Oleh: Jannerson Girsang
Mengeluhkan keterbatasan adalah pekerjan sia-sia, menyalahkan orang lain dan keadaan menambah musuh.
Tapi, tiap hari kita menemukannya di mana-mana. Padahal, "Keterbatasan bukan halangan berhasil," seperti seringkali diungkapkan dalam acara Kick Andy, Metro TV.
Andaikan saya tinggal di Jakarta, maka saya sudah bisa berhubungan
dengan para produser, karya-karya saya sudah bisa diterbitkan percetakan
besar.
Cuma, orang yang menggerutu itu masih tinggal di
Medan, tidak ada usaha untuk pindah ke Jakarta, atau membina hubungan
dengan para penerbit di Jakarta. .
Bahkan melakukan kampanye:
"Jakarta hanya memikirkan para penulis yang tinggal di Jakarta. Tak
pernah memikirkan para penulis di daerah. Bagaimana kami bisa maju"
Kemudian ada seorang ahli menemukan sebuah produk yang menurutnya cukup bagus.
"Seandainya saya punya uang Rp 1 miliar, maka saya sudah bisa bangun pabrik dan menyerap banyak tenaga-tenaga muda,".
Lantas orang yang mengucapkan kalimat itu hanya diam saja, tidak melakukan apa-apa, kecuali menggerutu.
"Tidak ada yang menghargai karya saya. Inilah negeriku hanya memikirkan koruptor. Usaha saya, tidak ada yang mau membantu".
Kemudian ke sana kemari menyalahkan pemerintah, menyalahkan lingkungannya. .
Siapapun bisa melakukan sesuatu kalau semua sudah tersedia.
Kalau sudah ada uang Rp 1 miliar, tinggal panggil tukang beri uang yang
dibutuhkan, tunggu tiga bulan, maka bangunan pabrik akan selesai.
Tidak ada usaha, tidak ada pembelajaran, tidak ada inspirasi yang muncul.
Tidak demikian halnya dengan para anak muda pendiri Google Sergey Brins dan Larry Page.
Saat awal mendirikan perusahaan mesin pencari terbesar dunia itu mereka
membutuhkan USD 1 juta. Sementara mereka hanya punya USD 100 ribu.
Mereka tidak hanya mengatakan, "kalau kami punya USD 1 juta". Keduanya tidak pernah mengeluh dan menyalahkan siapapun.
Lantas, keduanya berusaha mendapatkan USD 1 juta dengan cara yang
sangat kreative. Secara terus menerus mereka mencari kesempatan untuk
bisa mempresentasikan rencananya di depan para pengusaha terkemuka di
Amerika.
Hasilnya, mereka memperoleh keyakinan dan dari
seorang pengusaha besar Mordechai memberi mereka pinjaman sebesar USD
100 ribu.
Tindakan Mordechai ini mengundang kepercayaan
pengusaha terkemuka Amerika lainnya. Mereka juga memberikan pinjaman dan
memenuhi kebutuhan awal Google.
Google terus berkembang dan
kini memperoleh penghasilan USD 38,6 miliar dari iklan online dan
menguasai 33 persen iklan online global.
"Jangan mengeluhkan
keterbatasan, tetapi lakukan kegiatan kreatif sehingga keterbatasan itu
menumbuhkan kepercayan orang untuk membantu".
Medan, 20 Agustus 2014
"Let us not be satisfied with just giving money. Money is not enough, money can be got, but they need your hearts to love them. So, spread your love everywhere you go" (Mother Theresia). Photo: Di Pantai Barus, Tapanuli Tengah, April 2008. Saat itu, seorang anak laki-laki sedang asyik memancing bersama teman-temannya. (Dilarang keras memposting artikel-artikel dalam blog ini untuk tujuan komersial, termasuk website untuk tujuan memperoleh iklan).
Rabu, 20 Agustus 2014
Menjadi Mahasiswa di Usia 14 Tahun, 6 Bulan dan 9 Hari
Oleh: Jannerson Girsang
Prestasi Arya Bagus, pria kelahiran Solo, 23 Pebruari 2000 cukup istimewa!.
Di usia 14 tahun, 6 bulan dan 9 hari dia berhasil melewati ujian tertulis dan menjadi mahasiswa termuda Universitas Gajah Mada. Pada usia yang sama umumnya anak-anak Indonesia masih duduk di bangku SMP.
Dia juga bercita-cita sudah meraih gelar Master pada usia 19 tahun.
"Meski termuda harus menjadi yang terdepan, itu pesan ibu. Saya bertekad ingin ikut program Fastrack UGM, S1 sampai S2 ditempuh 5 tahun," tandasnya.
Arya memang berbeda dari anak-anak seusianya.
Arya sudah memasuki SD pada usia 4 tahun. Istimewanya lagi, Arya ikut kelas akselerasi mulai dari SD hingga SMA. Dia hanya butuh waktu menyelesaikan SD hingga SMA dalam waktu 10 tahun. Enam tahun di SD, 2 tahun di SMP dan dua tahun di SMA.
Luar biasa ya!.
Tentu, prestasi itu tidak begitu saja berlangsung. Orang tuanya mendorongnya ikut program akselerasi dan memilih kuliah di Jurusan Teknik Sipil UGM Arya juga termotivasi oleh pekerjaan ayahnya, Aris Murtopo yang bekerja sebagai PNS di Dinas Pekerjaan Umum di Karanganyar.
Arya sendiri melihat teknik sipil masih akan terus digunakan,karena selama negeri ini terus membangun akan membutuhkan jurusan yang dipilihnya.
Guna meraih cita-cita itu, Arya mengaku akan berusaha lulus S1 dengan target kurang dari 3,5 tahun. Jika ada kesempatan, anak kedua dari dua bersaudara ini ingin melanjutkan studi ke jenjang S2.
Kalau cita-citanya itu terkabul, maka di usia 19 tahun, Arya sudah meraih gelar Master. Selamat buat Arya.
"The revolution has always been in the hands of the young. The young always inherit the revolution".(Huey Newton). Revolusi mental, jadikan bangsa kita menjadi bangsa yang besar, mampu menghasilkan karya, bukan hanya jadi "pecundang-pecundang".
Diramu dari berbagai sumber.
Medan, 20 Agustus 2014
Doa Seorang Janda
Oleh: Jannerson Girsang
"Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah. Sedangkan seorang janda yang benar-benar janda, yang ditinggalkan seorang diri, menaruh harapannya kepada Allah dan bertekun dalam permohonan dan doa siang malam. Tetapi seorang janda yang hidup mewah dan berlebih-lebihan, ia sudah mati selagi hidup.Sedangkan seorang janda yang benar-benar janda, yang ditinggalkan seorang diri, menaruh harapannya kepada Allah dan bertekun dalam permohonan dan doa siang malam". (1 Tim 4-6).
Malam ini, saya menerima telepon dari ayah saya yang mengabarkan kabar duka cita, dari kampung yang berjarak sekitar 106 kilometer dari tempat saya menulis kisah ini.
Ompung Morlinim br Sinaga meninggal dunia dalam usia 93 tahun, malam ini. Beliau adalah adik dari ibu ayah saya.
Sebuah renungan kutuliskan sebagai wujud kekaguman dan sayangku untuk Ompung, sebelum aku bisa melihat wajahmu untuk yang terakhir kalinya. Jarak dan pekerjan membuatku belum bisa melayatmu saat ini.
Ompung Morlinim yang tidak lulus SD adalah potret seorang perempuan yang tangguh tetapi lembut, tak berpendidikan tapi cerdas dan bijak.
Seorang ibu yang selalu memberi rasa optimis, penebar kasih sayang. Saya jadi sadar, menebar kebaikan memang tidak harus memiliki ijazah S1, S2, S3, atau Professor. Cukup menguasai satu satu bahasa: "Bahasa Kasih".
