My 500 Words

Kamis, 03 Juli 2014

Dua Capres Gagal Menjaga Ketenangan Kampanye

Oleh: Jannerson Girsang

Balas membalas soal masalah pribadi masih terjadi dalam kampanye Pilpres 2014. Keduanya gagal menjaga ketenangan bangsa selama kampanye. Seharusnya keduanya menjadi pengayom, tetapi justru menjadi sumber keresahan.

Dua Capres yang sedang berlaga memperebutkan kursi Presiden Republik Indonesia belum menunjukkan kepiawiannya menjaga ketenangan rakyat Indonesia menuju Pilpres. Rakyat yang sebelumnya tenang,  layaknya perahu yang aman berlayar di Danau Toba, tiba-tiba diterpa ombak. Penumpangnya mabuk dan hampir kehilangan arah.

Bangsa ini harus banyak belajar. Ke depan, rakyat harus peduli atas perpolitikan di negerinya, pejabat harus tanggap terhadap kasus yang bisa menjadi "bom waktu". Selesaikan persoalan melalui pengadilan, supaya tidak seperti nasib Prabowo, yang diadili di luar pengadilan resmi.

Kubu kedua Capres harus banyak belajar. Kampanye seharusnya mendebat visi dan missi, justru terjebak ke dalam persoalan-persoalan pribadi Capres supaya yang lain "mati" dan yang lain seolah "hidup". Yang satu layak dan yang satu tidak layak. Padahal, dua-duanya sudah diputuskan KPU, layak menjadi Calon Presiden.

Pemimpin, khususnya Presiden harus memiliki wawasan kebangsaan, bukan wawasan sempit soal kepribadian, dan bukan hanya sekedar menang. Capres seharusnya mengajarkan rakyat soal membangun negeri, membangun demokrasi.  Kedua Capres masih setingkat politisi, belum nejadi negarawan. "Seorang politisi berpikir tentang pemilu berikutnya. Seorang negarawan, berfikir generasi berikutnya. (James Freeman Clarke)

Andaikan semua kata-kata, tindakan aneh dari kedua pendukung Capres ini didokumentasikan, maka akan tersimpan jutaan keping video kata-kata yang layaknya diungkapkan "preman-preman" jalanan, atau mereka yang kena narkoba, bukan orang berpendidikan. .

Kata-kata "sinting", "boneka", "PKI", "penculik", "fatwa haram memilih seseorang" dan kelakukan aneh lainnya seperti  'uang bertempel seorang capres". Ada lagi buletin Obor Rakyat mirip koran kuning yang pantas dibaca orang buta huruf. Karena penerbitan sebuah buletin, seharusnya membuat orang melek huruf cerdas, bukan mengundang permusuhan.

Debat di televisipun, acapkali menampilkan kata-kata kotor. Anak SDpun tidak sampai seperti itu berdiskusi. Tadi malam Metro TV menampilkan tiga orang pendukung Capres, tiga-tiganya ngomong serentak. Saling tuding. Padahal titel mereka doktor, anggota DPR, dan tokoh masyarakat. Moderator kerap bingung. Semua mau benar sendiri, berlomba membenarkan diri.

Jangan salahkan penegak hukum. Siapapun polisi, siapapun hakim atau Jaksa, siapapun KPU, atau Bawasu tidak akan mampu menangani begitu banyak pelanggaran.

Kedua kubu Capres mengaku menjadi korban serangan kampanye hitam, dua-duanya menuduh penegak hukum tidak melakukan tugasnya. Sementara keduanya tidak juga memperbaiki penampilannya. Rakyat dibuat bingung.

"Kekerasan tidak bisa dilawan dengan kekerasan," itu kata Mahatma Gandhi, seorang pejuang perdamaian yang berjuangan melawan penjajah tanpa kekerasan di India.

Yang terjadi di negeri ini adalah "kekerasan dilawan dengan kekerasan". Biarkan kekerasan dilakukan orang-orang bejat, dan mereka akan hancur kerena kebejatannya. Dunia tidak pernah menerima kebejatan. Dunia suka perdamaian.

Semoga setelah hasil Pilpres 9 Juli 2014 nanti diumumkan, tidak terjadi konflik yang lebih besar, setelah selama berkali-kali Pilpres kita berada dalam suasana tenang.

Medan, 3 Juli 2014

Jumat, 27 Juni 2014

Mari Melihat Wajah Kita di Cermin

Oleh: Jannerson Girsang

Di era dimana melek huruf, budaya tulis mulai berkembang, ditambah teknologi internet, maka dokumen peristiwa, tindakan seseorang akan mudah ditemukan.

Dokumentasi tentang apa yang dipikirkan, dilakukan dan dimaknai seseorang tentang sebuah peristiwa tidak bisa ditutupi. Karakter baik dan buruk seseorang bisa dilacak melalui dokumen tertulis itu.

Semua ini mendidik dan melatih kita untuk melakukan hal-hal yang terbaik bagi umat manusia. Percayalah kebaikan selalu menang, meski seolah-olah kalah untuk sementara. Sebaliknya, kejahatan akan selalu kalah, walau untuk sementara terlihat seperti kuat.

