Oleh: Jannerson Girsang.
Dunia musik Indonesia, penggemar Idris Sardi berduka. Maestro biola Indonesia itu meninggalkan kita untuk selama-lamanya, Senin, 28 April 2014, pukul 07.25. Kita tidak bisa lagi menyaksikannya pesonanya beraksi memainkan biolanya melantunkan lagu-lagu pahlawan, lagu-lagu romantik yang menyentuh dan melembutkan hati, kita tidak lagi menikmati karya-karya barunya.
“Tiada lagi kata mesra, tiada lagi gelak tawa” sebuah cuplikan lagu Christina karya Idris Sardi melukiskan kepergiannya, kesedihan karena kehilangan seorang idola.
Pria kelahiran Jakarta 7 Juni 1938 ini menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Meilia, Cibubur, Jakarta. Berita kematiannya dengan cepat beredar di berbagai media sekitar pukul 08.00 pagi. Televisi, mediaonline secara serentak memberitakan kabar duka itu.
Idris Sardi begitu istimewa di hati bangsa ini. Dia dikenal sebagai maestro biola. Selain dikenal sebagai pemain biola, dia juga adalah seorang komponis dan illustrator musik film yang memenangi 10 Piala Citra. Penghargaan tertinggi atas aktor-aktris film terbaik Indonesia.
Dengan biolanya ayah Lukman Sardi, Santi Sardi, Ajeng Sardi ini memainkan lagu-lagu nasional dan lagu-lagu romantik. Rasa sebuah lagu begitu berbeda, ketika gesekan biolanya mengalunkan sebuah lagu. Gesekan biolanya banyak memainkan lagu-lagu perjuangan yang begitu melekat di hati bangsa ini. Dia acapkali memainkan lagu-lagu perjuangan “Gugur Pahlawan”, atau lagu-lagu lain.
Ciri keindonesiaannya dan rasa nasionalisnya yang tinggi. Produk suara dari gesekan biola Idris Sardi begitu dekat di hati dan menginspirasi bangsa ini mencintai biola.
“Anak ajaib” itu, adalah pemusik luar biasa, sang inspirator yang “tenar” dan terus “laris manis” sepanjang usianya. Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan.
“Saya main untuk orang lain, saya tidak pernah bisa main yang saya mau. Saya belum puas. ……..Saya ingin membahagiakan banyak orang. PR saya adalah bagaimana berkomunikasi dengan hadirin penikmat,” ujarnya seperti dikutp dalam buku 5 Langkah Mahakarya, tulisan Muhammad Musrofi.
Terinspirasi Biola dari Idris Sardi
Ratusan ribu, mungkin jutaan anak-anak muda Indonesia terinspirasi biola dari Idris Sardi. Idris Sardi yang gemar melantunkan lagu-lagu perjuangan, lagu-lagu romantis pop nasional melalui gesekan biolanya membangkitkan kebanggaan dan dekat di hati. Lagu-lagu nasional kita begitu berwibawa dan enak didengar melalui gesekan biolanya.
Saya sangat terkesan ketika menonton wawancara Idris Sardi di stasion televisi swasta TVOne. Seorang pengamen jalanan yang memainkan alat musik biola mengaku terinspirasi memainkan biola dari Idris Sardi. “Inspirator saya adalah Pak Idris Sardi,” katanya.
Usia pengamen itu 20-30 tahun dan itu terjadi di tahun 2013. Artinya, hingga akhir khayatnya, pengaruh permainan biola Idris Sardi masih mendominasi bangsa ini Dia masih menjadi inspirator musik biola bagi generasi yang jauh di bawah usianya.
Memutar memori 30-an tahun lalu, saat masih menjadi siswa SMA 22 Jakarta akhir 1970-an, nama Idris Sardi begitu melekat di kalangan anak muda di kota Metropolitan itu, karena permainan biolanya. Selain permainan biolanya, semasa kuliah di era 80-an, lagu Sound Track Film Christina, menjadi pembicaraan di rumah-rumah kos, di tempat kuliah maupun dalam pergaulan sehari-hari.
Saya mengenal dan mencintai suara biola dari Idris Sardi. Hingga kini bunyi biola yang saya kenal dimainkan di Indonesia adalah biola Idris Sardi. Saya suka biola, tetapi hanya biola yang dimainkan Idris Sardi. Saya tidak mengenal banyak pemain biola yang memiliki ciri khas sendiri di negeri ini. Mungkin banyak orang seperti saya. Hanya menggambarkan betapa istimewanya biola Idris Sardi.
