My 500 Words

Selasa, 17 Juni 2014

"You Are not Here Anymore, but the Flowers Still Bloom"


Oleh: Jannerson Girsang

Tiap tahun, sejak kematian adik saya Parker-usia 49 (empat tahun lalu) dan istrinya--usia 43 (delapan tahun yang lalu), saya secara rutin setiap tahun menulis refleksi penyertaan Tuhan sesudah peristiwa tragis yang menimpa ketiga putri yang mereka tinggalkan.

Sebuah cara berkomunikasi dengan ketiga bunga yang mereka tinggalkan supaya tetap mekar, merajut kembali luka parah yang mereka alami. Luka itu semakin hari terajut kembali menuju kesembuhan, menghasilkan perenungan-perenungan baru tentang kehidupan.

Awalnya, peristiwa duka itu menimbulkan kesedihan mendalam bagi keluarga, khususnya ketiga putrinya yang masih berusia belasan tahun dan memerlukan kasih sayang orang tua.

Banyak perkara yang tak dapat dimengerti, kecuali bertanya pada Dia yang paling mengetahui misteri hidup. Kepahitan, kekhawatiran itu, ternyata ada dalam rencanaNya. Allah mengerti, Allah peduli, segala peristiwa yang menimpa kita.

Kami semua menyadari kemudian, bahwa janji Tuhan sama seperti Fajar di Pagi Hari. Pasti dan dapat dirasakan!.


Tuhan itu ada, bekerja dan memelihara kita.  "Luar biasa penyertaan Tuhan sama kita ya," ujar Yani Christin, anak tertua adikku dalam pesan yang ditulisnya di inbox tahun ini.


Inilah renunganku tahun ini!


Malam ini di Medan aku teringat peristiwa empat tahun lalu, 17 Juni 2010. Saya teringat tiga putri-putri almarhum adikku di tempat yang jauh.

Terngiang bunyi telepon maut yang memberitahukan almarhum adikku Parker Girsang berpulang di Rumah Sakit Cikini, Jakarta, dalam usia 49 tahun, karena kanker nasopharing. Menyusul istrinya yang meninggal empat tahun sebelumnya.

Terkenang, malam yang sangat panjang menunggu pesawat berangkat dari Medan ke Jakarta, esok harinya.

Terngiang duka cita, dan kekhawatiran membayangkan ketiga putri yang masih remaja dan anak-anak harus kehilangan ibu dan ayahnya, hanya berselang 4 tahun.

Terkenang, ketiga putri kami berdiri di samping jenazah, meratapi kepergian tumpuan harapan mereka: Papanya pergi, menyusul mamanya!

"Gelap gulita!," demikian pernah diucapkan Christin beberapa waktu sesudah peristiwa itu. Hanya empat tahun berselang, dua kali subuh mereka menyaksikan ambulance parkir di depan rumahnya mengantarkan  jenazah kedua orang tua yang sangat mereka kasihi.


Saat-saat begini saya sedih, sekaligus bangga dengan Tuhan yang bekerja untuk ketiga putri kami yang mereka tinggalkan.

Tadi sore, Christin (putri tertua Parker) mengingatkanku. "Bapatua, hari ini persis 1462 hari (4 tahun) papa meninggal," katanya.

Tak terasa memang, karena ketiga putri kami yang ditinggalkan almarhum, senantiasa berserah kepada Tuhan dan tetap semangat mengejar cita-citanya, bahkan menjadi inspirasi bagiku.

Malam ini, saya membuka inbox FB dari putriku yang luar biasa ini.

"Holabida bapatua tadi aku sms bapatua eh ternyata pulsa ku habis, aku fikir message fb aja deh hehe.

Happy Father's Day bptua. dan hari ini juga ternyata tepat 1462 hari alias 4thn peringatan meninggal papa. tapi hari ini dan 4 thn lalu ceritanya sudah beda ya.

Setahun lalu tepat 3thn tepat aku sidang dan dinyatakan lulus, tahun ini tepat 4 tahun ceritaku sudah beda, sudah kembali masuk babak perkuliahan yg baru.

Luar biasa penyertaan Tuhan sama kita ya. Bapaktua sehat2 terus ya sm inangtua yg penting happy2 aja hehe.

Di kantorku hari ini papanya ada yg meninggal juga karena kecelakaan, dan kebetulan temanku ini mau nikah. dalam hati aku bersyukur, Terimakasih Tuhan kau telah memberikan yg terbaik untuk saya,

Walaupun dulu begitu kecil tapi aku gak kebayang rasanya kalau seandainya aku diposisi temanku itu. ada rasa syukur dan sukacita ya ditengah dukacita. Smangat terus!"

Empat tahun sudah berlalu. Kedua adikku (suami istri) telah meninggalkan kami, tetapi bunga yang mereka tinggalkan Yani Christin Girsang, Hilda Valeria Girsang, Trisha Melanie Girsang, kini tumbuh dan mekar.

Terbayang makam kedua adikku di Pemakaman Perwira Bekasi. "You are not here anymore, but the flowers still bloom".

Kedua adikku (suami istri) memang sudah pergi, tetapi bunga yang mereka tinggalkan tetap semangat, bertumbuh dan menapak masa depan yang semakin gemilang.

