My 500 Words

Sabtu, 01 Agustus 2015

Bukan Saya......!

Oleh: Jannerson Girsang

Segan dan enggan bertanggungjawab. "Bukan saya..." jadi kalimat populer di banyak instansi di negeri ini. Kalau ada pekerjaan yang tidak beres, semua saling tuding, semua saling menyalahkan.

Suatu ketika tejadi kerusakan pada sebuah bangunan proyek yang baru saja diresmikan. Di dalam sebuah ruangan di kantor instansi pemerintah, terdengar dialog antara atasan dan bawahan. .

"Kenapa sampai terjadi kerusakan, padahal proyek baru saja diresmikan?." keluh sang Pimpro.

"Itulah Pak. Bukan saya Pak. Anak buah saya memang brengsek semua, karena mereka diangkat atas rekomendasi "bos" tertinggi kita," ujar anak buah Pimpro yang menangani bagian yang rusak itu.

Kemudian Kepala Dinas masuk dan marah-marah. Sambil bertolak pinggang dia melontarkan kekesalannya kepada sang Pimpro.

"Saya bilang sekali lagi yah. Saya tidak habis pikir, proyek yang saya resmikan kemaren rusak. Dimana tanggungjawabmu?"

Sang Pimpro kaget dan tidak mau kalah. Dia bangkit berdiri dan menuding Kepala Dinasnya tak becus.

"Bukan saya Pak. Anggaran yang bapak turunkan kan tidak sampai memenuhi bestek. Jadi, saya tidak mampu membangun dengan bangunan standar," ujar sang Pimpro menyalahkan "bos"nya.

Sang bos keluar ruangan. Dari tiga oknum di atas, tak satupun mau bertanggungjawab atas dampak perbuatan mereka.

Proyek tersebut dibiarkan saja rusak, menunggu anggaran tahun berikutnya.

Jadi ingat apa yang dikatakan Mochtar Lubis. Banyak manusia Indonesia kini segan, dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, putusannya, pikirannya, dan sebagainya.

"Bukan saya", adalah kalimat populer di sekitar kita, untuk sebuah pekerjaan yang tidak beres.

Tapi sebaliknya. Kalau proyek berhasil, maka semua akan mengaku, "Kalau bukan Saya...".

Semua pengen tampil ke depan menerima tepuk tangan, penghargaan...! Yang tak berhubungan dengan pekerjaan itupun dikaitkaitkan supaya dapat penghargaan!.

Foto selfilah dll, seolah dialah yang paling berjasa!

Medan, 25 Juli 2015

Munafik

Oleh: Jannerson Girsang

Ciri utama dan pertama orang Indonesia adalah MUNAFIK, demikian Mochtar Lubis, dalam bukunya "Manusia Indonesia"

Lain yang diucapkan, lain yang dikerjakan. Lain di bibir, lain di hati.

Mengaku beragama, tapi tidak merasa damai dengan manusia lain, mengabdi kepada rakyat, tetapi korupsi jalan terus. .

Apa ya masih seperti itu hingga abad ke-21 ini?.

Mudah-mudahan penilaian Mochtar Lubis sudah berubah. dan sebagian besar orang Indonesia sudah "JUJUR"

Mau tau sifat kita yang lain?

Enggan dan segan bertanggungjawab atas perbuatannya; bersikap dan berperilaku feodal; percaya takhayul, Artistik dan berbakat seni: lemah watak dan karakternya.

Mari kita renungkan bersama!

Medan, 24 Juli 2015

Imagine: Negara dan Agama untuk Apa?

Oleh: Jannerson Girsang

Andaikan dunia ini tidak punya negara dan agama, apakah lebih buruk dari sekarang?

Sebuah angan-angan buruk John Lennon dalam lagunya Imagine. Tetapi bukan tidak berdasar.

Negara dibentuk agar masyarakatnya adil dan makmur, tidak ada korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan yang membuat rakyat melarat.

Kalau kita beragama, hendaknya kehidupan kita damai dan kita berdamai dengan sekeliling kita.Tidak ada yang terbunuh oleh sesama bangsanya yang beragama. .

..............................................

Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace

...................

Dia melihat anomali dari negara dan agama.

Negara itu melindungi rakyat, bukan membiarkan rakyatnya saling menyiksa, apalagi membunuh. Kita bernegara, tetapi justru banyak yang tega mengisap hak rakyatnya sendiri (korupsi, dll). Kalau kita bernegara, maka negara tidak membiarkan rakyatnya saling menghakimi, saling membunuh dan memaksakan kehendaknya seenak udelnya.