Hingga akhir khayatnya, 2014, Idris Sardi masih menampilkan permainan prima. Idris Sardi dengan biolanya masih mewarnai hidup saya, terutama sejak youtube ditemukan dan menikmati musiknya melalui youtube. Bisa menyaksikan beberapa produk musik atau konsernya di berbagai tempat.
Misalnya menikmati video konsernya di Gedung Perpustakaan Nasional, Desember 2013.
Idris Sardi selalu di hati penggemarnya hingga akhir hayatnya. Legendaris. Bahkan menurut cerita putri tertuanya Santi Sardi kepada media televisi, ayahnya yang berusia 75 tahun itu masih memiliki beberapa jadwal konser di Malaysia. Luar biasa.
Pemain biola Indonesia yang khas di hati saya adalah Idris Sardi. Bahkan ketenaran seorang pemain biola seperti Maylaffayza Wiguna, yang terkenal kepiawaiannya memainkan alat musik biola belum mampu menggaet hati seluas pengaruh gesekan biola Idris Sardi. Maylaffayza Wiguna adalah salah seorang pemain biola polesan Idris Sardi. Mungkin saya terlalu subjektif, tapi itulah kenyataannya.
Bermain Biola Sejak Usia 6 Tahun
Idris Sardi lahir dari keluarga seniman. Ayahnya Mas Sardi adalah violis pertama dari Orkes RRI Studio Jakarta pimpinan pemusik terkenal Saiful Bachri. Ayahnya belajar musik dari para pemusik Eropa. Sang Sang ayah mengajarnya sangat keras bermain biola. Belajar sejak pukul lima pagi, dilakoni dengan disiplin, ketekunan dan kecintaan terhadap biola itu sendiri.
Dia memulai bermain biola sejak usia 6 tahun. Setelah dipoles ayahnya selama setahun, dan kemudian dijari guru-gurunya, di usia sepuluh tahun, Idris Sardi sudah mendapat sambutan hangat dalam pemunculan pertamanya di Yogyakarta npada 1949.
Peraih penghargaan Life Time Chief Award dari RRI (2009) ini digambarkan seorang anak ajaib. Karena kehebatannya bermain musik, Idris Sardi diterima sebagai siswa Sekolah Musik Indonesia (SMIND) di usia 14 tahun, padahal persyaratan masuk ke sekolah itu harus lulus SMP. Dia bisa duduk bersanding dalam sebuah concert yang rata-rata di atas usianya dua tahun.
Di Yogyakarta, guru biola Idris Sardi adalah George Setet. Selain itu dia juga belajar dari musikus asing seperti Nikolai Varvolomijeff (Rusia), Hendrick Tordasi dan Frank Sabo (Hongaria), Boomer (Jerman), Keney (inggeris), Madanie Renee Tovanos (Prancis), dan Henk Te Straake (Belanda).
Ketika ayahnya meninggal pada 1954, Idris dalam usia 16 tahun harus menggantikan kedudukan itu, sebagai violis dari Orkes RRI Studio Jakarta.
Pada 1962, Idris Sardi bersama Bing Slamet membentuk Grup Band Eka Sapta. Grup Band itu pernah dikirim Soekarno dalam missi kesenian ke Irian Jaya.
Selama kariernya di dunia musik, Idris Sardi tidak hanya bermain musik tetapi juga menggubah lagu. Sejak 1960, Idrsis Sardi menghasilkan lebih dari 300 karya, beberapa film seperti Pesta Musik La bana (1960), Bernafas dalam Lumpur (1984), Doea Tanda Mata (1985), Tjoet Nyak Dhien (1988), dan Pacar Ketinggalan Kereta (1990). Idris juga sudah membuat lebih dari 130 episode sinetron. (5 Langkah Melahirkan Mahakarya, Muhammad Musrofi). .
Beberapa lagu yang diciptakannya misalnya Christina yang dinyanyikan penyanyi Pop Indonesia Rafika Duri dan menjadi sound track film Christina (1984).
Pro Deo et Patria: Untuk Tuhan dan Indonesia
Pemimpin Orchestra TNI Angkatan Darat dengan pangkat Kolonel CAJ ini lebih memilih Indonesia sebagai tempatnya berkarya. Meski banyak tawaran-tawaran dari berbagai negara agar dia mengajar atau bermain musik di sana.
“Saya masih belajar dan di sini masih butuh pelajaran, ngapain saya harus pergi ke sana (ke luar negeri)”, kata Idris Sardi. Sebuah sikap seniman yang pantas menjadi teladan dari Idris Sardi.