Penderitaan adalah jalan Tuhan mendekatkan umatNya diri kepadaNya. Itulah yang kuyakini berlaku bagi almarhumah. Almarhumah sudah menjanda setelah suaminya Ompung Benyamin Girsang meninggal dunia pada 1967.
Sepeninggal ompung laki-laki, putrinya, si Bungsu, Reny Girsang, SH masih dalam gendongan. Anak tertuanya Ruslan Girsang saat itu berusia sekitar 20 tahun dan belum menikah.
Kehidupan pahit seorang ibu dengan sepuluh anak tanpa suami mampu dilaluinya dengan penuh pengharapan dan suka cita. Misalnya, Lermianna yang sempat putus sekolah setelah lulus SMP karena ketiadan biaya, akhirnya menjadi seorang Penginjil Wanita di GKPS, si Bungsu, Reny Girsang,lulus dari Fakultas Hukum, Universitas Lampung. Almarhum Pdt Josep Girsang, STh, pendeta GKPS yang meninggal pada 1988.
Cucunya Shemaria EvhIta Girsang berhasil meraih gelar S2 dari Universitas HKBP Nommensen tahun ini.
Ompung ini tidak pernah sakit, meski hampir "tidak pernah berhenti bekerja". Beberapa tahun terakhir, karena usia tuanya mengharuskannya hanya tinggal di rumah.
Penampilannya selalu ceria, tampak lebih muda dari usianya dan memberi inspirasi bagi kami cucu-cucunya. Tak pernah marah dan penuh kasih sayang.
Beliau adalah pemersatu keluarga kami, rajin mengunjungi famili. Ayah saya yang bersaudara ibu, seperti bersaudara kandung dengan anak-anaknya. Orang selalu salah mengira bahwa ayahku dengan Lermianna saudara ayah, padahal sebenarnya saudara ibu.
Beliau berhasil mewariskan kebaikan kepada keturunannya, sehingga kami merasa satu sama lain dekat, dan hidup saling merindukan satu dengan yang lain.
Sebuah misi yang tak sepenuhnya bisa dilakukan semua orang tua. Mewariskan "damai" bagi keturunannya.
Peristiwa paling berkesan bagiku dengan almarhum adalah ketika beliau bisa mengikuti acara wisudaku sebagai Sarjana Pertanian dari IPB, pada Mei 1985. Tanpa sebuah rencana, dia memiliki kesempatan yang langka bagi seorang janda, petani kampung, menikmati Jagorawi dan bisa bertemu tokoh pertanian negeri ini.
Entah bagimana saat itu, beliau bersama dua orang "ompung" lain kebetulan berada di Jakarta. Mereka bertiga begitu bersemangat dan suka cita bisa berada di auditorium salah satu Universitas terkemuka di negeri ini. Kesempatan yang tidak pernah dimimpikanya sebelumnya.
"Aih, jenges tumang dalan i Jawa on (Bagus sekali Jalan di Jawa ini" katanya, menggambarkan Jagorawi yang mereka lintasi dari Jakarta ke Bogor. Dia terkesan sekali jalan itu dibandingkanya dengan jalan Mardingding-Pematangsiantar yang ketika itu masih berlubang-lubang.
"Sonang tumang au. Boi dihut bani wisuda ni pahompungku (aku sangat senang bisa menghadiri wisuda cucuku)," katanya ketika itu.
Saat itu Ompung Morlinim, seorang janda, petani miskin merasa bangga bisa bersalaman dengan almarhum Prof Dr Andi Hakim Nasution, Rektor Institut Pertanian Bogor.
Dia juga senang karena saat itu cicitnya, putri pertamaku Clara Girsang sudah berusia 3 bulan. (29 tahun sesudah peristiwa itu, kini Clara sudah memberiku seorang cucu berusia 1 tahun)
Ompung yang saya kasihi. Malam ini saya teringat saat aku membawa semua cicitmu Clara, Patricia Girsang , Bernard Patralison Girsang Devee Girsang di Pematangsiantar beberapa tahun lalu. Kita bercanda bersama. Ompung membuat semangat cicit-cicitnya.
Mungkin itulah pertemuan kita yang terakhir secara lengkap bersama keluarga cucumu ini, karena kemudian cicit-cicitmu berangkat ke kota tempat studi mereka, bahkan menikah tanpa Ompung saksikan lagi.
Semua memang berakhir. Usia tuamu melemahkan tubuhmu. Tubuhmu yang lemah dan hanya tinggal di rumah beberapa tahun terakhir. Tapi kuyakin lemahnya tubuhmu masih memiliki kekuatan melalui doa-doamu.
Cucu-cucu dan cicit-cicitmu meraih cita-cita mereka, buah kekuatan doa-doamu.
Malam ini aku terkenang saat perayaan Ulang Tahun Putrimu Lermianna Girsang ke-60, di Balei Bolon, Desember 2009, saat dia memasuki pensiun. Aku menuliskan cukilan kisah putrimu dan tentunya kisahmu juga. Begitu menginspirasi kami semua.
Membaca artikel yang kutuilis pada 2009, mengingatkanku pada ketegaranmu, kesabaranmu, kelembutan dan halusnya tutur bahasamu. Bertemu Ompung terasa damai, tenang, merasa dihargai!
Aku senantiasa terharu dan terinspirasi setiap kali membaca kisah putrimu Lermianna dan kisahmu: "Apa di Balik Gunung", sebuah perjalanan hidup yang memberi keyakinan bahwa masa depan kita ada di tanganNya. Kita hanya perlu percaya dan lakukan perintah-perintahNya.
Kini semuanya hanya kenangan. Keteladanan yang tak akan pernah sirna dari kehidupanku. Ompung dan namboru Lermianna, dua wanita yang sungguh menginspirasi hidupku.
You are the great peace maker, great inspirator!
http:// www.harangan-sitora.blogspot.co m/2009/12/ apa-di-balik-gunung.html
Selamat Jalan Ompung. Hidupmu adalah Imanmu. Doa seorang janda memang luar biasa!
Medan, 19 Agustus 2014
"Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah. Sedangkan seorang janda yang benar-benar janda, yang ditinggalkan seorang diri, menaruh harapannya kepada Allah dan bertekun dalam permohonan dan doa siang malam. Tetapi seorang janda yang hidup mewah dan berlebih-lebihan, ia sudah mati selagi hidup.Sedangkan seorang janda yang benar-benar janda, yang ditinggalkan seorang diri, menaruh harapannya kepada Allah dan bertekun dalam permohonan dan doa siang malam". (1 Tim 4-6).
Malam ini, saya menerima telepon dari ayah saya yang mengabarkan kabar duka cita, dari kampung yang berjarak sekitar 106 kilometer dari tempat saya menulis kisah ini.
Ompung Morlinim br Sinaga meninggal dunia dalam usia 93 tahun, malam ini. Beliau adalah adik dari ibu ayah saya.
Sebuah renungan kutuliskan sebagai wujud kekaguman dan sayangku untuk Ompung, sebelum aku bisa melihat wajahmu untuk yang terakhir kalinya. Jarak dan pekerjan membuatku belum bisa melayatmu saat ini.
Ompung Morlinim yang tidak lulus SD adalah potret seorang perempuan yang tangguh tetapi lembut, tak berpendidikan tapi cerdas dan bijak.
Seorang ibu yang selalu memberi rasa optimis, penebar kasih sayang. Saya jadi sadar, menebar kebaikan memang tidak harus memiliki ijazah S1, S2, S3, atau Professor. Cukup menguasai satu satu bahasa: "Bahasa Kasih".
