Oleh : Jannerson Girsang
Merebaknya tempat-tempat perbelanjaan yang digandrungi anak-anak, mengharuskan orang tua menawarkan mereka mengunjungi museum dan tempat-tempat bersejarah di dalam kota sebagai alternatif bermain, rekreasi dan belajar. Jangan sampai anak-anak menganggap museum dan tempat-tempat bersejarah itu kuno.
Memang, museum dan tempat-tempat bersejarah memang masih terkesan seram dan angker, tetapi jangan biarkan anak-anak anda hanya mengunjungi Mall. Mereka perlu memahami sejarah kotanya dan memperkuat jati dirinya.
***
Masa liburan yang lalu, saya menawarkan alternative jalan-jalan bagi keponakan-keponakan saya--yang duduk di SD sampai SMA. Alternatif itu adalah jalan-jalan ke Mall dan berkunjung ke Museum. Saya malu sendiri karena jalan-jalan ke Museum ternyata bukan pilihan populer bagi sebagian mereka.
Kelompok pertama sebanyak empat orang - semuanya remaja putri memilih ke Mall (Plaza Senayan, dan Semanggi) dan grup lainnya juga berjumlah empat orang mengunjungi beberapa Museum Kota Tua Jakarta dan Taman Monas. Di kelompok terakhir ini hanya seorang perempuan.
Di kelompok terakhir ini, dua orang tinggal di Jakarta dan satu orang di luar Jakarta, termasuk saya sendiri. Jangan heran, meski tinggal di Jakarta, salah seorang diantaranya sama sekali belum pernah sekalipun mengunjungi Kota Tua atau Taman Monas. Saya begitu prihatin melihat orang tua yang kurang memahami pentingnya anak-anak memahami tempat-tempat bersejarah di sekelilingnya.
Kelompok pertama didampingi keponakan perempuan saya yang tertua (baru lulus SMA) dan saya sendiri mendampingi kelompok kedua. Yang memilih ke Mall berpakaian lebih keren. Maklum, selain jalan-jalan mereka juga sekalian "mejeng" di Plaza. Tempat dimana kaum the have belanja.
Persiapan biaya yang diperlukanpun berbeda. Mereka yang berangkat ke Mall membutuhkan biaya yang lebih besar. Pasalnya, harga-harga makanan/minuman di Plaza Senayan relatif lebih mahal dibanding dengan harga makanan di Museum atau silang Monas.
***
Malam harinya, kedua grup itu kembali dan berkumpul di rumah salah seorang adik saya di Bekasi.
Kelompok pertama bercerita tentang pengalamannya di Mall. Mereka hanya minum es krim di Plaza Senayan, karena harga-harga makanan yang mahal. Ada yang hanya membeli sepatu murah, atau baju kaus yang murah, karena hal itu muncul sesaat karena awalnya tujuannya hanyalah jalan-jalan.
Malam itu, salah seorang di antaranya mendekati ibunya. Lalu dia setengah berbisik:
"Ma, tadi saya melihat baju yang cantik tetapi uangku tidak cukup, jadi tidak bisa kubeli. Ada sepatu yang bagus Ma, nanti kalau ada uang beli yah".
Bahkan dia ingin kembali ke Plaza Senayan kalau uangnya sudah cukup untuk membeli baju yang cantik itu. Selain itu mereka bercerita tentang AC Mall yang dingin, makanan yang enak-enak tapi tak terbeli, serta berbagai kemewahan lainnya yang tak terjangkau.
Kelompok kedua bercerita tentang hal-hal yang dilihat dan diamatinya selama dalam perjalanan. Dengan antusias mereka bercerita tentang gedung Museum Fatahillah - nama seorang pahlawan yang mereka kenal dalam pelajaran sejarah nasional. Di dalam museum itu tersimpan peninggalan-peninggalan kota Jakarta mulai dari masa pra-sejarah yang menarik perhatian mereka. Ada yang kemudian asyik membuka buku sejarah nasional dan mencocokkan apa yang baru disaksikannya.
Dengan kebanggaan tersendiri mereka bercerita tentang jejak-jejak kota tua, Jakarta kawasan Museum Sejarah Jakarta-Museum Bahari-Museum Wayang, serta Museum Mandiri. Mereka berimajinasi tentang masa lampau ibu kota negara Republik Indonesia itu, melengkapi pengetahuan sejarah nasional yang diperoleh di sekolah. Mereka bangga dengan Stadhius Plain (alun-alun Taman Fatahillah), serta keagungan masa lalu kota di mana mereka tinggal.
"Ternyata Sukarno itu hebat lho. Dia rupanya yang mendirikan Monas," ujar seorang keponakan saya yang baru saja naik kelas tiga Sekolah dasar, di akhir kisahnya mengunjungi Monas.
Grup ini berencana menuliskan hasil perjalanannya menjadi sebuah laporan kegiatan liburan mereka di sekolah. Pemahaman mereka tentang sejarah dan keagungan kota Jakarta di masa lalu lebih mendalam.
***
Bagi anda orang tua yang tinggal di Medan, kota ini memiliki tempat-tempat bermain, rekreasi dan jalan-jalan yang sekaligus bisa dijadikan sebagai tempat belajar anak-anak anda. Ada Museum Sumatera Utara, Museum Perjuangan, Istana Maimoon, Mesjid Raya Al Mashun, Kuil Sri Mariamman, Kantor Pos Besar Medan, Meriam Puntung, Taman Makam Pahlawan, Kebun Binatang, Taman A. Yani, Taman Buaya, Merdeka Walk, rumah tua Tjong A Fie, serta bangunan-bangunan tua, seperti gedung London Sumatra, Perpustakaan dan Arsip Daerah lain-lain.
Bukan mengatakan berkunjung ke Museum dan tempat-tempat bersejarah adalah tempat yang terbaik bagi anak-anak, tetapi selain mengunjungi Mall para orang tua harus menawarkan mereka ke sana.
Mall memang menyediakan tempat bermain, hiburan dan belajar, tetapi tidak memiliki museum dan bangunan tua.
Artikel ini terbit di Analisa 24 Juli 2010.
Bisa juga diakses melalui :
http://www.analisadaily.com/index.php?searchword=jannerson+girsang&ordering=&searchphrase=all&option=com_search.
"Let us not be satisfied with just giving money. Money is not enough, money can be got, but they need your hearts to love them. So, spread your love everywhere you go" (Mother Theresia). Photo: Di Pantai Barus, Tapanuli Tengah, April 2008. Saat itu, seorang anak laki-laki sedang asyik memancing bersama teman-temannya. (Dilarang keras memposting artikel-artikel dalam blog ini untuk tujuan komersial, termasuk website untuk tujuan memperoleh iklan).
Selasa, 31 Agustus 2010
Selasa, 17 Agustus 2010
Dirgahayu Republik Indonesia (17 Agustus 1945-17 Agustus 2010)
Oleh: Jannerson Girsang
17 Agustus 2010. Pagi ini saya bangun pukul 07, karena tadi malam menonton Bukan Empat Mata acara ngetop yang dibawakan oleh Tukul Arwana dan Ola. Aku kagum kreativitas Sinta dan Jojo, dua gadis yang mengunduh video terkenal lypsinc Keong Racun, mengharumkan kreativitas bangsa ke dunia internasional melalui internet.
Bersama mereka juga hadir dua bintang baru Putri Penelope (Putri Lana dan Cinta Penelope) yang kemudian menjadi penyanyi lagu Keong Racun yang diaransemen oleh Charly T12—yang malam itu hadir bersama mereka. Suara mereka memberiku inspirasi baru, ketimbang suara-suara pemimpin yang penuh retorika dan pencitraan diri. Semoga para pemimpinku menyadari bahwa pidato-pidato retorika hanya akan menjerumuskan diri mereka sendiri. Para anak muda ini adalah orang-orang yang kreatif yang bersih dari korupsi--penyakit kronis bangsa yang tak kunjung pupus, malah makin merajalela di masa reformasi ini.
Berbeda dengan mereka yang polos, Presiden kami lupa menyebut-nyebut dalam pidatonya hasil suvey PERC, Maret 2010, yang menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia Pasifik, tetapi tidak lupa menyebut kalau lembaga survey memuji keberhasilannya. Pidato gubernur kami selalu berapi-api: rakyat tidak miskin, tidak sakit dan tidak bodoh. Tapi tidak merasakan kesedihan rakyatnya mendengar laporan ICW yang tahun ini menempatkan provinsi tercintaku Sumatera Utara di peringkat atas korupsi di negara ini.
Moga-moga para pemimpin mau mendengar suara-suara jernih yang menginspirasi dari anak-anak muda yang kreatif. Mereka mau sadar bahwa untuk mencapai sesuatu harus dengan kerja keras, ketekunan dan kejujuran. Ketidakjujuran akan memasung kreativitas, dan kalau itu berlanjut maka para pemimpin akan semakin tersesat. Setelah kuasanya selesai, maka selesailah dia. Tidak seperti Bung Karno, Bung Hatta—yang meskipun mereka tidak ada lagi, tetap dikenang sepanjang masa.
Di rumahku, Peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-65 ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di depan rumah, dan memberangkatkan anak bungsuku Devi ke sekolah untuk mengikuti Upacara di sekolahnya. Mengirim ucapan Selamat Ultah RI kepada anak-anakku Clara, Patricia dan Bernard, Christin, Hilda, Icha yang tinggal di Jakarta.
Pagi ini aku bangga dengan penampilan anakku Devi. Tuhan menganugerahinya tubuh yang tinggi, pintar dan tampak gagah dengan seragamnya. Dia menjadi anggota Paskibra di sekolahnya. Dialah satu-satunya utusan keluarga kami yang mengikuti Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Karena kami hanyalah orang kecil yang tidak mendapat undangan dari manapun untuk merayakan Hari Ulang Tahun RI. .
Devi tampak bangga memakai seragam Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) di sekolahnya SMA Methodist I Medan, di Jalan Hang Tuah. Semua perlengkapan dimasukkan dalam ransel dan diikatkan di punggungnya. Dia pamit dan pergi mengendarai sepeda motor Revo warna merah-hitam kebanggaannya. Dia begitu senang dan bersemangat sebagai anggota Pasrkibra di Sekolahnya. Senyumnya yang lepas tandanya dia begitu menikmati Hari Ulang Tahun Indonesia ke-65, hari ini.
Devi bangga dirinya menjadi bangsa Indonesia. Berprestasi di sekolah dan memiliki harapan dan cita-cita memajukan bangsanya. Semoga cintanya kepada bangsanya, cita-citanya yang tulus tercapai dalam beberapa peringatan Hari Ulang Tahun RI ke depan. Semoga anakku menjadi generasi muda yang mampu melenyapkan korupsi dari negara ini.