Kampanye hitam, kampanye negatif mungkin bisa menang dalam Pilpres, tetapi pemenangnya akan sengsara. Kejahatan itu akan selalu terpatri dalam tulisan yang abadi sepanjang masa. Pelaku-pelakunya akan mengalami penderitaan, karena telah membuat banyak orang menderita.

Koruptor memang untuk sementara, selama kasusnya belum terbongkar, bisa menikmati kenikmatan dunia. Tetapi boleh lihat apa yang dirasakan Akil Mohtar, Angelina Sondakh, Nazaruddin, serta beberapa yang saat ini sedang menghadapi dakwaaan korupsi.

Dia, istri/suami, anak-anak dan keluarga akan tercoreng mukanya di mata dunia, tercatat sebagai pelaku kejahatan di dunia maya yang dokumentasinya akan abadi. Bisa saja memang masih diterima publik, tetapi harus mengalami pertobatan, susah payah untuk merehabilitasi dirinya.

Kejahatan tidak hanya bentuk tindakan korupsi, penipuan atau kekerasan secara fisik. Memfitnah, menjelekkan atau merendahkan sesama, menebar ketakutan, memaksakan kehendak melalui ucapan, tulisan bernada ancaman, adalah kejahatan besar yang sering tidak tercium hukum, tetapi dampak negatifnya luar biasa bagi umat manusia.

Kampanye Pilpres adalah momentum bagi kita semua untuk merenungkan apa yang kita sudah lakukan.

Mungkin melalui FB secara tidak sadar kita pernah menghina, mengejek teman kita yang berbeda pilihan. Tidak ada manusia yang sempurna. Kadang dalam keadaan bersemangat, kita tidak sadar sudah banyak orang yang tersakiti, tersinggung, atau kecewa.

Dalam demokrasi yang bertujuan untuk mencapai kemaslahatan bersama, prosesnya akan melintasi jalan berliku. Menuju yang baik, kita tidak mengalami hal-hal yang mudah.

Itulah "salib". Kita mengalami hinaan karena melaksanakan, memberitakan sesuatu yang baik. Mari semua berlomba-lomba menabur kebaikan, hindari kampanye hitam, kampanye negatif.

Munculkan karya-karya Capres yang bisa memberikan inspirasi baru untuk berbuat lebih baik. Kebaikan yang dibuat keduanya adalah kebaikan Indonesia, sebaliknya kejelekan mereka adalah kejelekan kita semua.

Dari semua yang jelek tentang Jokowi dan Prabowo masak nggak ada yang baik! Tapi, mungkin sudah kadung rasa hati "cinta" dan "benci", jadi susah melihat sebuah "terang" dari keduanya.

Coba, tanya diri kita masing-masing. Bosan nggak terus-menerus menceritakan yang jelek tentang teman kita?. Saya sendiri sudah mulai bosan. Hasilnya menggembirakan atau mengundang kebencian?. Jelas tidak!

Bagaimana kalau sikap itu kita lanjutkan? Bagaimana kalau sikap itu kita rubah dengan sikap yang lebih elegan?

Kita sudah banyak terjerumus pada jurang kebencian yang dalam dan mungkin akan makin terjerumus lagi lebih dalam kalau kita tidak melakukan refleksi.

Untuk apa sebenarnya kita mendukung seseorang. Apakah untuk saling memusuhi atau untuk membedakan kehebatan negeri ini dipimpin oleh seseorang?.

Jangan-jangan kita nggak tau alasannya kita menjatuhkan pilihan pada Capres tertentu, sementara kita menghakimi yang lain salah pilih.

Tidak ada pilihan yang salah, karena keduanya diakui KPU. Pemilih memiliki preferensi memilih seseorang.

Mari melihat wajah kita di cermin!

Selamat akhir Minggu.

Medan, 27 Juni 2014

Kita Sedang Ditonton Dunia


Oleh: Jannerson Girsang


Kita semua bersaudara. Kita bersaing sehat menuju kebaikan bersama. Jadi, nggak usah terlalu ngototlah dengan pendapat atau pendirian kita, apalagi sampai saling membenci.

Semua sikap, pendapat akan teruji oleh waktu. Semua hasil akan ditentukan 9 Juli 2014.

Hari-hari ke depan kita dalam proses menuju penentuan pemenang. Sikap kita adalah: pemenang di mata rakyat (pengumpul suara terbanyak), kita harus menghormatinya, apapun resikonya.

Semua harus sadar, proses demokrasi kita sedang ditonton, bukan hanya masyarakat Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia. Sikap kita, cara-cara berkampanye kita, diamati dengan didukung kemajuan teknologi dan jejaring sosial dunia.

Seluruh dunia dengan mudah mengetahui kebaikan dan kejahatan yang terjadi di seluruh titik di permukaan bumi. Kampanye hitam sangat dibenci dunia, karena merupakan pembunuhan karakter yang luar biasa, dan luka yang ditimbulkannya akan membekas dari generasi ke generasi.

Ingat, dunia sangat membenci kejahatan dan gemar mencari jalan menuju kebaikan. Dunia internasional, termasuk media-media asing, mencermati secara serius bagaimana perkembangan politik Indonesia. Mereka membutuhkan informasi perubahan, kehidupan yang lebih baik, dan cara menuju ke sana.