Penderitaan adalah jalan Tuhan mendekatkan umatNya diri kepadaNya. Itulah yang kuyakini berlaku bagi almarhumah. Almarhumah sudah menjanda setelah suaminya Ompung Benyamin Girsang meninggal dunia pada 1967.
Sepeninggal ompung laki-laki, putrinya, si Bungsu, Reny Girsang, SH masih dalam gendongan. Anak tertuanya Ruslan Girsang saat itu berusia sekitar 20 tahun dan belum menikah.
Kehidupan pahit seorang ibu dengan sepuluh anak tanpa suami mampu dilaluinya dengan penuh pengharapan dan suka cita. Misalnya, Lermianna yang sempat putus sekolah setelah lulus SMP karena ketiadan biaya, akhirnya menjadi seorang Penginjil Wanita di GKPS, si Bungsu, Reny Girsang,lulus dari Fakultas Hukum, Universitas Lampung. Almarhum Pdt Josep Girsang, STh, pendeta GKPS yang meninggal pada 1988.
Cucunya Shemaria EvhIta Girsang berhasil meraih gelar S2 dari Universitas HKBP Nommensen tahun ini.
Ompung ini tidak pernah sakit, meski hampir "tidak pernah berhenti bekerja". Beberapa tahun terakhir, karena usia tuanya mengharuskannya hanya tinggal di rumah.
Penampilannya selalu ceria, tampak lebih muda dari usianya dan memberi inspirasi bagi kami cucu-cucunya. Tak pernah marah dan penuh kasih sayang.
Beliau adalah pemersatu keluarga kami, rajin mengunjungi famili. Ayah saya yang bersaudara ibu, seperti bersaudara kandung dengan anak-anaknya. Orang selalu salah mengira bahwa ayahku dengan Lermianna saudara ayah, padahal sebenarnya saudara ibu.
Beliau berhasil mewariskan kebaikan kepada keturunannya, sehingga kami merasa satu sama lain dekat, dan hidup saling merindukan satu dengan yang lain.
Sebuah misi yang tak sepenuhnya bisa dilakukan semua orang tua. Mewariskan "damai" bagi keturunannya.
Peristiwa paling berkesan bagiku dengan almarhum adalah ketika beliau bisa mengikuti acara wisudaku sebagai Sarjana Pertanian dari IPB, pada Mei 1985. Tanpa sebuah rencana, dia memiliki kesempatan yang langka bagi seorang janda, petani kampung, menikmati Jagorawi dan bisa bertemu tokoh pertanian negeri ini.
Entah bagimana saat itu, beliau bersama dua orang "ompung" lain kebetulan berada di Jakarta. Mereka bertiga begitu bersemangat dan suka cita bisa berada di auditorium salah satu Universitas terkemuka di negeri ini. Kesempatan yang tidak pernah dimimpikanya sebelumnya.
"Aih, jenges tumang dalan i Jawa on (Bagus sekali Jalan di Jawa ini" katanya, menggambarkan Jagorawi yang mereka lintasi dari Jakarta ke Bogor. Dia terkesan sekali jalan itu dibandingkanya dengan jalan Mardingding-Pematangsiantar yang ketika itu masih berlubang-lubang.
"Sonang tumang au. Boi dihut bani wisuda ni pahompungku (aku sangat senang bisa menghadiri wisuda cucuku)," katanya ketika itu.
Saat itu Ompung Morlinim, seorang janda, petani miskin merasa bangga bisa bersalaman dengan almarhum Prof Dr Andi Hakim Nasution, Rektor Institut Pertanian Bogor.
Dia juga senang karena saat itu cicitnya, putri pertamaku Clara Girsang sudah berusia 3 bulan. (29 tahun sesudah peristiwa itu, kini Clara sudah memberiku seorang cucu berusia 1 tahun)
Ompung yang saya kasihi. Malam ini saya teringat saat aku membawa semua cicitmu Clara, Patricia Girsang , Bernard Patralison Girsang Devee Girsang di Pematangsiantar beberapa tahun lalu. Kita bercanda bersama. Ompung membuat semangat cicit-cicitnya.
Mungkin itulah pertemuan kita yang terakhir secara lengkap bersama keluarga cucumu ini, karena kemudian cicit-cicitmu berangkat ke kota tempat studi mereka, bahkan menikah tanpa Ompung saksikan lagi.
Semua memang berakhir. Usia tuamu melemahkan tubuhmu. Tubuhmu yang lemah dan hanya tinggal di rumah beberapa tahun terakhir. Tapi kuyakin lemahnya tubuhmu masih memiliki kekuatan melalui doa-doamu.
Cucu-cucu dan cicit-cicitmu meraih cita-cita mereka, buah kekuatan doa-doamu.
Malam ini aku terkenang saat perayaan Ulang Tahun Putrimu Lermianna Girsang ke-60, di Balei Bolon, Desember 2009, saat dia memasuki pensiun. Aku menuliskan cukilan kisah putrimu dan tentunya kisahmu juga. Begitu menginspirasi kami semua.
Membaca artikel yang kutuilis pada 2009, mengingatkanku pada ketegaranmu, kesabaranmu, kelembutan dan halusnya tutur bahasamu. Bertemu Ompung terasa damai, tenang, merasa dihargai!
Aku senantiasa terharu dan terinspirasi setiap kali membaca kisah putrimu Lermianna dan kisahmu: "Apa di Balik Gunung", sebuah perjalanan hidup yang memberi keyakinan bahwa masa depan kita ada di tanganNya. Kita hanya perlu percaya dan lakukan perintah-perintahNya.
Kini semuanya hanya kenangan. Keteladanan yang tak akan pernah sirna dari kehidupanku. Ompung dan namboru Lermianna, dua wanita yang sungguh menginspirasi hidupku.
You are the great peace maker, great inspirator!
http://
Selamat Jalan Ompung. Hidupmu adalah Imanmu. Doa seorang janda memang luar biasa!
Medan, 19 Agustus 2014
Menjelekkan untuk Naik Daum, Ogah Ah!
Haruskah melukai, menjelekkan dan memfitnah orang lain supaya kita kelihat hebat, benar?. Ogah Akh!
Menjelekkan, memfitnah orang lain supaya kita dianggap baik, menyalahkan orang lain supaya kita terlihat benar, tidak pernah mencapai kemenangan yang membahagiakan semua orang.
Situasi seperti ini akan terus menerus terjadi dimanapun kita berada. Kalau Anda menghadapi teman-teman seperti itu, kuncinya hanya satu.
"Teruskan berbuat yang Anda yakini baik, seperti kata Mother Theresia. . Jangan lawan rumor dengan rumor, karena akan turut menebar kebencian. Jangan lawan menyakiti membalas dengan menyakiti, karena makin banyak orang tersakiti. Kalau ada orang di FB seperti itu, delete aja. Dia buat lagi, delete lagi. Jangan kasi komentar".
Pendukung orang yang menyakiti, membuat fitnah juga banyak. Dia tidak sendiri. Bahkan ada yang tidak bersalah, tiada tau apa-apa bisa terkena dampaknya.
Kadang, diam itu emas. Pada saatnya, yang busuk, akan keluar dari sarangnya!
27 tahun Nelson Mandela di penjara, bukan karena kesalahannya. Nelson Mandela hanya ingin agar manusia kulit hitam diperlakukan sama dengan kulit putih.
Penguasa apartheid hanya mencari alasan supaya dia bersalah. Para sipir penjara memperlakukan dirinya tidak manusiawi.
Salahkah mimpinya?. Tidak kawan-kawan. Dia akhirnya, setelah 27 tahun dituduh bersalah, difitnah, orang lain membuktikan dirinya benar, tanpa menyakiti siapapun. Hebat yah!
Medan, 18 Agustus 2014
Menjelekkan, memfitnah orang lain supaya kita dianggap baik, menyalahkan orang lain supaya kita terlihat benar, tidak pernah mencapai kemenangan yang membahagiakan semua orang.
