Dikisahkan Kembali Oleh: Jannerson Girsang
Hari ini kami jemaat GKPS Simalingkar dicerahkan oleh khotbah Pendeta Herna Yanti br Purba, STh, pendeta di GKPS Resort Medan Utara.
"Kita sering menemukan dalam kehidupan ini, dimana sang pemilik, Tuhan tidak melihat rupa, tidak melihat perbedaan diantara manusia, memperlakukan umatnya sama, memberi matahari yang sama, bulan yang sama kepada semua orang di muka bumi. Sebaliknya, anak-anak Tuhan atau manusia, senantiasa membeda-bedakan dirinya dengan 'orang lain' ".
Pendeta Herna Yanti memberi ilustrasi tentang pengalamannya, bagaimana manusia memandang manusia.
Suatu ketika, saat pendeta itu masih vicar pendeta, Herna Yanti br Purba dan temannya seorang penginjil wanita berjanji akan bertemu dengan seorang pejabat. Waktunya tidak ditentukan, tetapi pejabat itu bersedia menerima mereka kapan saja.
Hingga tiba waktunya mereka memenuhi janjinya. Berkunjung ke rumah pejabat itu, meski tidak memberitahunya sebelumnya.
Rumah pejabat itu dipagar dan memiliki beberapa pengawal. Setiap orang harus permisi dan mendaftar sebelum bertemu dengan sang pejabat.
“Kami datang dari gunung, jalan kaki, keringatpun sudah bercucuran,”. ujar Pdt Herna Yanti.
Hingga satpam sendiri dengan rasa heran menyapa mereka.
"Anda dari mana?. Sudah ada janji belum?,” kata satpam itu dengan angkuhnya.
"Mungkin karena yang datang bukan pakai Alphard, serta baju necis. Seolah kami tidak layak menjadi tamu pejabat, bosnya.Mungkin karena kami tidak pakai mobil dan tidak keren, jadi pegawai satpam itu tidak percaya kalau kami memang sudah ada janji dengan pemilik rumah,” lanjut Herna Yanti.
Satpam membedakan tamu berdasarkan penampakan, aturan dan pengetahuannya. Sama seperti manusia pada umumnya.
Kemudian satpam melaporkan ke bosnya, serta menyebut nama tamu.
“Oh ya. Suruh masuk..suruh masuk. Mereka adalah tamu terhormat saya,” kata sang bos.
Pemilik rumah melihat tamunya dengan kasih sayang, bukan pakaian yang dikenakan atau kenderaan yang dibawanya. Cara memandangnya berbeda dengan satpam. . .
Yang ingin disampaikan pendeta adalah: "Manusia sering membedakan rupa, terikat aturan yang dibuat manusia, sesuai latar belakang pengetahuan dan kepentingannya. Padahal, Tuhan tidak pernah membedakan umatNya. Dia mengasihi semua umat manusia, tanpa membedakan latar belakang".
"Kita sering menemukan hal yang sama dalam kehidupan ini. Sang pemilik, Tuhan sendiri tidak melihat rupa, tidak melihat perbedaan diantara manusia. Tuhan memperlakukan umatnya sama, memberi matahari yang sama, bulan yang sama kepada semua orang di muka bumi".
Yang sering membeda-bedakan adalah “umatNya” . Mengaku anak-anak Allah tetapi membeda-bedakan manusia berdasarkan suku, ras, status sosial.
"Di dalam kehidupan gereja juga, umatnya sering “selektif” melihat siapa yang boleh dan tidak boleh masuk dalam lingkungannya, siapa yang perlu dan tidak perlu mendapat perhatian".
Di dalam Kisah Rasul, dikisahkan Petrus seorang Jahudi dikungkung oleh aturan Jahudi-buatan manusia, di masa lalunya, sejak lahir. Aturan yang mengikat dia harus eksklusif. Dia hanya boleh bergaul, berbicara dengan orang Jahudi.
Kali ini, Petrus disuruh Allah melalui malaikat mengunjungi Kornelius, seorang perwira tentara Roma. Kornelius tidak mengenal Petrus, tapi ia diperintahkan untuk mengundang Petrus datang ke rumahnya.
Sebagai anak Allah, dia dimampukan oleh Roh untuk menembus aturan-aturan dunia . “Kalau aku anak Tuhan, mengapa aku harus diskriminatif?,” demikian Petrus.
Cornelius, sang pejabat yang warga Italia juga berhak mendapat pelayanannya. Bukan hanya orang Jahudi saja.
“Tugas Petrus adalah melaksanakan pelayanan, tetapi yang merubah pikiran orang lain bukan pekerjaannya. Roh Kuduslah yang melakukan perubahan dalam diri orang yang dilayani,” ujar Pdt Herna Yanti.
Sebagai orang yang telah diangkat menjadi anak Allah, tugas kita adalah melaksanakan perintahnya dengan sungguh-sungguh. Urusan kita adalah memberitakan kabar baik. Jadi tidak perduli apakah orang itu menerima atau tidak.
Yang penting kita melakukannya dengan sungguh dan Tuhan berkenan melihatnya.
“Berhentilah mencari simpati manusia……maningon balosan do hubani Naibata, kita harus lebih taat kepada Tuhan”. (Kis 10:30)
Pendeta, pelayan tentu tidak boleh membedakan jemaatnya juga. Janganlah berbeda perhatian kepada jemaat yang punya Alphard dan yang tak punya. Yang bisa memberi amplop dan yang tidak mampu memberi amplop tebal.
Khotbah hari ini sangat sederhana perintahnya, tetapi manusia tidak banyak yang berani menembus tembok pemisah mereka dengan yang lain. Tidak mudah.
Oleh sebab itu pendeta Ernawati menghimbau jemaat: “Berdoalah (Rogate), mintalah kekuatan kepadaNya. Sediakan waktu untuk berdoa, sediakan ruang bagi Roh untuk bekerja. Roh akan mengajar apa yang kita minta. Berdoalah meminta kemampuan untuk tidak melihat rupa," kata Pdt Herna Yanti, menutup khotbahnya.
Selamat hari Minggu
Medan, 10 Mei 2015