Hari ini, tidak ada hal yang istimewa di rumah kami, di sebuah sudut di bagian Selatan kota Medan, Sumut. Biasanya, setiap tahun ada permintaan sumbangan untuk biaya perayaan HUT RI di lingkungan. Namun sampai hari ini tidak ada permintaan sumbangan seperti tahun-tahun sebelumnya. Kemaren Kepling hanya memeriksa apakah semua warga mengibarkan bendera merah putih di depan rumahnya. Itulah arti peringatan Hari Ulang Tahun baginya sebagai Kepling. Tidak salah juga. Masih ingat menyadarkan warga bahwa hari ini adalah 17 Agustus, Hari Kemerdekaan RI.
Tapi saya cukup berbahagia. Kami menerima undangan menghadiri acara memasuki rumah baru seorang anggota gereja. Mereka adalah keluarga yang selama ini tinggal di rumah kontrakan. Tepat di Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-65, mereka merasakan kemajuan ekonomi, mereka memiliki rumah sendiri.
Sebagai ucapan syukur, mereka mengundang kami, sebagai Pimpinan Jemaat (172 Kepala keluarga di jemaat gereja GKPS Simalingkar) dan beberapa keluarga secara terbatas. Sebuah rasa syukur di Ulang Tahun Kemerdekaan negaranya.
Andaikata semua warga Indonesia mampu mandiri seperti itu, alangkah bahagianya bangsa ini. Tidak ada lagi penduduk yang tinggal di bawah jembatan, mengemis di pinggir jalan.
Harapan kami kepada pemerintah agar terus memberikan suasana aman, dan kondusif, sehingga rakyat kecil dapat berkreasi mencari kehidupannya dengan jujur. Boleh anda sebutkan prestasi-prestasi, tetapi berbarengan dengan hal itu prestasi memberantas korupsi juga disebut, dan targetkan sampai kapan Indonesia bebas korupsi. Apapun ceritanya, kalau korupsi tidak dibasmi sampai tuntas, maka susah para pemimpin mendapat kepercayaan dari rakyat.
Bebas korupsi akan memungkinkan seluruh rakyat merasakan arti Kemerdekaan. Hak-hak mereka tidak "disunat". Fakir miskin dan anak-anak terlantar tidak dibiarkan keluyuran tengah malam di persimpangan, apalagi dirazia. Negara berkawajiban memelihara mereka, seperti diamanatkan UUD 45. Mereka harus dipeliharan negara. Inilah hal-hal yang dilupakan, dan dibiarkan sehingga semakin hari, jumlah orang miskin semakin banyak, gelandangan, pengamen, makin lama makin banyak jumlahnya. .
Uang korupsi dari ratusan atau (mungkin ribuan pemilik rekening gemuk) pegawai pemerintah seperti Gayus, sudah cukup untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar. Katanya banyak lagi orang seperti Gayus. Kalau aparat pemerintah bebas korupsi, maka kita tidak usah lagi menerima bantuan dari luar negeri hanya untuk memelihara anak jalanan dan fakir miskin.
Ingat, Bung Karno mengatakan: "Kita bernegara bukan sewindu, tetapi selama-lamanya". Kita akan bersama selama-lamanya. Para koruptor akan diadili oleh masyarakat, cepat atau lambat. Jadi, kalau mau jadi pahlawan, jangan bicara hanya prestasi ekonomi, tetapi bicaralah berapa uang dari "rekening gemuk" para koruptor, bisa disumbangkan untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Semoga Tuhan memberkati dan memberi arah yang benar bagi para pemimpinku, sehingga seluruh rakyat selama-lamanya merasakan bahagia menjadi bagian dari sebuah bangsa, bukan sebaliknya selama-lamanya menjadi rakyat yang diperbudak oleh bangsa sendiri. Dirgahayu Republik Indonesia ke 65.
Minggu, 15 Agustus 2010
Menonton Ebit G. Ade di Metro TV
Terus terang, sulit menemukan pencipta lagu dan penyanyi sehebat Ebite G.Ade, ke depan. Banyak pencipta dan penyanyi hebat, tetapi mereka banyak tersandung masalah, sehingga berhenti berkarya. Menyaksikan Ebiet G. Ade, penyanyi yang saya kagumi sejak 1978, yang tampil di Metro TV 15 Agustus malam, sungguh-sungguh sebuah peristiwa yang mengesankan. Di balik prestasinya sebagai pencipta lagu dan penyanyi, Ebiet G.Ade yang malam itu tampil dengan ciri khasnya memainkan gitar, adalah seorang yang spesial bagiku. Berbeda dengan semua penyanyi yang ada di dunia ini.
Dua tahun menjalani sekolah menengah di Jakarta, Ebiet menghiasi hidup remajaku. Filosofi-filsofi dalam lagunya benar-benar membimbing kehidupan yang saat itu dihiasi dengan glamournya ibukota Jakarta. Lagu-lagu Ebiet sangat menyentuh dan memotivasi saya hidup. Camelia, Berita Kepada Kawan, KepadaMu Aku Pasrah dan beberapa lagu yang lain sangat mengesankan dan memberi arti hidup yang mendalam.
Jujur saja, pada awalnya lagu-lagu Ebiet kuanggap “norak” dan sama sekali tidak bisa dinikmati karena gaya menyanyi dan suaranya yang aneh. Berbeda dengan Chrisye, Keenan Nasution, atau penyanyi lain seperti Eddy Silitonga, Bob Tutupoly, sebagian dari penyanyi kesayanganku.
TVRI-satu-satunya televisi di Indonesia ketika itu, Radio Kayu Manis Jakarta, serta radio-radio lainnya terus menyiarkan lagu ini, membuat telingaku menjadi akrab. Syair-syair lagunya disajikan di harian Sinar Harapan, Kompas, dan majalah-majalah. Hingga kemudian aku sadar bahwa lagu-lagu Ebiet menyuarakan pesan yang luar biasa. Ketika saya kuliah di IPB di awal 1980-an, lagu-lagu Ebiet G.Ade adalah idola para mahasiswa—seluruh mahasiswa.
Penampilan Ebiet di Metro TV malam ini--32 tahun sejak saya mengakrabi suaranya, menebus rasa rindu. Ebiet menjadi idolaku sepanjang masa. Kaset Camelia pertamanya, pernah saya beli sampai tiga kali. Hilang, beli, hilang dan beli lagi.
Makna syair lagunya tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Setiap peristiwa mampu dijelaskan oleh lagu-lagu Ebiet. Ketika saya bekerja di wilayah gempa dan Tsunami Aceh, lagu ”Berita Kepada Kawan” yang diciptakannya 30 tahun lebih itu menjadi bahan perenungan bagiku.
Ebiet bukan hanya idola oleh lagu-lagunya, tetapi juga kehidupannya yang bersahaja. Penampilannya malam itu didampingi istrinya Nani Sugianto—adiknya Iis Sugianto adalah seorang idola, meski tak setenar Ebiet atau kakaknya Iis.
Nani adalah seorang istri yang luar biasa. Bisa mempertahankan keluarga seniman seorang Ebiet. Mempertahankan kerukunan keluarga di kalangan artis bukan hal yang mudah. Ebiet adalah teladan yang pantas ditiru oleh para artis dan kita semua.
Di akhir acara, Ebiet dengan simpati meminta waktu kepada pembawa acara di Metro TV. Dia ingin berkomunikasi menurut caranya sendiri. ”Saya mohon kepada penonton acara ini untuk mendoakan saya. Saya akan mendoakan anda juga,”ujar pria yang mengaku banyak hidup di lingkungan religi itu.
Sikap dan perilaku seperti inilah yang membedakannya dari penyanyi idolaku sesudah Ebeit. Saya sempat mengagumi Ariel-Peterpen, yang menciptakan lagu-lagu dengan gaya yang khas dan membius saya dengan lagu-lagu remaja. Membuatku terasa lebih muda lagi. Sayangnya, kemudian dia terjebak dalam perilaku yang justru menjebloskannya ke penjara.
Saya sangat kagum padamu Ebiet. Saya berdoa juga untukmu Ariel. Semoga kedua idolaku ini hidup lebih lama dan berkarya lebih banyak lagi.
Dua tahun menjalani sekolah menengah di Jakarta, Ebiet menghiasi hidup remajaku. Filosofi-filsofi dalam lagunya benar-benar membimbing kehidupan yang saat itu dihiasi dengan glamournya ibukota Jakarta. Lagu-lagu Ebiet sangat menyentuh dan memotivasi saya hidup. Camelia, Berita Kepada Kawan, KepadaMu Aku Pasrah dan beberapa lagu yang lain sangat mengesankan dan memberi arti hidup yang mendalam.
Jujur saja, pada awalnya lagu-lagu Ebiet kuanggap “norak” dan sama sekali tidak bisa dinikmati karena gaya menyanyi dan suaranya yang aneh. Berbeda dengan Chrisye, Keenan Nasution, atau penyanyi lain seperti Eddy Silitonga, Bob Tutupoly, sebagian dari penyanyi kesayanganku.
TVRI-satu-satunya televisi di Indonesia ketika itu, Radio Kayu Manis Jakarta, serta radio-radio lainnya terus menyiarkan lagu ini, membuat telingaku menjadi akrab. Syair-syair lagunya disajikan di harian Sinar Harapan, Kompas, dan majalah-majalah. Hingga kemudian aku sadar bahwa lagu-lagu Ebiet menyuarakan pesan yang luar biasa. Ketika saya kuliah di IPB di awal 1980-an, lagu-lagu Ebiet G.Ade adalah idola para mahasiswa—seluruh mahasiswa.
Penampilan Ebiet di Metro TV malam ini--32 tahun sejak saya mengakrabi suaranya, menebus rasa rindu. Ebiet menjadi idolaku sepanjang masa. Kaset Camelia pertamanya, pernah saya beli sampai tiga kali. Hilang, beli, hilang dan beli lagi.
Makna syair lagunya tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Setiap peristiwa mampu dijelaskan oleh lagu-lagu Ebiet. Ketika saya bekerja di wilayah gempa dan Tsunami Aceh, lagu ”Berita Kepada Kawan” yang diciptakannya 30 tahun lebih itu menjadi bahan perenungan bagiku.
Ebiet bukan hanya idola oleh lagu-lagunya, tetapi juga kehidupannya yang bersahaja. Penampilannya malam itu didampingi istrinya Nani Sugianto—adiknya Iis Sugianto adalah seorang idola, meski tak setenar Ebiet atau kakaknya Iis.
Nani adalah seorang istri yang luar biasa. Bisa mempertahankan keluarga seniman seorang Ebiet. Mempertahankan kerukunan keluarga di kalangan artis bukan hal yang mudah. Ebiet adalah teladan yang pantas ditiru oleh para artis dan kita semua.
Di akhir acara, Ebiet dengan simpati meminta waktu kepada pembawa acara di Metro TV. Dia ingin berkomunikasi menurut caranya sendiri. ”Saya mohon kepada penonton acara ini untuk mendoakan saya. Saya akan mendoakan anda juga,”ujar pria yang mengaku banyak hidup di lingkungan religi itu.