Agama itu seharusnya mendidik masyarakat cinta damai, hidup dalam keharmonisan. Dalam pandangan John Lennon, kalau kita beragama, seharusnya KITA HIDUP DALAM KEDAMAIAN. Bukan jutsru sebaliknya, banyak pihak memrpovokasi permusuhan, melakukan pembakaran, perusakan atas rumah ibadah, bahkan pembunuhan sesama.

Menjadi sebuah renungan menarik bagi kita akhir-akhir ini, agar kita jangan sampai terjerumus kepada gambaran buruk John Lenon tentang negara dan agama.

Semoga gambaran buruk Jhon Lenon tidak benar. Kita yang memiliki bangsa dan agamalah yang benar.

Mari berbenah! Para pemimpin negeri, pemimpin agama, masyarakat secara keseluruhan merenungkan untuk apa kita bernegara, untuk apa kita beragama?

Simak lagunya

"Imagine"

by: Jhon Lenon

Imagine there's no heaven
It's easy if you try
No hell below us
Above us only sky
Imagine all the people
Living for today...

Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace...

You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will be as one

Imagine no possessions
I wonder if you can
No need for greed or hunger
A brotherhood of man
Imagine all the people
Sharing all the world...

You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will live as one

Medan, 24 Juli 2015

Kembali Kerja!

Oleh: Jannerson Girsang

Liburan bersama Lebaran 2015 sudah usai. Kita sudah merasakan suasana Lebaran dengan berbagai kesan pribadi.

Saya sendiri menggunakan libur itu dengan jalan bersama orang tua, ke berbagai tempat yang belum pernah mereka kunjungi di Sumut, kemudian beberapa hari jalan bersama teman-teman.

Di sela-sela libur itu kita bersilaturahmi dengan saudara-saudara umat muslim yang berlebaran.
Hari ini kembali masuk kantor. Bekerja seperti biasa. Pikiran segar, ide-ide baru muncul, silaturahmi dengan orang tua, teman semakin erat.

Semoga pengalaman liburan sebagai berkat, bukan beban. Memasuki suasana kerja dengan hati yang baru, semangat baru. .

Orang yang meminta jatah libur lebih dari yang ditentukan sebenarnya merasakan libur itu sebagi beban, dan bukan berkat.Apalagi, hingga bolos kantor.

Beberapa hari ke depan, silaturahmi masih akan berlanjut dengan acara Halal bil Halal, atau kunjungan ke rumah-rumah seperti biasanya.

Saya baru bertemu dengan beberapa tetangga, dan masih akan berlanjut ke tetangga lain dan biasanya dilakukan malam hari, sesudah pulang kerja.

Medan, 22 Juli 2015

Hati-hati dan Bijaklah Berkomentar Menyangkut Sara

Oleh: Jannerson Girsang

Kalau ada peristiwa yang menyangkut SARA, jangan terus repons dengan menyalahkan A membela B. Hati-hati dan bijaklah.

Kalau ada konflik dengan latar belakang agama, suku, sebaiknya kita menahan diri. Percayakan penyelesaiannya kepada yang berwenang.

Apalagi kita jauh dari lokasi terjadinya kasus itu. Informasi yang kita terima bukan dengan pandangan mata atau orang pertama, hanya baca koran atau nonton di televisi, bahkan sering hanya menerima informasi sepihak, tanpa konfirmasi informasi dari pihak lain yang berkonflik.

Informasi sering tidak akurat dan analisisnya juga tidak akurat, .

Kalau kita tidak tau persis, dan bukan orang yang berwenang menanggapi sesuatu dalam konflik agama, sikap yang baik adalah berdoa agar bangsa Indonesia makin memahami agama masing-masing.

Agama itu mengajarkan damai, agama itu mengajarkan kasih, Permusuhan tidak pernah diajarkan agama manapun, tetapi datang dari oknum-oknum pemeluknya yang salah memahami ajaran agamanya.

Agama itu tercipta karena Tuhan mau tercipta seperti itu, beragam. Keragaman adalah kekayaan. Para pendiri bangsa Indonesia mengakuinya dan menuangkannya dalam UUD 1945 dan Pancasila.

Selama kita hidup di Indonesia dengan empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara: UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI, kita harus mau dan mampu hidup berdampingan dan berdamai dengan orang yang beragam itu.

Kalau tidak yah, bertobatlah. Karena para pendiri bangsa ini sudah memerintahkannya demikan.