Yang terbaik memberikan solusi di mata rakyat akan menang. Mereka yang menjanjikan kebaikan, melaksanakan kebaikan yang lebih banyak di mata rakyat akan disenangi dan dipilih. Tindakan-tindakan mereka menginspirasi orang lain berbuat lebih baik, bukan menambah ketakutan atau kekhawatiran.

"Terbaik", bukan hanya definisi baik untuk sekelompok orang, tetapi terbaik bagi Indonesia, terbaik di mata dunia. Proses menghasilkan tindakan yang terbaik, memberikan pembelajaran bagi semua.

Kita sedang menjalani proses demokrasi di negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, setelah India dan Amerika Serikat. Masuk akal, jika pengamat dari dalam negeri dan seluruh dunia sangat tertarik mengamati proses ini.

Oleh sebab itu tunjukkanlah yang terbaik, proses yang menjadi pembelajaran tidak hanya menarik bagi rakyat di negeri ini, tetapi juga masyarakat dunia.

Kita berdoa dan terus belajar, bekerja, berharap, presiden RI mendatang mampu membawa kita ke arah yang lebih baik.

Mari bersyukur karena kita mengalami proses demokrasi yang masih dalam batas-batas yang wajar, jauh dari ketakutan dan kekhawatian, bahkan tidak sempat mengalami gangguan adu fisik yang berarti.

Kita baru belajar demokrasi, dan mari merasakan indahnya demokrasi dan memperbaiki prosesnya hari demi hari!


Medan, 26 Juni 2014 

Jumat, 20 Juni 2014

Lebih Senang Menonton Piala Dunia, Ketimbang Kampanye Pilpres

Oleh: Jannerson Girsang

Sejak putaran Piala Dunia dimulai, perhatian saya kepada kampanye Pilpres Jokowi dan Prabowo drastis menurun. Lebih tertarik menyaksikan kompetisi Piala Dunia yang menampilkan keteladanan bersaing yang lebih berkualitas dari kampanye Pilpres.

Kompetisi yang berkualitas adalah jujur, mencerahkan dan menghibur. Manusia pada umumnya, termasuk saya adalah pencinta kompetisi yang berkualitas.

Saya tidak menyukai orang memanfaatkan isu SARA untuk menggapai kekuasaan, tidak menyukai pelecehan karena status sosial manusia.

Dalam pertandingan sepakbola di Piala Dunia, para penonton, oficial, wasit dan pemain tidak diperkenankan mengucap, melakukan hal-hal yang berbau SARA.

Jika ada yang melakukannya, langsung diganjar hukuman. Siapapun tidak boleh mengatakan kamu Negro, agamamu Islam, Kristen, Budha hanya agar seseorang lebih memiliki hak berkuasa.
Di sana tidak ada yang berani melecehkan Negara Pantai Gading yang miskin, atau memuji-muji negeri Jerman atau Amerika Serikat yang kaya.

Setelah mereka masuk Piala Dunia di Brazil, semua memiliki hak yang sama. Tidak ada lagi protes bahwa mereka tidak layak ikut pertandingan 24 besar Piala Dunia.

Mereka dikawal dengan aturan FIFA yang sangat menghormati martabat manusia.
Tontonan kampanye Pilpres, sungguh berbeda. Meskipun KPU sudah menetapkan Jokowi dan Prabowo lolos menjadi Finalis Pemilihan Presiden RI, rakyat masih banyak mempersoalkan kelayakan calon Presiden RI.

Semua bisa bicara seenak udelnya. Mulai dari tukang becak, hingga ke Capresnya sendiri. Dua-duanya mempertontonkan hal yang tidak enak ditonton. Saling mengejek, saling merendahkan.

Rakyat penyebar fitnah juga kebal hukum. Sudah menyebar kampanye hitam dengan menyebar buletin Obor Rakyat, menghina sesama Capres, tidak ada yang berani menghukum.

Wasit Pilpres penakut, tidak berani menindak para pelanggar aturan yang dibuatnya sendiri.

Apa akibatnya?. Menyaksikan Piala Dunia lebih menarik dari menonton kampanye Pilpres.  

Saya sekarang lebih menyukai menonton Piala Dunia dari Kampanye Pilpres. Saya terhibur dengan gaya permainan pemain sepakbola dari berbagai negara. Saya menyaksikan pemberian penghargaan dan hukuman. Penegakan hukum yang adil dan tepat waktu.

Di sana kutemukan keteladanan kejujuran, bertanding dengan aturan dan penegakan aturan yang ketat. Kita memahami kesalahan dan hukuman yang diberikan.

Jangan salahkan saya lebih senang menonton Piala Dunia, ketimbang kampanye Pilpres.

Saya berharap, kedua Capres memperbaiki kualitas kampanye, wasit kampanye lebih berani menegakkan hukum kampanye, agar saya tertarik lagi mengikutinya.

Jadikan Pilpres sebagai "Demokrasi yang Menggembirakan"

Medan, musim Piala Dunia dan Menuju Pilpres. 20 Juni 2014.