Sikap dan perilaku seperti inilah yang membedakannya dari penyanyi idolaku sesudah Ebeit. Saya sempat mengagumi Ariel-Peterpen, yang menciptakan lagu-lagu dengan gaya yang khas dan membius saya dengan lagu-lagu remaja. Membuatku terasa lebih muda lagi. Sayangnya, kemudian dia terjebak dalam perilaku yang justru menjebloskannya ke penjara.
Saya sangat kagum padamu Ebiet. Saya berdoa juga untukmu Ariel. Semoga kedua idolaku ini hidup lebih lama dan berkarya lebih banyak lagi.
Rabu, 11 Agustus 2010
"Keong Racun" dan Maknanya bagi Kita
Oleh : Jannerson Girsang
Di tengah-tengah beredarnya video porno Ariel-Luna-Cut Tari yang menghebohkan, muncul video spektakuler dalam versi yang berbeda. Meski videonya mengandung "racun"—"Keong Racun", tetapi mengundang inspirasi bagi banyak orang, dan beberapa minggu terakhir mendapat liputan yang meluas di televisi, di media cetak dalam makna yang positif. Kisah mereka menjadi topik utama media sebagai sebuah trend baru.
Video yang muncul di Youtube - media untuk mengunduh (upload) video secara gratis dari file anda dan bisa di share secara online, Juni lalu, dikunjungi lebih dari dua juta orang.
Video spektakuler itu melibatkan dua mahasiswi masih-masing Jovita Adityasari ( mahasiswi Universitas Pasundan Bandung, Jawa Barat) dan Sinta Nurian-syah (mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung), sama-sama semester lima.
Keduanya kini secara mendadak menjadi selebriti oleh video lip-sync Keong Racun yang berkisah tentang cinta itu. Mereka diburu para netter, pengusaha hiburan, media, bukan oleh polisi seperti yang dialami pelaku video yang pertama. Di luar kesibukan keduanya sebagai mahasiswi, keduanya kini keluar masuk ruangan studio televisi, undangan show dimana-mana, wawancara televisi dan media cetak.
Apa maknanya bagi kita semua?
Internet: Melambungkan Kreativitas
Kisah Jovita Adityasari dan Sinta Nuriansyah -kemudian lebih dikenal dengan Jojo dan Sinta sangat menarik dan memberi inspirasi bagi para pengguna internet.
Prestasi Video Keong Racun tentu tidak akan terjadi tanpa bantuan teknologi internet yang dipadu dengan kreativitas yang unik dan niat baik. Normalnya, seorang penyanyi akan terkenal setelah melewati seleksi, rekaman di studio yang terpilih, didukung produser, alat rekam canggih, finansial yang besar dan lain-lain.
Kreativitas yang unik, niat baik dipadu dengan bantuan teknologi internet telah melambungkan popularitas Sinta-Jojo, yang sebelumnya hanya dua orang mahasiswi semester 5, bukan pemilik suara yang sekualitas Kris Dayanti, atau Memes, bukan pula pemilik wajah yang wah!. Mereka biasa-biasa saja.
Syahdan, keduanya secara iseng menyanyikan dan merekam lagu Keong Racun ciptaan Subur Tahroni alias Buy Akur (49), dan sudah populer di Bandung melalui seorang penyanyi bernama Lisa sejak 2008. Tentu saja belum sepopuler sekarang ini.
Sebagai mahasiswi, Sinta dan Jojo tidak memiliki alat rekam canggih, pengaturan cahaya yang rumit, kameramen yang handal. Mereka hanya memiliki kamera laptop, seperti dituturkan di berbagai media.
Dengan alat itulah mereka merekam lagu dan aksi mereka. Menyanyi di depan kamera laptop dan menghasilkan sebuah video berdurasi 5 menit 14 detik, seperti tercantum dalam Youtube.
Hasil rekaman kamera laptop ternyata dapat diunduh ke dalam jejaring sosial. "Awalnya saya pernah lihat sekilas di salah satu posting kaskus.video tentang gaya lucu dan polos dua dara asal Bandung, menurut pengakuannya video itu tadinya buat koleksi pribadi Sinta -Jojo dan temen-temen Facebook dan Twitternya, juga buat pacarnya sinta yang posisinya lagi jauh dari Bandung, tetapi dikarenakan keterbatasan ukuran video diupload ke facebook, akhirnya video di upload ke YouTube dan berhasil," demikian sebuah kesaksian pemilik blog di internet (http://asrul.blogdetik.com/kenapa-lagu-keong-racun-shinta-jojo-jadi-begitu-terkenal/#comments).
Seperti kebanyakan mahasiswa saat ini, Sinta dan Jojo, adalah pengguna Twitter dan Facebook. Mereka ingin dilihat pacar dan teman-temannya. Video Keong Racun masuk ke jaringan global, walau tidak sebagus videoklip para penyanyi tenar seperti Kris Dayanti, atau Memes. Video Keong Racun ternyata mengundang decak kagum komunitas dunia maya di seluruh dunia.
Setelah diunduh ke Youtube pada 18 Juni 2010, hingga 5 Agustus 2010 (pukul 09.34 pagi), pengunjung Video Keong Racun mencapai 2,507,646. (Silakan kunjungi: http://www.youtube.com/watch?v=VKP1t3gQ_o0). Bukti bahwa video ini diterima dunia dan menduduki ranking teratas di Youtube. Video Keong Racun yang kemudian muncul dalam berbagai versi di internet mendorong penyebaran ketenaran Keong Racun berlipat ganda.
Karya gemilang bangsa Indonesia melambung di internet, melalui sebuah video yang bernilai tinggi.
Tenar, Incaran Media dan Pengusaha
Dua orang mahasiswi yang selama ini hanya menyanyi sebatas hobby, kini menjadi selebriti yang sejajar dengan bintang-bintang ngetop lainnya.
Seluruh dunia setiap saat menyaksikan penampilan mereka dalam berbagai versi, membicarakannya dan mengulasnya di kedai-kedai kopi, meja makan, media, serta di kalangan pengusaha bisnis hiburan dan Internet.
Kompas, media terkemuka di Indonesia menampilkan kisah Keong Racun dalam berbagai penerbitannya sejak Juli lalu. "Pada Rabu sore (4/08), ’Keong Racun’ sempat menduduki posisi kedua trending topics di Twitter, mengalahkan pembicaraan soal film Last Airbender dan Inception, yang dibintangi aktor Leonardo DiCaprio itu."
Kini, Keong Racun tidak hanya konsumsi pacar dan teman-teman Sinta dan Jojo. Video itu telah menjadi komoditi hiburan, memasuki pasar global. Jadwal keduanya menjadi padat oleh undangan beberapa stasion televisi. Mereka jadi incaran pengusaha bisnis hiburan dan media.
Beberapa kali Sinta dan Jojo muncul di televisi. Terakhir, tadi malam (4 Agustus 2010) penulis menyaksikan penampilan Keong Racun di Trans-7, salah satu dari sekian penampilan mereka di televisi.
Konon, Charly "ST 12" -manajemen show terkenal, mengatur jadwal show mereka yang kian padat. Mungkin saja mereka tidak ingin mengikuti jejak penyanyi yang gagal, karena tidak memanfaatkan manajemen untuk mengatur dirinya. Sebuah ketenaran harus dikelola dengan baik, agar dapat berkesinambungan dan memberikan makna yang lebih berarti.
Keberhasilan Sinta dan Jojo memang bukan yang pertama kali mengalami sukses seperti ini. Sebelumnya,pernah Hdialami para penyanyi lainnya di luar negeri. Pembaca mungkin ingat kisah Charice Pempego dari Filippina dan Justin Bieber dari Kanada.
Charice Pempengco, penyanyi remaja asal Filipina menanjak begitu cepat di tingkat internasional karena videonya ditemukan Ellen DeGeneres lewat Youtube. Gara-gara muncul di acara talkshow Ellen pada akhir Desember 2007, Charice diundang Oprah Winfrey lantas dipromotori David Foster, Charice melenggang sebagai penyanyi dunia. Usianya baru 18 tahun, dan Charice menjadi penyanyi Asia pertama yang masuk top 10 Billboard 200. Justin Bieber remaja 16 tahun yang membukukan platinum untuk album My World di AS dan Kanada.
Kisah dua mojang Priangan ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi para pembaca dan mereka yang tertarik untuk sukses menggunakan teknologi internet. Para remaja, pemuda Indonesia, para ilmuwan, politisi, teruslah berkreasi, masukilah dunia maya dengan kreasi yang positif. Semoga sukses Sinta dan Jojo menjadi inspirasi bagi kita semua. ***
Penulis adalah biographer, pengguna beberapa jejaring sosial, pemilik blog : http://www.harangan-sitora.blogspot.com. Tinggal di Medan. (Artikel ini dimuat di Harian Analisa, 10 Agustus 2010).
Selasa, 03 Agustus 2010
ADIKKU MENINGGAL MEMASUKI 48
Oleh : Jannerson Girsang
Empat tahun yang lalu, adikku kehilangan istrinya di usia 43 tahun. Kini adikku pergi di usia 48 tahun, meninggalkan 3 putrinya yang masih memerlukan perhatian. Kepergian mereka menorehkan garis kesedihan yang mendalam, sekaligus memberi pemahaman baru akan makna sebuah kematian.
Kamis, 17 Juni 2010 sekitar pukul 22.50. Saat itu saya selesai melakukan kegiatan hingga malam. Saatnya saya bersiap-siap memasuki peraduan mencari tenaga baru untuk bekerja esok harinya. Telepon di meja kerja di rumah saya di Medan berdering. Dengan berat, di saat kelelahan ingin beristrahat, saya mengangkat gagang telepon. Rasa was-was muncul, karena beberapa jam sebelumnya, saya sudah mendengar kondisi terakhir adik saya.
”Parker sudah meninggal dunia dan persiapkan keberangkatanmu ke Jakarta besok,” demikian pesan singkat ayah saya yang sudah dua minggu berada di Jakarta, sambil menangis. Aku menangis sekuat tenaga, dan kemudian duduk di kursi karena rasanya badan tidak kuat berdiri. Berita kematian seseorang yang disayangi bisa datang di saat anda sedang susah, atau badan anda sedang capek. Pagi, siang atau malam!
”Oh Tuhan, begitu cepat proses adikku pergi,” demikian ungkapan yang tak pernah terucap, dan selama ini hanya saya pendam dalam hati. Adik saya Parker Girsang yang dilahirkan 16 Agustus 1962 meninggal karena gagal berjuang melawan kanker yang dideritanya. Penyakit yang baru persis diketahuinya pada Februari 2010 yang lalu, dengan ganasnya merongrong ketahanan tubuh adik saya, hingga akhirnya, kami mendengar peristiwa yang memilukan itu.