Empat tahun lalu, keluarga sangat mengkhawatirkan masa depan ketiganya.

Christin yang tertua saat itu baru berusia 19 tahun dan masih memulai kuliah tahun pertamanya, kini sudah bekerja di siang hari, dan malam hari melanjutkan S1nya di UI, Depok-Jakarta, Hilda (Ai) yang baru memasuki SMA, kini sudah kuliah semester IV di Universitas Brawijaya, Malang, dan Trisha Melani (Icha), baru memasuki SMP, kini kelas I di SMA Negeri I Bekasi. .

Kini semua sadar, kesedihan selalu dinanti suka cita. Penderitaan selalu memunculkan pemahaman baru tentang campur tangan Tuhan dalam kehidupan. Jangan takut menghadapi tantangan seberat apapun.

Tuhan tidak pernah mengijinkan seseorang menanggung beban yang tak mampu dipikulnya. Percaya saja. Dia memiliki cara menyelesaikan masalah kita dengan caraNya sendiri.

Ketiganya memaknai peristiwa menyedihkan  itu sebagai sebuah rencana yang indah.  "Aku baru buka fb bp tua, semoga bunga2 mama dan papa selalu mekar disaat yg tepat. Tetap semangt buat kita semua. Fight! God bless us.." ujar Hilda Valeria Girsang, putri Parker kedua.

"Setelah aku baca ulang semua kira-kira bagaimana ya bapatua Jannerson Girsang kisah 366 hari yang akan datang lagi.. hehehe," tanya Christin mengomentari artikel ini.

"Do the best, let God take the rest!. Lakukan yang terbaik, biarlah Tuhan menyempurnakannya".

Semangat terus putri-putriku. "To live is to suffer, to survive is to find some meaning in the suffering". (Friedrich Nietzsche)

Terima kasih Tuhan, engkau Maha Kuasa dan mampu menggunakan tangan-tangan umatMu memelihara putri-putri kami, menyentuh hati banyak orang bersimpati, bahkan menjadikan mereka inspirasi.

Terima kasih untuk bou Masda, Ompung Nagasaribu, Ompung boru br Sitompul, serta seluruh keluarga, tak lupa buat tante-tantenya Christin (keluarga mamanya), serta seluruh keluarga lainnya yang bersimpati.

"Let us not be satisfied with just giving money. Money is not enough, money can be got, but they need your hearts to love them. So, spread your love everywhere you go"

Salam hangat buat kalian bertiga: Yani Christin, Hilda Valeria, Trisha Melani.



Hilda Valeria Girsang (kiri), Yani Christin Girsang (tengah), Trisha Melani Girsang (kanan), saat Christin diwisuda D3, dari Diploma Sekretaris UI, Agustus 2013Hilda Valeria Girsang (kiri), Yani Christin Girsang (tengah), Trisha Melani Girsang (kanan), saat Christin diwisuda D3, dari Diploma Sekretaris UI, Agustus 2013

Selasa, 10 Juni 2014

Redaktur Media Massa

Saya berterima kasih atas kerja keras temanku Slamat P Sinambela yang sudah menyusun daftar redaktur di berbagai media di Indonesia. Alamat ini bisa Anda gunakan untuk mengirimkan buah pikiran Anda. Sebarlah kebaikan agar kita semua berbahagia. Sumber:  http://lapotta.wordpress.com/redaktur-media-massa/