Selasa, 17 Juni 2014

"You Are not Here Anymore, but the Flowers Still Bloom"


Oleh: Jannerson Girsang

Tiap tahun, sejak kematian adik saya Parker-usia 49 (empat tahun lalu) dan istrinya--usia 43 (delapan tahun yang lalu), saya secara rutin setiap tahun menulis refleksi penyertaan Tuhan sesudah peristiwa tragis yang menimpa ketiga putri yang mereka tinggalkan.

Sebuah cara berkomunikasi dengan ketiga bunga yang mereka tinggalkan supaya tetap mekar, merajut kembali luka parah yang mereka alami. Luka itu semakin hari terajut kembali menuju kesembuhan, menghasilkan perenungan-perenungan baru tentang kehidupan.

Awalnya, peristiwa duka itu menimbulkan kesedihan mendalam bagi keluarga, khususnya ketiga putrinya yang masih berusia belasan tahun dan memerlukan kasih sayang orang tua.

Banyak perkara yang tak dapat dimengerti, kecuali bertanya pada Dia yang paling mengetahui misteri hidup. Kepahitan, kekhawatiran itu, ternyata ada dalam rencanaNya. Allah mengerti, Allah peduli, segala peristiwa yang menimpa kita.

Kami semua menyadari kemudian, bahwa janji Tuhan sama seperti Fajar di Pagi Hari. Pasti dan dapat dirasakan!.


Tuhan itu ada, bekerja dan memelihara kita.  "Luar biasa penyertaan Tuhan sama kita ya," ujar Yani Christin, anak tertua adikku dalam pesan yang ditulisnya di inbox tahun ini.


Inilah renunganku tahun ini!


Malam ini di Medan aku teringat peristiwa empat tahun lalu, 17 Juni 2010. Saya teringat tiga putri-putri almarhum adikku di tempat yang jauh.

Terngiang bunyi telepon maut yang memberitahukan almarhum adikku Parker Girsang berpulang di Rumah Sakit Cikini, Jakarta, dalam usia 49 tahun, karena kanker nasopharing. Menyusul istrinya yang meninggal empat tahun sebelumnya.

Terkenang, malam yang sangat panjang menunggu pesawat berangkat dari Medan ke Jakarta, esok harinya.

Terngiang duka cita, dan kekhawatiran membayangkan ketiga putri yang masih remaja dan anak-anak harus kehilangan ibu dan ayahnya, hanya berselang 4 tahun.

Terkenang, ketiga putri kami berdiri di samping jenazah, meratapi kepergian tumpuan harapan mereka: Papanya pergi, menyusul mamanya!

"Gelap gulita!," demikian pernah diucapkan Christin beberapa waktu sesudah peristiwa itu. Hanya empat tahun berselang, dua kali subuh mereka menyaksikan ambulance parkir di depan rumahnya mengantarkan  jenazah kedua orang tua yang sangat mereka kasihi.


Saat-saat begini saya sedih, sekaligus bangga dengan Tuhan yang bekerja untuk ketiga putri kami yang mereka tinggalkan.

Tadi sore, Christin (putri tertua Parker) mengingatkanku. "Bapatua, hari ini persis 1462 hari (4 tahun) papa meninggal," katanya.

Tak terasa memang, karena ketiga putri kami yang ditinggalkan almarhum, senantiasa berserah kepada Tuhan dan tetap semangat mengejar cita-citanya, bahkan menjadi inspirasi bagiku.

Malam ini, saya membuka inbox FB dari putriku yang luar biasa ini.

"Holabida bapatua tadi aku sms bapatua eh ternyata pulsa ku habis, aku fikir message fb aja deh hehe.

Happy Father's Day bptua. dan hari ini juga ternyata tepat 1462 hari alias 4thn peringatan meninggal papa. tapi hari ini dan 4 thn lalu ceritanya sudah beda ya.

Setahun lalu tepat 3thn tepat aku sidang dan dinyatakan lulus, tahun ini tepat 4 tahun ceritaku sudah beda, sudah kembali masuk babak perkuliahan yg baru.

Luar biasa penyertaan Tuhan sama kita ya. Bapaktua sehat2 terus ya sm inangtua yg penting happy2 aja hehe.

Di kantorku hari ini papanya ada yg meninggal juga karena kecelakaan, dan kebetulan temanku ini mau nikah. dalam hati aku bersyukur, Terimakasih Tuhan kau telah memberikan yg terbaik untuk saya,

Walaupun dulu begitu kecil tapi aku gak kebayang rasanya kalau seandainya aku diposisi temanku itu. ada rasa syukur dan sukacita ya ditengah dukacita. Smangat terus!"

Empat tahun sudah berlalu. Kedua adikku (suami istri) telah meninggalkan kami, tetapi bunga yang mereka tinggalkan Yani Christin Girsang, Hilda Valeria Girsang, Trisha Melanie Girsang, kini tumbuh dan mekar.

Terbayang makam kedua adikku di Pemakaman Perwira Bekasi. "You are not here anymore, but the flowers still bloom".

Kedua adikku (suami istri) memang sudah pergi, tetapi bunga yang mereka tinggalkan tetap semangat, bertumbuh dan menapak masa depan yang semakin gemilang.

Empat tahun lalu, keluarga sangat mengkhawatirkan masa depan ketiganya.