Peristiwa ini membuat kami sangat sedih dan sempat mengundang rasa khawatir. Masih segar dalam ingatan saya peristiwa yang sangat menyedihkan empat tahun yang lalu di saat istri adikku meninggalkan kami untuk selama-lamanya, 5 Februari 2006. Waktunya hampir sama, malam hari sekitar jam 21.00. Ketika itu, kami khawatir kepada adikku, bagaimana dia sendirian mengurus tiga orang putri yang masih kecil-kecil. Saat itu, Icha (Trisha Melani) yang bungsu masih duduk di kelas 2 SD dan yang tertua Yani Christin baru duduk di kelas II SMP. Kini adikku menyusul, meninggalkan tiga putrinya!.
Parker pergi di saat putrinya masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah yang tulus. Dia pergi di saat salah seorang putrinya tidak berada di rumah sakit, tempatnya menghembuskan nafas terakhir. ”Manusia meninggal seperti datangnya pencuri malam hari”. Tidak ada yang bisa memprediksinya.
Dalam suasana seperti ini, tidak banyak yang bisa dilakukan, kecuali menangis, kemudian berdoa meminta kekuatan dari Tuhan. Merencanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebiasaan adat Simalungun dan orang Kristen. Memang, berita kepergian Parker menggoreskan kesedihan yang luar biasa bagi saya, serta memberi makna baru atas sebuah kematian.
***
Saya mendapat berita dari adik-adik saya yang berada di Jakarta bahwa Parker mengidap kanker Februari 2010. Sebulan kemudian, dia berkunjung ke rumah saya di Medan awal Maret, untuk sebuah rencana pengobatan alternatif. Tetapi tidak membuahkan hasil. Hingga keluarga kemudian mengikuti nasehat dokter. Dia harus menjalani kemo.
Saya mendampinginya selama tiga minggu menjalani kemo di Rumah Sakit Cikini. Sebulan kami berpisah tanpa pesan dan tanda-tanda akan berpisah selamanya. Malam itu, dia pergi untuk selama-lamanya.
Kepergiannya begitu cepat dan tak terduga. Parker pergi di luar rencana semua orang. ”Ketika saya hendak ke luar membuang sampah, dia masih melarang saya pergi. Tetapi ketika saya berada di luar, saya mendengar orang ribut-ribut. Pasti sesuatu terjadi sama abang. Aku menyaksikan beberapa orang suster berlari menuju kamarnya. Ternyata abang sudah pergi,”kata Dasma br Saragih beberapa hari setelah acara pemakaman, salah seorang kerabat kami yang menjaganya beberapa hari terakhir di rumah sakit.
Bahkan, saya baru berencana menjenguknya ke rumah sakit, besoknya, 18 Juli 2010. Bahkan Dokter yang sudah memprediksi berdasarkan ilmu yang dipelajarinya, ternyata juga meleset, lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Tidak sampai satu setengah tahun, bahkan hanya empat bulan, setelah prediksi itu.
Para pembaca sekalian, hidup adalah kuasa Allah—sang Pencipta dan Maha Kuasa. Hanya dia yang tahu persis, tahun, bulan, hari, jam dan detik, seseorang akan kembali kepadaNya.
Kehidupan berasal dari Tuhan dan setiap saat akan kembali kepadaNya. Masa hidup di dunia adalah sebuah implementasi missi Tuhan untuk dunia ini. Tuhan tidak pernah secara jelas mengatakan kkapan perjalanan seseorang akan berakhir.
Soal kematian, manusia hanya bisa berserah kepadaNya, manusia hanya bisa memaknai masa lalunya. Tidak ada orang yang bisa memperkirakan apa yang akan dialaminya besok, bahkan satu menit yang akan datang.
Bahkan, Parker sendiri tidak pernah merasa dia akan pergi secepat itu. Dia tidak berpesan apa-apa bakan kepada 3 putrinya, kecuali ”Jangan Takut,” yang diucapkannya kepada salah seorang putrinya saat dirawat di rumah sakit.
Parker tidak sempat memberitahukan dimana surat-surat rumahnya, bagimana status rumahnya, berapa tagihan yang masih ada di perusahaan-perusahaan partnernya, berapa utangnya. Dia tidak menerbitkan sebuah surat wasiatpun, sebagai pedoman bagi anak-anak dan putri yang ditinggalkannya. Dia tidak memiliki asuransi kecuali asuransi rumahnya, serta sebuah polis asuransi Bumi Putra yang sudah berhenti dibayar sejak 1998.
Andaikata Parker tau akan meninggal pada 17 Juni 2010, maka satu tahun sebelumnya dia sudah membayar beberapa polis asuransi, dan meninggalkan sekian miliar bagi ketiga putrinya. Dia sudah meninjam puluhan atau ratusan juta dari bank, dan utangnya lunas saat dia meninggal.
***
Di saat orang yang anda kasihi menderita, lakukan yang terbaik. Jangan sampai anda menyesal, karena kehidupan seseorang tidak bisa diduga.
Di bulan April, saya mendengar Adik saya Parker akan menjalani kemo. Setelah dokter mengumumkan hasil pemeriksaan atas kesehatannya dia divonnis kanker nasoparing—saya tidak begitu mengerti penyakit itu. Yang jelas, dia harus menjalani kemoterapi beberapa tahap, kemudian disinar dan bebeapa rencana tindakan yang akan dilaksanakan mengatasi penyakitnya.
Saya kadang diliputi rasa sedih, khawatir dan kadang mengutuk!. Saat vonis dokter berdasarkan analisa dari fakta/observasi mereka sampai ke telingaku. ”Seandainyapun kemo berjalan baik, secara medis usia adik saya bisa bertahan sekitar 1,5 tahun lagi,”.
Mungkin hal seperti ini bisa menimpa anda. Anda bisa membayangkan, kita mengeluarkan uang, tenaga, capek, hanya mengejar usia demikian singkat. Saya hanya berserah pada kekuatanNya dan menyerahkan pengobatannya melalui keahlian dokter.
Saya memutuskan mendampinginya. Meninggalkan anak dan istri saya di Medan dan menjaganya selama tiga minggu di Rumah Sakit Cikini. Sebuah keputusan yang menurut saya bukan secara kebetulan. Orang yang sedang dalam kehidupan seperti adik saya, perlu pendampingan tidak hanya sekedar pelayanan medis dari rumah sakit.
Setiap hari saya membacakan ayat-ayat dari kitab suci yang sudah disusun dalam Susukkara GKPS—sebuah agenda yang membimbing seseorang membaca renungan setiap hari.
Selain itu, dengan dibantu seorang perempuan penjual juice di depan Rumah Sakit Cikini, saya menyiapkan juice sirsak dan air daun sirsak untuk diminumnya dua kali sehari. Konon juice dan minuman daun sirsak bagus untuk mencegah penyakit kanker. Mencatat jumlah air yang masuk dan keluar dari tubuhnya. Menurut dokter air masuk dan keluar harus seimbang. Kelebihan atau kekurangan pemasukan bisa berdampak pada paru-paru atau ginjal, demikian nasehat dokter.
Saya kira Parkerpun sudah mengetahui keadaan penyakit kanker yang dideritanya dan resiko yang akan dihadapinya. Tetapi dia tetap tegar. “Saya tidak takut, saya tidak merasa sakit,” katanya.
Namun, sebuah pelajaran penting bagi saya atas ketabahan adik saya menghadapi masalah. Dalam suasana seperti itu, Parker masih menunjukkan perilaku mengagumkan. Daya juang hidupnya, kemampuannya mengerjakan sesuatu dengan fokus sungguh luar biasa. Selama saya dampingi, dia setiap hari layaknya bekerja seperti biasa. Dia mengendalikan bisnis ekspedisinya melalui telepon genggamnya.
”Nanti ada dua truk yang harus dikirimkan ke Surabaya, tolong diurus semua yang diperlukan ya,” demikian perintahnya kepada salah seorang karyawan yang sudah bekerja selama beberapa tahun. Suatu ketika, dia merenung tanpa mengucap sepatah katapun. Kalau ada tamu, dia bercerita bahwa dia sudah mengalami perubahan yang besar. ”Saya sehat dan tidak merasakan apa-apa,”katanya.
Tanpa didampingi seorang istri, dia tidak hanya mengurusi bisnisnya, tetapi juga memberi kasih sayang pada ketiga putrinya. Dari rumah sakit setiap hari dia menyapa ketiga putrinya. ”Kalian sudah makan sayang. Bagaimana sekolahnya, apa sudah bayar uang sekolah belum?”. Sapaan kasih sayang di akhir-akhir hidupnya yang begitu mengharukan. Sapaan yang sulit tergantikan oleh siapapun. .
Menyaksikan hal-hal seperti ini, hati saya terhibur, sekaligus terharu dan khawatir. Berharap agar tangan-tangan Tuhan memberinya kesembuhan dan dapat membimbng ketiga putrinya yang masih belum dewasa.
Sebagai manusia biasa, kadang timbul rasa capek, kecewa, serta mengutuk. ”Mengapa ini terjadi Tuhan?”. Doa,penyerahan total kepada Tuhan adalah kunci utama.
***
Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama!.
Semasa hidupnya dan hidup istrinya, pasangan keluarga ini adalah teman utama saya membicarakan sesuatu yang penting di dalam keluarga. Rumah mereka di Permata, Bekasi menjadi tempat singgah saya yang utama kalau saya ke Jakarta. Di rumah itu, berbagai keputusan penting keluarga diambil. Berbagai peristiwa mengesankan berlangsung. Saat wisuda anak saya yang tertua Agustus 2008 lalu, rumahnya menjadi tempat kami berkumpul.
Jarak memang membatasi kami, saya tinggal di Medan dan adikku Parker di Jakarta. Saya tidak mengalami kontak fisik seintensif ketiga adik saya yang lain, yang tinggal di Bekasi, Tambun dan Pesona Anggrek. Secara fisik, ketiga adik saya lebih dekat dengan dia. Kami kebanyakan berkomunikasi lewat telepon.
Saya terkenang pertemuan kami di rumahnya, April 2009. Saat itu kami berbicara selama satu hari di rumahnya ketika saya berkunjung ke Jakarta. Kami berdiskusi soal pengalamannya menjadi single parent dan pentingnya seorang pendamping untuk menjalani hidup ke depan, yang sampai akhir hidupnya tidak terlaksana.
Pertemuan bersejarah itu meninggalkan kesan yang luar biasa bagiku, ketika dia menjelaskan fungsi seorang istri bagi suami seperti dia.
”Keberadaan istri di rumah memberi keleluasaan bagi suami untuk melakukan kreasinya. Setelah kepergian istri saya, maka kebebasan itu sudah hilang. Saya tidak bisa berada di luar rumah sama seperti dulu. Anak-anak saya membutuhkan saya di rumah. Kau bisa bebas datang ke Jakarta karena kakak ada di rumah. Meskipun istri hanya mampu berbaring di rumah, fungsi mereka sangat penting. Sayangilah istrimu, karena mereka tidak bisa tergantikan oleh siapapun,” katanya.