Situasi seperti ini akan terus menerus terjadi dimanapun kita berada. Kalau Anda menghadapi teman-teman seperti itu, kuncinya hanya satu.
"Teruskan berbuat yang Anda yakini baik, seperti kata Mother Theresia. . Jangan lawan rumor dengan rumor, karena akan turut menebar kebencian. Jangan lawan menyakiti membalas dengan menyakiti, karena makin banyak orang tersakiti. Kalau ada orang di FB seperti itu, delete aja. Dia buat lagi, delete lagi. Jangan kasi komentar".
Pendukung orang yang menyakiti, membuat fitnah juga banyak. Dia tidak sendiri. Bahkan ada yang tidak bersalah, tiada tau apa-apa bisa terkena dampaknya.
Kadang, diam itu emas. Pada saatnya, yang busuk, akan keluar dari sarangnya!
27 tahun Nelson Mandela di penjara, bukan karena kesalahannya. Nelson Mandela hanya ingin agar manusia kulit hitam diperlakukan sama dengan kulit putih.
Penguasa apartheid hanya mencari alasan supaya dia bersalah. Para sipir penjara memperlakukan dirinya tidak manusiawi.
Salahkah mimpinya?. Tidak kawan-kawan. Dia akhirnya, setelah 27 tahun dituduh bersalah, difitnah, orang lain membuktikan dirinya benar, tanpa menyakiti siapapun. Hebat yah!
Medan, 18 Agustus 2014
Pemuda GKPS Simalingkat Sponsori Perayaan 17 Agustus
Oleh: Jannerson Girsang
Di tengah-tengah lesunya peringatan Hari Kemerdekaan di lingkungan masing-masing, pemuda gereja GKPS Simalingkar, menyadarkan kami semua warga untuk secara bersama-sama merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 di lingkungan gereja.
Perayaan seperti ini baru pertama kali diselenggarakan sejak gereja ini berdiri pada 1988.
Para pemuda gereja di GKPS Simalingkar memulai acara Perayaan sejak kemaren sore, 16 Agustus 2014. Mereka merias gereja dan menyajikan beberapa permainan, mulai dari pertandingan olah raga antar sektor.
Acara ini diikuti oleh semua warga. Anak-anak, remaja, pemuda, serta para orang tua sangat menikmati acara ini. "Kita tidak bisa ikut perayaan di instansi-instansi, tapi bisa merasakan gema 17 Agustus di gereja."ujar seorang warga.
Ada pertandingan-pertandingan menarik, seperti panjat pinang, lomba makan kerupuk dll. Sore ini akan dimulai pukul 15.00 dan ditutup nanti dengan penurunan bendera
Mari kita sambut ide-ide pemuda yang mampu membangkitkan semangat nasionalisme.
Pengamatan di lingkungan tempat tinggal di Perumnas Simalingkar yang dihuni sekitar 8000 keluarga itu, kurang dari 30 persen yang memasang bendera di depan rumahnya. Di lingkungan kami tidak ada Perayaan 17 Agustusan. Sungguh menyedihkan memang. Beruntunglah kami diingatkan pemuda-pemuda yang masih memiliki penghargaan atas arti kemerdekaan.
Semoga bangsa ini makin sadar akan cita-cita kemerdekaan yang dicanangkan 17 Agustus 1945.Kita harus hidup berdampingan dengan damai, menerima perbedaan sebagai sebuah berkat Tuhan.
Terima kasih kepada pemuda dengan ide brilian.
Medan, 17 Agustus 2014
Di tengah-tengah lesunya peringatan Hari Kemerdekaan di lingkungan masing-masing, pemuda gereja GKPS Simalingkar, menyadarkan kami semua warga untuk secara bersama-sama merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 di lingkungan gereja.
Perayaan seperti ini baru pertama kali diselenggarakan sejak gereja ini berdiri pada 1988.
Para pemuda gereja di GKPS Simalingkar memulai acara Perayaan sejak kemaren sore, 16 Agustus 2014. Mereka merias gereja dan menyajikan beberapa permainan, mulai dari pertandingan olah raga antar sektor.
Acara ini diikuti oleh semua warga. Anak-anak, remaja, pemuda, serta para orang tua sangat menikmati acara ini. "Kita tidak bisa ikut perayaan di instansi-instansi, tapi bisa merasakan gema 17 Agustus di gereja."ujar seorang warga.
Ada pertandingan-pertandingan menarik, seperti panjat pinang, lomba makan kerupuk dll. Sore ini akan dimulai pukul 15.00 dan ditutup nanti dengan penurunan bendera
Mari kita sambut ide-ide pemuda yang mampu membangkitkan semangat nasionalisme.
Pengamatan di lingkungan tempat tinggal di Perumnas Simalingkar yang dihuni sekitar 8000 keluarga itu, kurang dari 30 persen yang memasang bendera di depan rumahnya. Di lingkungan kami tidak ada Perayaan 17 Agustusan. Sungguh menyedihkan memang. Beruntunglah kami diingatkan pemuda-pemuda yang masih memiliki penghargaan atas arti kemerdekaan.
Semoga bangsa ini makin sadar akan cita-cita kemerdekaan yang dicanangkan 17 Agustus 1945.Kita harus hidup berdampingan dengan damai, menerima perbedaan sebagai sebuah berkat Tuhan.
Terima kasih kepada pemuda dengan ide brilian.
Medan, 17 Agustus 2014
Aksi dan Suka Cita
Oleh: Jannerson Girsang
Analisa situasi (contextual analysis) yang lemah akan menghasilkan perencanaan AKSI yang tidak membumi, memberikan dampak yang tidak diharapkan, tidak dirasakan positif baik oleh pelaksananya maupun sekitarnya.
Para ahli menasehatkan merencanakan sesuatu adalah merancang sebuah aksi untuk kebutuhan manusia, baik yang melaksanakannya, maupun orang yang terkena langsung atau tidak langsung dampak aksi tersebut.
Tidak ada aksi di ruang hampa yang hanya aksi an sich.
Setiap aksi akan menghasilkan reaksi selalu mendapat respon positif maupun negatif. Tidak ada aksi yang sempurna. Yang ada adalah bahwa setiap proses aksi akan menjadi pembelajaran baru bagi semua yang terlibat.
Libatkanlah mereka semua, mereka yang terkena dampaknya, dalam semua tahapan hingga sebuah program selesai, agar perencanaan tersebut berjalan secara berkesinambungan.
Libatkan juga mereka memaknai sebuah aksi, agar mereka menikmatinya dan mampu mengucapkan syukur.
Itulah hakekat sebuah aksi, meski kecil, tapi bermanfaat dan mampu menghadirkan suka cita.
Mari terus menerus belajar bersama, aksi yang menghasilkan sukacita. Bukan aksi yang mendatangkan kesombongan di satu pihak, duka cita di pihak lain karena merasa terlecehkan atau terabaikan.
Berikan motivasi kepada mereka yang sedang melaksanakan sebuah aksi, jangan menghakimi. Menghakimi tidak baik bagi yang menghakimi dan juga yang dihakimi, tidak berguna bagi semua.
Kesalahan melaksanakan sebuah aksi adalah pembelajaran! Manusia belajar dari kesalahan, tetapi "jangan ulangi kesalahan yang sama".
Lakukan analisa situasi secara berkesinambungan, sehingga mampu menyempurnakan setiap kesalahan menjadi pembelajaran.
Analisa situasi (contextual analysis) yang lemah akan menghasilkan perencanaan AKSI yang tidak membumi, memberikan dampak yang tidak diharapkan, tidak dirasakan positif baik oleh pelaksananya maupun sekitarnya.