Christin yang tertua saat itu baru berusia 19 tahun dan masih memulai kuliah tahun pertamanya, kini sudah bekerja di siang hari, dan malam hari melanjutkan S1nya di UI, Depok-Jakarta, Hilda (Ai) yang baru memasuki SMA, kini sudah kuliah semester IV di Universitas Brawijaya, Malang, dan Trisha Melani (Icha), baru memasuki SMP, kini kelas I di SMA Negeri I Bekasi. .

Kini semua sadar, kesedihan selalu dinanti suka cita. Penderitaan selalu memunculkan pemahaman baru tentang campur tangan Tuhan dalam kehidupan. Jangan takut menghadapi tantangan seberat apapun.

Tuhan tidak pernah mengijinkan seseorang menanggung beban yang tak mampu dipikulnya. Percaya saja. Dia memiliki cara menyelesaikan masalah kita dengan caraNya sendiri.

Ketiganya memaknai peristiwa menyedihkan  itu sebagai sebuah rencana yang indah.  "Aku baru buka fb bp tua, semoga bunga2 mama dan papa selalu mekar disaat yg tepat. Tetap semangt buat kita semua. Fight! God bless us.." ujar Hilda Valeria Girsang, putri Parker kedua.

"Setelah aku baca ulang semua kira-kira bagaimana ya bapatua Jannerson Girsang kisah 366 hari yang akan datang lagi.. hehehe," tanya Christin mengomentari artikel ini.

"Do the best, let God take the rest!. Lakukan yang terbaik, biarlah Tuhan menyempurnakannya".

Semangat terus putri-putriku. "To live is to suffer, to survive is to find some meaning in the suffering". (Friedrich Nietzsche)

Terima kasih Tuhan, engkau Maha Kuasa dan mampu menggunakan tangan-tangan umatMu memelihara putri-putri kami, menyentuh hati banyak orang bersimpati, bahkan menjadikan mereka inspirasi.

Terima kasih untuk bou Masda, Ompung Nagasaribu, Ompung boru br Sitompul, serta seluruh keluarga, tak lupa buat tante-tantenya Christin (keluarga mamanya), serta seluruh keluarga lainnya yang bersimpati.

"Let us not be satisfied with just giving money. Money is not enough, money can be got, but they need your hearts to love them. So, spread your love everywhere you go"

Salam hangat buat kalian bertiga: Yani Christin, Hilda Valeria, Trisha Melani.



Hilda Valeria Girsang (kiri), Yani Christin Girsang (tengah), Trisha Melani Girsang (kanan), saat Christin diwisuda D3, dari Diploma Sekretaris UI, Agustus 2013Hilda Valeria Girsang (kiri), Yani Christin Girsang (tengah), Trisha Melani Girsang (kanan), saat Christin diwisuda D3, dari Diploma Sekretaris UI, Agustus 2013

Selasa, 10 Juni 2014

Redaktur Media Massa

Saya berterima kasih atas kerja keras temanku Slamat P Sinambela yang sudah menyusun daftar redaktur di berbagai media di Indonesia. Alamat ini bisa Anda gunakan untuk mengirimkan buah pikiran Anda. Sebarlah kebaikan agar kita semua berbahagia. Sumber:  http://lapotta.wordpress.com/redaktur-media-massa/