Tugas kita: anutlah satu agama, jalankan ajarannya dengan benar, hormati agama teman, jangan sekalipun melecehkan agama teman.

Jadi nggak usah membela agama masing-masing, dan sebaliknya menganggap agama yang lain salah, apalagi mengungkapkannya di depan umum,

Coba rasakan kalau Anda sendiri diperlakukan demikan. Agama Anda dipersalahkan dan dihina orang lain. Tidak senang kan?.

Tapi ingat. Tugas kita bukan bela membela, tetapi menabur kebaikan. Biarlah Tuhan yang kita sembah membela agama kita masing-masing. Tak perlu sampai mengangkat pedang, atau mengatur Perda atau UU untuk membela agama tertentu.

Membela agama, adalah berbuat baik kepada semua orang. "Kalau Anda berbuat baik kepada semua orang, orang lain tidak akan mempersoalkan apa agama Anda" kata Gus Dur.

Kita hanya diminta taat menjalankan ajaran agama masing-masing, menjaga hubungan yang baik dengan penganut agama yang berbeda.

Orang yang taat beragama adalah orang yang sopan tutur katanya, baik budinya, dan menghormati manusia apapun agamanya, apapun sukunya, apapun status sosialnya.

“When I do good, I feel good. When I do bad, I feel bad. That's my religion.” (Abraham Lincoln).

Sebagaimana Anda menginginkan agama Anda diperlakukan orang yang beragama lain, perlakukanlah demikian kepada mereka.

Hanya dengan bersikap demikian bangsa ini akan damai dan kuat. .

Medan, 23 Juli 2015

Minggu, 26 Juli 2015

Rumah Bolon Pematang Purba: Benteng Terakhir Pelestarian Rumah Adat Simalungun (2). (Dimuat di Harian Analisa, Minggu 26 Juli 2015)

Oleh: Jannerson Girsang

Setelah mengunjungi kompleks ini, saya berkesimpulan bahwa rumah adat dan berbagai bangunan lainnya di tempat itu adalah benteng terakhir pelestarian istana raja Simalungun, serta bangunan-bangunan adat Simalungun. Oleh sebab itu, pemerintah, masyarakat perlu memberi perhatian yang serirus.

Rumah Bolon Pematang Purba (istana raja Purba bermarga Purba Pakpak) adalah salah satu warisan bangunan bersejarah dari tujuh kerajaan yang pernah memerintah di Simalungun, Sumatra Utara. Ketujuh kerajaan itu adalah Siantar (Damanik), Tanoh Jawa (Sinaga), Pane (Purba Dasuha), Dolog Silau (Purba Tambak), Purba (Purba Pak-pak), Raya (Saragih Garingging) dan Silimakuta (Girsang),

Istana-istana raja di atas sudah rusak dan tidak selengkap dan seutuh istana Raja Purba.

Salah seorang pengurus Penyelamat Rumah Bolon Purba, Edysman Purba mengatakan istana Raja Purba adalah satu-satunya istana peninggalan raja-raja di Simalungun yang masih utuh.


Peninggalan Raja Silimakuta misalnya!. Istana raja yang terletak di Tigaraja, Kecamatan Silima Kuta Barat, Kabupaten Simalungun kini sudah tidak berwujud lagi. Bangunan-bangunan bersejarah di sana, sama sekali tidak bisa disaksikan lagi karena sudah berubah menjadi perladangan dan bangunan rumah.

“Bangunan istana Raja Silima Kuta sudah ada lagi,”ujar St Drs SN Girsang, salah seorang putra Raja Silima Kita, Padi Raja Girsang. Dia melanjutkan, “Mungkin istana raja-raja yang lain juga sudah tidak ada lagi. Saya kira hanya istana Raja Purba yang masih utuh,” katanya.

Istana ini saksi bisu betapa ratusan tahun yang lalu, nenek moyang kita sudah memiliki kemampuan membangun, peradaban masa lalu yang perlu diketahui dan dipelajari setiap generasi bangsa ini.

Mengunjungi Rumah Bolon sekaligus melepas kerinduan menyaksikan bangunan adat Simalungun yang dulunya banyak di desa-desa Simalungun, tetapi kini sudah hampir seluruhnya rusak dan tidak dapat disaksikan generasi sekarang ini.

