaulah salah satu yang turut mengiinspirasi  terus menulis.
 

 Suatu saat kami beradu pandang. "Pak Jannerson ya", katanya dengan mengacungkan tangan.

Saya mengangguk-angguk, sambil tersenyum. "Prof Posman," kata saya dan kami tertawa dalam hati masing-masing. Sukacita!

Itulah luar biasanya alat komunikasi FB. Jadi, peliharalah dan manfaatkanlah teknologi ini untuk kebaikan.

Saya kira itulah salah satu pemikiran Zuckerberg--pendiri Facebook sepuluh tahun lalu, yang brilian!.

Menjalin persahabatan dengan sebanyak mungkin orang dengan kata-kata yang menginspirasi, kebaikan. Siapa saja bisa melanggengkan persahabatan seolah kita sudah menjadi sebuah keluarga. Dunia akan semakin damai dan penuh cuka cita.

Coba bayangkan kalau FB tidak ada!.

Selamat ber FB ria!.

Terima kasih Dr Ir Sabam Malau yang telah mengundang orang-orang cerdas dan menularkan kecerdasan dan sukacita hari ini. Karyamu akan memberi sukacita dan menyinari banyak orang. Semoga cepat-cepat menjadi professor!