THE JAKARTA POST
opinion@thejakartapost.com
jktpost2@cbn.net.id
editorial@thejakartapost.com
sundaypos@thejakartapost.com
features@thejakartapost.com
THE JAKARTA GLOBE
newsdesk@thejakartaglobe.com
ben.otto@thejakartaglobe.com
thomas.hogue@thejakartaglobe.com
TEMPO ENGLISH
agustina@mail.tempo.co.id
yismartono@tempo.co.id
tempo_english@yahoo.com
JAWA POS
editor@jawapos.com
cerpen, ruang putih, puisi: dos@jawapos.co.id
resensi buku: ttg@jawapos.co.id
KOMPAS
kompas@kompas.com
opini@kompas.com
opini@kompas.co.id
kcm@kompas.com
KONTAN
red@kontan.co.id
MEDIA INDONESIA
redaksi@mediaindonesia.co.id
webmaster@mediaindonesia.co.id
redaksimedia@yahoo.com, opinimi@yahoo.com
khusus cerpen: 9000 karakter cerpenmi@mediaindonesia.com, cerpenmi@yahoo.co.id
miweekend@mediaindonesia.com
resensi buku red. sica harum: ica@mediaindonesia.com
SEPUTAR INDONESIA
widabdg@seputar-indonesia.com
redaksi@seputar-indonesia.com, khusus resensi buku: donatus@seputar-indonesia.com
JURNAL NASIONAL
redaksi@jurnalnasional.com
SUARA PEMBARUAN
koransp@suarapembaruan.com
opini@suarapembaruan.com
SINAR HARAPAN
redaksi@sinarharapan.co.id
KORAN JAKARTA
redaksi@koran-jakarta.com
REPUBLIKA
rekor@republika.co.id
medika@republika.co.id
sekretariat@republika.co.id
HARIAN IBU
redaktur@harianibu.com
MERDEKA
merdekanews@yahoo.com
HARIAN INDONESIA
redaksi@harian-indonesia.com
RAKYAT MERDEKA
redaksi@rakyatmerdeka.co.id
HARIAN JAKARTA
aristo@harianjakarta.com
RADAR BANDUNG
radarbandung@gmail.com
KORAN SUNDA
koran_sunda@yahoo.co.id
PIKIRAN RAKYAT
redaksi@pikiran-rakyat.com, opini@pikiran-rakyat.com
TRIBUN JABAR
tribunjabar@persda.co.id
tribunjabar@yahoo.com
SUARA KARYA
redaksi@suarakarya-online.com, radaksisk@yahoo.com
SUARA MERDEKA
wacana_nasional@suaramerdeka.info maksimal 7.500CWS, wacana_lokal@suaramerdeka.info maksimal 5.000CWS
KEDAULATAN RAKYAT
naskahkr@gmail.com (maks 4 ribu karakter)
HARIAN JOGLOSEMAR
redaksi@harianjoglosemar.com
SOLO POS
redaksi@solopos.co.id atau redaksi@solopos.com
BERNAS
editor@bernas.co.id
RADAR SURABAYA
radarsurabaya@yahoo.com
RIAU POS
redaksi@riaupos.co.id
BANGKA POS
bangkapos@yahoo.com
BATAM POS
redaksi@batampos.co.id
SRIWIJAYA POST
sriwijayapost@yahoo.com
RIAU TRIBUNE
riautribune@yahoo.com
SERAMBI
serambi@indomedia.com
ANALISA (Medan)
online@analisadaily.com,
khusus untuk rubrik sastra di Harian Analisa emailnya: rajabatak@yahoo.com (redakturnya Bpk. Idris Pasaribu)
MEDAN BISNIS
redaksi@medanbisnisdaily.com
LAMPUNG POST
redaksi@lampungpost.com, redaksilampost@yahoo.com
BALI POST
balipost@indo.net.id
BISNIS BALI
info@bisnisbali.com
DENPASAR POS
denpostbali@yahoo.com
RADAR BANJARMASIN
redaksi@radarbanjarmasin.com
BANJARMASIN POST
banjarmasin_post@yahoo.com, redaksi@banjarmasinpost.co.id
SURYA
surya1@padinet.com
SURABAYA NEWS
surabaya_news@yahoo.com
SURABAYA POST
redaksi@surabayapost.info
DUTA MASYARAKAT
dumas@sby.centrin.net.id
Tabloid Gaul
Jln. Kedoya Duri raya No.36 Kebon Jeruk Jakarta 11520
Majalah Story (Majalah Khusus cerpen)
E-mail : story_magazine@yahoo.com
Majalah Teens
Jln. Guru Mughni No.2 Karet Kuningan
Jakarta Selatan 12940
Majalah Kartika (Majalah Wanita Dewasa)
Jln. Garuda 82-C
Kemayoran Jakarta 10620
e-mail : majalahkartika@yahoo.com
Majalah Says! ( Majalah Khusus cerpen)
Jln. Alaydrus 45 Jakarta
e-mail ; redaksi@majalahsay.com
Majalah Gadis
Jln. HR. Rasuna said Kavling B 32-33
Jakarta 12910
e-mail: Redaksi.GADIS@feminagroup.com
Majalah Chic
e-mail : Chic@gramedia-majalah.com
chicstory@gramedia-majalah.com
Majalah kawanku
e-mail : fiksi-kawanku@gramedia-majalah.com
cerpenkawanku@gmail.com
Tabloid Nova
NOVA@GRAMEDIA-MAJALAH.COM
Majalah Sekar
e-mail ; Sekar@gramedia-majalah.com
Majalah Hai (Majalah cowok/cerpennya yg cowok banget!)
e-mail : Hai-magazine@gramedia-majalah.com
Majalah Girls (pre teens, anak 12-15 tahunan)
Girls@gramedia-majalah.com
Majalah Horison (majalah sastra)
e-mail : horisonpuisi@gmail.com, horisoncerpen@gmail.com
Majalah Go Girl
Jln. Kebayoran Lama Raya No 236
Jakarta Barat
Majalah Aneka
aneka@indosat.net.id

Kamis, 05 Juni 2014

Pengalaman Wirid dan Kebaktian Rumah-rumah

Oleh: Jannerson Girsang

Memelihara keharmonisan bertetangga dengan umat berbeda agama hanya perlu hati yang tulus mencintai sesama, pelajari apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau dibicarakan di depan mereka.


Pengalaman ini mungkin bisa bermanfaat untuk menjaga kerukunan yang dimulai dari tetangga. 

Saya hidup bertetangga dengan umat Muslim, di depan, di samping kiri kanan, dan beberapa rumah sekeliling rumah saya. Umat Muslim melaksanakan wirid dan GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun, Sektor) melaksanakan kebaktian rumah-rumah setiap Kamis malam.

Suatu hari saya mendapat giliran partonggoan (kebaktian rumah-rumah) dan tetangga sebelah kiri rumah saya Pak Halim, mendapat giliran wiridan, Kamis malam, dan menggunakan pengeras suara.

Acaranya sama-sama dimulai pukul 20.00. Rumah kami hanya berbatas dinding, jadi kalau ada acara di rumahnya terdengar ke rumah saya, demikian sebaliknya.

Kalau dipikirkan itu rumit. Tapi, kalau dilaksanakan dengan hati yang tulus, semua bisa berlangsung dengan baik dan damai.

