My 500 Words

Jumat, 19 September 2014

KARAKTER: Berapa Orang yang Merindukan Kita?

Oleh: Jannerson Girsang

“Character cannot be developed in ease and quiet. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved.” (Helen Keller)

Ketika saya menulis biografi atau otobiografi, karakter tokoh sangat penting. Nilai seseorang terletak pada karakternya.

Salah satu cara menentukan karakter adalah dengan mengamati dan mencatat ucapan-ucapannya, ketika merespons sesuatu: tantangan, keberhasilannya, tanggapan orang lain terhadapnya.

Di FB semua orang yang memiliki akun, menuliskan responnya terhadap keadaan sekelilingnya, responsnya terhadap teman, dan responnya terhadap dirinya sendiri. Mereka menunjukkan karakternya masing-masing dan tentunya menerima upah dari karakternya sendiri, karena karakter itu berkekuatan mempengaruhi dan menimbulkan respon dari orang lain.

Ada yang merespon positif, karena dia merasa terinspirasi, termotivasi dll, atau ada juga merespon negatif karena merasa tersakiti, terlecehkan dll.

Karakter bisa menimbulkan dampak orang lain merasa senang, terinspirasi, mendapat pelajaran, tertawa karena lucu. Hidupnya menjadi lebih berharga, termotivasi.

Karakter yang muncul bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman, tersakiti, terlecehkan atau bahkan menangis karena sedih. Hidupnya menjadi demotivasi.

Pengalaman saya dari sekian banyak tokoh yang saya amati, menunjukkan bahwa seseorang berkarakter baik mampu : "menangis dengan orang yang menangis, tertawa dengan orang yang tertawa".

Dia memaknai orang lain sebagai penolong bagi dirinya dan memahami cara bertindak bagaimana orang lain merasa agar hidupnya LEBIH berharga.

Tugas kita adalah mencari dan menjadikan sebanyak mungkin manusia dimana kita bisa sama-sama tertawa dalam kebahagiaan dan sama-sama menangis dalam kedukaan menuju "Long Life Friendship", bukan persahabatan hanya karena kepentingan sesaat, b
ukan, "kalau menguntungkan lanjut besahabat, kalau tidak pisah saja"

Sudah berapa orangkah kita memiliki teman yang bisa berbagi seperti itu?. Sebab hidup di dunia ini adalah menjadi berbuah bagi orang lain. 

Buahnya, "Berapa orangkah yang kita doakan, dan sebaliknya mendoakan kita setiap hari". Berapa orang yang merindukan kita, atau lebih jauh, seorang ahli motivasi berkata:  "How many people will cry when you die?"

Sesuatu yang perlu menjadi perenungan setiapsaat, tidak mudah, karena harus melintasi berbagai pengalaman ujian dan penderitaan.

Pengalaman Helen Keller, buta dan tuli sejak usia 19 bulan, tapi mampu menjadi pembicara, politisi dan 18 orang berpengaruh dunia, perlu kita simak.

"Karakter tidak dapat dikembangkan dengan mudah dan suasana tenang. Hanya melalui pengalaman ujian dan penderitaan jiwa karakter dapat semakin diperkuat, visi dibersihkan, ambisi diilhami, dan keberhasilan dicapai"

Karakter dapat dibentuk, tapi ada prosesnya!  Mari kita bersama-sama berproses. Kita semua tidak sempuna. Proses perjalanan hidup akan menyempurnakannya.

Selamat Pagi!


Medan, 19 September 2014 

Kamis, 18 September 2014

Pengalaman Bahasa Oral dan Tulisan

Oleh: Jannerson Girsang


Pengalaman menggunakan bahasa Indonesia, menulis dalam bahasa Indonesia saya cukup unik.
Sampai usia 16 tahun saya belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia secara oral, karena tinggal di desa dan hampir tidak ada lawan bicara.

Kalau sekali-sekali orang-orang kota datang, kami hanya diam-diam saja. Pernah saudara saya datang, selama tiga hari, tidak berkomunikasi. Bersama tapi tidak bicara. Baru dua hari, dia belajar bahasa di kampung dan kami berkomunikasi dalam bahasa kampung kami .

Kadang kami pergi kalau disapa dengan bahasa Indonesia. Mungkin malu

Kadang pakai bahasa tubuh, atau sekali-sekali menggunakan bahasa Indonesia yang "menggelikan". "Sudah rata semua", maksudnya, "Sudah hijau semua". Bahasa Simalungun "rata" artinya hijau.

Mirip, ketika saya berkunjung ke desa di pedalaman Nias pada 2005-2006, bahkan 2011. Lucu sekali kalau mengingatnya.

"Berapa anaknya Ibu," saya sapa seorang ibu di desa padalaman Nias.

"Ha..ha..ha..," katanya sambil memilin-milin sirihnya dan tidak ada jawaban atas pertanyaan saya. .

Saya baru menggunakan bahasa Indonesia saat sekolah di SMA. Setahun lebih, saya bergaul dengan teman-teman SMA di SMA 2 Pematangsiantar. Bahasa Indonesianya masih "berpasir-pasir".