Orang Simalungun, bangsa Indonesia pantas bersyukur karena masih memiliki bangunan istana Raja Purba, yang merupakan simbol rumah adat Simalungun. Barangkali anak-anak sekarang ini tidak menyaksikan lagu rumah-rumah adat di pedesaan yang hampir semuanya punah ditelan zaman.

Dimana lagi kita menyaksikan rumah Adat Simalungun berusia 250 tahun kalau bukan di Istana Raja Purba?

Rumah Bolon di Pematang Purba: Menelisik Kisah Unik Raja (1). (Dimuat di Harian Analisa, Minggu 26 Juli 2015)

Oleh: Jannerson Girsang

Mungkin Anda sudah berkali-kali melintasi jalan arah Pematangsiantar-Saribudolok atau sebaliknya. Di kilometer 54 dari arah Pematangsiantar atau sekitar 10 kilometer dari arah Saribudolok terdapat Desa Pematang Purba, Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

Dari persimpangan itu Anda hanya masuk sekitar 200 meter dan tiba di sebuah kompleks istana Raja yang monumental. Itulah Istana Raja Purba atau dikenal dengan Rumah Bolon Pematang Purba





 Di dalam istana Raja Purba yang dibangun pada abad ke 19 itu tersimpan sejumlah keunikan baik dari keunikan bangunan, maupun keunikan kehidupan raja di dalamnya. Mengunjungi istana, seseorang mampu menyerap sebagian keunikan itu.

Setelah membayar Rp 2500 per orang kepada petugas di sebuah ruang di areal perparkiran. Dengan menyusuri sebuah tangga yang baru direnovasi, kami menyusuri jalan setapak menuju sebuah terowongan.

Pengunjung memasuki istana melalui sebuah terowongan sepanjang 10 meter. Inilah satu-satunya jalan masuk ke kompleks istana. Terowongan yang tampaknya baru ditata terlihat bersih dan rapi, dan pengunjung merasa nyaman, menyenangkan dan tidak terkesan seram.

Dari tempat kami berdiri, setelah melintasi terowongan, memandang ke sekeliling istana ternyata kompleks ini dikelilingi lembah. Konon lokasi seperti ini memiliki tingkat keamanan yang baik, karena hanya perlu pengawalan dari lokasi tertentu. Dari segi keamanan, lokasi ini memang cocok untuk sebuah istana raja.

Istana yang terletak jauh dari kebisingan ini memberi kesan menambah sejuknya hati berada di daerah berketinggian 1400 meter di atas permukaan laut itu. Angin sepoi yang berhembus membuat tubuh terasa segar. Pohon-pohon besar tumbuh di sekeliling istana membuat rasa sejuk dan nyaman mengitarinya.

Pengunjung nyaman berjalan kaki melalui jalan setapak yang dilapisi beton menyaksikan bangunan-bangunan yang menjadi saksi kehidupan masa lalu di istana..

Di sudut sebelah kiri menuju bangunan utama Rumah Bolon—tempat tinggal raja dan permisurinya, terdapat bangunan Uttei Jungga--tempat tinggal panglima dan keluarganya, disebelahnya terdapat bangunan losung adalah tempat wanita menumbuk padi.

Bangunan yang pertama kali kami masuki adalah Rumah Bolon. Sebuah bangunan dengan penyangga yang terbuat dari kayu keras dengan dinding papan yang unik. Rumah ini ditopang oleh 20 tiang kayu penyangga bergaris tengah 40 cm dan lantai dengan papan setebal 15 cm.

Ornamen khas Simalungun dengan warna hitam, merah dan putih. Sebuah simbol kepercayaan nenek moyang yang dahulu percaya kepada dewa Naibata. Mereka percaya dunia ini terbagi tiga: Nagori Atas, Nagori Tongah dan Nagori Toru.

Tidak Menggunakan Paku

Sungguh mengagumkan. Bangunan sebesar itu tidak menggunakan paku sama sekali. Lantai tinggi (1,75 meter) seperti rumah panggung “Konstruksi kayu bulat sebagai penopang lantai menjadi ciri khas rumah adat Simalungun,” kata seorang pengamat di blognya. Atap terbuat dari ijuk dan kayu-kayu untuk bangunannya khas kayu hutan yang kuat.

Lantas, sejenak mata dialihkan ke bangunan tertinggi rumah bolon. Di puncak bangunan terdapat kepala kerbau dengan tanduk yang terpasang di atap rumah bagian depan. Tanduk kerbau melambangkan “keberanian dan kebenaran”.