THE JAKARTA POST
opinion@thejakartapost.com
jktpost2@cbn.net.id
editorial@thejakartapost.com
sundaypos@thejakartapost.com
features@thejakartapost.com
THE JAKARTA GLOBE
newsdesk@thejakartaglobe.com
ben.otto@thejakartaglobe.com
thomas.hogue@thejakartaglobe.com
TEMPO ENGLISH
agustina@mail.tempo.co.id
yismartono@tempo.co.id
tempo_english@yahoo.com
JAWA POS
editor@jawapos.com
cerpen, ruang putih, puisi: dos@jawapos.co.id
resensi buku: ttg@jawapos.co.id
KOMPAS
kompas@kompas.com
opini@kompas.com
opini@kompas.co.id
kcm@kompas.com
KONTAN
red@kontan.co.id
MEDIA INDONESIA
redaksi@mediaindonesia.co.id
webmaster@mediaindonesia.co.id
redaksimedia@yahoo.com, opinimi@yahoo.com
khusus cerpen: 9000 karakter cerpenmi@mediaindonesia.com, cerpenmi@yahoo.co.id
miweekend@mediaindonesia.com
resensi buku red. sica harum: ica@mediaindonesia.com
SEPUTAR INDONESIA
widabdg@seputar-indonesia.com
redaksi@seputar-indonesia.com, khusus resensi buku: donatus@seputar-indonesia.com
JURNAL NASIONAL
redaksi@jurnalnasional.com
SUARA PEMBARUAN
koransp@suarapembaruan.com
opini@suarapembaruan.com
SINAR HARAPAN
redaksi@sinarharapan.co.id
KORAN JAKARTA
redaksi@koran-jakarta.com
REPUBLIKA
rekor@republika.co.id
medika@republika.co.id
sekretariat@republika.co.id
HARIAN IBU
redaktur@harianibu.com
MERDEKA
merdekanews@yahoo.com
HARIAN INDONESIA
redaksi@harian-indonesia.com
RAKYAT MERDEKA
redaksi@rakyatmerdeka.co.id
HARIAN JAKARTA
aristo@harianjakarta.com
RADAR BANDUNG
radarbandung@gmail.com
KORAN SUNDA
koran_sunda@yahoo.co.id
PIKIRAN RAKYAT
redaksi@pikiran-rakyat.com, opini@pikiran-rakyat.com
TRIBUN JABAR
tribunjabar@persda.co.id
tribunjabar@yahoo.com
SUARA KARYA
redaksi@suarakarya-online.com, radaksisk@yahoo.com
SUARA MERDEKA
wacana_nasional@suaramerdeka.info maksimal 7.500CWS, wacana_lokal@suaramerdeka.info maksimal 5.000CWS
KEDAULATAN RAKYAT
naskahkr@gmail.com (maks 4 ribu karakter)
HARIAN JOGLOSEMAR
redaksi@harianjoglosemar.com
SOLO POS
redaksi@solopos.co.id atau redaksi@solopos.com
BERNAS
editor@bernas.co.id
RADAR SURABAYA
radarsurabaya@yahoo.com
RIAU POS
redaksi@riaupos.co.id
BANGKA POS
bangkapos@yahoo.com
BATAM POS
redaksi@batampos.co.id
SRIWIJAYA POST
sriwijayapost@yahoo.com
RIAU TRIBUNE
riautribune@yahoo.com
SERAMBI
serambi@indomedia.com
ANALISA (Medan)
online@analisadaily.com,
khusus untuk rubrik sastra di Harian Analisa emailnya: rajabatak@yahoo.com (redakturnya Bpk. Idris Pasaribu)
MEDAN BISNIS
redaksi@medanbisnisdaily.com
LAMPUNG POST
redaksi@lampungpost.com, redaksilampost@yahoo.com
BALI POST
balipost@indo.net.id
BISNIS BALI
info@bisnisbali.com
DENPASAR POS
denpostbali@yahoo.com
RADAR BANJARMASIN
redaksi@radarbanjarmasin.com
BANJARMASIN POST
banjarmasin_post@yahoo.com, redaksi@banjarmasinpost.co.id
SURYA
surya1@padinet.com
SURABAYA NEWS
surabaya_news@yahoo.com
SURABAYA POST
redaksi@surabayapost.info
DUTA MASYARAKAT
dumas@sby.centrin.net.id
Tabloid Gaul
Jln. Kedoya Duri raya No.36 Kebon Jeruk Jakarta 11520
Majalah Story (Majalah Khusus cerpen)
E-mail : story_magazine@yahoo.com
Majalah Teens
Jln. Guru Mughni No.2 Karet Kuningan
Jakarta Selatan 12940
Majalah Kartika (Majalah Wanita Dewasa)
Jln. Garuda 82-C
Kemayoran Jakarta 10620
e-mail : majalahkartika@yahoo.com
Majalah Says! ( Majalah Khusus cerpen)
Jln. Alaydrus 45 Jakarta
e-mail ; redaksi@majalahsay.com
Majalah Gadis
Jln. HR. Rasuna said Kavling B 32-33
Jakarta 12910
e-mail: Redaksi.GADIS@feminagroup.com
Majalah Chic
e-mail : Chic@gramedia-majalah.com
chicstory@gramedia-majalah.com
Majalah kawanku
e-mail : fiksi-kawanku@gramedia-majalah.com
cerpenkawanku@gmail.com
Tabloid Nova
NOVA@GRAMEDIA-MAJALAH.COM
Majalah Sekar
e-mail ; Sekar@gramedia-majalah.com
Majalah Hai (Majalah cowok/cerpennya yg cowok banget!)
e-mail : Hai-magazine@gramedia-majalah.com
Majalah Girls (pre teens, anak 12-15 tahunan)
Girls@gramedia-majalah.com
Majalah Horison (majalah sastra)
e-mail : horisonpuisi@gmail.com, horisoncerpen@gmail.com
Majalah Go Girl
Jln. Kebayoran Lama Raya No 236
Jakarta Barat
Majalah Aneka
aneka@indosat.net.id

Kamis, 05 Juni 2014

Pengalaman Wirid dan Kebaktian Rumah-rumah

Oleh: Jannerson Girsang

Memelihara keharmonisan bertetangga dengan umat berbeda agama hanya perlu hati yang tulus mencintai sesama, pelajari apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau dibicarakan di depan mereka.


Pengalaman ini mungkin bisa bermanfaat untuk menjaga kerukunan yang dimulai dari tetangga. 

Saya hidup bertetangga dengan umat Muslim, di depan, di samping kiri kanan, dan beberapa rumah sekeliling rumah saya. Umat Muslim melaksanakan wirid dan GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun, Sektor) melaksanakan kebaktian rumah-rumah setiap Kamis malam.

Suatu hari saya mendapat giliran partonggoan (kebaktian rumah-rumah) dan tetangga sebelah kiri rumah saya Pak Halim, mendapat giliran wiridan, Kamis malam, dan menggunakan pengeras suara.