Dengan bermodalkan kemampuan berbahasa seperti itu, belum fasih benar berbahasa Indonesia, kemudian tahun kedua saya hijrah ke SMA 22 Jakarta.

Pasti kang Ahmad Hilmi, teman satu kelas saya di SMA tersebut ketawa-ketawa kalau mengingat saat ketika pertama kali saya sapa di SMA 22 Jakarta..he..he.

Seorang siswa perempuan orang yang pertama saya temui dalam perjalanan dari halte Bea Cukai ke SMA 22 di Utankayu, langsung mengejek saya: "Orang Medan ya". Walau kemudian dia sangat suka menyapa saya di hari-hari berikutnya dan menjadi teman akrab selama SMA .

Awalnya sekolah di Jakarta, saya seringkali bingung mendengar teman-teman yang bicaranya cepat sekali. Layaknya saya mendengar percakapan bahasa Inggeris seorang Amerika sedang berbincang.

Lama-lama, telinga terbiasa dan otomatis memahaminya.

Belajar bahasa Inggeris juga saya peroleh dengan bekerja dan berpartner dengan orang asing. Saya pernah menjadi kontributor media asing, pernah bekerja di perusahaan-perusahaan asing.
Saya punya pengalaman berbicara dan menulis dalam bahasa Inggeris meski hanya untuk dimuat di mediaonline asing atau lembaga asing saja(dengan sedikit edit tentunya). Belum media cetak terkenal.

Belajar bahasa itu harus terjun dan berenang di kolam. Harus mengalami bagaimana rasanya tenggelam, kemasukan air (diejek, khususnya ketika SMA di Jakarta--dibilang BTL), baru kemudian memperbaikinya terus menerus.

Belajar bahasa Sunda saya memperolehnya ketika tinggal di rumah seorang Sunda di Bogor dan tinggal tiga bulan di desa Jasinga, dan selama dua tahun bertugas di Ciamis.

Bahasa Batak Toba juga saya kuasai ketika duduk di bangku SMA di Pematangsiantar, Jakarta dan ketika kuliah di IPB, dari teman-teman Batak Toba.

Belajar bahasa melalui teori tidak banyak menyelesaikan kemampuan berbahasa, juga kemampuan menulis. Belajar bahasa, menulis adalah sebuah ketrampilan, hanya bisa dikuasai dengan praktek, banyak latihan.

Sama dengan menulis biografi atau otobiografi, atau artikel. Saya belajar dengan metode "terjun ke kolam".

Tulis, tulis, tulis dulu, kemudian perbaiki di buku kedua, ketiga, ke empat dan seterusnya.
Sekarang saya mau tanya, apakah bahasa Indonesia saya sudah cukup baik, secara oral dan tulisan?


Mari sharing pengalaman berbahasa oral dan lisan kita, mungkin ada gunanya buat anak cucu kita.

Medan, 18 September 2014

Menulis di FB

Oleh: Jannerson Girsang

Menulis di FB berarti kita "HADIR DIMANA-MANA, DIBACA SIAPA SAJA, DAN TEREKAM DALAM WAKTU YANG LAMA"

Menulis adalah pekerjaan merangkai kata-kata menjadi kalimat, merangkai kalimat menjadi paragraf, membuatnya menjadi pesan yang bermakna, berguna bagi pembacanya.

Tau nggak kalau Anda menulis di Facebook?.

Tulisan Anda dibaca di mana-mana, oleh siapa saja, dan akan terekam lama oleh dunia ini. Sebab FB adalah jejaring sosial yang memiliki anggota miliaran orang.

Kalau Anda marah, mengumpat, mencaci maki di FB, seluruh dunia akan tau karakter Anda.
Ingat, dunia tidak suka orang yang marah-marah, mencaci maki, melecehkan. Anda juga sama dengan dunia ini, tidak suka juga kan dilecehkan, disakiti.

Sama dengan mahluk hidup yang lain, kita semua suka kebaikan, saling menghargai dan saling menyenangkan satu dengan yang lain.

Karena menulis di FB membuat kita hadir dimana-mana, kapan saja, maka mulailah belajar menuliskan hal-hal yang menyenangkan teman-teman yang lain, membuat hidup mereka terasa lebih hidup. Bukan membuat mereka yang sudah merasa hidup, terus terasa seolah terbunuh (karakternya).

Buahnya, Anda juga akan mendapatkan kesenangan dari mereka. Dengan demikian dunia ini akan semakin damai, hidup kita semakin bermakna.

Kitab Perjanjian Baru berkata: “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.”

Selamat pagi semua!.

Medan 18 September 2014

Rabu, 17 September 2014

Anggota DPRD Ramai-ramai Gadaikan SK

Oleh: Jannerson Girsang

Isu terhangat dua hari terakhir adalah berita tentang anggota DPRD yang baru dilantik menggadaikan SK, untuk meminjam uang ke bank. "Ini tidak etis", kata seorang pengamat di Metro TV.

60 persen anggota DPRD Bandung, misalnya, sudah menggadaikan SKnya untuk mendapat pinjaman dari bank, dengan nilai antara Rp 100 hingga Rp 250 juta. . "Untuk mencicil per bulannya tinggal memotong gaji setiap bulannya. Untuk cicilan saya hampir Rp 7 juta per bulan dengan masa peminjaman sekitar 50 bulan," kata kader Partai Gerindra, seraya mengaku mendapatkan gaji per bulan sekitar Rp 13 juta.