Kata-kata ini selalu saya ingat dan merupakan kenangan berharga dari adik saya Parker.
Parker meninggal sama seperti orang-orang yang lain. Dia telah beristirahat di Taman Pemakaman Umum Perwira, Bekasi, terletak hanya beberapa ratus meter dari makam istrinya yang meninggal empat tahun lalu.
Tetapi rencana Tuhan baginya adalah sesuatu yang membedakannya dari yang lain.
Sepanjang hidupnya Parker tidaklah memiliki prestasi yang menonjol dan berbagai bidang yang digelutinya. Lulus paspasan dari Akademi Pimpinan Perusahaan di tahun 1987, bekerja di Bank Pacific, selama beberapa tahun, dan terakhir di Jhon Hancook, sebuah perusahaan asuransi, dan kemudian terjun ke dalam bisnis transportasi/ekspedisi.
Dia bukan Nehemia—yang diutus Tuhan menyelamatkan bangsa Israel, bukan pula sebesar Gandhi yang menelorkan prinsip-prinsip hidup bagi dunia ini. Tetapi, bagi keluarga, Parker adalah seorang pemimpin yang mempersatukan kami, memberi prinsip-prinsip kasih melalui keluarganya (para putrinya). .
”Parker adalah seorang yang ramah, suka menghibur sesama, peduli kepada sesama dan memiliki rasa tanggungjawab kepada anak-anak dan keluarga, pekerja keras, konsisten dan keyakinan tinggi atas cita-cita dan target-targetnya bisa dicapai,” demikian orang-orang menggambarkannya dalam kata-kata pengiburan. Sesuatu yang membanggakan dan menambah semangat kami.
Empat tahun terakhir, bahkan kehidupannya begitu keras. Memperjuangkan ketiga putrinya, setelah ditinggal istrinya pada 2006. Kepergian Parker terjadi justru di saat perjuangannya selama empat tahun baru saja memperlihatkan hasil. Usahanya mulai bangkit dan anak-anaknya mulai menunjukkan prestasi. Christin berhasil masuk ke FISIP UI Jurusan Sekretatis Perkantoan. Yang bungsu memasuki SMP dan yang nomor dua masuk naik kelas II SMA.
Sepeninggalnya, tiga putri kami menyandang status yatim piatu, sebuah status yang tidak menyenangkan bagi siapapun!. Sesuatu yang berat dan tidak bisa dipahami dengan cara-cara yang normal. Anak-anak akan mampu memahaminya dengan berserah kepada Tuhan.
Di awal peristiwa, umumnya perpisahan oleh kematian senantiasa mengundang pertanyaan yang sulit dicari jawabnya.
Ibu saya menangis sedih. ”Kenapa bukan saya lebih dahulu dipanggil Tuhan. Kamu masih muda, anak-anakmu masih membutuhkan kasih sayang,”ujar ibu saya yang sudah berusia 73 tahun dalam tangisnya. Lantas, suatu ketika, beberapa lama sesudah peristiwa itu, dia berkata : ”itulah jalan terbaik bagi anak dan cucu-cucu saya”.
Anak tertua Parker, dengan pengalaman sebelumnya atas kepergian ibunya, begitu tegar dan memahami apa yang terjadi atas dirinya dan dua adiknya. Dalam sebuah kesempatan dia mengungkapkan pernyataan yang begitu membanggakan dan membesarkan hati.
”Tuhan telah memberikan rancangan yang terbaik bagi kita. Kita harus siap menjalaninya dengan kehidupan baru dan tidak terus menerus menangisinya,”ujar Yani Christin, putri tertua adikku. Saat ayahnya sakit Christin membesarkan hati ayahnya yang sempat membaca pengumuman dirinya diterima sebagai mahasiswa FISIP UI, program D3 Sektretaris dan Perkantoran.
Christin akan menjalani kehidupannya sebagai anak kost di Depok, berjuang beberapa tahun ke depan hingga cita-citanya tercapai menjadi seorang sekretaris. Hilda Valeria yang saat ini sedang sekolah di kelas II SMA memiliki cita-cita menjadi seorang psikolog, serta si bungsu Trisha Melani yang kini duduk di kelas I SMA, bercita-cita menjadi seorang dokter. Keduanya tinggak di rumah adik saya perempuan.
Kalau setiap hari mereka berdoa, berseru kepada Tuhan, serta menekuni sekolahnya, saya yakin, mereka akan melihat keajaiban-keajaban yang tak terpikirkan sebelumnya.
Tiga putri adik saya, oleh keputusan keluarga menjadi tanggungjawab saya, disamping empat putra dan putri enugerah Tuhan. ”Tuhan, kenapa ini harus terjadi di saaat saya dalam kesulitan?,” keluh saya ketika hal itu terjadi. Kami keluarga besar--orang-orang yang mencintainya merasakan kesedihan, kekhawatiran, dan kemudian berseru kepada Tuhan untuk memaknainya.Menangis, membantu hal-hal yang diperlukan, melakukan acara penghormatan kepada almarhum, serta memuji Tuhan dan Berdoa.
Saya bisa memahami sekarang ini bahwa kepergian adikku adalah rancangan yang terbaik. Saya dikuatkan oleh sebuah ayat yang pernah saya bacakan kepada Parker ketika masih dirawat di Rumah Sakit Cikini. Yeremia 33: 3. ”Berserulah kepadaKu, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kau ketahui”.
Empat tahun yang lalu, adikku kehilangan istrinya di usia 43 tahun. Kini adikku pergi di usia 48 tahun, meninggalkan 3 putrinya yang masih memerlukan perhatian. Kepergian mereka menorehkan garis kesedihan yang mendalam, sekaligus memberi pemahaman baru akan makna sebuah kematian.
Kamis, 17 Juni 2010 sekitar pukul 22.50. Saat itu saya selesai melakukan kegiatan hingga malam. Saatnya saya bersiap-siap memasuki peraduan mencari tenaga baru untuk bekerja esok harinya. Telepon di meja kerja di rumah saya di Medan berdering. Dengan berat, di saat kelelahan ingin beristrahat, saya mengangkat gagang telepon. Rasa was-was muncul, karena beberapa jam sebelumnya, saya sudah mendengar kondisi terakhir adik saya.
”Parker sudah meninggal dunia dan persiapkan keberangkatanmu ke Jakarta besok,” demikian pesan singkat ayah saya yang sudah dua minggu berada di Jakarta, sambil menangis. Aku menangis sekuat tenaga, dan kemudian duduk di kursi karena rasanya badan tidak kuat berdiri. Berita kematian seseorang yang disayangi bisa datang di saat anda sedang susah, atau badan anda sedang capek. Pagi, siang atau malam!
”Oh Tuhan, begitu cepat proses adikku pergi,” demikian ungkapan yang tak pernah terucap, dan selama ini hanya saya pendam dalam hati. Adik saya Parker Girsang yang dilahirkan 16 Agustus 1962 meninggal karena gagal berjuang melawan kanker yang dideritanya. Penyakit yang baru persis diketahuinya pada Februari 2010 yang lalu, dengan ganasnya merongrong ketahanan tubuh adik saya, hingga akhirnya, kami mendengar peristiwa yang memilukan itu.
Peristiwa ini membuat kami sangat sedih dan sempat mengundang rasa khawatir. Masih segar dalam ingatan saya peristiwa yang sangat menyedihkan empat tahun yang lalu di saat istri adikku meninggalkan kami untuk selama-lamanya, 5 Februari 2006. Waktunya hampir sama, malam hari sekitar jam 21.00. Ketika itu, kami khawatir kepada adikku, bagaimana dia sendirian mengurus tiga orang putri yang masih kecil-kecil. Saat itu, Icha (Trisha Melani) yang bungsu masih duduk di kelas 2 SD dan yang tertua Yani Christin baru duduk di kelas II SMP. Kini adikku menyusul, meninggalkan tiga putrinya!.
Parker pergi di saat putrinya masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah yang tulus. Dia pergi di saat salah seorang putrinya tidak berada di rumah sakit, tempatnya menghembuskan nafas terakhir. ”Manusia meninggal seperti datangnya pencuri malam hari”. Tidak ada yang bisa memprediksinya.
Dalam suasana seperti ini, tidak banyak yang bisa dilakukan, kecuali menangis, kemudian berdoa meminta kekuatan dari Tuhan. Merencanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebiasaan adat Simalungun dan orang Kristen. Memang, berita kepergian Parker menggoreskan kesedihan yang luar biasa bagi saya, serta memberi makna baru atas sebuah kematian.
***
Saya mendapat berita dari adik-adik saya yang berada di Jakarta bahwa Parker mengidap kanker Februari 2010. Sebulan kemudian, dia berkunjung ke rumah saya di Medan awal Maret, untuk sebuah rencana pengobatan alternatif. Tetapi tidak membuahkan hasil. Hingga keluarga kemudian mengikuti nasehat dokter. Dia harus menjalani kemo.
Saya mendampinginya selama tiga minggu menjalani kemo di Rumah Sakit Cikini. Sebulan kami berpisah tanpa pesan dan tanda-tanda akan berpisah selamanya. Malam itu, dia pergi untuk selama-lamanya.
Kepergiannya begitu cepat dan tak terduga. Parker pergi di luar rencana semua orang. ”Ketika saya hendak ke luar membuang sampah, dia masih melarang saya pergi. Tetapi ketika saya berada di luar, saya mendengar orang ribut-ribut. Pasti sesuatu terjadi sama abang. Aku menyaksikan beberapa orang suster berlari menuju kamarnya. Ternyata abang sudah pergi,”kata Dasma br Saragih beberapa hari setelah acara pemakaman, salah seorang kerabat kami yang menjaganya beberapa hari terakhir di rumah sakit.
Bahkan, saya baru berencana menjenguknya ke rumah sakit, besoknya, 18 Juli 2010. Bahkan Dokter yang sudah memprediksi berdasarkan ilmu yang dipelajarinya, ternyata juga meleset, lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Tidak sampai satu setengah tahun, bahkan hanya empat bulan, setelah prediksi itu.
Para pembaca sekalian, hidup adalah kuasa Allah—sang Pencipta dan Maha Kuasa. Hanya dia yang tahu persis, tahun, bulan, hari, jam dan detik, seseorang akan kembali kepadaNya.
Kehidupan berasal dari Tuhan dan setiap saat akan kembali kepadaNya. Masa hidup di dunia adalah sebuah implementasi missi Tuhan untuk dunia ini. Tuhan tidak pernah secara jelas mengatakan kkapan perjalanan seseorang akan berakhir.
Soal kematian, manusia hanya bisa berserah kepadaNya, manusia hanya bisa memaknai masa lalunya. Tidak ada orang yang bisa memperkirakan apa yang akan dialaminya besok, bahkan satu menit yang akan datang.
Bahkan, Parker sendiri tidak pernah merasa dia akan pergi secepat itu. Dia tidak berpesan apa-apa bakan kepada 3 putrinya, kecuali ”Jangan Takut,” yang diucapkannya kepada salah seorang putrinya saat dirawat di rumah sakit.