Acaranya sama-sama dimulai pukul 20.00. Rumah kami hanya berbatas dinding, jadi kalau ada acara di rumahnya terdengar ke rumah saya, demikian sebaliknya.

Kalau dipikirkan itu rumit. Tapi, kalau dilaksanakan dengan hati yang tulus, semua bisa berlangsung dengan baik dan damai.

Sebenarnya, beberapa jam sebelum acara dimulai, saya sudah memiliki niat membicarakan pelaksanaan teknis acara kebaktian di rumah kami dengan Pak Halim.

Tanpa saya duga, beliau lebih dulu datang ke rumah saya. Itulah kalau batin sudah bicara.

"Pak Girsang, nanti di rumah saya ada wirid, padahal di rumah Bapak juga ada kebaktian, gimana caranya ya?" kata Pak Halim.

Beliau sangat sadar akan mengganggu kebaktian di rumah kami karena mereka menggunakan pengeras suara. Lalu, kami mendapat penyelesaian yang bijak.

"Kami akan mulai lebih cepat, dan sebelum khotbah dari bapak pendeta selesai, Bapak jangan mulai dulu ya Pak Halim," demikian saya usulkan.

Pak Halim setuju. Acara wirid dan partonggoan (kebaktian di rumah) berjalan, tanpa halangan. Pak Kiai, yang rajin menyapa saya setiap berpapasan saat berangkat wirid, memahami situasi itu, demikian juga jamaah yang mengikuti wirid malam itu.

Pak Halim, adalah seorang wartawan senior di sebuah harian terkemuka di Medan. Saya sudah bertetangga dengan beliau sejak 1996, dan kami hidup dalam saling pengertian dan menghormati sesama.

Pak Halim adalah keluarga yang taat beragama, bahkan sudah menunaikan ibadah Haji bersama istrinya yang sangat peduli dan ramah tamah.

Sebelum beliau naik Haji beberapa tahun yang lalu, Pak Halim datang ke rumah saya. 

"Pak Girsang, saya mau naik Haji. Mohon kalau ada kesalahan saya dimaafkan Pak", katanya tulus.

Pak Halim tidak pernah bersalah kepada saya. Beliau adalah tetangga yang baik. Saya mendoakan beliau supaya selamat pulang dari Haji.

Sekembalinya dari Haji, saya menikmati oleh-oleh buah kurma, dan kisah-kisah beliau selama naik haji. Menambah pengetahuan saya tentang makna menunaikan ibadah haji bagi umat Muslim.

Bertetangga dengan umat berbeda agama tak usah dirumit-rumitkan. Kita hanya perlu hati yang tulus mencintai sesama. Pelajarilah kehidupan tetangga Anda. Pahami ajaran mereka, sehingga Anda akan memahami apa yang boleh dan tidak boleh Anda lakukan, bicarakan di depan mereka!.

"Kita berbeda karena Tuhan ingin kita berbeda. Tugas kita adalah hidup berdampingan dan rukun," demikian nasihat yang pernah saya terima dari Syekh Ali Akbar Marbun--Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qautsar Al-Akbar, di ruangannya, di Jalan Pelajar Medan, ketika saya mewawancarai beliau untuk penulisan sebuah buku pada 2007. 

Mengapa kita membuat rumit? Sederhanakanlah kehidupan ini.


Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua!.

Medan, 5 Juni 2014

Rabu, 04 Juni 2014

Suarakanlah Suara Anda, Tanpa Menyakiti dan Melecehkan

Oleh: Jannerson Girsang

FB (Facebook)ku adalah ruangan tempatku beristirahat, berbincang, belajar, bukan ngerumpi.

Semua orang bisa baca, semua orang bisa berpendapat untuk konsumsi setiap orang (bukan berlaku untuk sekelompok orang saja, bebas SARA), semua orang bisa menikmatinya sebagai hiburan dan pencerahan.

(Kalau ada yang tidak layak di dengar publik, silakan masuk di inbox)

"Suarakanlah suara Anda sehingga orang lain juga terinspirasi untuk mengeluarkan suaranya, tanpa merasa dihakimi, disakiti apalagi dihina".

Sekarang dalam masa kampanye Pilpres. Silakan pilih Capres yang Anda sukai menurut nurani Anda.

Pendukung kedua Capres bisa masuk di sini, tetapi dengan prinsip: semua pilihan itu emas. Dua-duanya calon itu bagus, karena sudah lolos di KPU, lembaga yang dibentuk dari aspirasi rakyat di masa reformasi dan harus dihormati.

Tetapi kita punya pilihan masing-masing yang sesuai dengan pandangan kita, yang kadang sulit dimengerti pemilih calon lain. Itu sah dan kita berhak. Itulah demokrasi.

Bayangkan, kalau semua sudah pilih Jokowi atau semua pilih Prabowo, maka tidak perlu Pilpres.

Silakan berdiskusi tanpa melecehkan pilihan orang lain. Kita sedang memasuki ujian kedewasaan memilih seseorang pemimpin yang lahir dari kebutuhan kita, tanpa pengaruh orang lain. .

Susah ya. Memang susah untuk menabur kebaikan.