Artinya, separuh gajinya selama lima tahun sudah dipotong bayar utang. Aneh juga yah, kalau dengan gaji Rp 6 juta sisanya, seorang anggota DPRD hafus membiayai hidupnya yang cukup mewah. Mereka harus menyumbang partainya, menyumbang konstituen: memasang bunga papan pada pesta-pesta, menyumbang rumah-rumah ibadah.

Barangkali kita bisa pro dan kontra. Seseorang memang berhak meminjam uang ke bank sejauh dia memiliki agunan dan bank itu percaya. Boleh kita katakan tidak etis atau etis.

Kita juga tidak perlu menaruh curiga atas tingkah para anggota legislatif itu. Barangkai, kita hanya perlu mengingatkan agar mereka peduli juga nantinya memfasilitas rakyat yang berhak dan layak meminjam dari bank.

Masih banyak rakyat yang berhak dan layak meminjam belum difasilitasi dengan baik. Andai rakyat bisa seperti anggota DPRD, yang seolah secara otomatis memiliki hak memperoleh pinjaman begitu mereka dilantik. Bahkan pihak bank yang datang kepada mereka. Anggota DPRDnya tinggal meminta persetujuan Pimpinan, uang cair!.

Selamat buat anggota DPRD yang sudah dilantik dan mendapat pinjaman dari bank. Semoga kita rakyat ini juga bisa difasilitasi yah!

Medan, 17 September 2014

SIMON SARAGIH: Merampungkan Biografi Taralamsyah Saragih

Oleh: Jannerson Girsang

Pagi ini saya mengintip kegiatannya Simon Saragih, seorang wartawan senior harian Kompas.

Setelah berbulan-bulan mengikutinya menulis, dan pernah beberapa kali berdiskusi secara langsung, baik melalui telepon dan chating di FB, pagi ini saya menyaksikan sampul buku Biografi Taralamsyah Saragih, sudah mencapai draft akhir.

Ingat Taralamsyah Saragih, ingat "Eta Mangalop Boru", sebuah lagu Simalungun yang dipopulerkan penyanyi terkenal Eddy Silitonga di era 1970-an.

Tentu, Taralamsyah bukan sekedar mencipta lagu, tetapi dia adalah tokoh besar budaya Simalungun

"Saya terpikir bahwa terbitnya buku ini tidak semata-mata menuliskan kebesaran nama Taralamsyah. Buku ini juga sekaligus mengingatkan secara implisit kesadaran akan identitas Simalungun," demikian komentar Prof Dr Bungaran Saragih, mantan Menteri Pertanian RI, dalam pengantar buku seperti dilansir dalam website Berita Simalungun

(http://www.beritasimalungun.com/2014/09/kata-sambutan-prof-dr-bungaran-saragih.html).

Semoga bukunya cepat diluncurkan dan kita semua dapat membaca isinya, sekaligus memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Saya sangat terkesan dengan kegigihan dan kesungguhan penulis buku biografi Taralamsyah. Saya menyaksikan sebuah metode baru penulisan biografi yang memanfaatkan Facebook sebagai sarana diskusi.

Simon secara khusus membuka sebuah akun khusus Penyusunan Buku Ttg Taralamsyah Saragih untuk mendukung informasi yang diperolehnya baik melalui wawancara maupun observasi lapangan dan riset,

Cara ini belum banyak dilakukan para penulis biografi di Indonesia. Simon mungkin salah seorang pelopornya. Tidak mudah melakukan tugas seperti ini, dibutuhkan waktu dan energi melayani diskusi-diskusi yang kadang "panas" hingga memerahkan kuping.

"Lang pala ikkon sempurna, roh sandiri do kin penyempurnaan ai ge" (Nggak usah harus sempurna, penyempurnaan akan datang sendiri")

"Tulis apa yang diketahui, selalu dengan asumsi (ai pe pambotoh sanggah manulis), lanjut ma proses dialektika,' katanya. .

Itulah kelebihannya sebagai seorang penulis yang sudah puluhan tahun bergelut dalam dunia tulis menulis. Mampu menanggapi kritik dengan menahan diri, berfikir positif, mengucapkan terima kasih, dan mengakui kekurangannya. Sesuatu yang hanya dimiliki penulis tangguh seperti Simon. .

Sebelumnya, Simon telah menulis sebuah buku biografi. Buku berjudul: Elpidius Van Duijnhoven: Rasul Dari Simalungun Atas, Sungguh Mati Dia MencintaiNya" mengisahkan seorang pastor yang melayani selama 34 tahun di daerah Saribudolok dan sekitarnya.

Buku setebal 480 halaman itu telah kunikmati dan memberi cakrawala baru tentang tugas dan missi seorang pelayan. Bekerja tanpa pamrih, mengejar sesuatu yang tak terlihat mata, tak teraba tangan, memakai akal budi yang telah diberikan Tuhan.