Para ahli menasehatkan merencanakan sesuatu adalah merancang sebuah aksi untuk kebutuhan manusia, baik yang melaksanakannya, maupun orang yang terkena langsung atau tidak langsung dampak aksi tersebut.
Tidak ada aksi di ruang hampa yang hanya aksi an sich.
Setiap aksi akan menghasilkan reaksi selalu mendapat respon positif maupun negatif. Tidak ada aksi yang sempurna. Yang ada adalah bahwa setiap proses aksi akan menjadi pembelajaran baru bagi semua yang terlibat.
Libatkanlah mereka semua, mereka yang terkena dampaknya, dalam semua tahapan hingga sebuah program selesai, agar perencanaan tersebut berjalan secara berkesinambungan.
Libatkan juga mereka memaknai sebuah aksi, agar mereka menikmatinya dan mampu mengucapkan syukur.
Itulah hakekat sebuah aksi, meski kecil, tapi bermanfaat dan mampu menghadirkan suka cita.
Mari terus menerus belajar bersama, aksi yang menghasilkan sukacita. Bukan aksi yang mendatangkan kesombongan di satu pihak, duka cita di pihak lain karena merasa terlecehkan atau terabaikan.
Berikan motivasi kepada mereka yang sedang melaksanakan sebuah aksi, jangan menghakimi. Menghakimi tidak baik bagi yang menghakimi dan juga yang dihakimi, tidak berguna bagi semua.
Kesalahan melaksanakan sebuah aksi adalah pembelajaran! Manusia belajar dari kesalahan, tetapi "jangan ulangi kesalahan yang sama".
Lakukan analisa situasi secara berkesinambungan, sehingga mampu menyempurnakan setiap kesalahan menjadi pembelajaran.
Medan 15 Agustus 2014
Perpustakaan Gereja: Mendorong Minat Baca dan Suka Menuturkan yang Benar
Oleh: Jannerson Girsang
Hari ini (25 Juli 2014 )GKPS Simalingkar menerima visitasi tiga orang Tim Survey Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda), Pemprovsu untuk Lomba Perpustakaan Rumah Ibadah se-Sumatera Utara 2014, di ruang Perpustakaan, GKPS Simalingkar.
Sebuah kegiatan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, Pemprovsu dalam rangka memacu gereja turut memasyarakatkan minat baca jemaat, serta mendorong minat jemaat atau gereja dalam mengembangkan perpustakaan.
Semoga pekerjaan kecil ini memberi manfaat. Kami hanya orang kecil yang hanya bisa berbuat kecil. Memang tak terlihat dampaknya secara jangka pendek, tetapi kami berharap dengan mengenal perpustakaan sejak dini, maka anak-anak, remaja dan pemuda gereja diharapkan memiliki budaya baca, yang lebih baik dari orang tuanya.
Jemaat Simalingkar bersyukur karena kini sudah memiliki gedung perpustakaan khusus, dan memiliki pengurusnya yang selalu setia mengurusi perpustakaan dan memonitor perkembangannya. Demikian juga Pengurus Pemeliharaan dan Pengembangan Gereja yang telah membangun fasilitas bagi kenyamanan penyimpanan buku dan ruang baca.
Pepustakaan ini beridiri 10 April 2010, dan kini memiliki sekitar 2500 koleksi buku-buku rohani dan bacaan umum. dan anak-anak. 1000 eksemplar diantaranya adalah bantuan Pemprovsu pada 2010. Selain itu Perpustakaan ini juga menerima bantuan dari Lembaga Alkitab Indonesia, perseorangan, baik jemaat GKPS maupun di luar GKPS Simalingkar.
2012, Perpustakaan ini memperoleh kehormatan menjadi Juara II Perpustakaan Gereja se-Sumatera Utara. Semoga dengan pengembangan yang sudah dilaksanakan selama dua tahun ini mendapat penghargaan yang lebih baik.
Dua wanita yang dibantu seorang tenaga tidak tetap mengurus perpustakaan ini dengan tanpa pamrih, pantas diberikan acungan jempol. Mereka adalah Prof Dr Erika Saragih, Hilderia Saragih, Ny Samjus Damanik, serta para pengurus lainnya yang tak dapat disebut satu per satu.
Selain melakukan perawatan, mereka juga melaksanakan kegiatan lomba pidato, menulis cerita dan kegiatan lain yang berkaitan dengan meningkatkan minat baca di kalangan anak-anak dan Remaja. Mudah-mudahan Pengurus Perpustakaan terus secara kreatif melakukan kegiatan meningkatkan minat baca bagi seluruh jemaat.
Kondisi minat baca bangsa ini yang sangat rendah dibanding bangsa-bangsa lain, memerlukan perhatian dari semua pihak, gereja pada khususnya. Jangan biarkan jemaat hanya terbiasa mendengar sesuatu dengan pendengaran, mereka harus membaca buku, membaca hal-hal yang sudah teruji kebenarannya, sehingga mereka mampu dan terbiasa berkata benar dan mempercayai yang benar. Mereka suka menuturkan cerita yang benar.
Semoga dengan terus dikembangkannya Perpustakaan Gereja, jemaat semakin pintar, tidak percaya kabar burung, dan dalam kehidupannya mampu mencerminkan sikap-sikap yang benar: sopan, mencintai kebenaran, tidak suka bertengkar atau menyebabkan orang lain bertengkar karena kabar yang tidak benar.
.
Hari ini (25 Juli 2014 )GKPS Simalingkar menerima visitasi tiga orang Tim Survey Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda), Pemprovsu untuk Lomba Perpustakaan Rumah Ibadah se-Sumatera Utara 2014, di ruang Perpustakaan, GKPS Simalingkar.
Sebuah kegiatan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, Pemprovsu dalam rangka memacu gereja turut memasyarakatkan minat baca jemaat, serta mendorong minat jemaat atau gereja dalam mengembangkan perpustakaan.
Semoga pekerjaan kecil ini memberi manfaat. Kami hanya orang kecil yang hanya bisa berbuat kecil. Memang tak terlihat dampaknya secara jangka pendek, tetapi kami berharap dengan mengenal perpustakaan sejak dini, maka anak-anak, remaja dan pemuda gereja diharapkan memiliki budaya baca, yang lebih baik dari orang tuanya.
Jemaat Simalingkar bersyukur karena kini sudah memiliki gedung perpustakaan khusus, dan memiliki pengurusnya yang selalu setia mengurusi perpustakaan dan memonitor perkembangannya. Demikian juga Pengurus Pemeliharaan dan Pengembangan Gereja yang telah membangun fasilitas bagi kenyamanan penyimpanan buku dan ruang baca.
Pepustakaan ini beridiri 10 April 2010, dan kini memiliki sekitar 2500 koleksi buku-buku rohani dan bacaan umum. dan anak-anak. 1000 eksemplar diantaranya adalah bantuan Pemprovsu pada 2010. Selain itu Perpustakaan ini juga menerima bantuan dari Lembaga Alkitab Indonesia, perseorangan, baik jemaat GKPS maupun di luar GKPS Simalingkar.
2012, Perpustakaan ini memperoleh kehormatan menjadi Juara II Perpustakaan Gereja se-Sumatera Utara. Semoga dengan pengembangan yang sudah dilaksanakan selama dua tahun ini mendapat penghargaan yang lebih baik.
Dua wanita yang dibantu seorang tenaga tidak tetap mengurus perpustakaan ini dengan tanpa pamrih, pantas diberikan acungan jempol. Mereka adalah Prof Dr Erika Saragih, Hilderia Saragih, Ny Samjus Damanik, serta para pengurus lainnya yang tak dapat disebut satu per satu.
Selain melakukan perawatan, mereka juga melaksanakan kegiatan lomba pidato, menulis cerita dan kegiatan lain yang berkaitan dengan meningkatkan minat baca di kalangan anak-anak dan Remaja. Mudah-mudahan Pengurus Perpustakaan terus secara kreatif melakukan kegiatan meningkatkan minat baca bagi seluruh jemaat.