"BERMAINLAH dalam permainan, tetapi jangan main-main. Mainlah dengan sungguh-sungguh, tetapi permainan jangan dipersungguh. Kesungguhan permainan terletak dalam ketidaksungguhannya, sehingga permainan yang dipersungguh tidaklah sungguh lagi.” (N Driyarkara, Kompas 3 Juni 2014)



Medan, 3 Juni 2014

Jokowi atau Prabowo yang Menang, Nanti Kita Tetap Kawan Ya!H!

Oleh : Jannerson  Girsang

"Sekarang ini, kalau kita bertemu dengan orang yang berbeda pilihan, langsung cemberut mukanya, seolah tidak berteman," kata teman saya, seorang redaktur sebuah media terkenal di Sumatera Utara. '

Mendukung Jokowi atau Prabowo jadi Presiden, saya teringat ketika menonton sepakbola PSMS melawan Persib Bandung perebutan Juara PSSI 1982-1983

Berbagai kata-kata bersemangat bahkan kadang menyinggung pendukung yang lain berseliweran di Stadion berkapasitas 100 ribu lebih penonton itu. Tetapi tidak sampai ada sebuah perkelahian fisikpun.

Usai pertandingan, semua pendukung keluar melalui gerbang yang sama. Masing-masing pendukung mengakui kekalahan bagi yang kalah, dan memuji kehebatan kesebelasan yang menang.

Mereka sadar, bahwa itu adalah sebuah pertandingan yang fair. Siapa yang menang, dialah yang unggul. Jurinya (KPU, Bawaslu) jujur, Kita percaya keputusan mereka.

Selesai pertandingan, yang ada hanya berita kemenangan dan kekalahan, tidak ada berita permusuhan, kita pendukung PSMS, tetap berteman dengan pendukung Persib Bandung.

Semangat pendukung Jokowi dan Prabowo, hendaknya meniru semangat pendukung Persib dan PSMS.

Berbeda pandangan, berbeda dukungan tidak pula harus membuat orang bermusuhan. Pakaian aja ada berwarna merah, hijau, biru. Ada yang suka merah, tidak pula boleh penggemar biru bermusuhan dengan penggemar hijau.

JOKOWI atau PRABOWO yang menang kita berkawan yah!.

Biarkan aku memilih JOKOWI. Aku akan mendukungnya dengan doa dan sedikit usaha kampanye pribadi, sampai dia duduk menggantikan SBY. 


Medan, 3 Juni 2014

Deklarasi Damai Capres Cawapres

Oleh: Jannerson Girsang

Bangsa religius dan mencitai damai. Itulah hakekat menjadi bangsa Indonesia. Setiap memulai sesuatu, bangsa Indonesia selalu melakukan doa bersama yang memohon kedamaian.

Sayangnya, berdoa tiap saat, tetapi masih juga suka melancarkan "kampanye gelap", fitnah, sesudah berdoa, inti doanya, "damai" dilupakan!

Fakta sebelum Deklarasi, di hati masing-masing Capres/Cawapres tersimpan tekad hanya supaya "menang", tidak perduli menempuh cara yang halal atau tidak halal . Tidak heran kalau pikiran, ucapan dan tindakannyapun tidak jauh dari sana.

Sampai-sampai Presiden SBY memperingatkan agar kampanye Pilpres jangan menjadi lautan fitnah. "Selamatkan negara dari Lautan Fitnah". Sebuah ironi di tengah bangsa yang religius dan cinta damai.

Tidak salah orang memiliki motivasi untuk menang, tetapi harus tetap menjaga proses berlangsungnya kampanye yang jujur dan menciptakan suasana damai, supaya hasilnya baik untuk semua.

Garbage in, garbage out. Kalau doa merasuk dalam hati keluarnya adalah damai, Kalau motivasi harus "menang" dan yang masuk niat  "hanya saya yang berhak", dan tercemar dengan kebencian, permusuhan, keluarnya adalah fitnah, kampanye gelap.


Harapan kita Deklarasi Damai tadi malam bisa mengisi hati para Capres/Cawapres dengan damai, sehingga kampanye Pilpres sesudah Deklarasi adalah benar-benar merupakan persaingan atau perebutan kursi nomor 1 di Republik ini, bukan sebuah "perang". .

Para Capres/Cawapres hendaknya memberikan keteladanan berfikir, berbicara, bertindak dan mengambil keputusan seperti karakter yang diharapkan dalam doa-doa dalam deklarasi itu, dimana muara seluruhnya adalah damai.

Rakyat seluruhnya berharap, di hati para Capres/Cawapres adalah damai,  pikiran, ucapan, dan keputusan-keputusannyapun  membawa pencerahan, hiburan dan  susana damai.

Semoga Deklarasi tadi malam mengubah mindset para petarung dalam Pilpres. Semua Capres/Cawapres, para tim sukses dan relawan mengisi hatinya dengan tekad damai, sehingga kita yang mengikutinya tertular dengan kedamaian.

Jokowi dan Prabowo harus membuktikan bahwa mereka adalah pemimpin yang religius dan membawa damai, menginstruksikan dan mengawasi seluruh pendukungnya menjadi teladan dan cerminanan bosnya: Jokowi atau Prabowo.

Suasana kampanye akan diwarnai dua Capres. Karakter mereka akan menentukan. Kalau mereka berdua benar-benar religius dan cinta damai, maka damailah kampanye, damailah kita lima tahun ke depan. 