Simon telah memberi pelajaran baru bagi para penulis biografi. Mengawali pekerjaan dengan sebuah kepedulian, merancangnya dengan matang, melakukannya dengan memaksimalkan sumber daya yang tersedia, dan melaksanakannya dengan sepenuh hati. Terima kasih panggi Simon, telah memberi kami pelajaran baru.

Selamat panggi Simon. Semoga pekerjaannya mendapat berkat dan menjadi berkat bagi kami semua pembacanya.

(Terima kasih kepada Berita Simalungun. Saya kopi sampulnya yah!)

Medan, 17 September 2014.



Photo: SIMON SARAGIH: MERAMPUNGKAN BIOGRAFI TARALAMSYAH SARAGIH

Pagi ini saya mengintip kegiatannya  Simon Saragih, seorang wartawan senior harian Kompas. 

Setelah berbulan-bulan mengikutinya menulis, dan pernah beberapa kali berdiskusi secara langsung, baik melalui telepon dan chating di FB,  pagi ini saya menyaksikan sampul buku  Biografi Taralamsyah Saragih, sudah mencapai draft akhir.

Ingat Taralamsyah Saragih, ingat "Eta Mangalop Boru", sebuah lagu Simalungun yang dipopulerkan penyanyi terkenal Eddy Silitonga di era 1970-an. 

Tentu, Taralamsyah bukan sekedar mencipta lagu, tetapi dia adalah tokoh besar budaya Simalungun

"Saya terpikir bahwa terbitnya buku ini tidak semata-mata menuliskan kebesaran nama Taralamsyah. Buku ini juga sekaligus mengingatkan secara implisit kesadaran akan identitas Simalungun," demikian komentar Prof Dr Bungaran Saragih, mantan Menteri Pertanian RI, dalam pengantar buku seperti dilansir dalam website Berita Simalungun 

(http://www.beritasimalungun.com/2014/09/kata-sambutan-prof-dr-bungaran-saragih.html). 

Semoga bukunya cepat diluncurkan dan kita semua dapat membaca isinya, sekaligus memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 

Saya sangat terkesan dengan kegigihan dan kesungguhan penulis buku biografi Taralamsyah. Saya menyaksikan sebuah metode baru penulisan biografi yang memanfaatkan Facebook sebagai sarana diskusi. 

Simon secara khusus membuka sebuah akun khusus Penyusunan Buku Ttg Taralamsyah Saragih untuk mendukung informasi yang diperolehnya baik melalui wawancara maupun observasi lapangan dan riset, 

Cara ini belum banyak dilakukan para penulis biografi di Indonesia. Simon mungkin salah seorang pelopornya. Tidak mudah melakukan tugas seperti ini, dibutuhkan waktu dan energi melayani diskusi-diskusi yang kadang "panas" hingga memerahkan kuping. 

"Lang pala ikkon sempurna, roh sandiri do kin penyempurnaan ai ge" (Nggak usah harus sempurna, penyempurnaan akan datang sendiri")

"Tulis apa yang diketahui, selalu dengan asumsi (ai pe pambotoh sanggah manulis), lanjut ma proses dialektika,' katanya. .

Itulah kelebihannya sebagai seorang penulis yang sudah puluhan tahun bergelut dalam dunia tulis menulis. Mampu menanggapi kritik dengan menahan diri, berfikir positif, mengucapkan terima kasih, dan mengakui kekurangannya. Sesuatu yang hanya dimiliki penulis tangguh seperti Simon. . 

Sebelumnya, Simon telah menulis sebuah buku biografi yang ditulisnya. Buku berjudul: Elpidius Van Duijnhoven: Rasul Dari Simalungun Atas, Sungguh Mati Dia MencintaiNya" mengisahkan seorang pastor yang melayani selama 34 tahun di daerah Saribudolok dan sekitarnya.

Buku itu setebal 480 halaman itu telah kunikmati dan memberi cakrawala baru tentang tugas dan missi seorang pelayan. Bekerja tanpa pamrih, mengejar sesuatu yang tak terlihat mata, tak teraba tangan, memakai akal budi yang telah diberikan Tuhan.  

Simon telah memberi pelajaran baru bagi para penulis biografi. Mengawali pekerjaan dengan sebuah kepedulian, merancangnya dengan matang, melakukannya dengan memaksimalkan sumber daya yang tersedia, dan melaksanakannya dengan sepenuh hati. Terima kasih panggi Simon, telah memberi kami pelajaran baru.  

Selamat panggi Simon. Semoga pekerjaannya mendapat berkat dan menjadi berkat bagi kami semua pembacanya. 

(Terima kasih kepada Berita Simalungun. Saya kopi sampulnya yah!) 

Medan, 17 September 2014.
Sumber foto:  (http://www.beritasimalungun.com)

Jumat, 12 September 2014

Berburu Hal Yang Tak Bisa Dibeli dengan Uang

Oleh: Jannerson Girsang

Pagi ini saya menyaksikan video yang begitu menyentuh. Seorang yang melakukan sesuatu bukan untuk dipuji, dihargai, tetapi karena memang dia senang melakukannya. https://www.facebook.com/video.php?v=357419561100541&set=vb.181408008701698&type=2&theater

Melayani orang dengan tulus, tanpa pamrih, seolah-olah tidak mendapat apa-apa.Karena mereka sedang berburu harta paling mahal di dunia, hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang, dihargai dengan uang.