Kondisi minat baca bangsa ini yang sangat rendah dibanding bangsa-bangsa lain, memerlukan perhatian dari semua pihak, gereja pada khususnya. Jangan biarkan jemaat hanya terbiasa mendengar sesuatu dengan pendengaran, mereka harus membaca buku, membaca hal-hal yang sudah teruji kebenarannya, sehingga mereka mampu dan terbiasa berkata benar dan mempercayai yang benar. Mereka suka menuturkan cerita yang benar.
Semoga dengan terus dikembangkannya Perpustakaan Gereja, jemaat semakin pintar, tidak percaya kabar burung, dan dalam kehidupannya mampu mencerminkan sikap-sikap yang benar: sopan, mencintai kebenaran, tidak suka bertengkar atau menyebabkan orang lain bertengkar karena kabar yang tidak benar.
.
Sabtu, 26 Juli 2014
Jauhnya Jarak Elit dengan Rakyat
Oleh: Jannerson Girsang
Dengan kasat mata, kita menyaksikan jarak yang begitu jauh antara rakyat dengan elit kita. Cara pandang sebagian elit kita tentang Pilpres ibarat langit dan bumi.
130 juta lebih rakyat pemilih sudah menunaikan tugasnya dengan baik. Menerima hasil Pilpres, menerima Presiden terpilih Jokowi memimpin negeri ini untuk lima tahun ke depan. Para pemimpin dunia sudah mengucapkan selamat.
Tetapi segelintir elit masih mempersoalkannya. Mereka memandang PIlpres dengan cara yang jauh berbeda. Jangankan mengucapkan selamat, di hati mereka masih ada harapan "menang".
Pemikiran yang jauh berbeda dengan suara rakyat, suara dunia ini.
Tujuan rakyat memilih agar negara ini memiliki pemimpin yang mereka idam-idamkan dan segera mengisi kehidupan mereka yang lebih baik. Sebagian elit terjun ke Pilpres, hanya "untuk menang".
Rakyat cuma berfikir sederhana. Pemenangnya satu, tapi sebagian elit percaya ada bahwa ada "dua pemenang". Satu yang ditetapkan KPU, satu yang mereka tetapkan sendiri.
Suara rakyat yang jujur, ingin dicederai. Suara itu sudah melalui proses panjang dengan saksi-saksi dari partai politik dan juga rakyat sendiri di TPS. Rakyat percaya hasil hasil coblosan Pilpres dihitung oleh KPU dengan transparan dan jujur.
Ternyata sebagian elit masih belum percaya dan menuduh KPU curang. Anehnya, elit pengadunya pernah menyebut hasl KPU harus dihormati. "Saya akan mengakui hasil Pilpres yang dikeluarkan KPU". Tetapi tak berapa lama, orang yangsama mengatakan KPU tidak jujur.
Sungguh berbeda dengan pandangan rakyat kebanyakan, yang pikirannya tulus dan jernih. . .
Mengadu adalah hak konstitusi. Entah siapa yang memanipulasi. Nanti akan terlihat di MK. Kita tunggu pengaduan Prabowo-Hatta di MK, dan keputusan MK.
Sebagai rakyat pemilih saya terus menonton sandiwara, tapi beda dengan sandiwara radio "Butir-butir Pasir di Laut" yang menghibur, mencerdaskan.
Sandiwara beberapa hari ke depan hanya akan membuat rakyat dan sebagian elit sport jantung. membuat rakyat bodoh.
Tapi bagi yang punya keyakinan sebagai pemilih yang baik, adegan ini hanya sandiwara kampungan. Sebuah sensasi sia-sia bagi rakyat.
Pemenang adalah mereka yang jaraknya dekat dengan rakyat. Itu sudah hukum alam, tak seorangpun bisa menantang hukum itu.
Silakan juga gunakan haknya dengan "kalem" tidak melakukan provokasi dan intimidasi.
Jangan buat langit Indonesia seperti neraka, sementara alam kita indah bagai juwita ratna manikam!.
Para elit, silakan mendekat dengan rakyat, supaya disukai rakyat.
Medan, 25 Juli 2014
Dengan kasat mata, kita menyaksikan jarak yang begitu jauh antara rakyat dengan elit kita. Cara pandang sebagian elit kita tentang Pilpres ibarat langit dan bumi.
130 juta lebih rakyat pemilih sudah menunaikan tugasnya dengan baik. Menerima hasil Pilpres, menerima Presiden terpilih Jokowi memimpin negeri ini untuk lima tahun ke depan. Para pemimpin dunia sudah mengucapkan selamat.
Tetapi segelintir elit masih mempersoalkannya. Mereka memandang PIlpres dengan cara yang jauh berbeda. Jangankan mengucapkan selamat, di hati mereka masih ada harapan "menang".
Pemikiran yang jauh berbeda dengan suara rakyat, suara dunia ini.
Tujuan rakyat memilih agar negara ini memiliki pemimpin yang mereka idam-idamkan dan segera mengisi kehidupan mereka yang lebih baik. Sebagian elit terjun ke Pilpres, hanya "untuk menang".
Rakyat cuma berfikir sederhana. Pemenangnya satu, tapi sebagian elit percaya ada bahwa ada "dua pemenang". Satu yang ditetapkan KPU, satu yang mereka tetapkan sendiri.
Suara rakyat yang jujur, ingin dicederai. Suara itu sudah melalui proses panjang dengan saksi-saksi dari partai politik dan juga rakyat sendiri di TPS. Rakyat percaya hasil hasil coblosan Pilpres dihitung oleh KPU dengan transparan dan jujur.
Ternyata sebagian elit masih belum percaya dan menuduh KPU curang. Anehnya, elit pengadunya pernah menyebut hasl KPU harus dihormati. "Saya akan mengakui hasil Pilpres yang dikeluarkan KPU". Tetapi tak berapa lama, orang yangsama mengatakan KPU tidak jujur.
Sungguh berbeda dengan pandangan rakyat kebanyakan, yang pikirannya tulus dan jernih. . .
Mengadu adalah hak konstitusi. Entah siapa yang memanipulasi. Nanti akan terlihat di MK. Kita tunggu pengaduan Prabowo-Hatta di MK, dan keputusan MK.
Sebagai rakyat pemilih saya terus menonton sandiwara, tapi beda dengan sandiwara radio "Butir-butir Pasir di Laut" yang menghibur, mencerdaskan.
Sandiwara beberapa hari ke depan hanya akan membuat rakyat dan sebagian elit sport jantung. membuat rakyat bodoh.
Tapi bagi yang punya keyakinan sebagai pemilih yang baik, adegan ini hanya sandiwara kampungan. Sebuah sensasi sia-sia bagi rakyat.
Pemenang adalah mereka yang jaraknya dekat dengan rakyat. Itu sudah hukum alam, tak seorangpun bisa menantang hukum itu.
Silakan juga gunakan haknya dengan "kalem" tidak melakukan provokasi dan intimidasi.
Jangan buat langit Indonesia seperti neraka, sementara alam kita indah bagai juwita ratna manikam!.
Para elit, silakan mendekat dengan rakyat, supaya disukai rakyat.
Medan, 25 Juli 2014
Rabu, 23 Juli 2014
Pilpres Selesai, Kita Memasuki Alam Baru
Oleh: Jannerson Girsang
KPU sudah mengumumkan hasil Pilpres. Mari kita nikmati alam baru, alam bebas fitnah, bebas kampanye hitam, bebas survey abal-abal.
Kita memasuki alam Indonesia yang gemah ripah loh jinawi.