Satu lagi yang menarik adalah, dari puncak rumah, tergantung dua utas tali sepanjang dua sampai tiga meter, yang disebut pinar tanjung bara. Masyarakat Simalungun meyakini tali ini sebagai penangkal petir.

Memasuki Rumah Bolon—tempat tinggal raja, kami menaiki beberapa tangga mencapai lantai yang cukup tinggi. Tidak ada pagar pengaman di kiri kanan, tetapi tangan bisa bertumpu pada seutas tali yang terbuat dari rotan menjuntai dari atas ke bawah. Pengunjung aman naik tangga dengan tangan berpegang pada tali tersebut.

Pintu rumah yang terbuat dari kayu keras dan cukup tebal itu terbuka. Melangkah pertama kali ke dalam rumah pengunjung akan menyaksikan berbagai hal menarik di bagian depan rumah. Di sebelah kiri terdapat lopou (ruang depan) tempat puang pardahan (istri raja pemasak makanan tamu), dan puang poso (tempat pemasak nasi raja).

Di sebelah kanan ruang puang poso terdapat kamar tidur raja—rumah kecil dengan atap, dinding dan pintu. Di kolong ruang tidur raja terdapat ruang kecil tempat ajudan raja yang sudah dikebiri (ikasih).

Di Rumah Bolon itu kami mendengar dari penjaga istana Jaipin Purba, sebuah kisah menarik dari raja Purba. Dia bercerita bahwa Raja ke-12 memiliki 24 istri. Wow!. Para istri itu bertempat tinggal di Rumah Bolon, dan sebagian ditempatkan di kampung-kampun, karena ruang yang tersedia hanya 12.

Konon sang raja perkasa itu memiliki cara unik untuk berhubungan intim dengan istri-istrinya. Menurut penjaga istana itu, jika raja ingin berhubungan intim dengan salah selir atau permaisuri, ajudannya disuruh mengantar bajut (tempat sirih) kepada yang dikehendakinya. Ajudan itu akan mengatakan kepada yang ditunjuk raja : “Raja Sihol Mardemban” (Raja ingin makan sirih). Usai menerima sirih dan sang istri yang ditunjuk bersiap merias diri supaya menarik.

Kisah menarik itu tidak menghentikan langkah kami untuk mengetahui lebih banyak misteri di dalam istana itu.

Di dinding sebelah kanan terdapat dua ogung (gong) yang berfungsi sebagai pengumuman kelahiran anak raja yang perempuan, dan di dalam tersimpan bedil untuk pengumuman kelahiran anak raja laki-laki.

Kalau anak raja yang lahir perempuan maka gong dipukul dengan jumlah pukulan genap, dan jika yang lahir adalah lak-laki, maka jumlah pukulan gong adalah bilangan ganjil.

Setelah mengitari ruang depan, pengunjung memasuki ruangan Rumah Bolon yang terdiri dari 12 ruang. Di sanalah para istri raja tinggal. Sebelum menelisik lebih jauh ke dalam, mata sedikit menoleh ke kanan. Di dekat pintu rumah bolon terdapat tiang pan raja tempat peletakan tanduk kerbau tanda penabalan raja. Di sana tergantung secara berlapis tiga belas tanduk kerbau menandakan banyaknya raja yang sudah memerintah.

 Tabel

Kemudian, kami menelisik Rumah Bolon yang memiliki 12 ruang. Saat itu, ruangan gelap, sedikit seram, karena tidak ada penerangan listrik. Susah melihat apa saja yang terdapat di dalam.

Para istri raja tidak tinggal di ruang mewah seperti istri raja pada umumnya. Setiap istri disediakan ruang tidur di atas tikar, sebuah tataring (tempat memasak), peralatan dapur dan lain-lain. Ruang-ruang itu tidak disekat, tetapi bisa tembus pandang antara satu dengan yang lain.

Ruang inilah tempat para istri raja dengan fungsinya masing-masing. Misalnya, ada puang parorot (istri raja penjaga anak), puang paninggiran (istri raja pimpinan upacara kesurupan), puang parnokkot (istri raja pimpinan upacara memasuki rumah baru), puang siampar apei (istri raja mengatur ruangan dan memasang tikar), puang siombah bajut (pimpinan peralatan pembawa sirih), puang bona/puang bolon (permaisuri), puang panakkut (istri raja bertugas di rumah bolon), puang juma bolak (istri raja memimpin perladangan).