Bahkan tak jarang dunia menghinanya, mengejek, bahkan membunuhnya. .

Tapi taukah saudara apa yang diperoleh mereka yang melayani, dan melakukan sesuatu dengan tulus?

Mereka senantiasa memperoleh emosi positif, menyaksikan kebahagiaan, pemahaman yang lebih mendalam tentang hidup, merasakan kasih sayang, MENERIMA HAL YANG TIDAK BISA DIBELI DENGAN UANG, kata-kata dibuat lebih indah, lebih bermakna.

Adakah hal yang lebih indah, lebih baik dari hadiah di atas yang mau Anda kejar dalam hidup ini?

Berbuatlah, bekerjalah dengan tulus, tidak melihat cuaca atau apa kata orang.

Mungkin dalam melakukan pekerjaan pelayanan, Anda sering membuat Anda kecewa, ditertawakan dunia, dan Anda mundur?.

Renungkan kembali. Kita melakukan sesuatu bukan mencari pujian dari orang-orang yang tidak terpuji.

Karena orang-orang yang tidak terpuji, tidak tau memuji, tidak tau menghargai yang baik. Hanya Dia, hanya Dia yang tau memuji, dan Dialah yang pantas dipuji!. 


Hanya Dia, hanya Dia yang tau memuji, dan Dialah yang pantas dipuji!. 

Manusia hanya memuji berdasarkan cuaca, kepentingan. Hari ini Anda dipuji, besok, Anda dicaci. Hanya Tuhan yang setia mengasihi kita! Bekerjalah, jangan hanya ingin mendapat pujian
dari sekitarmu.

Banyak Perkara yang Tak Dapat Kumengerti (2)


Oleh: Jannerson Girsang


Tadi, di partonggoan kami mendengar berita duka cita. Romi Sipayung (34) meninggal dunia di RS Adam Malik, sekitar pukul 20.00. Kami, anggota sektor V dan beberapa teman dari Sektor IV melayatnya di ruang mayat sesudah partonggoan.

Romi adalah adik kandung Benny Sipayung anggota GKPS Simalingkar. Abangnya baru saja mendirikan perusahaan dan Romi sebagai direkturnya. "Saya baru saja mendirikan sebuah perusahaan dan Romi sebagai direkturnya" ujar Benny dalam tangisnya.


Romi meninggalkan seorang istri br Sinaga, baru setahun berkeluarga dan belum memiliki anak. Sedih melihatnya, karena selama ini Romi sehat-sehat saja. Di masa kampanye kemaren kami sering ketemu.

Perasaan tambah sedih melihat istrinya yang terus menerus menangis dan menumpahkan kesedihannya. Tak tega menyaksikan mertuanya perempuan yang kurang sehat, serta kedua orang tua Romi menangisi anak kesayangan mereka.

Kaya Sipayung, orang tua Benny Sipayung, memiliki tiga orang putra. Putra tertuanya meninggal setahun yang lalu. Benny, anak kedua kini tinggal sebatangkara dari sebelumnya tiga bersaudara.

Banyak perkara, yang tak dapat kumengerti, tapi aku yakin "Tiada sesuatupun terjadi, tanpa Allah peduli!". Demikian suara Agnes Monika yang merdu melantunkan pujian menyejukkan pagi ini.

Seraya saya merenungkan beberapa kejadian beberapa bulan terakhir ini. Dukacita karena ditinggal seorang yang kita kasihi, sungguh sulit dimengerti, khususnya seperti yang dialami beberapa keluarga, sahabat-sahabat saya yang mengalami dukacita.

Ada yang meninggal karena kecelakaan, sakit, atau apapun sebabnya. Terlebih-lebih mereka yang meninggal masih muda, atau meninggalkan anak yang masih kecil-kecil.

Pengalaman duka, ditinggal karena kematian, apalagi tiba-tiba, hanya dapat dimengerti, kalau kita percaya, bahwa ada sang Pencipta, campur tangan atas semua kehidupan kita.

Bagi saya sebagai orang Kristen, Jeremia 33:3 adalah sebuah ayat yang sangat menguatkan. Ayat itu yang berulang-ulang saya baca, ketika adik saya, meninggal 2010, meninggalkan 3 putri kami.

Berjuanglah membunuh waktu duka, karena "Berbahagialah orang yang berduka, karena mereka akan dihibur"

Manusia tidak bisa menjawab semua persoalan orang-orang yang mengalami dukacita.

Berkomunikasi dengan Sang Pencipta akan memberikan pemahaman atas sesuatu yang tidak sapat dipahami manusia. Pengetahuan membunuh waktu duka, hanya diketahui oleh Dia yang menciptakan dunia ini

"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui". (Jeremia 33:3)

"Call to me and I will answer you and tell you great and unsearchable things you do not know" (Jeremia 33:3).

Medan, 12 September 2014

Sate Super

Oleh: Jannerson Girsang

Saya teringat sebuah peristiwa, atau disingkat "sate super". Saya kira penceramahnya mau menjelaskan "sate" Madura, ternyata sebuah teknik sosialiasi dalam dua menit.