Sebenarnya, beberapa jam sebelum acara dimulai, saya sudah memiliki niat membicarakan pelaksanaan teknis acara kebaktian di rumah kami dengan Pak Halim.

Tanpa saya duga, beliau lebih dulu datang ke rumah saya. Itulah kalau batin sudah bicara.

"Pak Girsang, nanti di rumah saya ada wirid, padahal di rumah Bapak juga ada kebaktian, gimana caranya ya?" kata Pak Halim.

Beliau sangat sadar akan mengganggu kebaktian di rumah kami karena mereka menggunakan pengeras suara. Lalu, kami mendapat penyelesaian yang bijak.

"Kami akan mulai lebih cepat, dan sebelum khotbah dari bapak pendeta selesai, Bapak jangan mulai dulu ya Pak Halim," demikian saya usulkan.

Pak Halim setuju. Acara wirid dan partonggoan (kebaktian di rumah) berjalan, tanpa halangan. Pak Kiai, yang rajin menyapa saya setiap berpapasan saat berangkat wirid, memahami situasi itu, demikian juga jamaah yang mengikuti wirid malam itu.

Pak Halim, adalah seorang wartawan senior di sebuah harian terkemuka di Medan. Saya sudah bertetangga dengan beliau sejak 1996, dan kami hidup dalam saling pengertian dan menghormati sesama.

Pak Halim adalah keluarga yang taat beragama, bahkan sudah menunaikan ibadah Haji bersama istrinya yang sangat peduli dan ramah tamah.

Sebelum beliau naik Haji beberapa tahun yang lalu, Pak Halim datang ke rumah saya. 

"Pak Girsang, saya mau naik Haji. Mohon kalau ada kesalahan saya dimaafkan Pak", katanya tulus.

Pak Halim tidak pernah bersalah kepada saya. Beliau adalah tetangga yang baik. Saya mendoakan beliau supaya selamat pulang dari Haji.

Sekembalinya dari Haji, saya menikmati oleh-oleh buah kurma, dan kisah-kisah beliau selama naik haji. Menambah pengetahuan saya tentang makna menunaikan ibadah haji bagi umat Muslim.

Bertetangga dengan umat berbeda agama tak usah dirumit-rumitkan. Kita hanya perlu hati yang tulus mencintai sesama. Pelajarilah kehidupan tetangga Anda. Pahami ajaran mereka, sehingga Anda akan memahami apa yang boleh dan tidak boleh Anda lakukan, bicarakan di depan mereka!.

"Kita berbeda karena Tuhan ingin kita berbeda. Tugas kita adalah hidup berdampingan dan rukun," demikian nasihat yang pernah saya terima dari Syekh Ali Akbar Marbun--Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qautsar Al-Akbar, di ruangannya, di Jalan Pelajar Medan, ketika saya mewawancarai beliau untuk penulisan sebuah buku pada 2007. 

Mengapa kita membuat rumit? Sederhanakanlah kehidupan ini.


Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua!.

Medan, 5 Juni 2014

Rabu, 04 Juni 2014

Suarakanlah Suara Anda, Tanpa Menyakiti dan Melecehkan

Oleh: Jannerson Girsang

FB (Facebook)ku adalah ruangan tempatku beristirahat, berbincang, belajar, bukan ngerumpi.

Semua orang bisa baca, semua orang bisa berpendapat untuk konsumsi setiap orang (bukan berlaku untuk sekelompok orang saja, bebas SARA), semua orang bisa menikmatinya sebagai hiburan dan pencerahan.

(Kalau ada yang tidak layak di dengar publik, silakan masuk di inbox)

"Suarakanlah suara Anda sehingga orang lain juga terinspirasi untuk mengeluarkan suaranya, tanpa merasa dihakimi, disakiti apalagi dihina".

Sekarang dalam masa kampanye Pilpres. Silakan pilih Capres yang Anda sukai menurut nurani Anda.

Pendukung kedua Capres bisa masuk di sini, tetapi dengan prinsip: semua pilihan itu emas. Dua-duanya calon itu bagus, karena sudah lolos di KPU, lembaga yang dibentuk dari aspirasi rakyat di masa reformasi dan harus dihormati.

Tetapi kita punya pilihan masing-masing yang sesuai dengan pandangan kita, yang kadang sulit dimengerti pemilih calon lain. Itu sah dan kita berhak. Itulah demokrasi.

Bayangkan, kalau semua sudah pilih Jokowi atau semua pilih Prabowo, maka tidak perlu Pilpres.

Silakan berdiskusi tanpa melecehkan pilihan orang lain. Kita sedang memasuki ujian kedewasaan memilih seseorang pemimpin yang lahir dari kebutuhan kita, tanpa pengaruh orang lain. .

Susah ya. Memang susah untuk menabur kebaikan.

"BERMAINLAH dalam permainan, tetapi jangan main-main. Mainlah dengan sungguh-sungguh, tetapi permainan jangan dipersungguh. Kesungguhan permainan terletak dalam ketidaksungguhannya, sehingga permainan yang dipersungguh tidaklah sungguh lagi.” (N Driyarkara, Kompas 3 Juni 2014)



Medan, 3 Juni 2014

Jokowi atau Prabowo yang Menang, Nanti Kita Tetap Kawan Ya!H!