Menurut Idris Sardi, berkarya itu hanya untuk dua hal, untuk Tuhan dan bangsa ini, yang dalam bahasa Latin disebut Pro Deo et Patria. “Berkarya itu hanya untuk dua hal, yakni untuk Tuhan dan Indonesia” kata Idris Sardi di TVOne.
Berkarya adalah sebuah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. “Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan talenta besar kepada saya….” Katanya.
Seniman memang butuh uang. Tetapi harus memiliki karya. “Beda karya dengan cari uang. Karya itu akan selalu diingat. Itu mungkin membuat ayah terus berkarya hingga usia tua”, ujar Lukman Sardi dalam wawancara di TVOne mendamping ayahnya.
Itulah keistimewaan pria yang menjalani kariernya lebih dari 50 tahun di dunia musik. Permainan musiknya telah mendidik negeri ini mencintai musik, khususnya biola, menghasilkan karya-karya yang bisa kita nikmati, menelurkan pemain-pemain musik, penyanyi-penyanyi baru.
Kesedihan mengantarkan Idris Sardi ke peristirahatannya yang terakhir. Kita semua bersedih, sesedih perasaannya di dalam lagu Christina ciptaan Idris Sardi. Berikut cuplikan lagu Christina mengakhiri artikel ini.
……………………………
Di ujung malam yang kelabu
Kini embun kering di mentari pagi
Sekering Air Mata hari ini
Kubiarkan hari berlalu
Berganti hari sepi
Namun kasihmu adalah kasihku
Cintamu adalah cintaku
……………………………….
Cinta kita adalah satu, Cinta Indonesia.
Sayang, keinginanmu menggelar konser di Malaysia, keinginan bermain musik bareng dengan anak-anakmu tidak akan pernah kesampaian. Kini sang Maestro beristirahat di TPU Menteng Pulo Jakarta. Penggemarmu, orang-orang yang mencintaimu tidak lagi bisa menikmati karya-karya barumu.
Selamat Jalan Idris Sardi, terima kasih atas keteladanan serta karya biolamu yang masih dapat kami nikmati setiap hari. Semoga muncul Idris Sardi-Idris Sardi baru di bumi pertiwi kita ini. ***
http://analisadaily.com/news/read/si-biola-maut-sang-inspirator/25698/2014/04/29
Dunia musik Indonesia, penggemar Idris Sardi berduka. Maestro biola Indonesia itu meninggalkan kita untuk selama-lamanya, Senin, 28 April 2014, pukul 07.25. Kita tidak bisa lagi menyaksikannya pesonanya beraksi memainkan biolanya melantunkan lagu-lagu pahlawan, lagu-lagu romantik yang menyentuh dan melembutkan hati, kita tidak lagi menikmati karya-karya barunya.
“Tiada lagi kata mesra, tiada lagi gelak tawa” sebuah cuplikan lagu Christina karya Idris Sardi melukiskan kepergiannya, kesedihan karena kehilangan seorang idola.
Pria kelahiran Jakarta 7 Juni 1938 ini menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Meilia, Cibubur, Jakarta. Berita kematiannya dengan cepat beredar di berbagai media sekitar pukul 08.00 pagi. Televisi, mediaonline secara serentak memberitakan kabar duka itu.
Idris Sardi begitu istimewa di hati bangsa ini. Dia dikenal sebagai maestro biola. Selain dikenal sebagai pemain biola, dia juga adalah seorang komponis dan illustrator musik film yang memenangi 10 Piala Citra. Penghargaan tertinggi atas aktor-aktris film terbaik Indonesia.
Dengan biolanya ayah Lukman Sardi, Santi Sardi, Ajeng Sardi ini memainkan lagu-lagu nasional dan lagu-lagu romantik. Rasa sebuah lagu begitu berbeda, ketika gesekan biolanya mengalunkan sebuah lagu. Gesekan biolanya banyak memainkan lagu-lagu perjuangan yang begitu melekat di hati bangsa ini. Dia acapkali memainkan lagu-lagu perjuangan “Gugur Pahlawan”, atau lagu-lagu lain.
Ciri keindonesiaannya dan rasa nasionalisnya yang tinggi. Produk suara dari gesekan biola Idris Sardi begitu dekat di hati dan menginspirasi bangsa ini mencintai biola.
“Anak ajaib” itu, adalah pemusik luar biasa, sang inspirator yang “tenar” dan terus “laris manis” sepanjang usianya. Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan.