Saya pertama kali mendengar istilah itu  ketika menikmati presentasi motivasi dari motivator Triyono Sigit di Tuktuk Samosir, 31 Agustus 2014 lalu.

Apa pula itu Sate Super?. Ternyata sebuah teknik bercerita untuk mensosialisasikan sesuatu. Awalnya seorang peserta disuruh bercerita untuk memperkenalkan sebuah produk dalam dua menit.

Peserta yang belum pernah mendengar istilah "sate super", langsung berbicara. "Kami dari lembaga .... akan memperkenalkan produk ini. Bla...bla...bla". Membosankan!. Karena tidak mengandung sedikitpun emosi di dalamnya.

Ketika Mas Sigit menggantikan peserta tadi, beliau memulai dengan sebuah cerita yang dimulai dengan "Saya teringat sebuah peristiwa".

Kita yang mendengarnya terpana seolah turut dalam kisah tersebut, serta mendapat penjelasan yang menarik tentang produk yang diperkenalkan.

Sebuah kisah atau peristiwa yang menyentuh emosi langsung menarik perhatian pendengar.

Sayapun langsung membuat sebuah kisah untuk memperkenalkan proyek penerjemahan Alkitab bahasa Nias (contoh lho, karena di sana sudah ada Alkitab bahasa Nias.

"Saya teringat sebuah peristiwa. Beberapa tahun yang lalu, saya masuk ke pedalaman sebuah desa terpencil, yang berjarak kira-kira 10 kilometer dari jalan besar. Untuk dapat berkomunikasi, saya membutuhkan seorang penerjemah, karena tidak ada dari mereka yang mampu berbahasa Indonesia.

Saat saya menjelaskan sesuatu kepada penduduk desa itu, sebelum diterjemahkan mereka ketawa-ketawa aja. Suatu ketika, karena ingin tau apakah mereka benar-benar tidak tau berbahasa Indonesia, maka saya mencoba menyapa mereka, secara diam-diam, tanpa membawa penerjemah.

"Dimana rumahnya, Pak?,". Si bapak yang berusia 30 tahun itu tertawa malu. Lalu pergi menanyakan penerjemah saya. Dalam bahasa daerahnya, mungkin dia bertanya, "apa yang dikatakannya?".

Apakah bapak-bapak tidak kasihan melihat saudara-saudara kita seperti itu. Sedih sekali ya, bapak-bapak dan ibu-ibu?.

Pesan yang menggugah emosi, penting mengawali sebuah sosialisasi.Hingga mereka tertarik mendengar, tergugah untuk mengatahui, lalu sadar dan mau bertindak, sesuai dengan harapan sosialisasi!

Dua menit saya bercerita di depan orang-orang kaya dan mendengar kisah sedih saudara-saudaranya, pasti dong mereka mau membantu.

Sate Super, sebuah teknik, dua menit memperkenalkan produk, sosialisasi.

Sayangnya Pak Sigit hanya mengajarkannya 10 menit. Kita belum tau banyak. Masih banyak pertanyaan sebenarnya, tapi waktu sudah habis. 

Jadi maklum aja, sayapun masih perlu belajar lagi Mas Sigit!. Bantu ya. Dimana saya bisa memperlajarinya lebih mendalam lagi!

Medan, Dinihari, 11 September 2014

Kamis, 11 September 2014

Papan Tulis Kenangan 2005-2006: Tuliskan Cita-citamu, Laksanakan Sepenuh Hati



Oleh: Jannerson Girsang

Menuliskan mimpi dan kegiatan di papan tulis menjadi kenangan yang sangat menginspirasi. Itulah yang dilakukan putri saya kedua, Patricia Girsang, sembilan tahun yang lalu (2005-2006), saat mempersipakan diri menuju UMPTN 2006. 


Karya kecilnnya itu setiap hari menjadi inspirasiku, karena kugantung di dinding ruang kerjaku di rumah.  Yesus is my Way, yang terpampang di sebelah kiri atas membuatku kagum. Putriku begitu yakin akan kuasaNya, sejak muda. Mungkin, sayapun belum seyakin dia!  Di dinding papantulis sebelah kanan: tertulis target yang harus dicapainya: HI: UI 65%, Pertambangan ITB 60%, Hukum UI: 55%.

Malam ini di tengah kesendirianku, aku terkesan dengan papan tulis yang kupajang di ruang kerjaku, sejak putriku berangkat ke Jakarta 2006. 


Seiring usianya, tulisannya sebagian sudah terhapus terhapus, dan kertas yang ditempel sebagai catatan sudah kumal.

Papantulis itu adalah saksi sejarah bagaimana dia menyusun rencana kerja dan kegiatannya, sejak Oktober 2005- April 2006. Jadwalnya dibuat di papan tulis dengan pencapaian yang ketat. Semua tanggal di coret, tanda sudah dilintasi.


Saya tak pernah menghapusnya, dan setiap hari kuperhatikan betapa putriku merencanakan semua kegiatan meraih cita-citanya dengan sempurna. Sebuah saksi sejarah keseriusan seorang anak belajar.  
Saya teringat,  bahwa selama dua setengah tahun di SMA, aktivistas sosialnya memang membanggakan. Dia mampu membawa teman-temannya Paduan Suara Sola Gratia menjuarai beberapa even baik di Bandung, maupun Medan.
 