Tujuan pelaksanaan Pilpres benar-benar memilih pemimpin yang  kelak mampu membawa kedamaian dan kemakmuran bagi bangsa ini.

Semoga!

Medan, 4 Juni 2014

Minggu, 01 Juni 2014

Nomort Urut Prabowo-Hatta No 1 Dan Jokowi-JK No 2



Oleh: Jannerson Girsang, PENDUKUNG JOKOWI

Hari ini Nomor Urut Capres RI di Pilpres sudah ditetapkan. Dua-duanya akan berlaga meraih simpati dari 185 juta lebih pemilih di seluruh Indonesia.

Di depan anggota KPU dan pengunjung, Prabowo menarik tabung yang berisi nomor 1 dan Jokowi mendapat angka 2. JOKOWI langsung mengagkat tangan kirinya dengan kode "VICTORY" (kemenangan), disambut sorak sorai kedua kubu.

Anak-anak remaja GKPS yang ikut Lomba Pidato bertema KESETIAKAWANAN tadi pagi menasehatkan kami agar kita semua menabur "KEBAIKAN", supaya bangsa ini semua bahagia.

Kita memasuki babak baru. Kampanye. Kampanye adalah menyampaikan pesan kepada pemilih tentang "harapan" yang akan diwujudkan supaya pemilih mau memilih. Bukan menang dengan menginjak lawan, atau saling mencerca, apalagi menjelekkan.

Tidak ada seorangpun di Indonesia berhak mengatakan salah satu dari keduanya tidak layak jadi presiden.

Jangan ada lagi kontroversi soal boneka, soal penculikan, soal agama Jokowi, soal agama Prabowo (ibunya Kristen Protestan--tapi tak pernah dipersoalkan dan memang tak perlu dipersoalkan di negeri Pancasila ini), soal macam-macam.

Boleh kritik Capres dengan referensi yang jelas, bukan mematikan atau mengunci seseorang seolah tidak pantas jadi calon Presiden.

Menurut pendapat saya, orang yang masih mau melakukan tindakan jegal menjegal sungguh kurang berpendidikan, dan kalau menang akan sombong. Sebaliknya, kalau kalah akan "berontak" dan macam-macam. Tidak sungguh-sungguh melayani rakyat, hanya mengejar kekuasaan.

Dua-duanya calon layak menjadi Presiden.

Kalau itu dipersoalkan, maka orang yang mempersoalkannya tidak mengerti hukum, atau tidak ada lagi bahan untuk dibincangkan. Karena tidak ada gunanya, kalau tujuannya hanya supaya calon itu tidak maju di Pilpres.

Bayangkan, kalau dua-duanya tidak layak jadi Presiden, kita mau pilih siapa, apa yang akan kita lakukan 9 Juli mendatang?. Soal kualitas, ini adalah kesalahan kita semua. Itulah pilihan kita.

Bersainglah dengan fair, tak usah saling menjegal, karena itu akan sia-sia. PRABOWO dan JOKOWI punya keunggulan masing-masing. Yang perlu dipertanyakan, apa program mereka ke depan, cocokkah dengan kebutuhan kita? Rasionalkan "janji" itu. Itu sajalah issu kita ke depan.

Jadilah bangsa yang besar, berkompetisilah dengan fair! Rakyat sudah punya pilihan masing-masing sesuai dengan hati nurani mereka.

Sayapun sudah punya calon dan tidak akan goyah pada pilihan saya, apapun dikatakan orang tentang calon saya. Saya adalah pemilih fanatik, jadi tidak ada gunanya mempengaruhi saya.

Masih ada sekitar 40 persen pemilih yang belum menentukan pilihan mereka. Itulah sasaran kampanye kedua Capres itu.

"Kami akan hormati keputusan rakyat Indonesia," ujar Prabowo. Pendukung Prabowo yakin dengan memperoleh No 1, maka pasangan Prabowo-Hatta akan menduduki orang No 1 di negeri ini.

"No 2 adalah simbol keseimbangan. Ada tangan kanan, ada tangan kiri, ada telinga kanan dan kiri. Untuk menuju harmony, keseimbangan, pilihlah No 2," kata Jokowi dalam pidato singkatnya.

SAYA ADALAH PENDUKUNG JOKOWI. Tidak perlu malu-malu. Saya tidak perlu dibayar dan tidak ada beban untuk mendukung JOKOWI. Saya akan mendukung PRABOWO, bila rakyat memang menghendakinya memimpin negeri ini lima tahun ke depan.

Medan, Hari Kesaktian Pancasila, 1 Juni 2014

Senin, 26 Mei 2014

Jokowi adalah Kita

Oleh: Jannerson Girsang

Menjelang Pilgub DKI 2012 lalu, dukungan ke saingan Jokowi--ketika itu Foke, petahana gubernur, begitu besar. Didukung banyak partai, elit-elit di ibu kota Indonesia itu, dan termasuk pendanaan tentu saja. 

Belum lagi black campaign (kampanye hitam) yang diarahkan kepada Jokowi. Kadang mengundang "ketakutan". Seram akh!. 


Tapi, black campaign tak begitu berpengaruh. Ini perlu menjadi pelajaran. Rakyat sudah pintar!