“Saya main untuk orang lain, saya tidak pernah bisa main yang saya mau. Saya belum puas. ……..Saya ingin membahagiakan banyak orang. PR saya adalah bagaimana berkomunikasi dengan hadirin penikmat,” ujarnya seperti dikutp dalam buku 5 Langkah Mahakarya, tulisan Muhammad Musrofi.
Terinspirasi Biola dari Idris Sardi
Ratusan ribu, mungkin jutaan anak-anak muda Indonesia terinspirasi biola dari Idris Sardi. Idris Sardi yang gemar melantunkan lagu-lagu perjuangan, lagu-lagu romantis pop nasional melalui gesekan biolanya membangkitkan kebanggaan dan dekat di hati. Lagu-lagu nasional kita begitu berwibawa dan enak didengar melalui gesekan biolanya.
Saya sangat terkesan ketika menonton wawancara Idris Sardi di stasion televisi swasta TVOne. Seorang pengamen jalanan yang memainkan alat musik biola mengaku terinspirasi memainkan biola dari Idris Sardi. “Inspirator saya adalah Pak Idris Sardi,” katanya.
Usia pengamen itu 20-30 tahun dan itu terjadi di tahun 2013. Artinya, hingga akhir khayatnya, pengaruh permainan biola Idris Sardi masih mendominasi bangsa ini Dia masih menjadi inspirator musik biola bagi generasi yang jauh di bawah usianya.
Memutar memori 30-an tahun lalu, saat masih menjadi siswa SMA 22 Jakarta akhir 1970-an, nama Idris Sardi begitu melekat di kalangan anak muda di kota Metropolitan itu, karena permainan biolanya. Selain permainan biolanya, semasa kuliah di era 80-an, lagu Sound Track Film Christina, menjadi pembicaraan di rumah-rumah kos, di tempat kuliah maupun dalam pergaulan sehari-hari.
Saya mengenal dan mencintai suara biola dari Idris Sardi. Hingga kini bunyi biola yang saya kenal dimainkan di Indonesia adalah biola Idris Sardi. Saya suka biola, tetapi hanya biola yang dimainkan Idris Sardi. Saya tidak mengenal banyak pemain biola yang memiliki ciri khas sendiri di negeri ini. Mungkin banyak orang seperti saya. Hanya menggambarkan betapa istimewanya biola Idris Sardi.
Hingga akhir khayatnya, 2014, Idris Sardi masih menampilkan permainan prima. Idris Sardi dengan biolanya masih mewarnai hidup saya, terutama sejak youtube ditemukan dan menikmati musiknya melalui youtube. Bisa menyaksikan beberapa produk musik atau konsernya di berbagai tempat.
Misalnya menikmati video konsernya di Gedung Perpustakaan Nasional, Desember 2013.
Idris Sardi selalu di hati penggemarnya hingga akhir hayatnya. Legendaris. Bahkan menurut cerita putri tertuanya Santi Sardi kepada media televisi, ayahnya yang berusia 75 tahun itu masih memiliki beberapa jadwal konser di Malaysia. Luar biasa.
Pemain biola Indonesia yang khas di hati saya adalah Idris Sardi. Bahkan ketenaran seorang pemain biola seperti Maylaffayza Wiguna, yang terkenal kepiawaiannya memainkan alat musik biola belum mampu menggaet hati seluas pengaruh gesekan biola Idris Sardi. Maylaffayza Wiguna adalah salah seorang pemain biola polesan Idris Sardi. Mungkin saya terlalu subjektif, tapi itulah kenyataannya.
Bermain Biola Sejak Usia 6 Tahun
Idris Sardi lahir dari keluarga seniman. Ayahnya Mas Sardi adalah violis pertama dari Orkes RRI Studio Jakarta pimpinan pemusik terkenal Saiful Bachri. Ayahnya belajar musik dari para pemusik Eropa. Sang Sang ayah mengajarnya sangat keras bermain biola. Belajar sejak pukul lima pagi, dilakoni dengan disiplin, ketekunan dan kecintaan terhadap biola itu sendiri.
Dia memulai bermain biola sejak usia 6 tahun. Setelah dipoles ayahnya selama setahun, dan kemudian dijari guru-gurunya, di usia sepuluh tahun, Idris Sardi sudah mendapat sambutan hangat dalam pemunculan pertamanya di Yogyakarta npada 1949.
Peraih penghargaan Life Time Chief Award dari RRI (2009) ini digambarkan seorang anak ajaib. Karena kehebatannya bermain musik, Idris Sardi diterima sebagai siswa Sekolah Musik Indonesia (SMIND) di usia 14 tahun, padahal persyaratan masuk ke sekolah itu harus lulus SMP. Dia bisa duduk bersanding dalam sebuah concert yang rata-rata di atas usianya dua tahun.