Saya dan istri tetap mendukungnya meski  nilainya memang drop. Kita terus memotivasinya. Ibunya bilang, "Hebat kau ya Nak, punya dua ranking 3". Dia hanya senyum-senyum saja. "Tenang saja mama" katanya.
 
Saya sangat bersyukur dan cukup bangga, karena di semester 5-6, sejak Oktober 2005, dia benar-benar belajar. Setiap hari dia buat target sendiri, tanpa campur tangan orang tua. 


Setelah lulus SMA, dia berangkat ke Bandung dan testing UMPTN di sana.

Patricia dengan nilai pas-pasan di SMA, akhirnya masuk Fakultas Hukum UI. Selama kuliah dia harus bekerja di Perpustakaan UI, paruh waktu dan mendapat beberapa bea siswa, membantu orang tuanya yang sedang kesulitan.

Dengan segala keterbatasan, melakukan sesuatu dengan suka cita, Patricia akhirnya lulus S1 dari FH UI, Agustus 2010.

Begitu lulus, dia langsung bekerja. Terakhir, dia bekerja sebagai Asisten Manager, Divisi Hukum, PT Gajah Tunggal, kemudian menikah dengan Frederick Simanjuntak, Nopember 2013.

Namun, Juli 2014 lalu, dia meminta persetujuanku. Sesuatu yang mengagetkan. Saat dia berada pada posisi jabatan yang cukup baik di perusahaan, dia meminta mengundurkan diri. Alasannya, menunggu kelahiran bayinya. Dia ingin merawat bayi dan suaminya penuh waktu. Alasannya cukup rasional dan saya menerimanya dengan senang hati. 


Anak adalah prioritas pertama dan utama. Sebuah pilihan yang ditirunya dari ibunya. "Mama dulu merawat kami penuh weaktu, aku juga akan merawat bayiku penuh waktu. Suamiku juga menginginkan aku penuh waktu nantinya merawat anak" katanya.

Terima kasih untuk Patricia, terima kasih Tuhan. Begitu besar berkatMu kepada kami selama 30 Tahun Perkawinanku. Patricia adalah salah satunya.

Semoga papantulis ini tetap kau kenang dan menjadi warisan untuk anakmu nanti, betapa mimpi yang direncakan dan dilaksanakan sepenuh hati akan menjadi kenyataan!


Medan, 9 September 2014

Gambar. Papan tulis dimana putriku Patricia Girsang menuliskan seluruh impian dan melaksanakannya dengan disiplin dan semangat yang luar biasa. Tulisan ini dibuatnya antara Oktober 2005-April 2006. 


Photo: PAPAN TULIS KENANGAN 2005-2006

Anak-anak yang dibiarkan bebas berkreasi memang terkadang membuat kita khawatir. Tetapi pengawasan dan pembinaan yang terus menerus (tidak diserahkan kepada pembantu atau guru les), akan membuat mereka bertanggungjawab dan secara kreatif mampu menyelesaikan persoalannya. 

Malam ini di tengah kesendirianku, aku terkesan dengan papan tulis yang kupajang di ruang kerjaku, sejak putriku kedua berangkat ke Jakarta 2006.Usianya sudah delapan tahun lebih dan sudah ada yang terhapus, dan kertasnya sudah kumal. 

Papantulis itu berisi rencana kerja dan kegiatan putriku kedua, sejak Oktober 2005- April 2006. Aku tak pernah menghapusnya, dan setiap hari kuperhatikan betapa putriku merencanakan semua kegiatan meraih cita-citanya dengan sempurna. Sebuah saksi sejarah keseriusan seorang anak belajar.  

Kami sempat khawatir tentang peluangnya menembus PTN, karena selama tiga tahun di SMA Negeri 1 Medan, nilainya hanya pas-pasan. Bahkan Semester 4 hanya meraih ranking 33. 

Ibunya bilang, "Hebat kau ya Nak, punya dua ranking 3". Dia hanya senyum-senyum saja. "Tenang saja mama" katanya. 

Waktunya banyak tersita di organisasi sekolah. Dia aktif di organisasi Paduan Suara Sola Gratia, sebagai Sekretaris, dan bersama teman-temannya, membawa harum sekolahnya dengan meraih prestasi Nasional di Bandung, dan berbagai event perlombaan Paduan Suara di Sumatera Utara. 

Dalam melaksanakan aktivitasnya di kegiatan ekstra kurikuler, kami pernah suatu ketika sangat khawatir tentang dirinya, dan juga nilai-nilai mata pelajarannya yang drop. . 

5 September 2005, mereka berangkat ke Bandung, rombongan Sola Gratia yang dipimpinnya menumpang pesawat Adam Air, hanya duluan beberapa menit dengan Pesawat Mandala yang jatuh di Bandara Polonia yang menewaskan Gubernur Sumatera Utara, Rizal Nurdin, serta seratusan penumpang lainnya.  