Memang banyak orang yang panik, dengan naiknya Jokowi.   Pertarungan ibarat "kancil" dan "gajah". Tapi kancilnya ternyata sangat kuat dan cerdas. Hingga gajahnya sulit bergerak, akhirnya mengaku kalah.

Hingga hasilnya mengejutkan. Jokowi menang telak. Semua pada kaget!. Orang "miskin" harta, penampilan kayak orang kampung, "kurus", tidak punya pengalaman di Jakarta, belum mengenal Jakarta, kok bisa menang? 

Karakter, sekali lagi karakternya baik!. Bangsa ini butuh pemimpin yang berkarakter, bukan yang banyak duit, dan merasa punya "pengalaman" atau pencitraan bohong-bohongan.

Ketika menjadi Gubernur DKI, Jokowi mendapat serangan luar biasa, tetapi Jokowi mampu menangkis semuanya dengan kerendahan hati, kelembutan. Pemda DKI bekerja di seluruh lini. Semua berjalan baik.

Preman ditutup mulutnya dengan kelembutan, pedagang kecil dibujuk pindah ke tempat yang lebih baik.

Yang sering tidak muncul ke permukaan, karena dianggap bukan kelebihan adalah kemampuan Jokowi menggerakkan orang lain secara sukarela (tanpa dibayar, tanpa dipaksa, bukan seperti kebanyakan tokoh saat ini), karena sadar gerakannya akan membawa mereka ke arah yang lebih baik. Kemampuan yang sudah jarang dimiliki pemimpin negeri ini.

Jokowi mampu menggerakkan semua elemen masyarakat untuk bekerja. Rakyat, polisi, tentara, satpol PP semua bekerja sama. Menteri-menteri bahkan Presiden seolah berada dalam "arus" pikiran Jokowi.

Untuk mengusir preman dia mengatakan: "Kita punya ribuan polisi, tentara, satpol PP, masak negara kalah dengan preman?". Polisi, tentara, satpol PP secara sukarela bergerak. Kata "blusukan" menjadi populer di tangan Jokowi.

Pemikiran-pemikiran sederhana yang belum pernah muncul dari tokoh manapun. Jokowi adalah tokoh pembaharu.

Jokowi dicintai rakyat dan dinilai hebat oleh media nasional dan asing. Dalam waktu singkat Majalah bergengsi dunia, Fortune memilihnya menduduki ranking 37, Pemimpin Terhebat di Dunia (The Greatest World Leader's), bahkan mengalahkan Obama, presiden Amerika Serikat.

Tak ada tokoh sehebat dia saat ini di Indonesia. Coba cek di Fortune, The New York Times, The Economist, media-media terbesar dunia!

Kerendahan hati, ketulusan bekerja, tidak melawan kekerasan dengan kekerasan, itulah senjata Jokowi. Itulah pemimpin yang dirindukan masyarakat Indonesia dan dunia yang sebenarnya.

Para pendukung JOKOWI, tidak butuh apapun (uang, jabatan menteri) untuk mendukung Jokowi. Dia akan mengulangi suksesnya di Pilpres, dan yakin akan memenangkan Pilpres, sama ketika beliau memenangkan gubernur DKI.


JOKOWI ADALAH KITA.

Medan, 26 Mei 2014

Rabu, 21 Mei 2014

Merindukan Bung Karno


Oleh: Jannerson Girsang

Bung Karno, sosok yang luar biasa. Beliau meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970, saat saya masih berusia 9 tahun dan masih duduk di kelas tiga SD.

Bahkan berita meninggalnyapun saya tidak tau, karena bacaan atau sumber berita di desa saya hanya dari mulut ke mulut. Berita dari luar desa hanya melalui radio transistor. RRI Medan atau Pekanbaru.  Saya tidak pernah mengingat sesuatu saat meninggalnya Soekarno.

Saat itu saya tidak mengetahui siapa Bung Karno, kecuali cerita-cerita kakek saya. Bung Karno itu luar biasa. Ayah saya juga memuji kehebatan Bung Karno berpidato.

Tapi kisah tentang Soekarno begitu dekat, saya seolah mengenalnya dengan baik. Di masa saya sekolah SMA di Jakarta, saya mulai membaca kisah-kisahnya, mulai dari buku Di Bawah Bendera Revolusi (Jilid I dan Jilid 2--sekarang tinggal jilid1, karena jilid 2nya pernah dipinjam Radiaman Purba dan tidak kembali hingga saat ini), Soekarno Penyambung Lidah Rakyat, Siapa Menabur Angin Menuai Badai, serta berbagai buku-buku lain tentang Soekarno,

Saat saya SMA (1978-1980), kebetulan teman saya satu rumah adalah beberapa mahasiswa dan aktif di GMNI. Mereka sering diskusi dan memegang buku Di bawah Bendera Revolusi. "Soeharto begitu kejam kepada Bung Karno", ujar seorang mahasiswa itu dalam diskusi mereka.

Saat itu setelah 14 tahun Soeharto berkuasa, hampir semua mahasiswa yang di rumah itu tidak suka Soeharto.  (Saya juga tidak begitu setuju, karena banyak hal baik dilakukan Soeharto)

Saya sering mendengar mereka berbicara tentang Malari, tentang NKK/BKK yang tentu saja saya belum mengerti. Mahasiswa begitu konsern tentang negerinya. Mereka secara teratur berdiskusi tentang politik, tentang kepemimpinan, tentang negara, bahkan mereka juga berdiskusi tentang Band Black Brother yang lari ke Belanda.