Para penegak hukum, gunakan hukum, jangan perasaan, untuk menindak pelanggaran apapun yang terjadi. Silakan ketidakpuasan, dugaan pelanggaran dibawa ke MK, pengadilan.
Tapi, jangan lagi bawa-bawa rakyat untuk berbohong. Rakyat Indonesia sudah bosan dengan kebohongan.
Suasana tegang, kata-kata kasar, pernyataan-pernyataan yang mem buat hati cemas, kita rasakan setahun terakhir, dan lebih tidak nyaman dalam beberapa bulan terakhir.
Begitu banyaknya kebohongan mulai dari quick count, kampanye gelap, serta provokasi-provokasi yang kadang membuat langit Indonesia seolah menjadi neraka, padahal alam kita adalah alam yang indah, gemah ripah loh Jinawi, adil, makmur dan mencintai kedamaian.
Mari kita masuki suasana baru, bangkitkan persatuan, hidup harmonis diantara masyarakat, agar alam yang indah ini tersenyum, dan kita menikmatinya.
Hilangkan rasa ego agama, ego suku, ego kuasa, ego kepentingan/kelompok, agar kita menjadi manusia bebas, manusia berdaulat dan mampu mengolah Indonesia Raya menjadi kaya raya, menjadi berkat bagi dunia ini.
"Nelayan kembali ke laut, petani kembali ke sawah, pedagang kembali ke pasar, buruh kembali ke pabrik,...".
Pengusaha kembali pikirkan usahanya, para profesional kembali ke kantor, para politisi perjuangkan persatuan Indonesial atur agar bangsa ini harmonis, jauh dari permusuhan, hindarkan pernyataan-pernyataan yang hanya membela kepentingan sesaat, birokrat, kembali bekerja dengan "jujur, tidak korupsi",
TNI/Polri pertahankan dan lindungi NKRI, pelihara keamanan dan kenyamanan negeri ini, berikan kenyamanan bagi kami rakyat Indonesia, tindak para pelanggar hukum. Ciptakan suasana warga bebas menggunakan haknya, tetapi jangan mengganggu hak orang lain..
Rakyat jangan lagi mendengar berita-berita yang berisi provokasi, bertindak di luar hukum yang berlaku, berita-berita fitnah dan tidak bernilai apa-apa untuk rakyat kebanyakan. .
Mari wujudkan negara hebat. Indonesia Raya!.
Medan 23 Juli 2014
KPU sudah mengumumkan hasil Pilpres. Mari kita nikmati alam baru, alam bebas fitnah, bebas kampanye hitam, bebas survey abal-abal.
Kita memasuki alam Indonesia yang gemah ripah loh jinawi.
Para penegak hukum, gunakan hukum, jangan perasaan, untuk menindak pelanggaran apapun yang terjadi. Silakan ketidakpuasan, dugaan pelanggaran dibawa ke MK, pengadilan.
Tapi, jangan lagi bawa-bawa rakyat untuk berbohong. Rakyat Indonesia sudah bosan dengan kebohongan.
Suasana tegang, kata-kata kasar, pernyataan-pernyataan yang mem buat hati cemas, kita rasakan setahun terakhir, dan lebih tidak nyaman dalam beberapa bulan terakhir.
Begitu banyaknya kebohongan mulai dari quick count, kampanye gelap, serta provokasi-provokasi yang kadang membuat langit Indonesia seolah menjadi neraka, padahal alam kita adalah alam yang indah, gemah ripah loh Jinawi, adil, makmur dan mencintai kedamaian.
Mari kita masuki suasana baru, bangkitkan persatuan, hidup harmonis diantara masyarakat, agar alam yang indah ini tersenyum, dan kita menikmatinya.
Hilangkan rasa ego agama, ego suku, ego kuasa, ego kepentingan/kelompok, agar kita menjadi manusia bebas, manusia berdaulat dan mampu mengolah Indonesia Raya menjadi kaya raya, menjadi berkat bagi dunia ini.
"Nelayan kembali ke laut, petani kembali ke sawah, pedagang kembali ke pasar, buruh kembali ke pabrik,...".
Pengusaha kembali pikirkan usahanya, para profesional kembali ke kantor, para politisi perjuangkan persatuan Indonesial atur agar bangsa ini harmonis, jauh dari permusuhan, hindarkan pernyataan-pernyataan yang hanya membela kepentingan sesaat, birokrat, kembali bekerja dengan "jujur, tidak korupsi",
TNI/Polri pertahankan dan lindungi NKRI, pelihara keamanan dan kenyamanan negeri ini, berikan kenyamanan bagi kami rakyat Indonesia, tindak para pelanggar hukum. Ciptakan suasana warga bebas menggunakan haknya, tetapi jangan mengganggu hak orang lain..
Rakyat jangan lagi mendengar berita-berita yang berisi provokasi, bertindak di luar hukum yang berlaku, berita-berita fitnah dan tidak bernilai apa-apa untuk rakyat kebanyakan. .
Mari wujudkan negara hebat. Indonesia Raya!.
Medan 23 Juli 2014
Salam Persatuan Indonesia
Oleh: Jannerson Girsang
KPU sudah menetapkan pemenang Pilpres, 22 Juli 2014, malam.
Tak bisa dipungkiri, malam ini mungkin sebagian warga bangsa ini masih merasa terluka, atau kurang puas. Sebuah hal yang wajar dalam sebuah kompetisi.
Semuanya dapat diselesaikan melalui proses hukum, atau dengan jalan musyawarah mufakat, sebuah prinsip hidup bangsa Ini yang kesaktiannya sudah teruji.
Kalau ada perasaan tidak puas, ada dugaan pelanggaran selama Pilpres, silakan menggunakan haknya sesuai prosedur menurut hukum negeri ini dan tidak perlu lagi membuat polemik yang berkepanjangan. Sudah capek, capek sekali.....!
Marilah melihat ke depan, jangan ke belakang melulu. Mata diciptakan lebih banyak melihat ke depan, bukan lebih banyak ke belakang. Tengkuk bisa tegang.
Cepat selesaikan persoalan hukum dan sembuhkan kalau ada yang terluka. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menyembuhkan luka-lukanya sendiri, mampu melakukan konsolidasi diantara sesamanya. .
Kita kini meninggalkan kampanye, meninggalkan polemik Pilpres.
Kalau selama ini pendukung Jokowi bilang Salam No 2, Jokowi, maka mulai hari ini pendukung Jokowi harus mengucapkan Salam Persatuan Indonesia.
Tidak ada lagi pendukung Jokowi, tidak ada lagi pendukung Prabowo (kalau masih ke MK, silakan. Tapi kata Mahfud, sudah tak banyak menolong lagi).
"Lupakanlah No 1, Lupakanlah No 2, Marilah kita ke Indonesia yang Satu, Indonesia Raya. Kita kuat karena bersatu, kita bersatu karena kuat. Salam 3 Jari. Persatuan Indonesia." kata Jokowi dalam pidatonya malam ini.
FB saya tidak lagi pendukung Jokowi, tetapi Pendukung Persatuan Indonesia.
Kata yang ada dalam hati sabubaru kita, tetapi sudah hampir-hampir kita lupakan dalam kehidupan berbangsa danbernegara. Jangan biarkan diri kita terkotak-kotak dalam lingkup-lingkup kecil yang mengungkung kreativitas dan kebebasab berfikir. dan bertindak kita.
Kita harus memulai kehidupan yang lebih membuka diri satu dengan yang lainnya.
Setiap individu bangsa Indonesia memiliki identitas agama, suku, tidak salah mereka melaksanakan agamanya dan memelihara dan mengembangkan budayanya. Tapi harus diingat, kita hidup dan tumbuh di Indonesia, dengan alam dan lingkungan Indonesia, bukan satu agama, bukan satu suku, tapi beragam agama dan beragam suku.