Dengan bantuan lampu kamera, saya melihat sebuah peti mati di sebuah ruangan dekat pintu sebelah kiri. Peti mati itu adalah tempat raja meninggal. “Kalau penggantinya belum ada, maka raja akan tetap berada dalam peti dan tidak dikuburkan sampai ada pengganti,” kata Jaipin Purba

Lantas, kami meninggalkan Rumah Bolon dan berkeliling di pekarangan istana yang asri dan banyak ditanami bunga dan rumput yang hijau.

Di sebelah Selatan Rumah Bolon terdapat Balei Bolon, tempat mengadakan rapat, Jambur sebagai para tamu menginap; Patanggan Sada, bangunan tempat permaisuri bertenun dan Balei Buttu, tempat para penjaga istana.

Kami bisa mengamati makam keturunan raja di dalam kompleks istana, tidak jauh dari Rumah Bolon.




Raja Purba yang terakhir adalah Tuan Mogang yang meninggal dalam masa Revolusi 1947. Beliau adalah seorang terpelajar dan menurut Jaipin Purba raja terakhir ini pernah belajar di Leiden, Jerman. Konon, sang raja meninggal saat revolusi dan mayatnya tidak ditemukan. Jadi monumen itu hanya sebagai tanda peringatan, mirip dengan Raja Silimakuta yang mayatnya tidak ditemukan, tetapi monumennya dibangun di desa Nagasaribu, Kabupaten Simalungun.

Di kompleks makam keluarga ini terdapat makam raja dan keturunannya. Di sana kami menyaksikan makam beberapa Raja Purba, Tuan Medan Purba, serta beberapa Puang Bolon (istri-istri Raja Purba)

Semoga seluruh bangsa ini makin mencintai peninggalan nenek moyangnya. Belajar dari apa yang baik dari mereka dan menghindari hal-hal yang buruk. “A people without the knowledge of their past history, origin and culture is like a tree without roots”. (Marcus Garvey). ***

14 Raja yang Pernah Memerintah
Pangultopultop     (1624-1648)
Ranjinman     (1648-1649)
Nanggaraja    (1670-1692)
Butiran    (1692-1717)
Bakkararaja     (1738-1738)
Baringin    (1738-1769)
Bonabatu     (1769-1780)
Raja Ulan    (1781-1769)
Atian    (1800-1825)
Horma Bulan     (1826-1856)
Raondop    (1856-1886)
Rahalim    (1886-1921)
Karel Tanjung     (1821-1931)
Mogang (raja terakhir)    (1933-1947)

Sabtu, 11 Juli 2015

Revolusi Mental di Kepolisian

Oleh: Jannerson Girsang

Pelayanan umum STNK dan Perpanjangan SIM sudah semakin baik. Mari kita syukuri dan terus mengawalnya, agar semakin hari semakin baik. Terima kasih Kepolisian!.

Setelah mengurus STNK di Sun Plaza, Medan beberapa hari lalu, saya mengurus perpanjangan SIM hari ini di Poltabes Medan, Jalan Adinegoro.

Ngurus STNK tak sampai sepuluh menit. Semua sudah otomatis. Ambil kartu daftar`tunggu, kemudian dipanggil, serahkan KTP dan STNK. Bayar sesuai dengan angka yang tertera di kwitansi yang keluar dari komputer. Tak lebih dan tak ada tips..

Selesai!.

Kita dilayani dengan ramah dan hangat. Wajah yang senyum, tidak seperti dulu, wajah polisi yang seram dan tidak ramah.

Pagi ini saya di Jalan Adinegoro, Poltabes Medan, mengurus perpanjangan SIM.

Selang beberapa menit, saya terus menerus mendengar dari pengeras suara rekaman yang mengingatkan pemilik SIM dan yang mengurus SIM.

"Masyarakat yang mengurus SIM jangan menggunakan calo. Sudah banyak penipuan yang dilakukan para calo. Kami menghimbau agar Anda mengurus SIM sendiri".

Saya masuk ke ruang tunggu foto. Beberapa menit kemudian saya sudah dipanggil.

Jepret! Selesai,

Saya akan mengambilnya hari Senin depan. Bayar, sesuai dengan yang tertera.

Apa yang saya alami adalah perubahan selama sepuluh tahun terakhir di tubuh Kepolisian. Revolusi Mental telah terjadi.

Selamat buat Kepolisian. Semoga Revolusi Mental akan terjadi dalam bidang bidang yang lain, sehingga korupsi dapat kita turunkan. Mari sama-sama mempertahankan PENGURUSAN SIM DAN STNK bebas calo, bebas dari korupsi.