Saya baru saja tiba di kantor, pulang mengantarnya ke Polonia, ketika saya mendengar pesawat jatuh. Saya begitu khawatir ketika itu putri saya ada di dalam pesawat.    

"Ketika itu, saya pikir dia ada di pesawat yang jatuh". Saya sangat khawatir menunggu kabar. Saya menelepon, tetapi tidak menyahut. 

Beberapa menit saya terdiam. Beberapa saat kemudian, saya mendapat kabar, dia  sudah tiba di Cengkareng. Yang jatuh ternyata Mandala, sedang putri saya, naik Adam Air. 

Itulah Putri saya Patricia Girsang, yang selalu ceria, pintar, tapi kadang membuat cemas juga.    

Aktivistas sosialnya memang membanggakan selama SMA, tetapi nilainya memang drop. Namun, kita tidak pernah membuatnya patah semangat. 

Saya  sangat bersyukur dan cukup bangga, karena di semester 5-6, sejak Oktober 2005, dia benar-benar belajar. Setiap hari dia buat target sendiri, tanpa campur tangan orang tua. 

Jadwalnya dibuat di papan tulis dengan pencapaian yang ketat. Semua tanggal di coret, tanda sudah dilintasi. 

Di dinding papantulis sebelah kanan: tertulis target yang harus dicapainya: HI: UI  65%, Pertambangan ITB 60%, Hukum UI: 55%. Di sebelah kiri ditempel: Yesus is the Way. 

Setelah lulus SMA, dia berangkat ke Bandung dan testing  UMPTN di sana. 

Patricia dengan nilai pas-pasan di SMA, akhirnya masuk Fakultas Hukum UI. Selama kuliah dia harus bekerja di Perpustakaan UI, paruh waktu dan mendapat beberapa bea siswa, membantu orang tuanya yang sedang kesulitan.

Dengan segala keterbatasan, melakukan sesuatu dengan suka cita, Patricia akhirnya lulus  S1 dari FH UI, Agustus 2010.   

Begitu lulus, dia langsung bekerja. Terakhir, dia bekerja sebagai Asisten Manager, Divisi Hukum, PT  Gajah Tunggal, kemudian menikah dengan Frederick Simanjuntak,  Nopember 2013. 

Menunggu kelahiran bayinya, Patricia memutuskan berhenti bekerja. Alasannya cukup rasional dan saya menerimanya dengan senang hati. Anak adalah prioritas pertama dan utaman. 

"Mama dulu merawat kami penuh weaktu, aku juga akan merawat bayiku penuh waktu. Suamiku juga menginginkan aku penuh waktu nantinya merawat anak" katanya.

Terima kasih untuk Patricia, terima kasih Tuhan. Begitu besar berkatMu kepada kami selama 30 Tahun Perkawinanku. Patricia adalah salah satunya.

Semoga papantulis ini tetap kau kenang dan menjadi warisan untuk anakmu nanti, betapa mimpi yang direncakan dan dilaksanakan sepenuh hati akan menjadi kenyataan!

Kita Semua Salah, Semua Jahat, Jangan Membenarkan Diri

 Oleh; Jannerson Girsang

Dua sikap yang sama salahnya, sama jahatnya. Yang satu menyombongkan diri, yang satu seolah-olah merendah. Dua-duanya merasa benar, sama-sama membenarkan diri..

Sikap yang pertama, selalu merasa benar sama seperti orang Farisi-penatua-penatua agama Jahudi dalam kisah Perjanjian Lama, yang hanya melihat dirinya benar, kerjanya menghakimi, menyalahkan yang lain. "Terima kasih Tuhan, kami sudah berbuat baik, tidak sama dengan mereka yang lain".

Sikap yang kedua, merasa berdosa, mengaku dirinya berdosa, tapi hanya untuk membenarkan tindakannya yang terus menerus salah dan tidak mau berubah.. "Aku banyak dosa, tidak pantas jadi "orang baik". Biarlah mereka yang baik-baik itu melakukan yang benar. Biarlah aku korupsi terus, jangan munafiklah".

Sama sombongnya!

”We can't be as good as we'd want to, so the question then becomes, how do we cope with our own badness?. (Nick Hornby).

Kita tidak mampu sebaik yang kita inginkan (apalagi yang diinginkan Tuhan), lalu pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita mengatasi keburukan atau kejahatan kita sendiri?.

Kata para ahli, kita baru menggunakan otak kita 2-5% dari kapasitasnya, kita belum mau, dan tidak mampu terus menerus menyalakan lampu kita, tidak bersinar sebagaimana kemampuan kita.Tapi kita sudah merasa menggunakannya 100%, merasa sudah bersinar setiap saat.

Kita semua jahat, semua bersalah, karena setiap hari melakukan kesalahan, melakukan dosa.

Mari semua berubah ke arah yang lebih baik, mari semua memperbaiki diri, memaksimalkan otak yang banyak nganggur, menyalakan lampu kita lebih lama dari yang sekarang.

Tugas utama kita adalah saling mengasihi dan saling melayani. Saling mengampuni, menasehati dengan lembut dan saling mendukung, mendorong percaya diri, memotivasi, supaya setiap orang sadar kesalahannya, dan berubah memaksimalkan talentanya!