Di Yogyakarta, guru biola Idris Sardi adalah George Setet. Selain itu dia juga belajar dari musikus asing seperti Nikolai Varvolomijeff (Rusia), Hendrick Tordasi dan Frank Sabo (Hongaria), Boomer (Jerman), Keney (inggeris), Madanie Renee Tovanos (Prancis), dan Henk Te Straake (Belanda).
Ketika ayahnya meninggal pada 1954, Idris dalam usia 16 tahun harus menggantikan kedudukan itu, sebagai violis dari Orkes RRI Studio Jakarta.
Pada 1962, Idris Sardi bersama Bing Slamet membentuk Grup Band Eka Sapta. Grup Band itu pernah dikirim Soekarno dalam missi kesenian ke Irian Jaya.
Selama kariernya di dunia musik, Idris Sardi tidak hanya bermain musik tetapi juga menggubah lagu. Sejak 1960, Idrsis Sardi menghasilkan lebih dari 300 karya, beberapa film seperti Pesta Musik La bana (1960), Bernafas dalam Lumpur (1984), Doea Tanda Mata (1985), Tjoet Nyak Dhien (1988), dan Pacar Ketinggalan Kereta (1990). Idris juga sudah membuat lebih dari 130 episode sinetron. (5 Langkah Melahirkan Mahakarya, Muhammad Musrofi). .
Beberapa lagu yang diciptakannya misalnya Christina yang dinyanyikan penyanyi Pop Indonesia Rafika Duri dan menjadi sound track film Christina (1984).
Pro Deo et Patria: Untuk Tuhan dan Indonesia
Pemimpin Orchestra TNI Angkatan Darat dengan pangkat Kolonel CAJ ini lebih memilih Indonesia sebagai tempatnya berkarya. Meski banyak tawaran-tawaran dari berbagai negara agar dia mengajar atau bermain musik di sana.
“Saya masih belajar dan di sini masih butuh pelajaran, ngapain saya harus pergi ke sana (ke luar negeri)”, kata Idris Sardi. Sebuah sikap seniman yang pantas menjadi teladan dari Idris Sardi.
Menurut Idris Sardi, berkarya itu hanya untuk dua hal, untuk Tuhan dan bangsa ini, yang dalam bahasa Latin disebut Pro Deo et Patria. “Berkarya itu hanya untuk dua hal, yakni untuk Tuhan dan Indonesia” kata Idris Sardi di TVOne.
Berkarya adalah sebuah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. “Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan talenta besar kepada saya….” Katanya.
Seniman memang butuh uang. Tetapi harus memiliki karya. “Beda karya dengan cari uang. Karya itu akan selalu diingat. Itu mungkin membuat ayah terus berkarya hingga usia tua”, ujar Lukman Sardi dalam wawancara di TVOne mendamping ayahnya.
Itulah keistimewaan pria yang menjalani kariernya lebih dari 50 tahun di dunia musik. Permainan musiknya telah mendidik negeri ini mencintai musik, khususnya biola, menghasilkan karya-karya yang bisa kita nikmati, menelurkan pemain-pemain musik, penyanyi-penyanyi baru.
Kesedihan mengantarkan Idris Sardi ke peristirahatannya yang terakhir. Kita semua bersedih, sesedih perasaannya di dalam lagu Christina ciptaan Idris Sardi. Berikut cuplikan lagu Christina mengakhiri artikel ini.
……………………………
Di ujung malam yang kelabu
Kini embun kering di mentari pagi
Sekering Air Mata hari ini
Kubiarkan hari berlalu
Berganti hari sepi
Namun kasihmu adalah kasihku
Cintamu adalah cintaku
……………………………….
Cinta kita adalah satu, Cinta Indonesia.
Sayang, keinginanmu menggelar konser di Malaysia, keinginan bermain musik bareng dengan anak-anakmu tidak akan pernah kesampaian. Kini sang Maestro beristirahat di TPU Menteng Pulo Jakarta. Penggemarmu, orang-orang yang mencintaimu tidak lagi bisa menikmati karya-karya barumu.
Selamat Jalan Idris Sardi, terima kasih atas keteladanan serta karya biolamu yang masih dapat kami nikmati setiap hari. Semoga muncul Idris Sardi-Idris Sardi baru di bumi pertiwi kita ini. ***
http://analisadaily.com/news/read/si-biola-maut-sang-inspirator/25698/2014/04/29