Kuncinya:

"Pelayan yang berdedikasi, jujur, didukung IT yang canggih, serta rakyat yang mau mengikuti prosedur".

Jangan berteriak-teriak hapus korupsi, kalau rakyatnya juga tidak disiplin.

Mari kita apresiasi hal-hal baik yang sudah dilakukan aparatur pemerintah dan teriakkan apa yang belum beres. Jangan hanya menceritakan yang nggak beresnya aja, seolah tidak ada perubahan.

Medan, 11 Juli 2015

Susah Senyum

Oleh: Jannerson Girsang

"A warm smile is the universal language of kindness" (William Arthur Ward)

Sebelum keluar rumah hari ini saya teringat ceramah Pdt Dr Victor Tinambunan, dosen STT Theologia Pematangsiantar, dalam Pembinaan Para Pelayan di Universtas HKBP Nommensen, kemaren.

Dalam menjelaskan beban yang dipikul manusia zaman sekarang ini, beliau menunjukkan gambar monyet yang tersenyum, ceria, giginya bersih, tanpa beban.

Melihat gambar itu, semua jadi tersenyum, bahkan sebagian tertawa terbahak-bahak. Begitu mudahnya pendeta itu membuat kami tersenyum, ketika hati kami siap diisi pencerahannya!

"Ini (senyuman) seharusnya milik manusia," katanya menunjuk gambar itu.

"Senyum adalah warisan Tuhan kepada manusia. Karena manusialah ciptaan Allah yang paling mulia,dan diberi karunia menguasai dunia, dan kemampuan bersyukur" katanya

"Sayangnya, saya mengamati kita sekarang susah senyum. Baik orang kaya, miskin, pejabat rendah atau pejabat tinggi, kini semakin susah senyum".

"Kita menyimpan terlalu banyak beban. Kemajuan yang dicapai tidak berbanding lurus dengan menurunnya beban. Beban masa lalu, beban masa kini, beban masa depan. Tiga-tiganya selalu melekat dan tidak mau melepasnya".

"Ketika kita masih terus memikul beban itu dan tidak mampu melihat sesuatu yang indah di dalamnya, Tidak mampu melihat berkat!. Wajah kita susah senyum"

"Seseorang sudah sukses menghantarkan 6 anak dari tujuh anaknya sukses. Tapi terus memikirkan kegagalan satu orang anaknya. Padahal, dia lupa, kalau sudah memperoleh enam berkat yang luar biasa"

Fokuslah pada berkat, bukan pada beban!.

Sebelum kita keluar rumah, kosongkan jiwa, undang kebaikan mengisi hati, baca Firman, dengar lagu-lagu, baca buku motivasi,

Sampai kita mampu berucap: "Aku memuji kebesaranMu"

Sharinglah dan tataplah orang-orang terdekat kita. Bercengkeramalah sebentar dengan keluarga kecil.

Senyumlah!. Senyum yang tulus, cerminan hati yang suka cita dan memberi berkat bagi sekitar.

Semoga hari ini, kita makin mudah senyum dan menjadi berkat bagi yang lain.

Medan, 11 Juli 2015

Lebih Baik Kembali Miskin

(Jeritan Istri Orang Kaya)
Oleh: Jannerson Girsang

Banyak istri bercita-cita memiliki suami orang kaya, Mewah, disanjung orang di pesta, nyetir mobil mewah sendiri kemana-mana. Bisa berlibur kemana dia suka.

Tapi seorang istri dalam lagu Tumagon Mulak Pogos (Lebih Baik Kembali Miskin), justru dirinya lebih suka keluarganya kembali miskin.

Heran yah, Kenapa?

Ternyata tidak semua istri orang kaya itu bahagia. Inilah salah satu jeritan seorang istri yang memiliki suami kaya.

Perubahan status, dulunya miskin, tetapi jadi orang kaya baru (OKB), bisa merubah suasana rumah tangga.

Salah satunya, suami lupa diri, lupa kebutuhan istri yang hakiki, seperti kata syair lagu ini

Suami yang sibuk, karena kekayaannya, kadang melupakan kebutuhan istri. Istri butuh waktu, cinta, kehangatan dan perhatian dari suami.

Sesuatu yang tidak bisa digantikan dengan uang, salon, mobil, piknik ke Makao atau hiburan lainnya!.

Sang istri terkenang saat mereka miskin, belum punya fasilitas.

Saat itu, dia merasakan rumah tangga yang begitu bahagia. Waktu, cinta, kehangatan dan perhatian suami masih penuh.