Parker tidak sempat memberitahukan dimana surat-surat rumahnya, bagimana status rumahnya, berapa tagihan yang masih ada di perusahaan-perusahaan partnernya, berapa utangnya. Dia tidak menerbitkan sebuah surat wasiatpun, sebagai pedoman bagi anak-anak dan putri yang ditinggalkannya. Dia tidak memiliki asuransi kecuali asuransi rumahnya, serta sebuah polis asuransi Bumi Putra yang sudah berhenti dibayar sejak 1998.
Andaikata Parker tau akan meninggal pada 17 Juni 2010, maka satu tahun sebelumnya dia sudah membayar beberapa polis asuransi, dan meninggalkan sekian miliar bagi ketiga putrinya. Dia sudah meninjam puluhan atau ratusan juta dari bank, dan utangnya lunas saat dia meninggal.
***
Di saat orang yang anda kasihi menderita, lakukan yang terbaik. Jangan sampai anda menyesal, karena kehidupan seseorang tidak bisa diduga.
Di bulan April, saya mendengar Adik saya Parker akan menjalani kemo. Setelah dokter mengumumkan hasil pemeriksaan atas kesehatannya dia divonnis kanker nasoparing—saya tidak begitu mengerti penyakit itu. Yang jelas, dia harus menjalani kemoterapi beberapa tahap, kemudian disinar dan bebeapa rencana tindakan yang akan dilaksanakan mengatasi penyakitnya.
Saya kadang diliputi rasa sedih, khawatir dan kadang mengutuk!. Saat vonis dokter berdasarkan analisa dari fakta/observasi mereka sampai ke telingaku. ”Seandainyapun kemo berjalan baik, secara medis usia adik saya bisa bertahan sekitar 1,5 tahun lagi,”.
Mungkin hal seperti ini bisa menimpa anda. Anda bisa membayangkan, kita mengeluarkan uang, tenaga, capek, hanya mengejar usia demikian singkat. Saya hanya berserah pada kekuatanNya dan menyerahkan pengobatannya melalui keahlian dokter.
Saya memutuskan mendampinginya. Meninggalkan anak dan istri saya di Medan dan menjaganya selama tiga minggu di Rumah Sakit Cikini. Sebuah keputusan yang menurut saya bukan secara kebetulan. Orang yang sedang dalam kehidupan seperti adik saya, perlu pendampingan tidak hanya sekedar pelayanan medis dari rumah sakit.
Setiap hari saya membacakan ayat-ayat dari kitab suci yang sudah disusun dalam Susukkara GKPS—sebuah agenda yang membimbing seseorang membaca renungan setiap hari.
Selain itu, dengan dibantu seorang perempuan penjual juice di depan Rumah Sakit Cikini, saya menyiapkan juice sirsak dan air daun sirsak untuk diminumnya dua kali sehari. Konon juice dan minuman daun sirsak bagus untuk mencegah penyakit kanker. Mencatat jumlah air yang masuk dan keluar dari tubuhnya. Menurut dokter air masuk dan keluar harus seimbang. Kelebihan atau kekurangan pemasukan bisa berdampak pada paru-paru atau ginjal, demikian nasehat dokter.
Saya kira Parkerpun sudah mengetahui keadaan penyakit kanker yang dideritanya dan resiko yang akan dihadapinya. Tetapi dia tetap tegar. “Saya tidak takut, saya tidak merasa sakit,” katanya.
Namun, sebuah pelajaran penting bagi saya atas ketabahan adik saya menghadapi masalah. Dalam suasana seperti itu, Parker masih menunjukkan perilaku mengagumkan. Daya juang hidupnya, kemampuannya mengerjakan sesuatu dengan fokus sungguh luar biasa. Selama saya dampingi, dia setiap hari layaknya bekerja seperti biasa. Dia mengendalikan bisnis ekspedisinya melalui telepon genggamnya.
”Nanti ada dua truk yang harus dikirimkan ke Surabaya, tolong diurus semua yang diperlukan ya,” demikian perintahnya kepada salah seorang karyawan yang sudah bekerja selama beberapa tahun. Suatu ketika, dia merenung tanpa mengucap sepatah katapun. Kalau ada tamu, dia bercerita bahwa dia sudah mengalami perubahan yang besar. ”Saya sehat dan tidak merasakan apa-apa,”katanya.
Tanpa didampingi seorang istri, dia tidak hanya mengurusi bisnisnya, tetapi juga memberi kasih sayang pada ketiga putrinya. Dari rumah sakit setiap hari dia menyapa ketiga putrinya. ”Kalian sudah makan sayang. Bagaimana sekolahnya, apa sudah bayar uang sekolah belum?”. Sapaan kasih sayang di akhir-akhir hidupnya yang begitu mengharukan. Sapaan yang sulit tergantikan oleh siapapun. .
Menyaksikan hal-hal seperti ini, hati saya terhibur, sekaligus terharu dan khawatir. Berharap agar tangan-tangan Tuhan memberinya kesembuhan dan dapat membimbng ketiga putrinya yang masih belum dewasa.
Sebagai manusia biasa, kadang timbul rasa capek, kecewa, serta mengutuk. ”Mengapa ini terjadi Tuhan?”. Doa,penyerahan total kepada Tuhan adalah kunci utama.
***
Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama!.
Semasa hidupnya dan hidup istrinya, pasangan keluarga ini adalah teman utama saya membicarakan sesuatu yang penting di dalam keluarga. Rumah mereka di Permata, Bekasi menjadi tempat singgah saya yang utama kalau saya ke Jakarta. Di rumah itu, berbagai keputusan penting keluarga diambil. Berbagai peristiwa mengesankan berlangsung. Saat wisuda anak saya yang tertua Agustus 2008 lalu, rumahnya menjadi tempat kami berkumpul.
Jarak memang membatasi kami, saya tinggal di Medan dan adikku Parker di Jakarta. Saya tidak mengalami kontak fisik seintensif ketiga adik saya yang lain, yang tinggal di Bekasi, Tambun dan Pesona Anggrek. Secara fisik, ketiga adik saya lebih dekat dengan dia. Kami kebanyakan berkomunikasi lewat telepon.
Saya terkenang pertemuan kami di rumahnya, April 2009. Saat itu kami berbicara selama satu hari di rumahnya ketika saya berkunjung ke Jakarta. Kami berdiskusi soal pengalamannya menjadi single parent dan pentingnya seorang pendamping untuk menjalani hidup ke depan, yang sampai akhir hidupnya tidak terlaksana.
Pertemuan bersejarah itu meninggalkan kesan yang luar biasa bagiku, ketika dia menjelaskan fungsi seorang istri bagi suami seperti dia.
”Keberadaan istri di rumah memberi keleluasaan bagi suami untuk melakukan kreasinya. Setelah kepergian istri saya, maka kebebasan itu sudah hilang. Saya tidak bisa berada di luar rumah sama seperti dulu. Anak-anak saya membutuhkan saya di rumah. Kau bisa bebas datang ke Jakarta karena kakak ada di rumah. Meskipun istri hanya mampu berbaring di rumah, fungsi mereka sangat penting. Sayangilah istrimu, karena mereka tidak bisa tergantikan oleh siapapun,” katanya.
Kata-kata ini selalu saya ingat dan merupakan kenangan berharga dari adik saya Parker.
Parker meninggal sama seperti orang-orang yang lain. Dia telah beristirahat di Taman Pemakaman Umum Perwira, Bekasi, terletak hanya beberapa ratus meter dari makam istrinya yang meninggal empat tahun lalu.
Tetapi rencana Tuhan baginya adalah sesuatu yang membedakannya dari yang lain.
Sepanjang hidupnya Parker tidaklah memiliki prestasi yang menonjol dan berbagai bidang yang digelutinya. Lulus paspasan dari Akademi Pimpinan Perusahaan di tahun 1987, bekerja di Bank Pacific, selama beberapa tahun, dan terakhir di Jhon Hancook, sebuah perusahaan asuransi, dan kemudian terjun ke dalam bisnis transportasi/ekspedisi.
Dia bukan Nehemia—yang diutus Tuhan menyelamatkan bangsa Israel, bukan pula sebesar Gandhi yang menelorkan prinsip-prinsip hidup bagi dunia ini. Tetapi, bagi keluarga, Parker adalah seorang pemimpin yang mempersatukan kami, memberi prinsip-prinsip kasih melalui keluarganya (para putrinya). .
”Parker adalah seorang yang ramah, suka menghibur sesama, peduli kepada sesama dan memiliki rasa tanggungjawab kepada anak-anak dan keluarga, pekerja keras, konsisten dan keyakinan tinggi atas cita-cita dan target-targetnya bisa dicapai,” demikian orang-orang menggambarkannya dalam kata-kata pengiburan. Sesuatu yang membanggakan dan menambah semangat kami.
Empat tahun terakhir, bahkan kehidupannya begitu keras. Memperjuangkan ketiga putrinya, setelah ditinggal istrinya pada 2006. Kepergian Parker terjadi justru di saat perjuangannya selama empat tahun baru saja memperlihatkan hasil. Usahanya mulai bangkit dan anak-anaknya mulai menunjukkan prestasi. Christin berhasil masuk ke FISIP UI Jurusan Sekretatis Perkantoan. Yang bungsu memasuki SMP dan yang nomor dua masuk naik kelas II SMA.
Sepeninggalnya, tiga putri kami menyandang status yatim piatu, sebuah status yang tidak menyenangkan bagi siapapun!. Sesuatu yang berat dan tidak bisa dipahami dengan cara-cara yang normal. Anak-anak akan mampu memahaminya dengan berserah kepada Tuhan.
Di awal peristiwa, umumnya perpisahan oleh kematian senantiasa mengundang pertanyaan yang sulit dicari jawabnya.
Ibu saya menangis sedih. ”Kenapa bukan saya lebih dahulu dipanggil Tuhan. Kamu masih muda, anak-anakmu masih membutuhkan kasih sayang,”ujar ibu saya yang sudah berusia 73 tahun dalam tangisnya. Lantas, suatu ketika, beberapa lama sesudah peristiwa itu, dia berkata : ”itulah jalan terbaik bagi anak dan cucu-cucu saya”.
Anak tertua Parker, dengan pengalaman sebelumnya atas kepergian ibunya, begitu tegar dan memahami apa yang terjadi atas dirinya dan dua adiknya. Dalam sebuah kesempatan dia mengungkapkan pernyataan yang begitu membanggakan dan membesarkan hati.
”Tuhan telah memberikan rancangan yang terbaik bagi kita. Kita harus siap menjalaninya dengan kehidupan baru dan tidak terus menerus menangisinya,”ujar Yani Christin, putri tertua adikku. Saat ayahnya sakit Christin membesarkan hati ayahnya yang sempat membaca pengumuman dirinya diterima sebagai mahasiswa FISIP UI, program D3 Sektretaris dan Perkantoran.