Tapi yang sering menarik perhatian saya adalah cerita kehebatan Bung Karno. Para mahasiswa yang sering berdiskusi di tempat kos saya di Cililitan, dekat kantor BAKN itu, berpidato meniru Bung Karno. Mereka kagum sekali dengan apa saja yang dikatakan Bung Karno dan caranya berpidato (tentu mereka lihat dari buku-buku dan rekaman-rekaman suara Bung Karno). .

Bung Karno, meski saya tidak pernah melihatnya, tidak pernah secara langsung bertatap muka, hanya membaca dan mendengar kisahnya, mampu memberi rasa kagum.

Soekarno ada di mana-mana. Mengunjungi Monas, berjalan di sekitar Sudirman Bundaran HI, dan Hotel Indonesia, Sarinah, adalah melihat Bung Karno. Itulah karya-karya fenomenal beliau.

Bahkan kekaguman saya, ketika suatu waktu ada waktu luang ketika mengikuti sebuah kursus di Jakarta, saya mengajak almarhum adik saya menyempatkan diri mengunjungi makamnya di Blitar, pada 1989. Di makam itu, saya membayangkan seorang laki-laki sejati, mencintai bangsanya lebih dari apapun.

Pulang dari makam, saya singgah ke rumahnya yang berjarak hanya beberapa kilometer dari makam, Sejenak saya duduk di bekas tempat tidurnya.

Pulang dari sana, di Jakarta saya membeli beberapa buku tentang Bung Karno. Kisahnya dengan Ibu Inggit, Indonesia Menggugat (buku yang sering dibawa para mahasiswa di tempat kos saya semasa SMA). Bung Karno, adalah kisah yang unik dalam diriku.

32 tahun regim Soeharto membuat cerita yang negatif tentang Bung Karno, tetapi saya tidak terpengaruh. Bung Karno adalah idolaku. Bung Karno belum ada duanya di Indonesia. Dia sangat mencintai Indonesia. Seluruh masa hidupnya dicurahkan untuk Indonesia. Hari-hari hidupnya adalah berjuang memimpin, berpidato menyuarakan suara Indonesia, menulis tentang cita-citanya untuk Indonesia.

Bung Karno, seorang jenius dan mampu mendalami hati rakyatnya, melahirkan Pancasila, filosofi bangsa yang bisa mempersatukan, melindungi Indonesia dalam kedamaian kehidupan berbangsa dan bernegara. Laki-laki pemberani yang memutuskan memproklamasikan Indoensia 17 Agustus 1945, walau dengan resiko "nyawanya sendiri".

Malam ini saya rindu pidatonya dan untung youtube sudah menyediakan rekaman-rekaman yang bisa kudengar. Pidato yang memukau. Jasmerah, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah, pidatonya tentang Super Semar--Sebuah Bab yang hilang.

Jokowi dan Prabowo telah mendaftarkan diri sebagai Capres di KPU. Negeri ini kini berada di tangan kalian berdua. Siapapun yang menang, cintailah negeri ini, cintailah bangsa ini seperti cinta Bung Karno.

Jangan ada lagi money politics, jangan ada lagi saling fitnah hanya untuk menang. Bertarunglah secara jantan. Tunjukkan diri kalian sebagai seorang yang jantan seperti Bung Karno.Kurirndukan Bung Karno di diri Jokowi dan Prabowo!.

Medan 21 Mei 2014

Nya Tegen Arimbi Barapinta. Salam untuk orang-orang di Blitar ya Mbak

Selasa, 20 Mei 2014

Pemimpin yang Kita Butuhkan

Oleh: Jannerson Girsang

Negeri ini tidak perlu diperintah seorang Prof Dr, Jenderal tetapi dipimpin oleh mereka yang berhati tulus bekerja untuk rakyatnya dan mampu memberdayakan Prof Dr dan Jenderal yang brilian.

Bukan pemimpin yang pintar bersilat lidah, tapi "musang berbulu ayam" dan tidak menghargai kebenaran bahkan menyimpan orang-orang pintar di "kerangkeng".

Pemimpin seperti itulah yang menciptakan korupsi selama ini.

Pemimpin adalah orang yang mampu dan berani mengatakan korupsi itu tidak baik dan tidak benar, menghina orang lain tidak baik dan tidak benar, mengeluarkan fitnah itu tidak baik dan tidak benar

Banyak pemimpin yang mengaku pemimpin tidak tau membedakan mana yang baik dan tidak baik, mana yang benar dan tidak benar.

Satu lagi, mereka juga harus menghukum orang yang tidak benar.

Landasan berpijak bangsa ini adalah empat Pilar: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cita-cita kita adalah menunju masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk itu kita butuh pemimpin yang bersih dan mampu membawa bangsa ini ke arah yang benar, memberi kemakmuran bagi seluruh rakyat.

A leader is one who knows the (right) way, goes the (right) way, and shows the (right) way. (John C. Maxwell).


Medan, 20 Mei 2014