Negeri ini beruntung, karena memiliki empat pilar kebangsaan: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sanalah kita bersandar, itulah yang melindungi kita dalam kehiduoan berbangsa dan bernegara. . .
Bangsa-bangsa lain sangat salut terhadap Pancasilanya Indonesia, salut melihat demokrasi yang sedang berlangsung, salut melihat toleransi bersamanya. Mari kita semua mengembangkan dan memeliharanya dengan baik.
Jangan sampai pilar emas itu kita lupakan, identitas kita hilang dan kita kehilangan arah, lalu dengan mudah diombang ambingkan pengaruh-pengaruh luar.
Kita jangan sampai terjebak!. Agama, suku bukan sebagai pemisah, tetapi adalah alat perekat agar bangsa ini semakin kuat.
Itulah harapanku ketika memilih Jokowi sebagai presiden. Semoga Jokowi mampu mengembalikan identitas Indonesia lima tahun ke depan.
Bangsa yang toleran, bangsa yang memahami dan melaksanakan ajaran agama dengan baik, menghormati pemeluk-pemeluk agama yang berbeda, memahami budaya sukunya dan menghormati budaya suku-suku yang ada di Indonesia.
Marilah mencari kesamaan-kesamaan yang bisa membuat hidup lebih harmonis, jangan terjebak dalam perbedaan yang memisahkan kita satu dengan yang lain. Perbedaan itu Indah, kelolalah perbedaan, menjadi sebuah kekuatan perekat bangsa.
Mencari-cari kesalahan, kelemahan dan menjadikan itu senjata pamungkas menundukkan lawan, bukan budaya Indonesia.
Menutup artikel ini, saya menyajikan pepatah yang sangat populer di Indonesia. "Gajah di pelupuk mata tidak tampak, jarum di seberang lautan kelihatan".
Sebuah kritik untuk orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain. Sikap yang bukan menggambarkan budaya orang Indonesia, karena Indonesia memiliki prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam menyelesaikan konflik, mencari titik temu perbedaan pendapat. . .
Sudah terbukti juga, bahwa orang-orang yang suka mencari kesalahan, dan menggunakan kesalahan itu alat menjatuhkan lawan, kurang mampu melihat kesalahannya sendiri.
Jadikan kelemahan, kesalahan sebagai berkat. Sehingga kita akan menjadi bangsa yang besar dan bersatu.
Hayo, sama-sama mengucapkan. "SALAM PERSATUAN INDONESIA!"
Medan, tengah malam, 22 Juli 2014
KPU sudah menetapkan pemenang Pilpres, 22 Juli 2014, malam.
Tak bisa dipungkiri, malam ini mungkin sebagian warga bangsa ini masih merasa terluka, atau kurang puas. Sebuah hal yang wajar dalam sebuah kompetisi.
Semuanya dapat diselesaikan melalui proses hukum, atau dengan jalan musyawarah mufakat, sebuah prinsip hidup bangsa Ini yang kesaktiannya sudah teruji.
Kalau ada perasaan tidak puas, ada dugaan pelanggaran selama Pilpres, silakan menggunakan haknya sesuai prosedur menurut hukum negeri ini dan tidak perlu lagi membuat polemik yang berkepanjangan. Sudah capek, capek sekali.....!
Marilah melihat ke depan, jangan ke belakang melulu. Mata diciptakan lebih banyak melihat ke depan, bukan lebih banyak ke belakang. Tengkuk bisa tegang.
Cepat selesaikan persoalan hukum dan sembuhkan kalau ada yang terluka. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menyembuhkan luka-lukanya sendiri, mampu melakukan konsolidasi diantara sesamanya. .
Kita kini meninggalkan kampanye, meninggalkan polemik Pilpres.
Kalau selama ini pendukung Jokowi bilang Salam No 2, Jokowi, maka mulai hari ini pendukung Jokowi harus mengucapkan Salam Persatuan Indonesia.
Tidak ada lagi pendukung Jokowi, tidak ada lagi pendukung Prabowo (kalau masih ke MK, silakan. Tapi kata Mahfud, sudah tak banyak menolong lagi).
"Lupakanlah No 1, Lupakanlah No 2, Marilah kita ke Indonesia yang Satu, Indonesia Raya. Kita kuat karena bersatu, kita bersatu karena kuat. Salam 3 Jari. Persatuan Indonesia." kata Jokowi dalam pidatonya malam ini.
FB saya tidak lagi pendukung Jokowi, tetapi Pendukung Persatuan Indonesia.
Kata yang ada dalam hati sabubaru kita, tetapi sudah hampir-hampir kita lupakan dalam kehidupan berbangsa danbernegara. Jangan biarkan diri kita terkotak-kotak dalam lingkup-lingkup kecil yang mengungkung kreativitas dan kebebasab berfikir. dan bertindak kita.
Kita harus memulai kehidupan yang lebih membuka diri satu dengan yang lainnya.
Setiap individu bangsa Indonesia memiliki identitas agama, suku, tidak salah mereka melaksanakan agamanya dan memelihara dan mengembangkan budayanya. Tapi harus diingat, kita hidup dan tumbuh di Indonesia, dengan alam dan lingkungan Indonesia, bukan satu agama, bukan satu suku, tapi beragam agama dan beragam suku.
Negeri ini beruntung, karena memiliki empat pilar kebangsaan: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sanalah kita bersandar, itulah yang melindungi kita dalam kehiduoan berbangsa dan bernegara. . .
Bangsa-bangsa lain sangat salut terhadap Pancasilanya Indonesia, salut melihat demokrasi yang sedang berlangsung, salut melihat toleransi bersamanya. Mari kita semua mengembangkan dan memeliharanya dengan baik.
Jangan sampai pilar emas itu kita lupakan, identitas kita hilang dan kita kehilangan arah, lalu dengan mudah diombang ambingkan pengaruh-pengaruh luar.
Kita jangan sampai terjebak!. Agama, suku bukan sebagai pemisah, tetapi adalah alat perekat agar bangsa ini semakin kuat.
Itulah harapanku ketika memilih Jokowi sebagai presiden. Semoga Jokowi mampu mengembalikan identitas Indonesia lima tahun ke depan.
Bangsa yang toleran, bangsa yang memahami dan melaksanakan ajaran agama dengan baik, menghormati pemeluk-pemeluk agama yang berbeda, memahami budaya sukunya dan menghormati budaya suku-suku yang ada di Indonesia.
Marilah mencari kesamaan-kesamaan yang bisa membuat hidup lebih harmonis, jangan terjebak dalam perbedaan yang memisahkan kita satu dengan yang lain. Perbedaan itu Indah, kelolalah perbedaan, menjadi sebuah kekuatan perekat bangsa.
Mencari-cari kesalahan, kelemahan dan menjadikan itu senjata pamungkas menundukkan lawan, bukan budaya Indonesia.
Menutup artikel ini, saya menyajikan pepatah yang sangat populer di Indonesia. "Gajah di pelupuk mata tidak tampak, jarum di seberang lautan kelihatan".
Sebuah kritik untuk orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain. Sikap yang bukan menggambarkan budaya orang Indonesia, karena Indonesia memiliki prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam menyelesaikan konflik, mencari titik temu perbedaan pendapat. . .
Sudah terbukti juga, bahwa orang-orang yang suka mencari kesalahan, dan menggunakan kesalahan itu alat menjatuhkan lawan, kurang mampu melihat kesalahannya sendiri.
Jadikan kelemahan, kesalahan sebagai berkat. Sehingga kita akan menjadi bangsa yang besar dan bersatu.
Hayo, sama-sama mengucapkan. "SALAM PERSATUAN INDONESIA!"
Medan, tengah malam, 22 Juli 2014
Langganan:
Postingan (Atom)