Christin akan menjalani kehidupannya sebagai anak kost di Depok, berjuang beberapa tahun ke depan hingga cita-citanya tercapai menjadi seorang sekretaris. Hilda Valeria yang saat ini sedang sekolah di kelas II SMA memiliki cita-cita menjadi seorang psikolog, serta si bungsu Trisha Melani yang kini duduk di kelas I SMA, bercita-cita menjadi seorang dokter. Keduanya tinggak di rumah adik saya perempuan.
Kalau setiap hari mereka berdoa, berseru kepada Tuhan, serta menekuni sekolahnya, saya yakin, mereka akan melihat keajaiban-keajaban yang tak terpikirkan sebelumnya.
Tiga putri adik saya, oleh keputusan keluarga menjadi tanggungjawab saya, disamping empat putra dan putri enugerah Tuhan. ”Tuhan, kenapa ini harus terjadi di saaat saya dalam kesulitan?,” keluh saya ketika hal itu terjadi. Kami keluarga besar--orang-orang yang mencintainya merasakan kesedihan, kekhawatiran, dan kemudian berseru kepada Tuhan untuk memaknainya.Menangis, membantu hal-hal yang diperlukan, melakukan acara penghormatan kepada almarhum, serta memuji Tuhan dan Berdoa.
Saya bisa memahami sekarang ini bahwa kepergian adikku adalah rancangan yang terbaik. Saya dikuatkan oleh sebuah ayat yang pernah saya bacakan kepada Parker ketika masih dirawat di Rumah Sakit Cikini. Yeremia 33: 3. ”Berserulah kepadaKu, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kau ketahui”.
Kamis, 29 Juli 2010
In Memoriam: Setahun Meninggalnya Pdt Dr Armencius Munthe MTh
Oleh : Jannerson Girsang
Hari ini, 25 Juli 2010, persis setahun Pdt Dr Armensius Munthe MTh meninggalkan kita.
Setahun lalu, diterpa panas terik di siang hari dan diguyur hujan di sore hari, lebih dari 1500 pelayat dengan setia memenuhi pekarangan dari rumah sempit ayah empat orang anak itu di Perumahan Pemda II Tanjung Sari, Medan. Di tengah guyuran hujan pula beliau disemayamkan di Gereja GKPS Maranatha Medan, sebelum diberangkatkan ke Pekuburan Pemda Simalingkar B. Itulah suasana upacara pemberangkatan Pendeta Dr Armencius Munthe,MTh, mantan Ephorus GKPS tiga periode ke peristirahatan terakhir, setelah tiga hari disemayamkan di rumahnya.
Hari ini, 25 Juli 2010, persis setahun Pdt Dr Armensius Munthe MTh meninggalkan kita.
Setahun lalu, diterpa panas terik di siang hari dan diguyur hujan di sore hari, lebih dari 1500 pelayat dengan setia memenuhi pekarangan dari rumah sempit ayah empat orang anak itu di Perumahan Pemda II Tanjung Sari, Medan. Di tengah guyuran hujan pula beliau disemayamkan di Gereja GKPS Maranatha Medan, sebelum diberangkatkan ke Pekuburan Pemda Simalingkar B. Itulah suasana upacara pemberangkatan Pendeta Dr Armencius Munthe,MTh, mantan Ephorus GKPS tiga periode ke peristirahatan terakhir, setelah tiga hari disemayamkan di rumahnya.
Selasa, 01 Juni 2010
Belajar dari Sukses Penulis Bebas
Oleh : Jannerson Girsang
Menjadi penulis bebas yang sukses bukanlah sebuah hal mustahil, tetapi bukan pula sesuatu yang mudah. Anda perlu belajar dari mereka yang sukses, dan memahami pengalaman mereka dengan baik.
Artikel ini menawarkan anda menggabungkan pengalaman penulis bebas sukses Herman Holtz melalui bukunya How to Run Writing and Editing Busines serta pengalaman beberapa penulis bebas yang sukses baik di dalam maupun di luar negeri.
Menjadi penulis bebas yang sukses bukanlah sebuah hal mustahil, tetapi bukan pula sesuatu yang mudah. Anda perlu belajar dari mereka yang sukses, dan memahami pengalaman mereka dengan baik.
Artikel ini menawarkan anda menggabungkan pengalaman penulis bebas sukses Herman Holtz melalui bukunya How to Run Writing and Editing Busines serta pengalaman beberapa penulis bebas yang sukses baik di dalam maupun di luar negeri.
Kamis, 15 April 2010
The Top 10 of Everything
Life is to fulfill curiosity!. Do you know the Top 10 Untruths, Top 10 Scientific Discoveries?. My curiosity on every thing has led me to find a very interesting website, prepared by Time. I enjoy reading “The Top Everything in 2009. Thanks to Time Magazine, one of my world magazine favorite!.
Do you want to follow me?. I will share you by visiting this:
http://www.time.com/time/specials/packages/completelist/0,29569,1945379,00.html
Senin, 05 April 2010
Imagine There is No Country (?)
By : Jannerson Girsang
When I was in the first year of a university in Indonesia in 1980s, I heard John Lennon’s very popular song of “Imagine”. I love the song and still hear in certain time. However, I forget to dig the meaning of the song.
When I was in the first year of a university in Indonesia in 1980s, I heard John Lennon’s very popular song of “Imagine”. I love the song and still hear in certain time. However, I forget to dig the meaning of the song.
Jumat, 05 Maret 2010
Kasus Facebook : Perkembangan Internet dan Peran Orang Tua (Harian Analisa, 4 Februari 2010)
Oleh : Jannerson Girsang
Perkembangan teknologi internet menuntut pengetahuan orang tua tentang dasar-dasar komputer dan internet. Khususnya bagi tua yang tinggal di kota atau tempat yang terakses internet, membiarkan diri terasing dari teknologi baru ini berdampak pada hubungan dengan anak-anak.
Salah satu kasus yang banyak disorot belakangan ini adalah kasus remaja di jejaring sosial Facebook. Kasus yang menurut kami terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang teknologi ini. Akibatnya, pengawasan anak tidak bisa dilakukan dengan baik.
Artikel ini merupakan pengalaman kami dan kami bisa mengatakan Facebook tidak salah, anak-anak tidak salah. Saya tidak pernah melarang anak-anak saya menggunakan semua alat modern ini. Mereka bebas, tetapi ada aturan yang harus mereka ikuti. Mereka tidak mengalami hal-hal negatif sampai sekarang ini.
Lalu siapa yang salah?.
Facebook: Mendekatkan Diri dengan Anak
Saya turut prihatin mendengar kasus-kasus yang menimpa anak-anak di Facebook dan berbagai jejaring sosial lainnya. Anak remaja yang berkenalan dengan seorang pemuda melalui internet dan berakhir dengan kisah yang tida diinginkan. Seandainya orang tua atau salah seorang anggota keluarga memahami Facebook, peristiwa yang menimpa mereka seharusnya bisa dicegah.
Kalau anda seperti saya, sibuk dan bukan orang kaya berat—sedang-sedang saja, justru Facebook adalah alat komunikasi yang cocok berhubungan dengan anak-anak. Apalagi anak-anak tinggal terpisah dari orang tua di tempat yang jauh. Selain sederhana, relatif murah, dan seluruh keluarga bisa mendaftarkan di sana. Facebook menjadi seolah "ruang tamu" di dunia maya. Kita bisa berkomunikasi melalui tulisan, dan melihat gambar, seolah bertemu di ruang tamu.
Bagi saya, memiliki tiga dari empat anak yang kuliah dan tinggal di Jakarta, komunikasi melalui handphone, e-mail rasanya tidak cukup. Setahun yang lalu, saya menjadi anggota beberapa jejaring sosial (social networking), seperti Facebook, MySpace, Netlog, Friendster, Flixter. Facebook menjadi pilihan kami kami, hanya karena alasan praktis saja.
Facebook telah menjadi semacam ruang tamu bagi saya dan anak-anak. Facebook menawarkan komunikasi wall to wall—komunikasi antara saya secara pribadi dengan salah seorang anak saya. Tidak bisa dibaca orang lain. Ada juga fasilitas yang bisa dibaca semua orang. Fasilitas lainnya yang sangat bermanfaat adalah chatting. Saya bisa curhat secara pribadi dengan seseorang. Bahkan kalau ada masalah yang menimpa salah seorang anak saya, dan ingin saya selesaikan secara cepat, saya menggunakan fasilitas ini. Selain itu, gambar juga bisa diposting di sana. Masing-masing bisa melihat foto-foto terbaru, perubahan wajah anak-anak kita jelas bisa dipantau. Pengalaman saya, Facebook telah membantu saya memahami kondisi anak-anak dan menjadikannya sebagau "ruang tamu"—tempat kami curhat dengan anggota keluarga dan teman-teman mereka yang bertamu.
Kalau anda seperti saya, sibuk dan bukan orang kaya berat—sedang-sedang saja, justru Facebook adalah alat komunikasi yang cocok berhubungan dengan anak-anak. Apalagi anak-anak tinggal terpisah dari orang tua di tempat yang jauh. Selain sederhana, relatif murah, dan seluruh keluarga bisa mendaftarkan di sana. Facebook menjadi seolah "ruang tamu" di dunia maya. Kita bisa berkomunikasi melalui tulisan, dan melihat gambar, seolah bertemu di ruang tamu.
Bagi saya, memiliki tiga dari empat anak yang kuliah dan tinggal di Jakarta, komunikasi melalui handphone, e-mail rasanya tidak cukup. Setahun yang lalu, saya menjadi anggota beberapa jejaring sosial (social networking), seperti Facebook, MySpace, Netlog, Friendster, Flixter. Facebook menjadi pilihan kami kami, hanya karena alasan praktis saja.
Facebook telah menjadi semacam ruang tamu bagi saya dan anak-anak. Facebook menawarkan komunikasi wall to wall—komunikasi antara saya secara pribadi dengan salah seorang anak saya. Tidak bisa dibaca orang lain. Ada juga fasilitas yang bisa dibaca semua orang. Fasilitas lainnya yang sangat bermanfaat adalah chatting. Saya bisa curhat secara pribadi dengan seseorang. Bahkan kalau ada masalah yang menimpa salah seorang anak saya, dan ingin saya selesaikan secara cepat, saya menggunakan fasilitas ini. Selain itu, gambar juga bisa diposting di sana. Masing-masing bisa melihat foto-foto terbaru, perubahan wajah anak-anak kita jelas bisa dipantau. Pengalaman saya, Facebook telah membantu saya memahami kondisi anak-anak dan menjadikannya sebagau "ruang tamu"—tempat kami curhat dengan anggota keluarga dan teman-teman mereka yang bertamu.
Apa yang manfaat yang bisa diambil dari facebook dalam kaitan dengan membina hubungan dengan anak-anak bisa saya sebut beberapa berikut ini. .