Suami setia. Pergi kemana-mana selalu sama, karena istri selalu nempel dengan suami di atas sepeda motor.

Setelah punya mobil masing-masing, dan bisa setir sendiri-sendiri, suasananya berubah. .

Belanja ke tempat mewah, sekali seminggu cuci muka ke salon, sendiri-sendiri..

Memang, dari luar orang melihatnya bahagia, hebat! Banyak orang yang salut (mangapian). .

Bertahun-tahun, sang istri penuh sandiwara kepada teman-temannya.

Senyum simpulnya, wajah dengan polesan salon, baju baru, sepatu baru, setiap tampil di pesta, tidak ada yang menyangka kalau hatinya hancur.

Apalagi mendengar kisahnya sekali setahun liburan ke Makao, sendiri, ke Hongkong sendiri!

Dia dipandang sebagai ibu yang bahagia.

Tapi, sebenarnya.....!. Setiap dia pulang ke rumah.....

Seringkali, sehari semalam suaminya tidak pulang. Istri sendirian menunggu di rumah, suami entah dimana.

Kalau pulang dan si istri bertanya, "Dari mana, Pak?"

"Kau nggak ngerti itu!" kata sang suami.

Aduhhhhh, "Sakitnya Tuh di Sini......di dalam hatiku!" seperti syair lagunya Citata.

Ketika istri tidak lagi memperoleh waktu, cinta, kehangatan dan perhatian dari suami, dia tidak berarti apa-apa lagi. Hidupnya hampa!

Akhirnya......!

"Aduh.....kalau begitu lebih baik kita kembali miskin Pak!" Tumagon ma hita mulak pogos.

Lagu Batak "Tumagon ma Hita Mulak Pogos" (Lebih baik kita kembali miskin) karya Buntora Situmorang yang dilantunkan penyanyi populer di era 80-an, Rita butar-butar, begitu menyentuh hati

Jeritan seorang istri yang mendapatkan harta dunia, tetapi kehilangan waktu, cinta, kehangatan dan perhatian suami.

Simak deh syair lagunya!.

TUMAGON MA HITA MULAK POGOS
(Lebih Baik Kembali Miskin)

Dongan hi ale amang (Teman-temanku Pak!)
Godang do mangapian (Banyak orang yang salut)
Dongan hi ale amang (Teman-temanku, Pak)
Didok do au na sonang (Bilang aku bahagia)

Sonang do au (Aku bahagia)
Sonang do au (Aku bahagia)
Anggo pamereng ni halak (Kalau dilihat orang)
Anggo pamerengan (Hanya dilihat dari luar)

Alus hi tu dongan hi (Aku menjawab teman-temanku)
Hubahen ma mengkel sumbing (Kubuat tertawa terbahak-bahak)
Molo dung dipuji au (Kalau saya disanjung)
Ina-ina na sonang (Ibu-ibu yang bahagia)
Alai hassit (Tapi sakit...)
Malala rohanki di bagasan (Tapi dalam hatiku yang terdalam, hancur)

Aha so dongan mangapian da amang (Kenapa mereka tidak salut?)
Marnida au na boi tu dolok tu toruan (Melihatku bisa ke sana kemari)
Balanja siap ari (Setiap hari belanja)
Tu Hero Pasar Swalayan (Ke Hero Pasar Swalayan)
Marsahali saminggu paias bohi ro tu Salon (Sekali seminggu cuci muka ke Salon)

Molo lao mardalani setir sendiri do nian (Kalau jalan-jalan setir sendiri)
Alai so ada umbotosa da amang (Tapi tidak ada yang tau, Pak)
Manang boha do bagas ni parsorion (Bagaimana dalamnya pendritaanku)

Marsadari saborngin (Sehari semalam)
Jumotjotan ma au dang mardongan (Aku lebih sering sendiri)
Paima-ima ho na sai lalap di parlalapan (Menunggumu entah kemana)
Molo tar sor husungkun (Kalau aku bertanya)
Sian dia do ho amang (Dari mana kau Pak?)

Aha ma alusmu tu au da amang (Apa jawabmu, Pak?)
Dang diattusi ho be i (Kau tidak mengerti apa yang kulakukan)
I do alus Mi (Itulah jawabmu)

Molo songoni nama hatam tu au amang (Kalau jawabmu begitu, Pak)
Umbulusan ma hita on mulak pogos (Lebih baiklah kita kembali miskin)

Medan, 8 Juli 2015