Oleh : Jannerson  Girsang

"Sekarang ini, kalau kita bertemu dengan orang yang berbeda pilihan, langsung cemberut mukanya, seolah tidak berteman," kata teman saya, seorang redaktur sebuah media terkenal di Sumatera Utara. '

Mendukung Jokowi atau Prabowo jadi Presiden, saya teringat ketika menonton sepakbola PSMS melawan Persib Bandung perebutan Juara PSSI 1982-1983

Berbagai kata-kata bersemangat bahkan kadang menyinggung pendukung yang lain berseliweran di Stadion berkapasitas 100 ribu lebih penonton itu. Tetapi tidak sampai ada sebuah perkelahian fisikpun.

Usai pertandingan, semua pendukung keluar melalui gerbang yang sama. Masing-masing pendukung mengakui kekalahan bagi yang kalah, dan memuji kehebatan kesebelasan yang menang.

Mereka sadar, bahwa itu adalah sebuah pertandingan yang fair. Siapa yang menang, dialah yang unggul. Jurinya (KPU, Bawaslu) jujur, Kita percaya keputusan mereka.

Selesai pertandingan, yang ada hanya berita kemenangan dan kekalahan, tidak ada berita permusuhan, kita pendukung PSMS, tetap berteman dengan pendukung Persib Bandung.

Semangat pendukung Jokowi dan Prabowo, hendaknya meniru semangat pendukung Persib dan PSMS.

Berbeda pandangan, berbeda dukungan tidak pula harus membuat orang bermusuhan. Pakaian aja ada berwarna merah, hijau, biru. Ada yang suka merah, tidak pula boleh penggemar biru bermusuhan dengan penggemar hijau.

JOKOWI atau PRABOWO yang menang kita berkawan yah!.

Biarkan aku memilih JOKOWI. Aku akan mendukungnya dengan doa dan sedikit usaha kampanye pribadi, sampai dia duduk menggantikan SBY. 


Medan, 3 Juni 2014

Deklarasi Damai Capres Cawapres

Oleh: Jannerson Girsang

Bangsa religius dan mencitai damai. Itulah hakekat menjadi bangsa Indonesia. Setiap memulai sesuatu, bangsa Indonesia selalu melakukan doa bersama yang memohon kedamaian.

Sayangnya, berdoa tiap saat, tetapi masih juga suka melancarkan "kampanye gelap", fitnah, sesudah berdoa, inti doanya, "damai" dilupakan!

Fakta sebelum Deklarasi, di hati masing-masing Capres/Cawapres tersimpan tekad hanya supaya "menang", tidak perduli menempuh cara yang halal atau tidak halal . Tidak heran kalau pikiran, ucapan dan tindakannyapun tidak jauh dari sana.

Sampai-sampai Presiden SBY memperingatkan agar kampanye Pilpres jangan menjadi lautan fitnah. "Selamatkan negara dari Lautan Fitnah". Sebuah ironi di tengah bangsa yang religius dan cinta damai.

Tidak salah orang memiliki motivasi untuk menang, tetapi harus tetap menjaga proses berlangsungnya kampanye yang jujur dan menciptakan suasana damai, supaya hasilnya baik untuk semua.

Garbage in, garbage out. Kalau doa merasuk dalam hati keluarnya adalah damai, Kalau motivasi harus "menang" dan yang masuk niat  "hanya saya yang berhak", dan tercemar dengan kebencian, permusuhan, keluarnya adalah fitnah, kampanye gelap.


Harapan kita Deklarasi Damai tadi malam bisa mengisi hati para Capres/Cawapres dengan damai, sehingga kampanye Pilpres sesudah Deklarasi adalah benar-benar merupakan persaingan atau perebutan kursi nomor 1 di Republik ini, bukan sebuah "perang". .

Para Capres/Cawapres hendaknya memberikan keteladanan berfikir, berbicara, bertindak dan mengambil keputusan seperti karakter yang diharapkan dalam doa-doa dalam deklarasi itu, dimana muara seluruhnya adalah damai.

Rakyat seluruhnya berharap, di hati para Capres/Cawapres adalah damai,  pikiran, ucapan, dan keputusan-keputusannyapun  membawa pencerahan, hiburan dan  susana damai.

Semoga Deklarasi tadi malam mengubah mindset para petarung dalam Pilpres. Semua Capres/Cawapres, para tim sukses dan relawan mengisi hatinya dengan tekad damai, sehingga kita yang mengikutinya tertular dengan kedamaian.

Jokowi dan Prabowo harus membuktikan bahwa mereka adalah pemimpin yang religius dan membawa damai, menginstruksikan dan mengawasi seluruh pendukungnya menjadi teladan dan cerminanan bosnya: Jokowi atau Prabowo.

Suasana kampanye akan diwarnai dua Capres. Karakter mereka akan menentukan. Kalau mereka berdua benar-benar religius dan cinta damai, maka damailah kampanye, damailah kita lima tahun ke depan. 

Tujuan pelaksanaan Pilpres benar-benar memilih pemimpin yang  kelak mampu membawa kedamaian dan kemakmuran bagi bangsa ini.

Semoga!

Medan, 4 Juni 2014