Pertama, dari Facebook, saya bisa memantau posisi, kegiatan, perasaan dan kesulitan yang mereka hadapi. Dari sana, saya bisa memahami peran apa yang harus saya lakukan untuk merespon mereka. Di pagi hari, saya membuka Facebook, memantau perasaan atau keluhan anak-anak melalui masing-masing status mereka. Demikian juga di saat senggang di malam hari.
Pertama, dari Facebook, saya bisa memantau posisi, kegiatan, perasaan dan kesulitan yang mereka hadapi. Dari sana, saya bisa memahami peran apa yang harus saya lakukan untuk merespon mereka. Di pagi hari, saya membuka Facebook, memantau perasaan atau keluhan anak-anak melalui masing-masing status mereka. Demikian juga di saat senggang di malam hari.
"Ah, susah, semua tidak mengerti saya,". Kita bisa menanggapi atau bertanya mengapa seperti itu. Salah seorang anak saya pernah menuliskan di status Facebooknya, "Saya kagum melihat bapak saya, aku berjanji akan membahagiakannya." Kita mengerti, bahwa suasana pikirannya sedang dalam posisi yang berbeda. Sebagai orang tua, anda tentu bangga mendengar hal seperti ini. Anda tau respek anak anda, dan tentunya membalasnya dengan wajar pula.
"Kuliah yang menyebalkan, uang sudah habis tapi belum dikirim!," demikian gerutu salah seorang anak saya pada suatu ketika. "Dosen menyebalkan," kata yang lain. Sebagai orang tua, kita bisa merespon untuk memotivasi dirinya.
Kedua, saya bisa memantau komentar teman-teman anak-anak saya melalui jejaring sosial itu. Saya bisa mengenal teman-teman anak-anak- saya, lingkungan pergaulan mereka.
Saya bisa berkomunikasi dengan mereka 24 jam. Saya bisa memberi saran atau pendapat di status mereka dan sekaligus membina hubungan dengan mereka. Satu hal yang selalu saya nasehatkan kepada anak-anak, menulis di dunia maya harus dengan bahasa damai. Tidak menyinggung orang lain dan tidak mengandung SARA. Hal-hal yang "sangat pribadi", atau masalah kantor atau pekerjaan yang bersifat rahasia jangan ditulis di Facebook. Jangan merespon bisnis atau hubungan akrab dengan orang yang baru dikenal di Facebook. Soal lainnya saya tidak pernah memberi nasehat. Mungkin ada orang tua yang mau sharing!.
Dunia Sudah Berubah: Mari Belajar!
Penulis adalah ayah dari empat orang anak yang memasuki usia 50 tahun. Lulus SD pada 1973, SMP 1976, SMA 80, perguruan tinggi1985, tinggal di Medan. Keempat anak saya dibesarkan di kota ini dan tiga diantaranya bekerja dan kuliah di Jakarta. Anak saya yang pertama lahir 1985 dan yang paling bungsu pada 1993, bertumbuh dan besar di era internet. Sejak kehadiran internet sejak 1996 telah merubah komunikasi dunia. Beberapa tahun kemudian mempengaruhi pola komunikasi dan cara belajar mereka.
Pengetahuan anak-anak begitu berbeda dari apa yang saya peroleh di masa sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Kini, keempat anak saya sudah berada di lingkungan kerja, kuliah dan seorang lagi masih di SMA. Anak-anak saya mungkin bisa mewakili kehidupan remaja dan pemuda di abad internet ini. Cara hidup dan cara berkomunikasi mereka, sungguh-sungguh berbeda dengan saya saat sesusia mereka.
Sebagai orang tua, saya masih ingin mempertahankan posisi sebagai motivator dan fasilitator bagi mereka. Meski saya seorang lulusan perguruan tinggi (IPB 1985), pengetahuan saya soal internet dan komputer jauh tertinggal dibanding mereka. Dalam banyak hal saya tidak bisa lagi menempatkan diri sebagai guru bagi mereka. Mereka memiliki akses pengetahuan dan pergaulan yang jauh jauh lebih luas dari saya.
Beberapa tahun lalu, sebelum belajar internet, saya acapkali merasa asing dengan istilah-istilah baru anak-anak saya. Bahkan bentuk-bentuk komunikasi mereka yang tidak saya kenal ketika saya sekolah di masa lalu. Browsing, download, chatting, blogger dan lain-lain telah menjadi bahasa sehari-hari mereka. Rasanya berada di sebuah dunia yang asing. Bahasa dan topik meeka begitu asing terdengar di telinga dan sulit dicerna otak.
Sebagai orang tua yang ingin dekat anak-anak dan menjadi pembimbing mereka, saya harus memiliki kesadaran baru : memiliki pengetahuan minimal, mampu mengoperasikan komputer dan menggunakan e-mail untuk mengirim pesan,memahami jejaring sosial. Ini adalah sebuah pra-syarat orang tua memasuki dunia baru. Sebuah kebutuhan bagi orang tua yang anak-anaknya di era global.
Memasuki abad internet saya harus mengalokasikan biaya pembelian komputer sederhana di rumah. Komputer yang bisa akses ke internet. Jangan biarkan rumah mewah anda kosong dari komputer dan tak tersambung internet. Banyak manfaat yang anda peroleh di sana. Kalau tidak bisa, berarti anda harus mengalokasikan sedikit uang merental komputer atau internet.
Memasuki perubahan yang demikian pesat, tidak ada jalan lain selain mengajak orang tua harus belajar dan terus belajar, kalau kita tidak mau terlindas kemajuan anak-anak kita sendiri. Tentu, pemerintah harus memfasilitasi mereka yang tidak mampu!
Jangan-jangan (masih perlu diteliti), perubahan yang terjadi sekarang ini membuat hubungan anak dan orang tua menjadi semakin berkurang karena pola anak-anak sudah berubah, sementara orang tua masih mempertahankan pola lama. Banyak keluhan belakangan ini soal hubungan orang tua dan anak semakin jauh.
"Kuliah yang menyebalkan, uang sudah habis tapi belum dikirim!," demikian gerutu salah seorang anak saya pada suatu ketika. "Dosen menyebalkan," kata yang lain. Sebagai orang tua, kita bisa merespon untuk memotivasi dirinya.
Kedua, saya bisa memantau komentar teman-teman anak-anak saya melalui jejaring sosial itu. Saya bisa mengenal teman-teman anak-anak- saya, lingkungan pergaulan mereka.
Saya bisa berkomunikasi dengan mereka 24 jam. Saya bisa memberi saran atau pendapat di status mereka dan sekaligus membina hubungan dengan mereka. Satu hal yang selalu saya nasehatkan kepada anak-anak, menulis di dunia maya harus dengan bahasa damai. Tidak menyinggung orang lain dan tidak mengandung SARA. Hal-hal yang "sangat pribadi", atau masalah kantor atau pekerjaan yang bersifat rahasia jangan ditulis di Facebook. Jangan merespon bisnis atau hubungan akrab dengan orang yang baru dikenal di Facebook. Soal lainnya saya tidak pernah memberi nasehat. Mungkin ada orang tua yang mau sharing!.
Dunia Sudah Berubah: Mari Belajar!
Penulis adalah ayah dari empat orang anak yang memasuki usia 50 tahun. Lulus SD pada 1973, SMP 1976, SMA 80, perguruan tinggi1985, tinggal di Medan. Keempat anak saya dibesarkan di kota ini dan tiga diantaranya bekerja dan kuliah di Jakarta. Anak saya yang pertama lahir 1985 dan yang paling bungsu pada 1993, bertumbuh dan besar di era internet. Sejak kehadiran internet sejak 1996 telah merubah komunikasi dunia. Beberapa tahun kemudian mempengaruhi pola komunikasi dan cara belajar mereka.
Pengetahuan anak-anak begitu berbeda dari apa yang saya peroleh di masa sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Kini, keempat anak saya sudah berada di lingkungan kerja, kuliah dan seorang lagi masih di SMA. Anak-anak saya mungkin bisa mewakili kehidupan remaja dan pemuda di abad internet ini. Cara hidup dan cara berkomunikasi mereka, sungguh-sungguh berbeda dengan saya saat sesusia mereka.
Sebagai orang tua, saya masih ingin mempertahankan posisi sebagai motivator dan fasilitator bagi mereka. Meski saya seorang lulusan perguruan tinggi (IPB 1985), pengetahuan saya soal internet dan komputer jauh tertinggal dibanding mereka. Dalam banyak hal saya tidak bisa lagi menempatkan diri sebagai guru bagi mereka. Mereka memiliki akses pengetahuan dan pergaulan yang jauh jauh lebih luas dari saya.
Beberapa tahun lalu, sebelum belajar internet, saya acapkali merasa asing dengan istilah-istilah baru anak-anak saya. Bahkan bentuk-bentuk komunikasi mereka yang tidak saya kenal ketika saya sekolah di masa lalu. Browsing, download, chatting, blogger dan lain-lain telah menjadi bahasa sehari-hari mereka. Rasanya berada di sebuah dunia yang asing. Bahasa dan topik meeka begitu asing terdengar di telinga dan sulit dicerna otak.
Sebagai orang tua yang ingin dekat anak-anak dan menjadi pembimbing mereka, saya harus memiliki kesadaran baru : memiliki pengetahuan minimal, mampu mengoperasikan komputer dan menggunakan e-mail untuk mengirim pesan,memahami jejaring sosial. Ini adalah sebuah pra-syarat orang tua memasuki dunia baru. Sebuah kebutuhan bagi orang tua yang anak-anaknya di era global.
Memasuki abad internet saya harus mengalokasikan biaya pembelian komputer sederhana di rumah. Komputer yang bisa akses ke internet. Jangan biarkan rumah mewah anda kosong dari komputer dan tak tersambung internet. Banyak manfaat yang anda peroleh di sana. Kalau tidak bisa, berarti anda harus mengalokasikan sedikit uang merental komputer atau internet.
Memasuki perubahan yang demikian pesat, tidak ada jalan lain selain mengajak orang tua harus belajar dan terus belajar, kalau kita tidak mau terlindas kemajuan anak-anak kita sendiri. Tentu, pemerintah harus memfasilitasi mereka yang tidak mampu!
Jangan-jangan (masih perlu diteliti), perubahan yang terjadi sekarang ini membuat hubungan anak dan orang tua menjadi semakin berkurang karena pola anak-anak sudah berubah, sementara orang tua masih mempertahankan pola lama. Banyak keluhan belakangan ini soal hubungan orang tua dan anak semakin jauh.
Sebuah masalah yang tidak cukup hanya dengan menerapkan aturan-aturan yang sekedar menghakimi. Semoga bermanfaat!
-Penulis Beberapa buku Biografi dan pengguna Internet. Tinggal di Medan
-Penulis Beberapa buku Biografi dan pengguna Internet. Tinggal di Medan
Dimuat di kolom Opini Harian Analisa 4 Februari 2010. Bisa juga diakses ke :
Langganan:
Postingan (Atom)